BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek11 . Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan
gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain
pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.9
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma
(GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan. 6
B. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami
asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang
musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya
di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari.12
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada
tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%,
3
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger
faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:10
1. Asap Rokok
2. Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5. Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca
8. Riwayat Penyakit Keluarga
9. Lingkungan termasuk lingkungan kerja
10. Psikologis
Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan
campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis
kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik,
karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.6
Perokok pasif
Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih
panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi
mukosa jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala
penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan
serangan asma.4
4
Perokok aktif
Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja
yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja 37. Namun hanya sedikit
bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risik berkembangnya asma secara
umum.
Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia
dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-
laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada
usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah
sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia
20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini.1
pada perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih
tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan.6
Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat
menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang
ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki
ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga
menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.3
Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat
dilakukan adalah:
1. Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan
binatang tersebut masuk dalam rumah,
2. Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,
3. Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya.
Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang,
berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi
penyebab asma38). Makanan produk industri dengan pewarna buatan misal: (tartazine),
pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma.
Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang
dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal
tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor 39). Alergi makanan seringkali tidak
terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi
makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma.7
Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban
dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih
parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik.
Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara.
Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran
lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama
musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan.2
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal
ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi,
selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan
pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas
berjalan lancar.12
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan
Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan
penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran nafas yang besar, sedang
maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar.12
Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertropi
kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil,
makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah krisis kristal Charcot-
leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa
bronkiale), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas).12
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks
biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus,
penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental
8
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan
terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma
inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa
(asma yang timbul lambat), disebut intrinsik.12
(Konsensus PDPI)
Derajat Gejala Gejala Malam Faal Paru
Asma
Intermitten Gejala <1x/minggu 2x sebulan VEP1 80% nilai
Tanpa gejala diluar prediksi
serangan APE 80% nilai
Serangan singkat terbaik
Variability APE
<20%
Persisten Gejala >1x/minggu >2x sebulan VEP1 80% nilai
Ringan tapi <ix/hari prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability APE
20%-30%
Persisten Gejala setiap hari >1x seminggu VEP1 60-80%
Sedang Serangan nilai prediksi
mengganggu APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
Membutuhkan Variability APE
bronkodilator tiap >30%
hari
Persisten Gejala terus Sering VEP1 <60%
Berat menerus nilai prediksi
Sering kambuh APE <60% nilai
Aktivitas fisik terbaik
terbatas Variability APE
>30%
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas,
mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
11
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas (PDPI,
2003)..
FAAL PARU
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi;
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan
persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran
faal paru digunakan untuk menilai (PDPI, 2003):
1. obstruksi jalan napas
2. reversibiliti kelainan faal paru
3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus
puncak ekspirasi (APE).
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga
dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/
KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
- Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari) (PDPI, 2003).
3. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu.
Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya
dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada
keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/
kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE
total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.
DIAGNOSIS BANDING
14
Laringotrakeomalasia
Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya
struktur supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi
saluran napas yang menimbulkan gejala utama berupa stridor. Kelainan ini
dapat hadir sebagai laringomalasia atau trakeomalasia saja.
Tumor
Keluhan sesak biasanya juga bertahan lama sama seperti tumor pada dewasa.
Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan permanen dari saluran
pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar setiap saat.
Bronkiolitis
15
Asma Intermiten10
Termasuk pula dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan alergen,
asmanya kambuh tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal. Demikian pula
penderita exercise induced asthma atau kambuh hanya bila cuaca buruk, tetapi di luar
pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal.
Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun mungkin terjadi.
Bila terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya penderita diobati sebagai
asma persisten sedang.
Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika dibutuhkan, atau
sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan alternatif kromolin atau
leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen dengan alternatif kromolin. Bila
terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2
kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral
atau antikolinergik inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu
selama 3 bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan.
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan
sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila penderita membutuhkan
pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari, pertimbangkan kemungkinan beratnya asma
meningkat menjadi tahapan berikutnya.10
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan
, tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi oral
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya
tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai
pengontrol.
Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene modifiers dapat
sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya sebagai kombinasi
dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat sebagai tambahan terapi selain
kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja lama
inhalasi). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan
dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk mengurangi
efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama
untuk mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek
samping sistemik yang sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal
dan menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak
dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar serangan/
stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang.
Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800 ug
BD atau
ekivalennya) atau
Glukokortikostero
20
id inhalasi (400-
800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Persisten Berat Kombinasi inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid metilprednisolon
(> 800 ug BD atau oral selang sehari
ekivalennya) dan 10 mg
agonis beta-2 kerja ditambah agonis
lama, ditambah 1 di beta-2 kerja lama
bawah ini: oral, ditambah
- teofilin lepas teofilin lepas
lambat lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan
kondisi asma tetap terkontrol 10
Initial Assesment
Riwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF,
Saturasi Oksigen
21
Initial Treatment
Oksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi β2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik
glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan
(GINA, 2010).
Dewasa
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
dipropionate - 200-500 >500-1000 >1000-2000
CFC
Beclomethasone
dipropionate - 100-250 >250-500 >500-1000
HFA
Budesonide 200-400 >400-800 >8--0-1680
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320-1280
Flunisolide 500-1000 >1000-2000 >2000
Fluticazone
100-250 >250-500 >500-1000
propionate
Mumetasone fuoat 200 400 >800
Triamcinolone
400-1000 >1000-2000 >2000
acetonide
Anak-anak
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
100-200 >200-400 >400
dipropionate
Budesonide 100-200 >200-400 >400
Budesenide neb 250-500 >500-1000 >1000
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320
Flunisolide 500-750 >750-1250 >1250
Fluticazone
100-200 >200-500 >500
propionate
Mumetasone
100 >200 >400
fuoat
Triamcinolone
400-800 >800-1200 >1200
acetonide
Pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada pre-treatment kurang dari 20% atau pasien
dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment kurang dari 40% merupakan indikasi
untuk dilakukan rawat inap pada pasien asma. Pada pasien dengan nilai FEV1 atau PEF
pada post-treatment antara 40-60% dapat dipulangkan namun dengan syarat harus
diawasi secara adekuat. Sedangkan pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-
treatment lebih dari 60% dapat langsung dipulangkan.6
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi.
Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi.
Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa
asma pada anak menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.13
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik,
kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik
yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih
besar untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia
lanjut biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya
mulai menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan jangan
ditunggu serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi
dan dapat pula mengakibatkan kematian.13
26
BAB III
KESIMPULAN
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan
ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat
yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik,
kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik yang
kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih besar
untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut
biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai
menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu
serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi dan dapat pula
mengakibatkan kematian.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Amu FA, Yunus F. Asma Pra Mentruasi, Departemen Pulmonologi Respirasi, FKUI-
RS Persahabatan. Jakarta, Respir Indo Vol:26 No1, 1 Januari 2006 ; 28.
6. GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2010.
10. Konsensus PDPI. 2003. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:PDPI
11. Price AS, Alih Bahasa anugrah PatofisiologiProses-proses Penyakit, EGC, 2012 ;
689.
12. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
13. Suyono. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI