Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan
ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat
yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari.
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun
1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di
Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut
7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek11 . Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan
gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain
pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.9

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan. 6

B. Epidemiologi Asma

Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami
asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang
musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya
di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari.12

Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada
tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%,
3

penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka


berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%.8

C. Faktor Resiko Asma Bronchial

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger
faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:10
1. Asap Rokok
2. Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5. Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca
8. Riwayat Penyakit Keluarga
9. Lingkungan termasuk lingkungan kerja
10. Psikologis

Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan
campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis
kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik,
karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.6

Perokok pasif
Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih
panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi
mukosa jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala
penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan
serangan asma.4
4

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada


anak yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41- 5,74).5

Perokok aktif
Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja
yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja 37. Namun hanya sedikit
bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risik berkembangnya asma secara
umum.

Tungau Debu Rumah


Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu
rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya
reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2
mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu.
Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan
lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian.5

Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia
dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-
laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada
usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah
sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia
20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini.1

Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya


saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada
laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya hipotesis
dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran udara laki-
laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran
rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan.
Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika
masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari
5

pada perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih
tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan.6

Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat
menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang
ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki
ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga
menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.3

Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat
dilakukan adalah:
1. Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan
binatang tersebut masuk dalam rumah,
2. Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,
3. Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya.

Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang,
berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi
penyebab asma38). Makanan produk industri dengan pewarna buatan misal: (tartazine),
pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma.
Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang
dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal
tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor 39). Alergi makanan seringkali tidak
terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi
makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma.7

Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan perkembangan


asma masih diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu akan
mudah menderita asma kemudian, anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis
karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. Alergi makanan lebih
kuat hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma.6
6

Perabot Rumah Tangga.


Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus,
bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC), combustion
products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber
polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray,
deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai
propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan
adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat
mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel
debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat
menyebabkan reaksi peradangan paru.6

Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban
dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih
parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik.
Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara.
Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran
lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama
musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan.2

Riwayat Penyakit Keluarga


Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat
lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi3).
Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu
orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi
sekitar 50% jika kedua orang tua asmatik. Asma tidak selalu ada pada kembar
monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak
pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan
bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan
orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I
Ehlich menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang bermakna
(OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48).12
7

D. Patofisiologi Asma Bronchial

Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal
ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi,
selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan
pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas
berjalan lancar.12

Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan
Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan
penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran nafas yang besar, sedang
maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar.12

Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi,


hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel
radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas
yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini
meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak
jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-
obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga.12

Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertropi
kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil,
makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah krisis kristal Charcot-
leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa
bronkiale), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas).12

Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks
biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus,
penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental
8

dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi


menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan bertambah.
Kenaikan tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan nafas
yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini
(prematur) beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan
risiko pneumotoraks.12

E. Etiologi Asma Bronchial

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,


infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Aktivitas
bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung
sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif
(PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan
suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas.12

Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan
terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma
inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa
(asma yang timbul lambat), disebut intrinsik.12

Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan


kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada
beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada
beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat-sifat
perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit
kronis lainnya.12
9

F. Klasifikasi Asma Bronchial

(Konsensus PDPI)
Derajat Gejala Gejala Malam Faal Paru
Asma
Intermitten Gejala <1x/minggu 2x sebulan VEP1 80% nilai
Tanpa gejala diluar prediksi
serangan APE 80% nilai
Serangan singkat terbaik
Variability APE
<20%
Persisten Gejala >1x/minggu >2x sebulan VEP1 80% nilai
Ringan tapi <ix/hari prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability APE
20%-30%
Persisten Gejala setiap hari >1x seminggu VEP1 60-80%
Sedang Serangan nilai prediksi
mengganggu APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
Membutuhkan Variability APE
bronkodilator tiap >30%
hari
Persisten Gejala terus Sering VEP1 <60%
Berat menerus nilai prediksi
Sering kambuh APE <60% nilai
Aktivitas fisik terbaik
terbatas Variability APE
>30%

G. Diagnosis Asma Bronchial10


10

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan


berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang
sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa
perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,
akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA : 10


1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
2. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
5. Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :


1. Riwayat keluarga (atopi)
2. Riwayat alergi / atopi
3. Penyakit lain yang memberatkan
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan

PEMERIKSAAN FISIK
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas,
mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
11

gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas (PDPI,
2003)..

FAAL PARU
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi;
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan
persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran
faal paru digunakan untuk menilai (PDPI, 2003):
1. obstruksi jalan napas
2. reversibiliti kelainan faal paru
3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus
puncak ekspirasi (APE).
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga
dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/
KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :


- Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 <
80% nilai prediksi.
- Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ³ 15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-
14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
- Menilai derajat berat asma
12

b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)


Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan
yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang
relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di
berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat
darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun
penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau
kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan
koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma


- Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ³ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
- Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi)
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di
samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh
karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik
sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik
penderita yang bersangkutan.

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian


Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara:
- Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai APE
pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah
bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam
sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE
harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.
13

APE malam - APE pagi


Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %
1/2 (APE malam + APE pagi)

- Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari) (PDPI, 2003).

PERAN PEMERIKSAAN LAIN UNTUK DIAGNOSIS10

1. Uji Provokasi Bronkus


Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus .
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi
spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma
persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil
positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan
dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
2. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk
mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus
sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.

3. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu.
Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya
dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada
keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/
kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE
total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.

DIAGNOSIS BANDING
14

Diagnosis banding asma antara lain sbb :


Dewasa (PDPI, 2003).
 Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Pada PPOK sesak bersifat irreversibel, terjadi pada usia 40 tahun keatas dan
biasanya dengan riwayat paparan zat alergen dalam watu yang cukup lama.
 Bronkitis kronik
Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk produktif yang terus menerus selama
3 bulan dalam 2 tahun berturut turut.
 Gagal Jantung Kongestif
Sesak biasanya hilang timbul dan kumat-kumatan. Keluhan sesak biasanya
terjadi setelah melakukan aktivitas. Selain itu sesak nafas juga terjadi pada saat
tidur telentang sehingga pasien akan merasa lebih nyaman jika tidur
mnggunakan 2-3 buah bantal.
 Obstruksi mekanis (misal tumor)
Keluhan sesak biasanya bertahan lama. Hal ini disebabkan karena adanya
penyempitan permanen dari saluran pernafasan. Bunyi mengi juga akan
terdengar setiap saat.

Anak (PDPI, 2003).


 Benda asing di saluran napas
Keluhan sesak disertai dengan riwayat tertelan benda asing. Setelah benda asing
berhasil dikeluarkan maka keluhan sesak akan hilang secara permanen.

 Laringotrakeomalasia
Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya
struktur supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi
saluran napas yang menimbulkan gejala utama berupa stridor. Kelainan ini
dapat hadir sebagai laringomalasia atau trakeomalasia saja.
 Tumor
Keluhan sesak biasanya juga bertahan lama sama seperti tumor pada dewasa.
Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan permanen dari saluran
pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar setiap saat.
 Bronkiolitis
15

Merupakan infeksi virus pada bronkiolus dan biasanya menyerang anak


dibawah usia 2 tahun

H. Penatalaksanaan Asma Bronchial

Tujuan penatalaksanaan asma: 10


1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma .

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol


bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah


gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan
hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga
penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan
(applicable), mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga terjangkau.
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :10
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
16

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang


5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat.

Pengobatan berdasarkan derajat berat asma

Asma Intermiten10
Termasuk pula dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan alergen,
asmanya kambuh tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal. Demikian pula
penderita exercise induced asthma atau kambuh hanya bila cuaca buruk, tetapi di luar
pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal.

Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun mungkin terjadi.
Bila terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya penderita diobati sebagai
asma persisten sedang.

Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika dibutuhkan, atau
sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan alternatif kromolin atau
leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen dengan alternatif kromolin. Bila
terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2
kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral
atau antikolinergik inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu
selama 3 bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan.

Asma Persisten Ringan10


Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk
mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah bera; sehingga terapi
utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari dengan
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Dosis yang dianjurkan 200-400 ug BD/ hari
atau 100-250 ug FP/hari atau ekivalennya, diberikan sekaligus atau terbagi 2 kali
sehari.10
17

Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan
sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila penderita membutuhkan
pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari, pertimbangkan kemungkinan beratnya asma
meningkat menjadi tahapan berikutnya.10

Asma Persisten Sedang10


Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap hari
untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya pengontrol adalah
kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari atau 250-500 ug FP/ hari
atau ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari. Jika
penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (£ 400 ug BD
atau ekivalennya) dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis beta-2 kerja
lama inhalasi atau alternatifnya. Jika masih belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid
inhalasi dapat dinaikkan. Dianjurkan menggunakan alat bantu/ spacer pada inhalasi
bentuk IDT/MDI atau kombinasi dalam satu kemasan (fix combination) agar lebih
mudah.

Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan
, tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi oral
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya
tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai
pengontrol.

Asma Persisten Berat10


Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala
seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai
nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal
mungkin. Untuk mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa obat
pengontrol tidak cukup hanya satu pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid dosis tinggi (> 800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2
kerja lama 2 kali sehari. Kadangkala kontrol lebih tercapai dengan pemberian
glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4 kali sehari daripada 2 kali sehari.
18

Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene modifiers dapat
sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya sebagai kombinasi
dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat sebagai tambahan terapi selain
kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja lama
inhalasi). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan
dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk mengurangi
efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama
untuk mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek
samping sistemik yang sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal
dan menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak
dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar serangan/
stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang.

Indikator asma tidak terkontrol10


a. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
b. Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
c. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise-
induced asthma.

Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/ frekuensi tanda-tanda (indikator)


tersebut di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter; maka tetapkan langkah
terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak. Alasan / kemungkinan asma tidak
terkontrol :
1. Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita
2. Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan obat-
obatan asma
3. Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar lingkungan
penderita atau lingkungan tidak terkontrol
4. Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis, bronkitis
dan lain-lain
Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain.
19

Pengobatan sesuai berat serangan asma10


Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi Pengontrol Alternatif/Pilihan Alternatif


Harian Lain Lain
Intermitten ------ ------- ------
Persisten Ringan Glukokortikosteroid Teofilin lepas ------
inhalasi (200-400 ug lambat
BD/hari atau Kromolin
ekivalennya) Leukotriene
Modifiers
Persisten Kombinasi inhalasi Glukokortikostero Ditambah
Sedang glukokortikosteroid id inhalasi (400- agonis beta-2
(400-800 ug BD/hari 800 ug BD atau kerja lama
atau ekivalennya) ekivalennya) oral, atau
dan agonis beta-2 ditambah Teofilin
kerja lama lepas lambat ,atau Ditambah
teofilin lepas
Glukokortikostero lambat
id inhalasi (400-
800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2 kerja lama
oral, atau

Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800 ug
BD atau
ekivalennya) atau

Glukokortikostero
20

id inhalasi (400-
800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Persisten Berat Kombinasi inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid metilprednisolon
(> 800 ug BD atau oral selang sehari
ekivalennya) dan 10 mg
agonis beta-2 kerja ditambah agonis
lama, ditambah 1 di beta-2 kerja lama
bawah ini: oral, ditambah
- teofilin lepas teofilin lepas
lambat lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan
kondisi asma tetap terkontrol 10

Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi

Initial Assesment
Riwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF,
Saturasi Oksigen
21

Initial Treatment
Oksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi β2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik
glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan

Re-Assesment setelah 1 jam


Pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF, Saturasi O2

Kriteria episode moderate (sedang) : Kriteria episode severe (berat)


- PEF 60-80% nilai prediksi/terbaik - PEF <60% nilai prediksi/terbaik
- Tes Fisik : Gejala moderate, - Gejala berat timbul pada waktu istirahat
penggunaan otot bantu nafas - Riwayat faktor resiko yang mendekati
Treatment asma lanjut
- O2 Treatment
- Inhalasi β2-agonist+antikolinergik tiap - O2
jam - Inhalasi β2-agonist+antikolinergik tiap
- Oral glukokortikosteroid jam
- Lanjutkan selama 1-3 jam - Sistemik glukokortikosteroid
- Injeksi IV magnesium

Re-Assesment setelah 1 jam

Respon baik : Respon inkomplit (1-2 Respon buruk (1-2 jam):


- PEF >70% jam): - PEF<30%
- SO2 >90% - Gejala ringan-sedang - PCO2>45mmHg
- Tidak ada distress - PEF<60% - PO2<60mmHg
pernafasan - SO2 tidak ada perubahan Intensive Care (ICU) :
Acute care setting: - O2
- O2 - Inhalasi β2-
Perubahan : kriteria - Inhalasi β2- agonist+antikolinergik
pulang agonist+antikolinergik - Pertimbangkan IV β2-
- PEF >60% - IV magnesium agonist
- Obat oral/inhalasi - Monitor PEF, SO2, nadi - Pertimbangkan IV
- Lanjutkan β2- teofilin
agonist - Intubasi dan ventilasi
- Pertimbangkan oral Re-Assesment mekanik
glukokortikosteroid
- Pertimbangkan
kombinasi inhalasi Perbaikan Respon buruk : ICU
- Edukasi Respon inkomplit dalam 6-
12 jam : pertimbangkan ICU

(GINA, 2010).

Glukokortikosteroid inhalasi yang dapat digunakan pada penanganan Asma


22

 Dewasa
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
dipropionate - 200-500 >500-1000 >1000-2000
CFC
Beclomethasone
dipropionate - 100-250 >250-500 >500-1000
HFA
Budesonide 200-400 >400-800 >8--0-1680
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320-1280
Flunisolide 500-1000 >1000-2000 >2000
Fluticazone
100-250 >250-500 >500-1000
propionate
Mumetasone fuoat 200 400 >800
Triamcinolone
400-1000 >1000-2000 >2000
acetonide

 Anak-anak
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
100-200 >200-400 >400
dipropionate
Budesonide 100-200 >200-400 >400
Budesenide neb 250-500 >500-1000 >1000
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320
Flunisolide 500-750 >750-1250 >1250
Fluticazone
100-200 >200-500 >500
propionate
Mumetasone
100 >200 >400
fuoat
Triamcinolone
400-800 >800-1200 >1200
acetonide

Kriteria rawat inap dan pemulangan pasien asma


23

Pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada pre-treatment kurang dari 20% atau pasien
dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment kurang dari 40% merupakan indikasi
untuk dilakukan rawat inap pada pasien asma. Pada pasien dengan nilai FEV1 atau PEF
pada post-treatment antara 40-60% dapat dipulangkan namun dengan syarat harus
diawasi secara adekuat. Sedangkan pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-
treatment lebih dari 60% dapat langsung dipulangkan.6

Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Berat Serangan Asma Keadaan


Tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat -
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk -
telentang membungkuk
Cara 1 kalimat Beberapa Kata demi -
berbicara kata kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah,
gelisah kesadaran menurun
RR <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit -
Nadi <100x/menit 100-120x >120x menit Bradikardia
/menit
Pulsus - +/- 10-20 + -
paradoksus 10 mmHg mmHg >25 mmHg Kelelahan otot
Otot bantu - + + Torakoabdominal
napas dan paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi Akhir Akhir Inspirasi dan Silent chest
ekspirasi ekspirasi ekspirasi
paksa
APE > 80 % 60-80 % < 60% -
PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg -
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg -
SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 % -
24

Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat


pengobatan10

Serangan Pengobatan Tempat Pengobatan

RINGAN Terbaik : Di rumah


Aktivitas normal Inhalasi agonis β-2
Berbicara satu kalimat Alternatif : Di praktek
dalam satu nafas Kombinasi oral agins β-2 dan dokter/klinik/puskesmas
Nadi < 100x/menit teofilin
APE > 80%

SEDANG Terbaik: UGD/RS


Jalan jarak jauh timbulkan Nebulisasi agonis β-2 tiap 4 Klinik
gejala jam Praktek dokter
Bicara beberapa kata dalam Alternatif : Puskesmas
satu kali nafas - Agonis β-2 subkutan
Nadi 100-120 x/ menit - Aminofilin IV
APE 60-80 % - Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK

Oksigen bila mungkin


Kortikosteroid sistemik

BERAT Terbaik : UGD/RS


Sesak saat istirahat Nebulisasi agonis β-2 tiap 4 Klinik
Berbicara kata perkata jam
dalam satu nafas Alternnatif :
Nadi >120 x/menit - Agonis β-2 SK/IV
APE <60 % atau 100 l/detik - Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK

Aminofilin bolus dilanjutkan


drip
Oksigen
Kortikosteroid IV

MENGANCAM JIWA Seperti serangan akut berat UGD/RS


Kesadaran berubah/menurun Pertimbangkan intubasi dan ICU
Gelisah ventilasi mekanis
Sianosis
Gagal nafas
25

I. Prognosis Asma Bronchial

Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi.
Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi.
Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa
asma pada anak menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.13

Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik,
kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik
yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih
besar untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia
lanjut biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya
mulai menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan jangan
ditunggu serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi
dan dapat pula mengakibatkan kematian.13
26

BAB III

KESIMPULAN
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan
ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat
yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari

Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik,
kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik yang
kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih besar
untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut
biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai
menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu
serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi dan dapat pula
mengakibatkan kematian.
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Amu FA, Yunus F. Asma Pra Mentruasi, Departemen Pulmonologi Respirasi, FKUI-
RS Persahabatan. Jakarta, Respir Indo Vol:26 No1, 1 Januari 2006 ; 28.

2. Anonim. Asthma . http//www.pdpersi.co.id/html.2005

3. Anonim, Asma :www kalbe.co.id. November 28, 2006 19 ; 46;08.

4. Chilmonczyk BA. Assosiation between exposure to Environmental Tobacco Smoke


and Exacerbations of Asthma in Children, N.Eng J.Med 1993; 328;1665-1669.

5. Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 – 209.

6. GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2010.

7. Handayani D, Wiyono WH, Faisal Y. Penatalaksanaan Alergi Makanan. J.Respir


Indo 2004 ;24(3) 133-44.

8. Naning R. Prevalensi Asma pada murid Sekolah Dasar di Kotamadya Yogyakarta,


Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, RSUP Dr. sarjito, Yogyakarta 1991.

9. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta. Penerbit


EGC. 1996:775.

10. Konsensus PDPI. 2003. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:PDPI

11. Price AS, Alih Bahasa anugrah PatofisiologiProses-proses Penyakit, EGC, 2012 ;
689.

12. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.

13. Suyono. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai