Anda di halaman 1dari 9

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Herbisida
Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk
menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil yang
disebabkan oleh gulma.
Klasifikasi:
1) Herbisida kontak 
Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau
bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna
hijau.  Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk
memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran
tidak meluas.
Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama
bagian yang memiliki hijau daun dan aktif berfotosintesis.  Keistimewaannya, dapat
membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari
kemudian mati.  Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan.
Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan
bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada
gulma. Contoh herbisida kontak adalah paraquat. 
2) Herbisida sistemik 
Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh
atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Cara
kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu
tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang
terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu
dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti
daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya.

2. Anoreksia
Anoreksia Nervosa yaitu suatu penyakit kelainan yang biasanya dapat ditandai dengan
adanya perubahan pada tubuh dan bisa juga dikatakan sebagai perubahan gambaran pada
tubuh, selain itu juga merasakan ketakutan yang luar biasa yang dialami penderita disertai
dengan adanya penolakan dalam mempertahankan berat badan secara normal yang
dialami penderita. Bagi penderita wanita akan berbahaya karena Anoreksia Nervosa ini
dapat mengakibatkan hilangnya siklus menstruasi (haid).
Menurut definisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders gejala Anorexia
Nervosa meliputi: 1) Menolak mempertahankan berat badan minimal yang masih
dianggap normal sesuai usia dan tinggi badan. 2) Sangat takut terhadap kegemukan
meskipun berat badannya sudah kurang. 3) Orangnya mengeluh merasa gemuk meskipun
sebenarnya sudah sangat kurus atau merasa bahwa suatu bagian tubuhnya terlihat gemuk.
4) Pada wanita minimal 3 kali berturut-turut tidak mendapat haid (wanita dianggap
amenore bila haidnya hanya timbul setelah diberikan hormon). Anorexia nervosa
terutama ditemui pada wanita (sampai 95%) Mulainya biasanya pada waktu remaja,
tetapi dapat pula sampai dewasa muda (usia 30- an). Ada kecenderungan pola keluarga
dan mulainya sering berhubungan dengan keadaan stres.

3. Stomatitis
Stomatitis berarti peradangan mulut (Kemdikbud, 2017). Stomatitis merupakan istilah
untuk menerangkan berbagai macam lesi yang timbul di rongga mulut. Gejalanya berupa
rasa sakit atau rasa terbakar satu sampai dua hari yang kemudian bisa timbul luka (ulser)
di rongga mulut. Stomatitis biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan
agak cekung dapat berupa bercak tunggal maupun bercak kelompok. Stomatitis
merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum
(Sulistiani,dkk, 2017).
Stomatitis berarti inflamasi pada mulut. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh kondisi
mulut itu sendiri. Stomatitis juga didefinisikan sebagai inflamasi lapisan struktur jaringan
lunak pada mulut dengan tanda kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang
perdarahan dari derah yang terkena dan membentuk ulkus (Yogasedana, 2015).
Jenis stomatitis secara klinis dibagi menjadi 3 yaitu : a. Reccurent Aphtous Stomatitis
(RAS) , stomatitis ini terjadi bila kuman atau bakteri masuk dan daya tahan tubuh sedang
turun maka timbul stomatitis, b. Oral Thrus/ Moniliasis, stomatitis yang disebabkan
jamur candidas, c. Herpetic Stomatitis, stomatitis yang disebabkan virus herpes simplek
(Apriasari dan Tuti, 2010).

4. Glossitis
Glossitis merupakan suatu lesi inflamasi pada lidah yang bersifat jinak dan tidak
memiliki kecenderungan berubah menjadi ganas. Kelainan ini sesuai dengan namanya,
terjadi pada lidah khususnya pada bagian dorsum atau pada bagian lateral lidah. Lesi
pada GT bersifat asimptomatik karena terdapat atrofi papilla atau depapilasi dari papilla
filiformis yang mampu mengubah sensasi.

5. Ulkus mukosa multiple


Ulkus merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan hilangnya jaringan epitel
(lapisan epitelium), akibat dari ekskavasi permukaan jaringan yang lebih dalam dari
jaringan epitel. Adanya ulkus di rongga mulut dapat disebabkan gangguan lokal namun
juga dapat merupakan pertanda penyakit sistemik lain di dalam tubuh, dimana dapat
disebabkan karena berbagai faktor seperti trauma (mekanik atau kimia), infeksi (bakteri,
virus, jamur atau protozoa), gangguan sistem imun (imunodefisiensi, penyakit autoimun
ataupun alergi), defisiensi zat makanan tertentu (vitamin C, B12, zat besi atau zinc) serta
kelainan sistemik lainnya.
Gambaran klinis ulkus berupa ulser pada mukosa rongga mulut dalam keadaan akut
menunjukkan tanda dan gejala klinis inflamasi akut, meliputi beragam derajat nyeri,
kemerahan, dan pembengkakan, sebagai berikut (a) Ulkus kuning-kelabu, berbagai
ukuran dan bentuk, (b) Ulkus seringkali cekung dan biasanya berbentuk oval dengan tepi
eritematosus dan (c) Mukosa bibir dan pipi, tepi-tepi lidah dan palatum keras. Proses
penyembuhan luka (ulkus) merupakan suatu proses kompleks yang meliputi proses
inflamasi (peradangan), granulasi dan regenerasi sel jaringan.
Penatalaksanaan pengobatan ulkus tergantung dari ukuran, durasi dan lokasi. Gejala
ulkus traumatik ini adalah sakit serta ketidaknyamanan dalam 24 hingga 48 jam sesudah
trauma terjadi dan gambaran lesi ulkus bergantung pada faktor iritannya. Ulkus ini akan
sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10 hingga 14 hari apabila iritan penyebab
dihilangkan karena terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa
oral.

6. Petechie
Merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat
perdarahan intradermal atau submukosa. Petechiae merupakan perdarahan di kulit atau
membran mukosa yang diameternya kurang dari 2 mm. Petechiae dapat terjadi dari
berbagai mekanisme yang mengganggu proses hemostatis tubuh, sebagai contoh
trombositopenia, fungsi platelet yang abnormal, kerusakan faktor von Willebrand,
gangguan dari integritas vaskular seperti cedera endotel. Penyebab paling umum dari
petechiae adalah melalui trauma fisik seperti muntah, batuk darah atau menangis yang
dapat mengakibatkan petechiae wajah terutama disekitar mata. Petechiae dalam hal ini
sama sekali tidak berbahaya dan biasanya hilang dalam beberapa hari. Petechiae mungkin
merupakan tanda trombositopenia yang terjadi ketika fungsi trombosit dihambat atau
defisiensi faktor pembekuan juga dapat menjadi penyebabnya. Petechiae dapat juga
terjadi ketika tekanan yang berlebihan diterapkan pada jaringan misalnya pada pemakaian
torniquet yang lama.
7. Bilirubin
Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel
darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh badan manusia apabila sel
darah merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian ini (hepar) disingkirkan dari badan
melalui buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin
tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan
ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air.
Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoronil transferase.
Ketika bayi berada di dalam kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan melalui uri
(plasenta) dan diuraikan oleh hati ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg% maka
ikterus akan terlihat namun, pada neonatus ikterus biasanya belum terlihat meskipun
kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar
bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated) Bilirubin
sendiri adalah anion organik yang berwarna orange dengan berat molekul 584. Asal mula
bilirubin dibuat daripada heme yang merupakan gabungan protoporfirin dan besi.

8. Serum AST dan ALT

ALT (alanin aminotransferase), dahulu dikenal sebagai SGPT (serum glutamik piruvik


transaminase).

AST (aspartat aminotransferase), dahulu dikenal sebagai SGOT (serum glutamik


oksaloasetik transaminase).

Alanine transminase (ALT), yaitu enzim yang mengubah protein menjadi energi untuk
digunakan oleh sel-sel hati.

Aspartate transminase (AST), yaitu enzim yang berperan dalam metabolisme asam


amino.
Enzim ALT/SGPT terdapat pada sel hati, jantung, otot dan ginjal.Porsi terbesar
ditemukan pada sel hati yang terletak di sitoplasma sel hati.AST/SGOT terdapat di dalam
sel jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, limpa dan paru. Kadar tertinggi
terdapat did alam sel jantung. AST 30% terdapat di dalam sitoplasma sel hati dan 70%
terdapat di dalam mitokondria sel hati. Tingginya kadar AST/SGOT berhubungan
langsung dengan jumlah kerusakan sel.

Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permiabilitas atau kerusakan


dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati
(hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT dan AST sampai 300 U/L tidak spesifik untuk
kelainan hati saja, tetapi jika didapatkan peningkatan lebih dari 1000 U/L dapat dijumpai
pada penyakit hati akibat virus, iskemik hati yang disebabkan hipotensi lama atau gagal
jantung akut, dan keruskan hati akibat obat atau zat toksin.

9. Serum alkali fosfatase


Alkali fosfatase merupakan metaloenzim yang mengandung Zn sebagai bagian integral
molekul, serta memerlukan Co2+, Mg2+ atau Mn2+ sebagai aktivatornya (Sadikin,
2002). Alkali fosfatase ditemukan sebagian besar di hati, tepatnya di dalam mikrovili dari
kanalikuli empedu dan pada permukaan sinusoidal dari hepatosit (Thapa, 2007). Alkali
fosfatase disekresi melalui saluran empedu serta kadarnya meningkat dalam darah,
apabila terjadi sumbatan saluran empedu, penyakit tulang dan hati (Kosasih, 2008 ; Price,
2005). Pemeriksaan alkali fosfatase merupakan pemeriksaan aktivitas enzim yang harus
dilakukan dengan teliti, sehingga aktivitas yang terukur berbanding lurus dengan jumlah
enzim yang ada di dalam sampel (Gaw, 2011).
Pemeriksaan alkali fosfatase dapat menggunakan spesimen berupa serum dan plasma
heparin. Pemeriksaan alkali fosfatase sering menggunakan spesimen serum, karena dapat
mempertahankan kadar enzim alkali fosfatase tetap stabil (WHO, 2002). Pemeriksaan
alkali fosfatase tidak diperkenankan menggunakan antikoagulan plasma sitrat, plasma
oksalat maupun plasma EDTA, karena dapat mempengaruhi reaksi dengan mengikat
kofaktor Zn dan menyebabkan inaktivasi enzim yang ireversibel, sehingga aktivitas
enzim alkali fosfatase tidak dapat diukur. Plasma heparin merupakan satu-satunya
antikoagulan yang dapat digunakan tanpa mempengaruhi reaksi, sehingga aktivitas enzim
alkali fosfatase tetap terukur (Thapa 2007 ; William, 2014).
Aktivitas enzim ALP digunakan untuk menilai fungsi kolestasis. Enzim ini terdapat di
tulang, hati, dan plasenta. ALP di sel hati terdapat di sinusoid dan memberan salauran
empedu yang penglepasannya difasilitasi garam empedu, selain itu ALP banyak dijumpai
pada osteoblast. Kadar ALP tergantung umur dan jenis kelamin. Aktivitas ALP lebih dari
4 kali batas atas nilai rujukan mengarah kelainan ke arah hepatobilier dibandingkan
hepatoseluler.

10. Serum kreatinin


Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin.Kreatinin terutama disintesis oleh
hati, tedapat hampir semuanya dalam otot rangka yang terikat secara reversible dengan
fosfat dalam bentuk fosfokreatin atau keratinfosfa, yakni senyawa penyimpan energi.
Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting untuk
mengetahui fungsi ginjal (Hadijah, 2018). Nilai normal kreatinin serum untuk laki-laki
yaitu 0,7-1,20 mg/dl.

11. Protein urine


Urin sebagai produk metabolisme memiliki kandungan berbagai zat yang sudah tidak
digunakan lagi oleh tubuh. Zat tersebut diantaranya adalah nitrogen, urea, dan amonia.
Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi faal dalam tubuh yang berkaitan
dengan metabolisme dan ekskresi, diantaranya adalah kondisi ginjal, liver, dan pankreas.
Keberadaan zat yang masih berguna bagi tubuh dalam urin menandakan ada kesalahan
fungsi ginjal dalam bekerja sebagai filter. Salah satu zat yang masih berguna bagi tubuh
yang sering terdapat dalam urin adalah protein.
Keberadaan protein dalam urin menandakan ada kebocoran pada glomerulus. Glomerulus
merupakan bagian nefron yang berfungsi memfilter berbagai zat sisa metabolisme.
Dalam kondisi normal protein tidak akan melewati glomerulus melainkan akan langsung
menuju arteri efferent dan kembali ke jantung. Kebocoran dan kerusakan glomerulus
akan memnyebabkan beberapa zat yang masih berguna bagi tubuh akan ikut terbuang
salah satunya adalah protein. Keberadaan protein dalam urin secara sederhana dapat di
deteksi menggunakan uji asam asetat. Hasil pengujian ini akan menunjukkan secara jelas
keberdaan dan kadar protein urin secara kualitatif.

12. Asites
Ascites merupakan akumulasi cairan patologis di dalam cavum abdomen. Kata ascites
berasal dari Bahasa Yunani ‘ askos’ yang berarti tas atau karung. Secara klinis ascites
adalah komplikasi dari beberapa penyakit seperti hepar, jantung, ginjal, infeksi, dan
keganasan.
Prognosis tergantung dari penyebab dari ascites tersebut. Pada keadaan normal, jumlah
cairan peritoneal tergantung pada keseimbangan antara aliran plasma ke dalam dan keluar
dari darah dan pembuluh limfa. Apabila keseimbangan tersebut terganggu maka
terbentuklah ascites. Ketidakseimbangan kadar plasma mungkin disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan vena, penurunan protein (tekanan
onkotik), atau peningkatan obstruksi limfa.
Asites paling sering disebabkan oleh penyakit hati dan kurangnya protein (albumin).
Albumin adalah salah satu jenis protein yang berfungsi untuk mengikat cairan. Saat tubuh
kekurangan albumin atau hipoalbuminemia, maka cairan yang ada di dalam sel akan
bocor ke jaringan sekitar, termasuk ke rongga peritoneal.
Penumpukan cairan tersebut akan menyebabkan munculnya beragam gejala, termasuk
nyeri perut, kembung, dan perut membesar.
Normalnya, rongga peritoneal (rongga di dalam peritoneum) hanya berisi sedikit cairan.
Pada wanita, rongga peritoneal bisa berisi sekitar 20 ml cairan, tergantung pada siklus
menstruasi yang dimilikinya.
Ascites terjadi saat jumlah cairan yang ada di dalam rongga peritoneal ini lebih dari 25
ml. Kondisi ini sering disebabkan oleh penyakit hati atau penurunan jumlah dan produksi
albumin.
Ada beberapa penyakit lain yang dapat memicu timbulnya asites, yaitu:
1) Sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik terjadi ketika ginjal mengalami kerusakan, sehingga protein yang
harusnya tetap ada di tubuh bisa ikut keluar melalui urine. Kurangnya jumlah protein
kemudian memicu turunnya tekanan onkotik yang selanjutnya memicu bocor atau
keluarnya cairan dari dalam sel.
2) Gagal jantung
Gagal jantung terjadi akibat ketidakmampuan otot jantung untuk memompa cairan
dan darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini dapat membuat cairan kembali ke paru-paru
atau organ lain serta bocor ke rongga peritoneal.
3) Gangguan pankreas
Gangguan pankreas yang bisa meningkatkan risiko terjadinya ascites adalah pankreatitis
akut dan pankreatitis kronis. Pankreatis kronis dapat menyebabkan malnutrisi, misalnya
kurangnya protein. Kondisi ini kemudian menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang
selanjutnya menyebabkan kebocoran cairan ke jaringan sekitar, termasuk ke rongga
peritoneal dan menyebabkan ascites.
4) Iritasi pada peritoneum
Iritasi pada peritoneum akibat kanker atau infeksi dapat menyebabkan cairan bocor ke
dalam rongga peritoneal.
5) Penyakit pada indung telur (ovarium)
Kanker atau tumor jinak pada ovarium, seperti Meigs syndrome juga dapat membuat
iritasi pada peritonium yang menyebabkan kebocoran cairan ke rongga peritoneal.

13. Pemeriksaan slit lamp


Slit lamp adalah instrument yang terdiri dari sumber cahaya intensitas tinggi yang dapat
difokuskan untuk menjadi lembaran tipis cahaya ke mata.
Pemeriksaan slit lamp memberikan pandangan yang diperbesar secara stereoskopik dari
struktur ata secara rinci.

14. Ensefalopati hepatik


Ensefalopati hepatik merupakan salah satu komplikasi sirosis hati yang membawa
dampak morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kejadian EH pada sirosis hati
bervariasi, misalnya sekitar 30-45 % (USA) dan sekitar 50-70% (UK), di mana sebagian
besar diantaranya adalah ensefalopati hepatik minimal.
Ensefalopati hepatik terjadi akibat peningkatan neurotoksin / toksisitas amonia.
Peningkatan kadar neurotoksin mengakibatkan terganggunya fungsi neuron,
sitotoksisitas, pembengkakan sel dan pengurangan glutamate.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan akibat tidak sengaja meminum 25 ml


herbisisda dan kebiasaan memakan biji bijian dari kebun yang disemprot herbisisda?
2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaaan fisik ketika pasien masuk RS?
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang ketika pasien masuk RS?
4. Apa fungsi dan mekanisme kerja dari masing masing pengobatan suportif pasien?
5. Bagaimana mekanisme terjadinya perubahan hasil pemeriksaan pada perbaikan awal
setelah terapi suportif?
6. Bagaimana dan mengapa 2 hari setelahnya pasien memburuk?
7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang saat kondisi pasien memburuk?
8. Bagaimana dan mengapa akhirnya pasien tidak dapat diselamatkan setelah dilakukan
tindakan hemodialysis, fungsi liver menurun, dan koma?
9. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding pasien?

Anda mungkin juga menyukai