Anda di halaman 1dari 7

A.

Pra Indonesia
1. Kerajaan- kerajaan Hindu-Budha
Masa pra-Indonesia dimulai sejak adanya kerajaan-kerajaan tertua, yaitu
Kutai di Kalimantan Timur dan Tarumanagara di Bogor, Jawa Barat, keduanya
berdiri pada abad ke-5 Masehi. Kerajaan Hindu Kutai diperintah berturut-turut
oleh Kundungga, Aswawarman, dan Mulawarman, sedangkan kerajaan
Tarumanagara diperintah oleh Purnawarman.
Selanjutnya, pada abad ke-7 Masehi di pantai timur Sumatra bagian
selatan berdiri dua kerajaan Buddha yaitu Sriwijaya dan Malayu. Kerajaan
Sriwijaya kemudian dapat mengalahkan kerajaan Malayu dan penguasa-penguasa
daerah lainnya, sehingga daerah kekuasaannya meliputi seluruh pulau Sumatra
dan pulau-pulau di sebelah timurnya, Semenanjung Malayu, dan sebagian Jawa
Barat. Sriwijaya merupakan pusat pengajaran agama Buddha yang bertaraf
internasional.
Pada waktu yang relatif bersamaan, di Jawa Tengah berdiri kerajaan
Holing atau Kalingga. Setelah Kalingga, pada awal abad ke-8 di Jawa Tengah
berdiri kerajaan Mataram yang beribukota di Medang. Raja pertama, Sanjaya,
menaklukkan raja-raja di sekitarnya. Penggantinya, Rakai Panangkaran,
menamakan dirinya sebagai ”permata wangsa Sailendra”. Ia mendirikan candi
Kalasan dan Sewu. Penggantinya lagi, Samarattungga, mendirikan candi
Borobudur, Pawon, dan Mendut.
Tahun 1293 berdiri kerajaan Majapahit, R. Wijaya menobatkan diri
menjadi raja pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Ia kemudian
digantikan oleh putranya, Jayanegara. Setelah Jayanegara meninggal,
penggantinya adalah adiknya perempuan yang bergelar Tribhuwanattunggadewi
Jayawisnuwardhani. Puncak kebesaran atau zaman keemasan Majapahit ada di
bawah pemerintahan raja Hayam Wuruk yang didampingi oleh patihnya, Gajah
Mada. Ia mengucapkan ”sumpah palapa” di hadapan raja dan para pembesar
Majapahit dalam rangka melaksanakan politik nusantaranya. Dalam rangka
melaksanakan politik tersebut ia menundukkan daerah-daerah yang belum
bernaung di bawah Majapahit.
2. Kerajaan-kerajaan Islam
Kerajaan Samudra Pasai di Sumatra bagian utara tumbuh pada
pertengahan abad ke-13, raja pertama bergelar Sultan Malik As-Shaleh. Kerajaan
ini sudah menggunakan mata uang yang terbuat dari emas yang disebut dramas.
Kerajaan mengadakan hubungan pernikahan dengan kerajaan Malaka di
Malaysia.
Kerajaan Aceh Darussalam tumbuh dan berkembang pada abad ke-16.
Raja pertama adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530). Di bawah
pemerintahannya Aceh menaklukkan Samudra Pasai dan Pedir. Kemudian salah
seorang raja penggantinya mengalahkan beberapa kerajaan seperti Batak, Aru,
dan Barus. Kerajaan juga pernah mengadakan hubungan dengan kerajaan-
kerajaan di Timar Tengah. Kerajaan ini mengalami puncak kekuasaan atau zaman
keemasan di bawah Sultan Iskandar Muda, Di bawah pemerintahannya Aceh
menjadi negara yang paling kuat di Nusantara bagian barat. Ia menaklukkan
kerajaan-kerajaan di pesisir timur dan barat Sumatra, Johor di Malaysia,
mengalahkan armada Portugis di Bintan, merebut Pahang, dan Nias. Setelah
pemerintahannya, Aceh memasuki masa perpecahan yang panjang. Pada tahun
1873-1904 kerajaan ini berperang melawan Belanda. Para pimpinan perang di
antaranya Panglima Polem, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar dan Cut Nyak Din.
Perang diakhiri dengan kalahnya Aceh pada tahun 1904
Di Sumatra ada kerajaan-kerajaan Islam Siak atau Siak Sri Indrapura,
Kampar, dan Indragiri yang berdiri pada abad ke-15. Di Jambi kerajaan Islam
berdiri pada sekitar tahun 1500 di bawah pemerintahan Sultan Orang Kayo Hitam.
Sumatra bagian selatan, Palembang, pada abad ke-16 berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Demak. Raja pertama kesultanan Palembang bergelar Abdurrakhman
Khalifat al-Mukminan Sayidil Iman atau Pangeran Kusumo Abdurrakhman.
Di Sumatra Barat, agama Islam baru masuk pada akhir abad ke-14 atau
awal abad ke-15. Sedangkan agama Islam masuk ke Minangkabau sekitar akhir
abad ke-15. Di Minangkabau, raja berkedudukan di Pagaruyung, raja sebagai
lambang negara, sedangkan kekuasaan ada di tangan para penghulu yang
tergabung dalam Dewan Penghulu atau Dewan Nagari. Di Minangkabau antara
tahun 1821 -1838 terjadi perang Paderi, perang antara kaum Paderi melawan
kaum Adat yang dibantu oleh Belanda. Perang berlangsung dua babak, pertama
antara tahun 1821 -1825 dan kedua antara tahun 1830-1938. Kaum Padri akhirnya
kalah, akibatnya Belanda berhasil mengukuhkan kekuasaan politik dan
ekonominya di Minangkabau atau Sumatra Barat. Pemimpin Kaum Padri antara
lain Tuanku Imam Bonjol tertangkap, kemudian diasingkan ke Cianjur, dari sana
dipindahkan ke Ambon, lalu dipindah lagi ke Manado dan meninggal di sana
tahun 1864.
Di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan baru yang menganut agama Islam yaitu
Demak, Pajang, kemudian Mataram di Jawa Tengah, Banten dan Cirebon di Jawa
Barat, dan Surabaya di Jawa Timur. Demak didirikan pada perempat terakhir abad
ke-15 oleh seorang asing yang beragama Islam. ”Sultan” Demak pertama, Raden
Patah, adalah putra Prabu Brawijaya Kertabhumi, raja Majapahit terakhir. Raja-
raja Demak terkenal sebagai pelindung agama. Antara raja-raja dan ulama erat
berhubungan, terutama dengan Wali Sanga. Pendirian Mesjid Agung Demak oleh
para wali dengan arsiteknya Sunan Kali Jaga merupakan pusat dakwah para wali.
Termasuk Wali Sanga adalah: Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati,
Sunan Muria, Sunan Bonang, Sunan Kali Jaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, dan
Syeh Lemah Abang atau Syeh Siti Jenar.
Di Kalimantan ada beberapa kerajaan Islam baik yang besar maupun
kecil. Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan adalah kerajaan Banjar atau
Banjarmasin di Kalimantan Selatan, Kutai di Kalimantan Timur, dan Pontianak di
Kalimantan Barat. Agama Islam masuk ke kerajaan Banjar karena dibawa Demak
tahun 1550.
Di Sulawesi Selatan terdapat lima kerajaan Islam, yaitu Gowa-Tallo,
Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Islamisasi di Sulawesi Selatan oleh tiga
mubalig yang disebutDalto Tallu ketiganya bersaudara dan berasal dari Koto
Tengah, Minangkabau. Para mubalig itu yang mengislaamkan raja Luwu tahun
1605, raja Tallo tahun1605, raja tahun 1607.
B. Konsep Indonesia
Dalam membicarakan “Pembentukan bangsa Indonesia”, perlu dikemukakan
tentang kata atau nama ”Indonesia”. Kata atau nama tersebut diusulkan oleh J.R. Logan,
seorang etnolog Inggris di Pinang yang menjadi redaktur Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia. Pada tahun 1850 ia melalui artikelnya berjudul ”The
Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing inquires into the continental relation of
the Indo-Pacific Inlanders” mengusulkan istilah atau kata “Indonesia” untuk nama
pulaupulau atau kepulauan Hindia dan penduduknya.
Adolf Bastian, sarjana Jerman, kemudian menggunakan kata “Indonesien”
sebagai judul bukunya yaitu Indonesien onder die Insln des Malayischen Archipels yang
terbit tahun 1884. Adapun yang dimaksud oleh A. Bastian dengan istilah tersebut adalah
istilah di bidang etnografi. Sejak itu istilah tersebut dipakai dalam ilmu etnologi, hukum
adat, dan ilmu bahasa. Para guru besar Universitas Leiden seperti R.A. Kern, Snouck
Horgronye, dan Prof. Van Vollenhoven menyebarluaskan pemakaian iastilah
“Indonesië”, Indonesiër”, dan ajektif ”Indonesisch” dalam karya mereka. Kemudian para
mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda yang tergabung Perhimpunan Indonesia (PI)
mengetahui istilah-istilah tersebut.
Pada tahun 1913 Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara ketika menjalani
pembuangan di Nederland memberikan nama biro pers yang didirikannya dengan
Indonesisch Persbureau. Nama organisasi mahasiswa Indonesia yang semula bernama
Indische Vereeniging tahun 1922 diganti menjadi Indonesische Vereeniging dan tahun
1924 nama Indonesische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia. Nama
majalahnya yang semula bernama Hindia Putera pada tahun 1922 diganti dengan
Indonesia Merdeka. Perhimpunan Indonesia menggunakan nama Indonesia dalam
pengertian politik ketatanegaraan yang artinya sama dengan Nederlandsch-Indië. J.Th.
Petrus Blumberger, penulis buku De Nationalistische Beweging in Nederlandsch Indië
yang terbit tahun 1931 menyatakan bahwa sekitar tahun 1925 banyak organisasi yang
berwawasan nasional memakai nama”Indonesia” sebagai pengganti Nederlandsch-Indië.
C. Pembentukan Bangsa dan Negara Indonesia
Memasuki tahun 1901, Ratu Wilhelmina mengumumkan di depan Parlemen
Belanda program pemerintah. Ia mengakui bahwa pemerintah Belanda telah mengeruk
keuntungan yang besar sekali dari Hindia Belanda, sementara penduduknya semakin
miskin. Dikatakan bahwa pada masa datang, pemerintah akan memperbaiki kesejahteraan
rakyat. Diakuinya bahwa Belanda telah ”berhutang budi” kepada rakyat Indonesia,
karena itu Pemerintah Belanda akan membalasnya dengan melaksanakan politik etika.
Garis politik pemerintah Hindia Belanda yang seperti itu pertama kali dikemukakan oleh
anggota Parlemen Belanda Van Dedem tahun 1891. Perjuangan melancarkan politik
kolonial yang baru itu kemudian diteruskan oleh Van Kol, C. Th. Van Deventer, dan P.
Brooschooft, pemimpin redaksi surat kabar De Locomotief. Van Deventer, pemimpin
kaum liberal, tahun 1899 menulis karangan di Jurnal De Gids berjudul ”Een Eereschuld”
(”Hutang Budi”).
Politik etika yang dilaksanakan mulai tahun 1901 mempunyai dua tujuan yaitu
pertama, meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi; dan kedua, berangsur-angsur
menumbuhkan otonomi dan desentralisasi politik di Hindia Belanda. Akan tetapi, dalam
kenyataannya, peralihan kekuasaan dari Negeri Belanda ke Hindia Belanda tidak pernah
dilaksanakan, kecuali untuk beberapa tahun pada waktu pecah Perang Dunia I ketika
komunikasi antara negeri Belanda dan Hindia Belanda terputus. Sejalan dengan
perubahan politik pemerintah kolonial yang hendak memajukan bidang pendidikan,
dokter Wahidin Sudirohusodo yang sejak tahun 1901 menjadi redaktur majalah
Retnodhumilah, melalui majalahnya ia mempropagandakan pentingnya pendidikan.
Menurut pendapatnya bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan, diperlukan
pendidikan secukupnya bagi kalangan luas orang pribumi. Ia mempropagandakan tentang
pemberian beasiswa bagi pemuda-pemuda yang pandai tetapi tidak mampu.
November 1906, ia melakukan perjalanan keliling pulau Jawa untuk
mempropagandakan cita-citanya. Pada akhir tahun 1907 dalam perjalannya yang jauh, ia
berhenti dan beristirahat di Jakarta. Ketika berada di Jakarta, ia diundang Sutomo dan
Suraji ke sekolah STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) untuk
mendengarkan gagasan-gagasannya. Maksud Wahidin untuk mendirikan ”Dana Belajar”
itu dibicarakan oleh Sutomo dengan teman-temannya di STOVIA. Tujuan untuk
mendirikan suatu ”Dana Belajar” itu diperluas jangkauannya. Pada tanggal 20 Mei 1908
di sekolah STOVIA oleh pelajar-pelajar STOVIA didirikan organisasi bernama Budi
Utomo dan Sutomo ditunjuk sebagai ketua.Budi Utomo merupakan organisasi pribumi
pertama menurut model Barat, suatu organisasi yang pengurusnya secara periodik dipilih,
mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, mempunyai program,
mengadakan rapat-rapat, kongres, dan anggotanya mempunyai hak suara. Setelah BU
bermunculan berbagai macam organisasi lainnya seperti:
 Sarekat Islam (SI)
 Indische Partij (IP)
 Perhimpunan Indonesia
 Partai Komunis Indonesia ( PKI )
 Partai  Nasional Indonesia ( PNI )
 Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI)
 Partai Indonesia (Partindo)
 Partai Indonesia Raya (Parindra)
 Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
 Gabungan Politik Indonesia (Gapi)
Di kalangan pemuda ada hasrat untuk menyatukan organisasi-organisasi pemuda.
Untuk itu pada tahun 1926 dan kemudian tahun 1928 diselenggarakan kongres pemuda
nasional pertama dan kedua. Kongres nasional pemuda kedua bulan Oktober 1928
menghasilkan Sumpah Pemuda, satu nusa: Indonesia, satu bangsa: Indonesia, dan
menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Semangat persatuan itu menyatukan
berbagai organisasi pemuda yang berdasarkan etnis/daerah menjadi satu, lahirlah
Indonesia Muda pada awal tahun 1931.
Setelah 3,5 abad Belanda menjajah Indonesia, kemudian Jepang menggantikan
Penjajahan Belanda di Indonesia. kala itu melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 maret
1942 Belanda menyerah tanpa syarat kepada jepang. Masa pendudukan Jepang dimulai
pada tahun 1942 dan berakhir pada 17 agustus 1945.
1 Maret 1945 Jepang meyakinkan Indonesia tentang kemerdekaan dengan
membentuk Dokuritsu Junbi Tyosakai atau BPUPKI (Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada,
Komandan Pasukan Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di
Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk
Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta
Sekretaris R.P. Soeroso. Jml anggota BPUPKI saat itu adalah 63 orang yang mewakili
hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang dan untuk menindaklanjuti
BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau
Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan
masyarakat Indonesia dipimpin oleh Ir. Sukarno, dengan wakilnya Drs. Moh. Hatta serta
penasihatnya Ahmad Subarjo. kemudian Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
karena kalah setelah bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki. Kala itu Kondisi di
Indonesia tidak menentu namun membuka peluang baik karena Jepang menyatakan kalah
perang namun Sekutu tidak ada. Inilah waktu yang tepat sebagai klimaks tonggak-
tonggak perjuangan berabad-abad untuk menjadi bangsa yang berdaulat. kemudian 3 hari
setelah Jepang tak berdaya, yaitu tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 dinyatakan
proklamasi kemerdekaan Indonesia keseluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai