Anda di halaman 1dari 27

SURVEILANS DBD DAN LEPTOSPIROSIS

PENYEBAB
BAKTERI LEPTOSPIRA

PENULARAN

o Sumber Penularan
o Hewan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga,
burung, kelelawar, tupai dan landak
o Penularan langsung dari manusia jarang terjadi selain air banjir, lumpur, sampah,
sayuran mentah, dan buah, sangat mungkin terkontaminasi urine hewan yang
mengandung leptospira
o Cara Penularan
o Melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni
hewan yang menderita leptospirosis
o Terkontaminasi urine hewan dari gudang, sebelum dipajang dan dijual di toko dapat
kemasan makanan dan minuman
o Siapa saja yang rentan tertular?
o Petani yang bekerja di sawah, pekerja perkebunan, pekerja rumah potong hewan dan
dokter hewan, pekerja laboratorium, mantri hewan.

GEJALA

o Gejala Klinis

o Demam menggigil o Konjungtivitis (Mata Merah)


o Sakit kepala o Rasa nyeri otot betis dan
o Malaise punggung
o Muntah o Gejala-gejala diatas akan
tampak antara 4-9 hari

o Gejala yang Kharakteristik


o Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata)
o Rasa nyeri pada otot-otot
o Komplikasi Leptospiros

o Pada hati o Pada paru-paru


o Pada ginjal o Perdarahan pembuluh darah
o Pada jantung o Pada kehamilan

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

o mendeteksi Leptospira secara langsung menggunakan mikroskop lapangan gelap atau


mendeteksi bakteri Leptospira dengan membiakkan;
o mendeteksi gen spesifik Leptospira menggunakan PCR;
o mendeteksi antibodi terhadap Leptospira secara serologis menggunakan metode MAT,
ELISA, RIA, IHA, dll.
PELAKSANAAN SURVEILANS

1. JUSTIFIKASI
o Leptospirosis potensi KLB
o zoonosis disease
o CFR 30-40%
o Leptospirosis dipengaruhi kondisi lingkungan dan perilaku

2. DEFINISI KASUS
Klasifikasi kasus
a. Kasus tersangka (probable)

o demam mendadak o konjungtivitis


o nyeri otot o mual, muntah, diare,
ikterus

b. Kasus pasti
o hasil lab serologis
c. Daerah (desa) Rawan:

o Daerah rawan banjir o Daerah persawahan


o Penampungan pengungsi o Daerah rawa/tanah
gambut

3. SUMBER DATA SURVEILANS


Data Kasus

o RS o Hasil Lab
o Puskesmas o Hasil penyelidikan

(form 1, form 2)
Form 1: nama, umur, alamat, tgl sakit, hasil lab, pekerjaan, ket
Form 2: rekapitulasi kejadian per bulan meliputi puskesmas, kasus, lab positif
& kematian
4. PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
a. Grafik
o Kasus lepto menurut umur
o Kasus lepto menurut waktu (bln/th)
b. Tabel
o Kasus & kematian menurut umur
o IR menurut per area geografis kasus
c. Map
o IR/100.000 pop menurut area geografis
o Klasifikasi daerah rawan
5. KEGUNAAN UNTUK MANAJEMEN
o Monitoring CFR (manaj. kasus di RS)
o Monitoring IR (dampak program)
o Dapat deteksi KLB
o Tahu daerah rawan
o PE akan tahu epidemiologis & penyebab

SURVEILANS DBD
Penyebab

o Virus dengue (4 tipe) tmsk Arbovirus


o Tipe 3 terbanyak di Indo
o Inkubasi <7hr

Penularan
gigitan nyamuk Aedes. sp (A.aegypti & A.albopictus)

Gejala :
demam tinggi 2-7 hr, turun cepat

Tanda :

o Trombositopenia o perdarahan (petechie, epistaxis,


o gangguan fungsi hematesis, hematuria)
o hepatomegalli
o shock

Patofisiologi

o meningginya permeabilitas o trombositopenia


o menurunnya volume plasma darah o diatesis hemoragik
o hipotensi

Diagnosis

o demam tinggi mendadak 2-7 hr o pembesaran hati


o tanda perdarahan o trombositopenia

Pelaksanaan Surveilans

1. Justifikasi
o DBD potensi KLB
o Vector borne disease
o Surveilans utk deteksi & monitoring
o Setiap KLB dilakukan PE
2. Definisi Kasus
Klasifikasi kasus ‘
a. Kasus suspek
o Demam Dengue (2 atau lebih tanda)
 demam mendadak & sakit kepala dahi
 nyeri belakang mata
 nyeri otot & sendi
 timbul ruam
o DHF (demam mendadak 2-7hr dg 1/lebih gejala)
 tes Tourniquet positif
 perdarahan bawah kulit
 perdarahan pada mukosa
 pembesaran hati
o DSS
 DHF disertai shock
b. Kasus tersangka (probable)
o Demam dengue: (suspek yang berkaitan dengan kasus pasti)
o DHF : kasus trombosit < 100.000/m3
o Dengue shock syndrome (DSS) :kasus dengan kenaikan hematocrit 25% / lebih
c. Kasus pasti (konfirmasi laboratorium)
o kenaikan titer antibodi IgH 4 kali
o ditemukan IgM (pada KLB)
o isolasi virus

 Klasifikasi Daerah (desa) Rawan:


1. Desa Rawan I (endemis) : 3 th terakhir selalu ada DBD
2. Desa awan II (sporadis) : 3 th terakhir ada DBD
3. Desa rawan III (potensial) :3 th terakhir tidak ada, pdd padat, transportasi rawan, jentik
>5%
4. Desa bebas : tidak pernah ada kasus

3. Sumber Data Surveilans

a. Data Kasus o Hasil penyelidikan


o RS (RL2a & RL2b) b. Data Kegiatan program
o Puskesmas (lap mingguan o lap fogging
W2, 24jam W1, form K) o lap PJB
o Hasil Lab

4. Presentasi & Analisa Data


a. Grafik
o Kasus DBD menurut umur
o Kasus DBD menurut waktu (bln/th)
o Klasifikasi kasus
b. Tabel
o Kasus & kematian menurut umur
o Klasifikasi diagnosis
o IR menurut per area geografis kasus
c. Map
o IR/100.000 pop menurut area geografis
o Klasifikasi daerah rawan
5. Kegunaan utk Manajemen

o Monitoring CFR (manaj. o Dapat deteksi KLB


kasus di RS) o Tahu daerah rawan
o Monitoring IR (dampak o PE akan tahu epidemiologis &
program) penyebab

Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

Komitmen Global

Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit

1. Reduksi, Upaya menurunkan angka insiden, prevalen, dan atau kematian sampai pada tingkat
tertentu di suatu daerah/lokasi
2. Eliminasi, Upaya menurunkan angka insiden menjadi “nol” atau sangat kecil untuk penyakit
dan daerah tertentu
3. Eradikasi, Upaya menghilangkan angka insiden dan penularan di dunia

Kriteria Mencapai Komitmen Global

o Eradikasi polio
Tidak ditemukan Virus polio selama 3 tahun berturut-turut yang dibuktikan dengan
Surveillans AFP sesuai standar sertifikasi
o Eliminasi Campak
Tidak ditemukan wilayah endemis campak selama >12 bulan, dengan pelaksanaan
surveillance campak yang adekuat. (Regional consultation on Measles , SEARO, New Delhi,
25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010)
o Eliminasi TN
o Insiden/angka kejadian tetanus pada masyarakat kurang dari 1 tetanus neonatorum (TN)
dalam 1000 kelahiran hidup pada setiap Kabupaten/kota.

Cakupan Surveilans PD3I Saat Ini

1. Penyakit Campak

2. Penyakit TN

3. Penyakit Polio
4. Penyakit Diptheria

Surveilans Campak

EPIDEMIOLOGI CAMPAK

o disebut measles
o penyakit yang sangat menular dan akut
o menyerang hampir semua anak kecil.

Kriteria diagnosa klinis:

o Fase catarrhal yang ditandai panas tinggi, sakit kepala, batuk pilek dan conjunctivitis berakhir
setelah 3 - 7 hari.
o bercak-bercak merah (rash) pada kulit timbul sesudah 3 hari panas. belakang telinga
menyebar ke seluruh muka, dan anggota badan lainnya. Rash :4 - 6 hari.
o Panas turun setelah timbul rash. Kadang-kadang sehari sebelum rash timbul ada "koplik spot"
yaitu bercak putih seperti butir garam pada mukosa (selaput lendir) pipi.

Diagnosis differensial campak:

 panas badan minimal (hangat-hangat)


 rash lebih halus dan warnanya merah muda, tidak jelas, dan tidak merah seperti rash campak.
 tidak ada koplik spot.
 ada pembesaran kelenjar-kelenjar suboccipital posterior dan post auricular

1. Allergi atau rash karena obat-obatan.


o tidak ada tand-tanda catarrhal.
o rash lebih lama dari rash campak. Sewaktu rash campak menghilang maka rash
karena obat-obatan/allergi makin tampak jelas.
2. DHF atau DBD
o Dalam 2 - 3 hari bisa terjadi mimisan, turnikuet test positif, pendaraftan diikutii
shock. Laboratorium diikuti trombosit < 100.000/ml dan serologis positif DHF.
3. CacarAir
o Di temukan gelembung berisi cairan.

Komplikasi penyakit campak.

 terjadi pada anak balita, terutama gizi kurang.


 sering terjadi adalah bronchro pneumonia, gastroenteritis dan otitis media, sedangkan
encephalitis jarang terjadi tetapi fatal.
 Komplikasi ini dapat dibedakan menjadi 2 bagian yakni:

1. Akut
o Febrile convulsion (kejang-kecjang karena suhu yang tinggi)
o Viral encephalitis.
2. Tidak akut
a. Komplikasi langsung (komplikasi dini)
 Bronchopneumonia, sering menyebabkan kematian
 Otitis media sering terjadi
 Diare

b. Komplikasi tidak langsung

 Chronic malnutrition, kwarshiorkor, xerophtalmia, dan tuberkulosis.

Agen Penyebab:
Virus measles yang termasuk dalam anggota paramyxoviridae

Reservoir: Manusia

Cara penularan:
melalui saluran pernafasan, sekresi hidung, atau tenggorokan, keluar dari penderita pada waktu batuk.
Bersin dan bernafas

Masa inkubasi: Rata-rata 10 hari ( 8 - 13 hari )

Masa penularan:

o sebelum timbul rash atau pada catarrhal.


o Masa penularan berkurang dan berakhir pada hari ke 4 dari masa rash.

Suseptibilitas: semua orang (universal).

o Diperkirakan bahwa pada umur 5 tahun paling sedikit 90% dari anak-anak yang belum
mendapat vaksinasi telah menderita campak.

Imunitas

o Di negara berkembang hampir semua ibu telah terserang penyakit campak


o antibody berangsur-angsur menurun sehingga perlindungan hanya 6 - 9 bulan pertama
kelahiran.
o Antibodi yang timbul bersifat permanent

Cara Pencegahan :

o Vaksin diberikan setelah anak berumur 9 bulan.

Morbiditas:

o Incidence rate diperkitakan 90% dari kelahiran.


o Pola distribusi : kepadatan penduduk, terisolasi tidaknya suatu daerah, adat istiadat serta
kebiasaan penduduk
o Pada umumnya terjadi pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat, pada anak-anak umur
1 - 2 tahun.

Mortalitas:

o Kematian pada penderita campak terutama disebabkan karena komplikasi. tergantung pada:
1. Status gizi 4. Fasilitas kesehatan yang tersedia
2. Ada tidaknya infeksi lain dipakai atau tidak
3. Ada tidaknya fasilitas kesehatan. 5. Mutu pelayanan
6. Kepercayaan dan adat istiadat.

Definisi Operasional Kasus Campak

o Kasus klinis:
 Demam
 Bercak merah (rash) berbentuk mokulopapular,
 Batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis)
atau
o Dokter mendiagnosa sebagai kasus campak

Surveilans Campak

1. Justifikasi Surveilans
Program reduksi campak global, menargetkan penurunan insidens campak 90% dan
penurunan mortalitas campak 95% dari sebelum program imunisasi dimulai.
WHO mengkategorikan program reduksi campak global sebagai berikut:
o measles control phase, peningkatan cakupan imunisasi di daerah endemis campak.
(Bangladesh, Korea Utara, India, dan Myanmar)
o measles outbreaks prevention phase, pencapaian imunisasi yang tinggi dan menurunkan
insidens secara periodik pada setiap KLB campak. (Indonesia, Srilanka, Maldives, Thailand,
dan Bhutan)
o Fase eliminasi
memutuskan rantai penularan secara komprehensif, membutuhkan deteksi berdasarkan:
Surveilans kasus secara intensif (intensive case-based surveillance).
Investigasi Konfirmasi setiap suspek campak di masyarakat (measles laboratory-based
surveillance).
2. Definisi kasus
Kasus klinis campak:
o Demam, dan Makulopapular rash (non-vesicular), dan
o Batuk pilek dan mata merah (conjunctivitis)
Atau:
Seseorang yang menurut dokter suspek terinfeksi campak.

Kriteria laboratorium untuk Klasifikasi kasus


diagnosis campak:  Konfirmasi klinis: kasus yang
 titer antibodi meningkat 4 kali memenuhi definisi kasus
lipat, atau klinis campak.
 Terisolasinya virus campak.,  Probable : tidak digunakan
atau
 Ditemukannya antibodi IgM  Konfirmasi laboratorium
spesifik campak.

3. Sumber Data Surveflans


o Surveilans pada fase pencegahan KLB (measles outbreaks prevention surveilance)
o Laporan data kasus klinis campak dari Puskesmas; Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
sampai tingkat Pusat secara rutin melalui SP2TP, SP3 atau simpus. Semua suspek
pada KLB campak harus segera diinvestigasi dan pengumpulan data berdasarkan
kasus dengan Form C.
o Semua suspek campak pada KLB campak harus dikonfirrnasi melalui pemeriksaan
serologi untuk beberapa kasus yang pertama (sekitar 10 sampel suspek campak untuk
setiap KLB) digunakan Form Laboratorium Campak.
Zero reporting (laporan nihil) secara rutin mingguan harus dikumpulkan, pada tingkat
Puskesmas dan Kesehatan menggunakan Form W2 (mingguan KLB)
o Surveilans pada fase eleminasi campak (Measles elemination surveillance)
o Surveilans berdasarkan kasus (case-based surveillance) harus dilakukan dan setiap
kasus harus dilaporkan dan diinvestigasi segera dari tingkat Puskesmas sampai Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan juga termasuk sistem laporan mingguan. Spesimen
setiap penderita harus dikumpulkan untuk dikonfirmasi laboratorium.
4. Analisis data, presentasi, dan laporan
o Fase pengendalian (measles control phase)
 Insidens menurut bulan, tahun, dan daerah geografis.
 Cakupan vaksin campak menurut tahun dan daerah geografis.
 Kelengkapan dan ketepatan laporan mingguan/bulanan.
 Proporsi morbiditas campak dibanding penyakit lain
o Fase reduksi dengan pencegahan KLB (measles outbreaks prevention phase):
 Sama dengan fase pengendalian, ditambah:
 Insidens menurut kelompok umur
 Kasus menurut kclompok umur dan status imunisasi
o Fase eleminasi (case-based data)
 Sama dengan fase reduksi campak dengan pencegahan KLB, ditambah:
 Indikator kinerja Target:
 % laporan mingguan yang diterima 80%
 % kasus campak < 7 hari dari timbul rash 80%
 % kasus yang dilacak < 48 jam setelah dilaporkan 80%,
 % kasus dgn spesimen. adekuat •) dan hasil laboratorium. 80%
 % kasus dikonfirmasi dengan identifikasi sumber infeksi 80%
 Specimen adekuat adalah 1 specimen darah dikumpulkan dalam waktu 3-28 hari
dari timbul rash.
5. Prinsip-prinsip penggunaan data untuk manajemen
o Fase pengendalian (measles control phase)
 Pemantauan insidens dan cakupan imunisasi
 Identifikasi daerah risti dengan kinerja yang jelek
o Fase reduksi dengan pencegahan KLB (measles outbreak prevention phase):
 Deskripsikan perubahan epidemiologi campak dalam bentuk proporsi umum
dan periode epidemik
 Identifikasi populasi risti
 Tetapkan kemungkinan KLB yang akan terjadi berdasarkan populasi
suseptibel (kumulatif dari populasi at risk dan rendahnya cakupan
imunisasi)
 Akselerasi kegiatan
o Fase eliminasi (case-based data)
 Gunakan data untuk klasifikasi kasus
 Tentukan dimana sirkulasi virus campak ditemukan (wilayah risiko tinggi)
 Kinerja sistem surveilans (waktu notifikasi dan pengumpulan spesimen) untuk
mendeteksi wilayah sirkulasi virus.
6. Semua fase
o Deteksi dan investigasi semua KLB
o Manajemen kasus yang adekuat
o Tentukan mengapa KLB terjadi (kegagalaan vaksinasi atau akumulasi suseptibel).

Tahapan Pelaksanaan Surveilans Campak

Surveilans Campak Berbasis Individu Case Based Measles Surveillance – CBMS

o Identitasnya secara individual, meliputi data: Nama, umur, jenis kelamin, tanggal laporan
diterima, tanggal pelacakan, pengambilan sampel, status imunisasi dan riwayat sakitnya.
o Semua tersangka KLB campak harus dilakukan penyelidikan PE
o Menggunakan Format C1 (rutin & KLB).
o Melakukan pemeriksaan serologis minimal 50% kasus selama 1 tahun.
o Pelaksanaan surveilans campak diintegrasikan dengan surveilans AFP.
Surveilans Campak & Rubella
Memperkuat sistem pada daerah dengan kasus
surveilans ke arah
surveilans individu sedikit

Memeriksakan Konfirmasi
Menigkatkan sensitifitas dengan serum dari campak atau
identifikasi seluruh kasus klinis campak beberapa kasus rubella

Identifikasi KLB adanya 5 kasus dengan cluster dalam


waktu 4 minggu, dan melakukan investigasi

Menganalisis
Pencarian data untuk
Mangemen kasus Investigasi kasus
dan pemberian mengetahui
vitamin A KLB tambahan penyebab
KLB

Positif IgM campak Konfirmasi KLB


(2 atau lebih kasus) campak

Sampel serum Postif IgM Rubella Konfirmasi KLB Laporan


(2 atau lebih kasus) Rubella
5-10 kasus berjenjang

Campak dan rubella


KLB campuran
IgM positif Respons
Program

Format Laporan Campak

Alur Pelaporan Surveilans Campak


Indikator Surveilans Campak

o Surveilans Rutin :
1. Rate ks Non campak secara nasional : ≥ 2/100.000 pop
2. % Kabupaten melaporkan rate ks non campak ≥ 2/100.000 pop : ≥ 80 %
3. Ks Tersangka campak yang diperiksa IgM : ≥ 80 %
4. Specimen Adequat untuk pemeriksaan IgM : ≥ 80 %
5. Spesimen adekuat untuk pemeriksaan Virology : ≥ 80 %
6. Kelengkapan laporan C-1 puskesmas : ≥ 90 %
7. Ketepatan laporan C-1 puskesmas : ≥ 80 %
8. Kelengkapan laporan surveilans aktif RS : ≥ 90 %
o KLB
1. KLB dg “Fully investigated” : 100 %
2. KLB Pasti yang diperiksa Virology : 100 %
3. Kelengkapan laporan C- KLB : ≥ 90 %

Surveilans Difteri
Pengertian
Penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung, kadang-kadang pada selaput mukosa dan kulit.
Difteri dapat menyerang pada setiap orang yang tidak mempunyai kekebalan.

Pengolongan Kasus

1. Kasus Probable, Kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan,


pseudomembran, pembengkakan leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor)
2. Kasus konfirmasi, Kasus probable disertai hasil laboratorium Positif, berupa hapus
tenggorok & hapus hidung atau hapus luka di kulit yang diduga Difteri kulit.

Kegiatan Surveilans Difteri

1. Penemuan Kasus 4. Pengolahan Data


2. Pelacakan Kasus 5. Umpan Balik
3. Pelaporan 6. Manajemen Surveilans:

Pelacakan
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah sakit ,
puskesmas maupun masyarakat, yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis, memastikan terjadi
KLB dan menentukan kasus tambahan serta kelompok rentan.

Materi Wawancara

1. Indeks kasus atau paling tidak dari mana kemungkinan kasus berawal
2. Kasus-kasus tambahan yang ada di sekitarnya
3. Cara penyebaran kasus
4. Waktu penyebaran kasus,
5. Arah penyebaran penyakit
6. Siapa, dimana, berapa orang yang kemungkinan telah kontak (hitung pergolongan umur untuk
keperluan perencanaan prophilaksis dan imunisasi/ORI ). Untuk mempermudah
kemungkinan penyebaran kasus, sebaiknya dibuat peta lokasi KLB dan kemungkinan
mobilitas penduduknya
7. Persiapan pemberian prophilaksis dan imunisasi (ORI)

Data Lain yang Diperlukan

1. Populasi berisiko 5. Manj. Pengelolaan vaskin


2. Cakupan imunisasi DPT3 dan DT 6. Data kasus Difteri/ kasus serupa difteri
3. Peta wilayah 7. Data kematian
4. Kondisi Cool chain

Pengambilan Spesimen Kontak

o Untuk kontak yang sudah mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil adalah usap
tenggorok dan usap nasofaring (hidung)
o Untuk kontak yang tidak mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil hanya usap
nasofaring saja ( untuk efisiensi )
Algoritma untuk dia gnosis, tera pi da n follow up tersa ngka
difteri da n konta k terinfeksi

• is o la s i
Te rs a ng ka /te rb u kti • Kultu r c .d ip h te ria h id ung , te ng g or ok, kulit
d ifte r i • S e ru m u ntuk p e m e r iks a a n a ntib od i
• Te r a p i s e rum a ntitoks in d ip hte r ia
• Te r a p i a ntib io tik
• Im u nis a s i a ktif (Td) p a d a fa s e ko nva le s e n
La p or ke Dina s Ke s e ha ta n • Dua p a s a ng ku ltur h id u ng d a n te ng g o r ok (s e la n g ≥ 24 ja m ) m in im a l 2
m g g p a s ka te r a p i a n tib iotik. Bila ta np a a n tibiotik, ku ltur d ila k uka n 2
m g g s e te la h ke lu ha n (-), a ta u ≥ 2 m g g d a r i a wa l s a kit

Id e ntifika s i ko nta k e ra t Tid a k a d a Ad a

Te ta p ka n d a n Kultu r C.d ip hte ria Te r a p i a ntib io tik Te ta p ka n s ta tu s


m on itor va ks ina s i d ifte ri
ta n d a /g e ja la d ifte ri
m inim a l 7 ha ri P os itif Ne g a tif
<3 d o s is / ≥3 d o s is , ≥3 d o s is ,
tid a k te r a khir > te ra kh ir < 5
S top d ike ta hui 5 ta hun yl ta hun yl

Hin da r i ko n ta k e r a t d gn in d ivid u imu n is a s i tida k le n gka p


Se ge ra S e g e ra be rika n Bila p e r lu b e ri
• id e n tifika s i kon ta k e r a t d a n la ku ka n tin d a k p e n c e g a ha n
• d u a pa s a n g ku ltu r u la n ga n (s e la n g ≥2 4 ja m ) m in ima l 2 im un is a s i b o os te r im u nis a s i ke -4 /
m in g g u p a s ka te r a p i s e s u a i ja d wa l b o os te r

Alur Pelaporan Surveilans Difteri

SURVEILANS DIFTERI

1. Justifikasi
o Penyakit PD3I
o Potensi KLB, perlu PE
2. Definisi Kasus

o Panas o Selaput putih kelabu pada


selaput tenggorokan
o Sakit waktu menelan o Sesak napas & bunyi stridor
o Leher bengkak

3. Klasifikasi:
o Probable (ada gejala laringitis)
o Konfirm lab
4. Sumber Data
o Sumber data kasus : (RS,Puskesmas,Hasil lab,Hasil PE kontak)
o Data Cakupan imunisasi
5. Presentasi Data

o Grafik IR menurut geografis


kasus menurut umur, status % lap bulanan difteri
imunisasi, periode o Map
waktu,laporan nihil, cakupan IR/10.000 pop menurut area
imunisasi DPT3/th geo
o Tabel o Daftar list
kasus menurut tempat & hasil identitas kasus, status imun,
lab gejala, konfirm lab, kedaan
pengobatan

6. Kegunaan
o Monitoring CFR
o Monitoring IR

SURVEILANS HEPATITIS A

1. Justifikasi
o Penyakit menular
o Potensi KLB, perlu PE
o Monitor imun Hep B
2. Definisi Kasus
o Klasifikasi: Suspect (ada gejala icterus/tidak) Konfirm lab.
3. Sumber Data

o RS o Hasil lab
o Puskesmas o Hasil PE lapangan

4. Presentasi Data
o Grafik
kasus menurut umur, periode waktu (bln, th)
o Tabel
kasus menurut tempat & hasil lab , IR menurut geografis
o Map
IR/100.000 pop menurut area geo
5. Kegunaan
o Monitoring IR sbg dampak program Imun Hepatitis
o Deteksi KLB
o Monitoring IR mnrt umur, geo, utk tahu wilayah risiko
o PE utk tahu sebab

Surveilans Sentinel HIV (SSHIV)


HIV (Human Immuno-deficiency Virus):

o adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menimbulkan AIDS
o HIV menyerang limfosit yang disebut ‘sel T-4’ atau ‘sel T-penolong’ (T-helper), atau disebut
juga ‘sel CD-4’
o Seorang pengidap HIV terlihat biasa saja seperti halnya orang lain karena tak menunjukkan
gejala klinis. Hal ini bisa terjadi selama 5-10 tahun.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome)

o Merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV.
o Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan pengidap HIV (ODHA) amat
rentan dan mudah terjangkit macam-macam penyakit.

Kronologi HIV & AIDS

o Stadium pertama: awal terinfeksi HIV termasuk masa “window pariod” (periode jendela)
o Stadium ke-dua: tanpa gejala (asimptomatik)
o Stadium ke-tiga: Pembesaran kelenjar limfe (AIDS Related Complex)
o Stadium ke-empat: AIDS

Penularan HIV

o Darah, Sperma, cairan vagina


o Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV
o Melalui transfusi, IDUs dan kegiatan medis dengan alat tusuk dan iris tercemar HIV
o Dari Ibu ke janin/bayi-nya selama kehamilan, persalinan atau menyusui

PMS dan HIV

o PMS merupakan ko-faktor penularan HIV


o Penderita PMS lebih rentan terhadap HIV
o Penderita PMS serta HIV akan lebih mudah menularkan ke orang lain
o Pengidap HIV menjadi rentan terhadap berbagai penyakit termasuk PMS
o Pengidap HIV yang juga PMS akan lebih cepat menjadi AIDS

Sero Surveilans Sentinel HIV

o Sero Surveilans  kegiatan pengumpulan data HIV melalui pengambilan & pemeriksaan
serum darah
o Sentinel  gardu jaga
o pemantauan prevalensi HIV pada populasi sentinel melalui pengambilan dan pemeriksaan
serum darah
o Pada tempat dimana sampel darah diambil utk pemeriksaan rutin utk tujuan lain
o unlinked anonymous (UA)

Populasi Sentinel

o Dasar: faktor risiko penularan HIV


o Perilaku risiko tinggi:
 Penularan lewat Sperma dan cairan vagina: hub. seksual dgn banyak pasangan WPS,
LSL, pria penderita IMS
 penularan lewat darah: pengguna napza suntik tdk steril

DATA SURVEILANS HIV

o Surveilans Biologis

 Sentinel serosurvei pada sub  Screening HIV pada populasi


populasi umum
 Screening HIV pada darah  Screening HIV pada populasi
donor khusus
 Screening HIV pada pekerja

o Surveilans Perilaku
 Survei cross-sectional pada populasi umum
 Survei cross-sectional pada populasi khusus (populasi berisiko)
o Sumber Data lain
 Surveilans HIV dan AIDS
 Data kematian
 Surveilans penyakit menular seksual, surveilans TB

PROGRAM PENGENDALIAN HIV & AIDS SEKTOR KESEHATAN

1. Peningkatan Pengetahuan dan 9. Perawatan dan Pengobatan AIDS


Pemahaman Masyarakat 10. Pelayanan Kefarmasian
2. Pengendalian PMS 11. Diagnostik Penunjang
3. Pengurangan Dampak Buruk 12. Program Dukungan Gizi bagi ODHA
4. Layanan Konseling dan Testing HIV 13. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut
5. Pengamanan Darah Donor dan Produk yang berkaitan dengan HIV & AIDS
Darah 14. Penguatan Informasi Strategis
6. Kolaborasi TB-HIV 15. Pengembangan Sumber Daya Manusia
7. Pencegahan Infeksi HIV dari Ibu ke Kesehatan
Anaknya 16. Perencanaan dan Penganggaran
8. Program Kewaspadaan Universal Terpadu

JENIS DAN CAPAIAN LAYANAN PENGENDALIAN HIV-AIDS DI JATIM

o Layanan test HIV  VCT


o Layanan Penasun (Program Harm Reduction)
o Layanan Program PMTCT
o Layanan IMS
o Layanan dukungan, perawatan dan pengobatan
o Layanan Program Kolaborasi TB-HIV

Surveilans Respons dalam Program KIA


Respons Untuk Kematian Ibu Dan Kematian Anak

1. Deteksi kasus
Merupakan langkah pertama dalam sistem surveilans respon, deteksi kasus umumnya
dilaksanakan di tingkat pelayanan kesehatan. Deteksi kasus dalam KIA adalah adanya kasus
kehamilan resiko tinggi, kesakitan pada bayi dan anak, maupun kematian ibu dan anak.
2. Registrasi
Registrasi yang baik akan merekam semua data kasus termasuk kasus yang ternyata tidak
konfirmasi baik secara epidemiologi maupun secara laboratories. Registrasi dalam KIA yaitu
sistem pencatatan yang terkait dengan pelayanan ibu dan anak, antara lain: rekam medis,
SP2TP, SP2RS, Buku KIA, Register Kohort Ibu dan Bayi, PWS-KIA, Form MTBM, MTBS,
Form Rujukan Maternal dan Neonatal, Form Autopsi Verbal Maternal dan Perinatal, Form
Medical Audit.
3. Konfirmasi (epidemiologi dan laboratorium)
Konfirmasi dapat melalui kriteria epidemiologi dan hasil tes laboratorium. Konfirmasi
epidemiologi umumnya diperoleh dari hasil penyelidikan kasus di lapangan. Hasil tes
laboratorium akan membantu dalam penegakan diagnosis. Konfirmasi dalam KIA berupa
pelacakan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal, yaitu wawancara
kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan
yang diperoleh sebelum penderita meninggal. Hasil otopsi verbal ini yang akan melengkapi
pelaksanaan audit maternal dan audit perinatal (AMP) terhadap kasus kematian sehingga
dapat diketahui penyebab kematian.
4. Pelaporan
Pelaporan merupakan upaya untuk menggerakkan data yang sudah dikumpulkan dari tingkat
yang paling rendah dalam sistem kesehatan ke tingkat yang lebih tinggi. Pelaporan dalam
KIA berupa laporan hasil deteksi kehamilan resiko tinggi, komplikasi yang terjadi, hasil
deteksi dini tumbuh kembang anak, dan juga pelaporan hasil AMP dan penyebab kematian.
5. Analisis
Analisis harus dilaksanakan secepat mungkin untuk menghindari penundaan pelaksanaan
intervensi yang tepat akurat. Hasil analisis harus berupa informasi epidemiologis yang dapat
digunakan sebagai dasar tindakan kesehatan masyarakat.
Analisis dalam KIA berupa analisis terhadap pelaporan kasus kehamilan resiko tinggi,
komplikasi, dan deteksi dini tumbuh kembang. Mencari faktor-faktor penyebab atau faktor
yang mempengaruhi terjadinya kasus, untuk menentukan tindak lanjut yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan ibu-ibu maternal maupun bayi dan balita. Juga analisis terhadap hasil
AMP untuk menentukan rekomendasi dan intervensi yang tepat.
6. Umpan balik
Umpan balik merupakan arus informasi dan pesan kepada tingkat yang rendah dari tingkat
yang lebih tinggi. Selain itu dalam era teknologi informasi umpan balik dapat dalam bentuk
buletin elektronik yang dapat disampaikan kepada lintas sektor dan para pemangku
kepentingan (stakeholders) sehingga dapat berkontribusi dalam respons kesehatan
masyarakat. Umpan balik dalam KIA berupa umpan balik hasil analisis kasus dan hasil AMP
dari dinas kesehatan kepada para unit pelayanan kesehatan (UPK). Juga hasil penanganan
kasus dari RS kepada puskesmas, dll sesuai jenjang rujukannya, dengan harapan kasus yang
yang sama tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Umpan balik dapat juga disampaikan
dalam kegiatan pertemuan review program KIA secara berkala di kabupaten/kota dengan
melibatkan ketiga unsur pelayanan kesehatan tersebut. Umpan balik dikirimkan dengan tujuan
untuk melakukan tindak lanjut terhadap berbagai masalah yang ditemukan.
7. Respons segera
Keluaran dari proses pengumpulan data sampai dengan interpretasi data dalam bentuk
informasi epidemiologi tidak dapat dipisahkan dengan respons kesehatan masyarakat.
Respons segera bersifat langsung, reaktif dan umumnya termasuk dalam tindakan kesehatan
masyarakat yaitu penyelidikan epidemiologi, pelacakan kontak penderita dan tindakan
penanggulangan untuk mencegah penularan penyakit. Respons segera dalam KIA berdasar
rekomendasi AMP misalnya berupa perbaikan sistem dan atau mutu pelayanan pasien di RS,
puskesmas, RB, BPS, dll. Ini menyangkut hal-hal yang bisa dilakukan secara internal di unit
pelayanan tersebut, dan tidak memerlukan biaya besar. Termasuk juga disini melakukan
bedside teaching dan supervisi fasilitatif untuk memberikan bimbingan dalam pengelolaan
kasus rujukan. Siapapun yang terkait dengan kematian ibu dan bayi harus memberikan respon
segera sesuai dengan tanggungjawab, wewenang, dan kemampuannya.
8. Respons terencana
Respons terencana merupakan respons yang direncanakan dalam periode waktu tahunan, lima
tahunan termasuk perencanaan tindakan dan penganggaran yang diperlukan. Keterlibatan
lintas sektor dan stakeholder sangat menentukan dalam respons terencana ini. Rekomendasi
AMP seharusnya disampaikan kepada bupati/walikota terutama yang terkait dengan
perbaikan yang membutuhkan biaya besar, dan juga yang terkait dengan perbaikan di hulu
berupa pemberdayaan masyarakat, perbaikan sistem transportasi, pendidikan, ekonomi,
lingkungan, dan sebagainya. Respons terencana masuk agenda Musrenbang untuk
penyusunan APBD tahun depan.

Program kesehatan ibu dan anak, diantaranya :


1. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi, anak balita, dan anak prasekolah.
2. Deteksi dini faktor resiko ibu hamil.
Pemantauan tumbuh kembang balita.
3. Imunisasi Tetanus Toxoid dua kali pada ibu hamil serta BCG, DPT tiga kali, Polio tiga kali,
dan campak satu kali pada bayi
4. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA

Prinsip Pengelolaan Program KIA

o Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta
jangkauan yang setinggi-tingginya.
o Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan pertolongan
oleh tenaga professional secara berangsur.
o Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan maupun di
masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus
menerus.
o Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan) dengan mutu yang
baik dan jangkauan yang setinggi tingginya

SURVEILANS INFLUENZA A
Apa itu Influenza?
o Influenza: Flu
Influenza adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza.
o Virus influenza tipe A ini memiliki subtipe di antaranya H1N1, H1N2, H3N1, H3N2,
termasuk H5N1 (avian flu).
o “Virus tipe A ini, dapat menginfeksi manusia, babi, burung, kuda, anjing laut, ikan paus, dan
binatang lainnya.”

INFLUENZA A (H1N1) – Flu Meksiko


Influenza A (H1N1) – Flu Meksiko (Flu Babi) :
Penyakit saluran pernapasan pada babi yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A, dan dapat
menular pada manusia.

Tanda dan Gejala


o Demam o Kedinginan
o Batuk o Lemas
o Sakit tenggorokan o Beberapa dilaporkan dengan Diare dan
Muntah
ETIOLOGI
Penyebab flu Meksiko(flu babi) ini adalah virus Influenza A H1N1.

MASA INKUBASI & MASA PENULARAN


o Masa inkubasi berkisar antara 1-7 hari.
o Masa penularan berkisar antara 1 hari sebelum mulai sakit sampai 7 hari setelahnya.
o Namun puncak dari virus shedding (pengeluaran virus) terjadi pada beberapa hari pertama
sakit.

CARA PENULARAN
1. Cara penularan melalui kontak langsung dengan penderita influenza baru H1N1 (flu meksiko)
baik karena berbicara, terkena percikan batuk atau bersin.
2. Penularan virus melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus dapat terjadi,
walaupun belum ada bukti ilmiah tentang hal tersebut.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti ditegakkan menggunakan RT PCR atau kultur virus atau netralisasi test (terjadi
peningkatan titer antibodi 4x dalam spare serum).

PENGOBATAN
Obat Tamiflu (Osaltamivir) dapat digunakan dalam pengobatan akibat Influenza A (H1N1).

PENCEGAHAN

1. Pemberian vaksin flu tahunan untuk semua orang yang berusia lebih dari 6 bulan.
2. Menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk dengan tissue/sapu tangan untuk
mencegah kontaminasi ke tangan .
3. Cuci tangan secara menyeluruh dan secara rutin.

INFLUENZA A (H5N1) – Flu Burung


Influenza A (H1N5) – Flu Burung :Suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
yang ditularkan oleh unggas.
ETIOLOGI
Penyebab flu Burung ini adalah virus Influenza A H5N1.

MASA INKUBASI
Sampai saat ini masa inkubasi belum diketahui secara pasti namun untuk sementara para ahli (WHO)
menetapkan masa inkubasi virus influenza ini pada manusia rata-rata adalah 3 hari (1-7 hari).

SUMBER DAN CARA PENULARAN


Avian Influenza (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas dengan kematian
yang tinggi,bahkan dapat menyebar antar peternakan, dan menyebar antar daerah yang luas. Penyakit
ini menular kepada manusia dapat melalui:

o Kontak langsung dengan sekret/lendir atau tinja binatang yang terinfeksi melalui saluran
pernafasan atau mukosa konjungtiva (selaput lendir mata).
o Melalui udara yang tercemar virus Avian Influenza (H5N1) yang berasal dari tinja/lendir
unggas atau binatang lain yang terinfeksi dalam jarak terbatas.
o Kontak dengan benda yang terkontaminasi virus Avian Influenza (H5N1).

TANDA DAN GEJALA

Gejala pada Unggas : Gejala pada Manusia :

1. Jengger berwarna biru 1. Demam


2. Borok di kaki 2. Batuk dan nyeri tenggorokan
3. Kematian mendadak 3. Radang saluran pernapasan
4. Nyeri otot
5. Infeksi Mata
6. Diare dan Gangguan sistem
pencernaan

PENCEGAHAN

o Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran pencernaan unggas
harus menggunakan pelindung/masker.
o Alat-alat yang dipergunakan dalam perternakan harus dicuci secara rutin.
o Melaksanakan kebersihan lingkungan.
o Melakukan kebersihan diri.

INDIKATOR SURVEILAN GIZI


1. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
o Definisi
Yang dimaksud dengan berat badan lahir rendah adalah berat badan bayi lahir hidup
dibawah 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir
o Kegunaan indikator BBLR
a. Untuk screning invidu :
 Indikator : berat badan lahir
 Cut –off : BBL < 2500 gram
 Sumber data : bidan desa/dukun terlatih
 Frekuensi : setiap ada bayi lahir
 Tujuan : penapisan bayi untuk diberi perawatan
 Pengguna : Puskesmas
b. Untuk gambaran perkembangan keadaan gizi dan kesehatan ibu dan anak
 Indikator : prevalensi bayi BBLR
 triger level : prevalensi BBLR > 15%
 Sumber data: Puskesmas
 Frekuensi : sekali setahun
 Tujuan : Evaluasi gizi ibu dan anak
 Pengguna : Kecamatan
c. Untuk gambaran perkembangan keadaan gizi dan kesehatan ibu dan anak antar
kecamatan dalam kabupaten
 Indikator : prevalensi bayi BBLR
 triger level : prevalensi BBLR > 15%
 Sumber data: Kecamatan
 Frekuensi : sekali setahun
 Tujuan : Evaluasi gizi ibu dan anak
 Pengguna : Kabupaten dan propinsi

2. MASALAH GANGGUAN PERTUMBUAH BALITA


o DEFINISI :
Gangguan pertumbuhan bila BGM atau 3 kali penimbangan tidak naik berat
badannya
o Kegunaan indicator
a. Screning balita untuk perawatan
b. Gambaran keadaan pertumbuhan balita tk.kecamatan

3. Masalah KEP balita


o Definisi :
Gizi kurang bila BB/U - 2SD
Gizi buruk bila BB/U < -3SD
o Kegunaan indicator
a. Screning balita untuk perawatan

4. Masalah gangguan pertumbuhan anak sekolah


o Gangguan pertumbuhan anak usia masuk sekolah adalah pencapaian tinggi badan
anak baru sekolah
o Kegunaan survei ini
a. Refleksi keadaan gizi masyarakat
b. Gambaran keadaan sosial ekonomi masyarakat
c. Gambaran efektifitas upaya perbaikan gizi masa balita
5. Masalah KEK dan resiko KEK wanita usia subur usia 15 – 45 tahun dan ibu hamil
o Definisi :
KEK ibu hamil  LILA < 23,5
KEK WUS  IMT < 18,5
Resiko KEK WUS  LILA < 23,5

6. Masalah GAKY
kegunaan untuk memberikan gambaran besar dan sebaran GAKY:
o Indikator
 Prevalensi GAKY /TGR anak sekolah
 Ekskresi Yodium (EYU)
 Konsumsi garam Yodium rumah tangga
o Trigger level
 TGR >15%
 EYU 100mcg/dl >50%
 konsumsi GB(30ppm)>80%RT
o Sumber data : Survei nasional pemetaan GAKY,Susenas dan monitoring GB Kab.
o Frekuensi : 3 tahun sekali dan sekali setahun
o Pengguna : Kabupaten,propinsi,pusat

7. Masalah KVA
o Screning kasus Xeropthalmia untuk perawatan
o Memberikan gambaran perkembangan masalah KVA

8. Masalah konsumsi gizi


o Definisi :
Masalah defisiensi intake makro dan mikro mikronutrient di masyarakat
o Kegunaan :
Memberikan gambaran perkembangan konsumsi makro dan mikro nutrient serta pola
konsumsi masyarakat

9. Masalah anemia
o Definisi :
Defisiensi zat besi yang diindikasikan dengan kadar Hb darah < 11mg% (wanita
hamil) atau <12 mg% pada wanita tidak hamil
o Kegunaan :
Memberikan gambaran perkembangan masalah anemia dan besarannya

10. Gizi darurat


o Definisi :
Keadaan darurat yang dimaksud adalah situasi yang terjadi akibat konflik
politik,bencana alam/konflik lainnya yang mengakibatkan banyak penduduk keluar
dari daerah tempat tinggalnya dan tinggal di lokasi baru (tempat pengungsian
o Kegunaan:
Memberikan masukan dalam kaitannya dengan penanganan pangan dan gizi dalam
keadaan darurat

11. Masalah Gizi lebih orang dewasa


o Definisi :
Masalah gizi lebih adalah mulai dari overweight sampai dengan obese
o Kegunaan :
Memberikan gambaran maslah gizi lebih terutama di daerah perkotaan

12. Masalah pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI


o Definisi :
o ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan
o MP-ASI adalah makanan tambahan dalam bentuk lunak maupun bentuk
makanan dewasa selain ASI sampai anak usia 24 bulan

Surveilans Dalam Penanggulangan Bencana


Pengertian Surveilans
Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang sistematis dan berkesinambungan melalui kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data serta penyebar luasan informasi untuk pengambilan keputusan
dan tindakan segera.

Melakukan Analisis
1. Orientasi tidak cukup hanya penyakit
2. Pertimbangkan faktor resiko di luar sektor kesehatan
3. Ketajaman analisis
4. Pertimbangkan lintas batas wilayah, tidak cukup hanya pertimbangan wilayah administrasi
pemerintahan

Surveilans Kejadian Penyakit :

o Deteksi dini
o Mencermati kecenderungan penyakit (secular trend)
o Identifikasi perubahan faktor agent dan host
o Deteksi perubahan penyelenggaraan pelayanan kesehatan

Peran Surveilans

o Pengendalian penyakit menular KLB


o Mempelajari riwayat alamiah penyakit, gambaran klinis, dan epidemiologi sehingga dapat
disusun program pencegahan dan penanggulangannya
o Mendapatkan data dasar penyakit dan faktor risiko, sehingga dapat diteliti kemungkinan
pencegahan dan penanggulangan, dan program nantinya dapat dikembangkan

Emergency (Situasi Bencana)

A. Situasi bencana dari sisi surveilans

B. Situasi bencana dari sisi surveilans

Penyakit Menular
Potensial Wabah/KLB Ada Korban Langsung
(sakit / meninggal dlm waktu singkat)

C. Situasi bencana dari sisi surveilans

D. Situasi bencana dari sisi surveilans


Bagaimana Membangun Sistem Surveilans Situasi Bencana

1. Sistem sangat tergantung situasi bencana yang mana


2. Substansi sangat tergantung situasi bencana yang mana
3. Proses surveilans berlaku umum (pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi, penyebar
luasan informasi untuk respon secara dini)

Prinsip Membangun Surveilans Situasi Bencana

1. Unsur kecepatan
 Proses surveilans (pasif & aktif)
 Respon (sedini mungkin)
2. Sederhana
 Yang dapat dijangkau (sadar bahwa hanya sebagian)
 Substansi terbatas (sangat prioritas) contoh di NAD
 penyakit (Diare,Malaria, DBD, ISPA, Campak)
 faktor risiko (air & vektor)
 dukungan lab. sederhana (bila dimungkinkan)
3. Integrasi (Pemerintah, Masyarakat/LSM,NGO)  Jejaring SE

Tahapan Alamiah Situasi Bencana


&
Peranan Surveilans Dalam Situasi Bencana
Kegiatan Surveilans Intensif pada situasi bencana

Prioritas Kajian Awal


Status Epidemiologi Pengungsi Sebagai Bahan Penetapan Sistem Surveilans

Pengungsi Kelompok Rentan

o Bayi dan Anak Balita o Keluarga dengan KK wanita


o Orang Tua (sendiri) o Ibu Hamil dan Melahirkan

Anda mungkin juga menyukai