Anda di halaman 1dari 13

B E R F I K I R D E D U K T I F

BAHASA INDONESIA
Dosen : MARIATUL, S.Pd, MM

Disusun Oleh : Hidayatullah Komaini ( 1910200021 )


: Muhamad Subli ( 1910200030 )
: Vazha Sekar Auralia ( 1910200049 )
: Meyka Rani Narulita ( 1910200026 )

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAHANI DAHANAI


TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan bahasa
yang sangat indah.

Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah kami yang berjudul Berpikir Deduktif sebagai tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Dalam makalah ini kami mencoba untuk menjelaskan tentang Berfikir
Deduktif.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
Bab 1
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau
kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat
disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan
pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua
jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur
yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui
atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,
instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala
terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran
deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah penalaran
tersebut dapat dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika

1.      Rumusan Masalah
         Apakah yang dimaksud Penalaran ?
         Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif ?
         Ada berapa macam Penalaran Deduktif ?

2.      Tujuan Penulisan
         Mengetahui definisi Penalaran Deduktif.
         Memahami arti Penalaran Deduktif.
         Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif.
Bab 2
PEMBAHASAN

BERFIKIR DEDUKTIF

Berfikir Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan


berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang
bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif
dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada
hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan
kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju
kepada hal-hal yang kongkrit.

Contoh : Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan


arti sebuah kesuksesan   (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media
hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan
penanda status social.

Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung


dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.

1.    Menarik Simpulan Secara Langsung


Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya,
konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
a.     Semua S adalah P. (premis)
Sebagian  P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
b.    Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
c.     Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
d.    Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
e.    Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)

2.    Menarik Simpulan Secara Tidak Langsung


Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung
memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah
simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis
yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis
(pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang sudah tahu,
umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana
adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai
berikut.

A.    Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang
bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan
predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term
mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.

Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai


penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah
silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak
terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat
diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut

a.   Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan
term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor            =          Xantipe.
Term minor =       harus giat berlatih.
Term penengah       =      atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.

Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan
dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.

b. Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor
dan simpulan.

c. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.


Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.

d. Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.


Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.

e. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.

f.    Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpula
g.   Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.

h.   Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat
ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

B.    Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan
konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga menolak
konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.

C.    Silogisme Alterntif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor
berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu
alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
D.    Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang
tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara
umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas
karena dia adalah seorang sarjana”.       
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen
juga dapat diubah menjadi silogisme.

PENGERTIAN PENALARAN DEDUKIF

Pengertian Penalaran Deduktif adalah proses berpikir yang bertolak dari


pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang
diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut
dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut
dengan konklusi (consequence).Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi.

Ciri-ciri Penalaran
Secara detail penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Logis, suatu penalaran harus memenuhi unsur logis, artinya pemikiran
yang ditimbang secara objektif dan didasarkan pada data yang sahih.
 Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya
imajinatif seseorang dalam merangkai, menyusun atau menghubungkan petunjuk-
petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu pola tertentu.
 Rasional, artinya adalah apa yang sedang di nalar merupakan suatu fakta
atau kenyataan yang memang dapat dipikirkan secara mendalam.
Tahap-tahap Penalaran

Menurut John Dewey, proses penalaran manusia dilakukan melalui beberapa


tahap berikut:
1. Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal
sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
2. Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
3. Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesis,
inferensi atau teori.
4. Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan
implikasi dengan cara mengumpulkan bukti-bukti (data).
5. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide tersebut dan menyimpulkan
melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.

1. PROPOSISI
Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang
memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya,
disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi
adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.

Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:


1. Subyek, perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang, benda, tempat, atau
perkara.
2. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek.
3. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat.

Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana. Kata semua dalam kalimat
tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan
sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini
diwakili oleh kata fana.
Jenis-jenis proposisi :
1. Bentuk
2. Sifat
3. Kualitas
4. Kuantitas

a. Bentuk
Dibagi menjadi 2, yaitu :
– Tunggal : kalimat yang terdiri dari 1 subjek dan 1 predikat
contoh :
Semua ibu menghasilkan asi
– Majemuk : Kalimat Proporsisi yang terdiri dari 1 subjek dan lebih dari 1
predikat
contoh :
Semua orang yang ingin masuk surga maka harus rajin beribadah dan berbuat baik
kepada sesama

b. Sifat
Dibagi menjadi 3, yaitu :
– Kategorial : proporsisi hubungan antara subjek dan predikatnya tidak ada syarat
apapun
contoh : Semua kambing adalah herbivora.
– Kondisional : proporsisi yang hubungannya subjek dan predikat membutuhkan
persyaratan tertentu. Biasanya diawali :jika, apabila, walaupun, seandainya
contoh : jika susi wanita maka akan menikah dengan rudi
~ kondisional dibagi menjadi 2, yaitu :– Hipotesis yaitu dugaan yang bersifat
sementara.
Contoh : Jika susi rajin belajar maka dia akan pintar.
– Disjungtif yaitu memiliki 2 predikat dan predikatnya alternatif.
contoh : Wanita itu sudah menikah apa belum.

c. Kualitas
Yang terdiri dari :
– Afirmatif (+) : proporsisi dimana predikatnya membenarkan subjek
contoh : Semua kucing pasti mempunyai ekor
– Negatif (-) : proporsisi dimana predikatnya menolak subjek
contoh : Tidak ada kucing yang tidak memiliki ekor
d. Kuantitas / Proporsisi Universal : proposisi yang predikatnya
mendukung atau mengingkari subjeknya
contoh : Tidak ada satupun mahasiswa yang tidak memiliki NPM.

2. INFERENSI DAN IMPLIKASI


Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan
pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis
(diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara). 
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau
pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang
dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin
saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar
meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus
membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh
pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak
terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar
atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara
atau penulis. Inferensi terbagi menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan
Inferensi tidak langsung.

a. Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang
digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih
luas dari premisnya.
Contoh:         
“Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya
tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun
temanya.

b. Inferensi Tidak Langsung


Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi
membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi
lama.
Contoh:
A :    Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B :    Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa. Inferensi yang menjembatani
kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C :     Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain :
A :     Saya melihat ke dalam kamar itu.
B :     Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C:      kamar itu memiliki plafon.

3. IMPLIKASI
Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“.
Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika
sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah. Untuk lebih jelasnya kita lihat
tabel kebenaran berikut:
Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A”
karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
“Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
kalimat diatas tidak akan sama dengan :
“Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”
4. WUJUD EVIDENSI
Wujud Evidensi Adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan
untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan
pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena. Evidensi
sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk
ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan.
Kita mungkin mengartikannya sebagai "cara bagaimana kenyataan hadir"
atau perwujudan dari ada bagi akal". Misal Mr.A mengatakan "Dengan pasti ada
301.614 ikan di bengawan solo", apa komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya
mengangguk dan mengatakan "fakta yang menarik". Kita akan mengernyitkan
dahi terhadap keberanian orang itu untuk berkata demikian.
Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai "kepastian", Tentu
saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan
ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit
bagi kita untuk menangguhkan persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi
memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada
dalam persetujuan terhadap pernyataan tersebut. Sebaliknya, kalau seorang
mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, "Ada tiga jendela di dalam
ruang ini," persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini
evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi.
Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di
peroleh dari suatu sumber tertentu.

e. Cara menguji data


Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh
karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-
bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini
beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1.    Observasi
2.    Kesaksian
3.    Autoritas

f. Cara menguji fakta


Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan
fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan
penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu
adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian
tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-
benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1.      Konsistensi
2.      Koherensi
c. Cara menilai autoritas
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau
kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang
hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan
atas penelitian atau data eksperimental.
1. Tidak mengandung prasangka
2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran dan prestise
4. Koherensi dengan kemajuan

Bab 3
KESIMPULAN

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera


yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.

SARAN
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya
yang khusus. Penalaran Deduktif mempunyai beberapa jenis terdiri dari Silogisme
Kategorial, Silogisme Hipotesis, dan Silogisme Alternatif.

Anda mungkin juga menyukai