Judul Penelitian:
STUDI : EKSPLORASI STRUKTUR SOPO GODANG ANGKOLA-
SIPIROK DI PANTI ASUHAN DEBORA DESA SILANGGE
B. Latar Belakang
Tapanuli Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia.
Ibu kotanya ialah Sipirok. Bahasa yang digunakan masyarakatnya adalah bahasa
Batak Angkola. Agama mayoritas penduduknya adalah Islam. Secara garis besar,
kabupaten ini dilintasi oleh bukit barisan, sehingga diseluruh penampakannya
pasti terlihat bukit di mana-mana.
Di Sipirok sendiri Kristen Protestan sudah berdiri sejak 1862 yang dibawa
oleh Ludwiq Ingwer Nommensen. Dari situlah muncul penganut agama Kristen di
Angkola-Sipirok yang lebih dikenal dengan dengan nama sekte Gereja Kristen
Protestan Angkola (GKPA). Gereja ini juga mendirikan suatu bangunan di dusun
Pahaek Aek Sagala Desa Silangge sebagai bentuk kepeduliannya kepada
masyarakat terutama anak-anak. Bangunan itu sendiri lebih dikenal dengan nama
Panti Asuhan Debora Silangge.
Lebih dari situ diawal tahun 2000-an, gereja ini membangun suatu
Perpustakaan Kristen di dusun Pahaek Aek Sagala Desa Silangge berdampingan
dengan Panti Asuhan Debora Silangge. Bangunan ini mengadaptasikan rumah
tradisional Angkola.
1
Secara keseluruhan bangunan ini menggunakan material yang baru
( modern). Selain untuk menjaga struktur bangunan nya lebih kuat, material baru
juga digunakan agar proses pembangunan nya berjalan cepat.
Pada umumnya bangunan-bangunan kayu ini menggunakan kayu meranti.
Alasan nya ilahan karena kuat dan lebih tahan lama dibandingkan kayu jenis lain.
Pembangunan sangat baik, karena mampu menambah wawasan terutama
mengenai arsitektur Angkola itu sendiri.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka peniltian ini secara sistematis
dapatdirumuskan sebagai berikut :
2
D. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah dan Ruang Lingkup Tapanuli Selatan
Menurut beberapa literatur, Mandailing merupakan salah satu bagian dari
daerah suku bangsa Batak yang ada di Sumatera Utara. Pembagian wilayah di
Sumatera Utara yang menyebabkan pengelompokan daerah-daerah tersebut dalam
satu kelompok Suku Batak dilakukan oleh bangsa Belanda ketika pertama kali
datang ke daerah ini pembagian wilayah tersebut terus berlangsung sampai saat ini
sehingga masyarakat luas hanya mengetahui bahwa Mandailing merupakan
bagian dari daerah suku bangsa Batak (Lubis, 1993 : 3).
3
2. Sejarah Pertumbuhan Masyarakat Sipirok
Tentu ada baiknya kalau uraian mengenai sejarah pertumbuhan
masyarakat Sipirok dimulai dengan keterangan tentang asal usul namanya.
Menurut cerita lisan yang hingga kini masih hidup di tengah masyarakat, Sipirok
sebagai nama berasal dari nama sejenis kayu yang disebut Sipirdot. Setelah
mengalami transformasi, kata Sipirdot berubah menjadi Sipirok, yang digunakan
sebagai nama untuk mengidenti- fikasikan satu kelompok masyarakat dan suatu
kawasan tertentu yang merupakan wilayah kehidupan masyarakat yang
bersangkutan di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Selain daripada itu, Sipirok digunakan juga sebagai nama bagi ibu kota
Kecamatan Sipirok dan sekaligus sebagai nama satu kelurahan, yaitu Kelurahan
Pasar Sipirok yang terletak di ibu kota kecamatan tersebut. Pada masa
pemerintahan kolonial Belanda dahulu, nama Sipirok pernah pula dipergunakan
untuk menyebut sebuah wilayah pemerintahan lokal, yakni Kuria Sipirok.
Masyarakat dalam wilayah pemerintahan lokal tersebut dipimpin oleh seorang
Kepala Kuria.
4
karena itu dapatlah dikatakan bahwa sejarah pertumbuhan masyarakat Sipirok
berawal dan datangnya sejumlah keluarga yang bermarga Siregar ke kawasan
Sipirok dan menetap serta berkembang di daerah tersebut. Kemudian berdatangan
pula orang-orang lain yang tidak sama marganya. Tetapi mereka semua dapat
membentuk suatu ke hidupan bersama dari generasi ke generasi hingga sekarang.
Bagas Godang disebut juga bagas adat dan merupakan tempat tinggal raja
huta atau tunggane ni huta yang disebut yang disebut raja Panusunan sebagai
pemimpin, pengatur huta penegak keadilan (hukum), dan penjaga adat. Bagas
Godang sebagai bangunan adat, oleh masyarakat yang mendiami satu huta satu
marga melambangkan bona bulu, artinya bahwa huta tersebut telah memiliki satu
kesatuan adat istiadat yang dilengkapi dengan namora- natoras (orang-orang yang
dituakan dalam arti dihormati sebagai pakar adat dan paling berperan dalam
menentukan keputusan adat atas sesuatu hal), kahanggi (keluarga semarga), anak
boru ( keluarga pihak menantu), datu, si baso, ulu balang, ahli seni, dan raja
Pamusuk sebagai raja adat.
Bagas Godang juga berfungsi sebagai tempat berkumpul dalam kerja adat,
seperti perkawinan, kematian, kelahiran, dan tempat perlindungan bagi setiap
anggota masyarakat yang mendapat gangguan dari luar huta, seperti musuh perang
5
ataupun binatang buas. Di dekat Bagas Godang terdapat Sopo Godang yang
berfungsi sebagai tempat meyimpanan benda-benda atau alat-alat kesenian seperti
gordang sambilan, ogung, tempat musyawarah adat, tempat memutuskan suatu
perkara adat atau hukum, tempat tamu luar yang akan bermalam, dan tempat acara
kesenian atau tortor.
Bagas Godang dan Sopo Godang juga dilengkapi dengan Sopo Eme atau
hopuk berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Sopo Eme atau hopuk
memiliki arti sebagai lambang kesejahteraan sosial dan setiap anggota masyarakat
yang kekurangan pangan atau beras dapat meminta bantuan kepada raja.
Beberapa fasilitas lain yang ada di sebuah huta adalah Pancur Paridian
atau tapian mandi. Tempat berteduh di sawah disebut dengan Sopo Saba
sedangkan di ladang disebut dengan Sopo Ladang. Makam raja-raja dilindungi
oleh sebuah bangunan yang disebut dengan Bale.
6
4. Jenis Bangunan Adat
Dalam suatu kampung atau huta hanya terdapat satu kelompok atau
kompleks bangunan adat karena pada suatu kampung hanya berlaku satu kesatuan
adat yang dipimpin oleh seorang raja pemangku adat. Jika dalam huta tersebut
terdapat beberapa bangunan yang mirip bangunan adat, maka biasanva hanya satu
yang diakui masyarakat atau yang disahkan oleh lembaga adatnya, karena tidak
mungkin dalam satu huta tersebut dipimpin oleh dua orang raja atau lebih.
Beberapa ketentuan tentang bangunan adat ini antara lain baik dari segi bentuk
maupun ornamen-ornamennya, tidak boleh ditiru atau dipakai pada bangunan
rakyat kebanyakan.
7
Beberapa jenis bangunan adat Mandailing, yaitu:
Hopuk atau sopo eme, yaitu lumbung yang berfungsi sebagai tempat
menyimpan hasil panen.
Bagas godang, yakni bangunan utama tempat tinggal raja dan tempat kegiatan
adat lainnya, dan di belakang bangunan ini terdapat kakus dan kamar mandi
terbuka.
8
Gambar 1.3.Bagas Godang Habincaran, Ulu Pungkut
(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)
Sopo godang atau balai adat, yakni bangunan yang berfungsi sebagai tempat
pertemuan adat, tempat penyimpanan berbagai alat-alat kesenian maupun
perlengkapan adat lainnya.
9
Gambar 2.2.Sopo Godang Habincaran, Ulu Pungkut
(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)
Teras depan (parangin-anginan), teras ini terbuka pada sisi terluar y ang
dibatasi pagar rendah gan ini berfungsi sebagai tempat namora natoras dan
10
keluarga disaat-saat tertentu bagai tempat berjaga bagi pengawal atau ulu
balang gambar teras depan (parangin-anginan).
Kamar tidur tamu pada sisi samping kiri dan kanan depan atau disamping
teras depan.
Ruang tengah (pantar tonga) yaitu ruang besar yang terletak ditengah
bangunan, diapit oleh teras depan dan belakang serta empat kamar pada sisi
lainnya. Ruang ini berfungsi sebagai tempat musyawarah, tempat berkumpul
keluarga raja, maupun tempat acara-acara khusus lainnya (musyawarah
sidang atau rapat adat. Juga dimanfaatkan oleh masyarakat desa dalam acara
atau pun urusan tertentu dengan seizin namora natoras, misalnya untuk sidang
horja adat.
Kamar tidur (bilik) berjumlah 4 kamar, terdiri dari 2 kamar disisi kiri pantar
tonga berukuran lebih kurang satu grid, sedangkan 2 kamar pada sisi kanan
berukuran 2 grid.
Teras belakang, yang berukuran lebih kecil dari pada teras depan.
Tempat penyimpanan peralatan atau gudang pada kedua sudut bangunan
bagian belakang.
Dapur pada bagian belakang. Pada dapur terdapat penambahan kamar
mandi/wc dengan dinding pasangan bata.
6. Sistem Struktur
Kolom
11
Kolom-kolom bangunan berpenampang persegi delapan dengan diameter
bagian bawah kolom sekitar 23 cm dan semakin mengecil keatas. Persegi delapan
ini merupakan terdiri dari raja panusunan bulung, natoras na godang (hatobangon
ni huta), suhu, bayo-bayo, datu, guru, ulu balang. Naposo bulung atau orang
mudal iid.
Susunan kolom-kolom bangunan utama terdiri atas 9 baris di sisi
memanjang yang merupakan permbangan urutan dari raja panusunan bulung,
orang yang dituakan (raja ada), pemerintahan, penguasa jiran desa, terdiri dari 5
baris kolom yang merupakan perlambangan dari poda na lima yaitu aturan dalan
hidupan masyarakat, seperti bersihkan rumahmu, bersihkan pekaranganmu,
bersihkan pakaianmu, bersihkan bersihkan makananmu, dan bersihkan hatimu.
Jumlah semua kolom penopang bangunan utama sebanyak 45 kolom.
Kolom-kolom tersebut menerus sampai ketinggian balok lingkar yang
menumpuk konstruksi kolom di bawah pantar tonga sebagai ruang utama yang
luas dan lapang, oleh sebab itu kolom tersebut dibuat lebih pendek hanya sampai
ketinggian penyangga balok lantai saja atau panjangnya sekitar 1,75 meter.
Kolom-kolom pada baris terluar atau sekeliling pinggir bangunar berukuran lebih
pendek dibandingkan kolom barisan dalam. Kolom pinggir bangunan yang
menerus sampai balok ring bawah berjumlah 24 kolom, dengan panjang sekitar
4,75 meter atau 3 meter di atas permukaan lantai, sedangkan kolom pada lapis
kedua dan ketiga yang menerus sampai balok ring atas berjumlah 17 kolom
dengan panjang sekitar 7 meter atau sekitar 5,3 meter diatas lantai
Pada entrance utama atau tangga masuk terdapat tambahan dua kolom
kayu sebagai penahan atap kanopi penutup area tangga, untuk menghindari
tempias air hujan dan sinar matahari. Kolom ditopang pondasi umpak beton
berpenampang bujur sangkar berukuran sekitar 20 x 20 cm. Kedua kolom tersebut
berukuran relatif lebih kecil dengan bervariasi bentuk profil penampang yang
dibagi menjadi tiga bagian, kolom bagian bawah berpenampang bujur sangkar
berukuran sekitar 15 x 15 cm, bagian tengahnya berpenampang lingkaran
berdiameter sekitar 10 cm dengan variasi ulir spiral (seperti ulir baut), sedangkan
bagian atas kolom berpenampang bujur sangkar berukuran sekitar 12 x 12 cm.
12
Bagian belakang bangunan berupa dapur yang menempel pada bangunan
utama di sisi tengah. Pan kiri belakang, ditopang oleh masing-masing tiga kolom
pada sisi memanjang dan pendek. Semuanya berjumlah sembilan kolom dan satu
kolom ditengahnya hanya sebatas penyokong balok lantai jang atau ketinggian
kolom pinggir ini sama dengan ketinggian kolom pinggir bangunan utama atau
sekitar 4,75 meter .
Dapat disimpulkan, jumlah keseluruhan kolom bagas godang ini adalah 56
kolom yang berdasarkan panjang atau ketinggiannva dapat dibedakan atas 4
macam yaitu kolom pinggir dengan panjang atau ketinggian 4,75 meter berjumlah
33 buah, kolom tengah dengan panjang atau ketinggian 7 meter berjumlah 17
buah, dan kolom pendek/rendah dengan panjang sekitar 1,7 meter atau sebatas
penyangga balok lantai sebanyak 4 buah, serta 2 buah kolom penyangga atap pada
bagia depan dekat tangga dimensi, panjang dan jarak antar kolom tersebut tidak
selalu sama satu dengan yan jarak antar kolom pada sisi memanjang antara 2,6
meter -2,9 meter, tetapi jarak antara kolom sud dengan kolom disebelahnya sedikit
lebih besar, yaitu sekitar 2.8-2,9 meter. Sedangkan jarak antar ut lom pada sisi
pendek antara 3,3 meter -3,5 meter atau rata-rata 3,35 meter
13
sebagai status raja rajaaannya. Adanya selisih 1 anak tangga semu pada tangga
depan diduga karena penimbunan tanah di bawah bagas godang.
Ujung atas dan bawah kolom penyangga railing tangga utama terdapat
ornamen kepala ulu balang, tetapi pada tangga samping dapur ornamen hanya
terdapat pada bagian bawah kolom penyangga tangga, sedangkan sisi atas railing
miring langsung bertumpu pada kusen pintu di depan tangga tersebut.
Lantai
Konstruksi lantai yang sekarang merupakan konstruksi baru yang dibuat
pada saat renovasi terakhir. Material kayunya yang masih baru terlihat seperti
pada penutup lantai yang terbuat dari bilah papan, disusun secara mendatar dan
ditopang oleh balok lantai yang menumpu pada kolom bangunan utama. Balok
induk berukuran 9/12,5 cm dengan posisi searah bidang pendek bangunan yang
menembus kolom utama. Di atas balok induk ditambah balok yang diletakkan
diatasnya yang berukuran 9/12,5 cm. Sedangkan diatas balok induk tersebut
terdapat balok pembagi yang berukuran lebih kecil, dimana balok pembagi bagian
pinggir yang sejajar bagian panjang bangunan berukuran lebih besar, 8/12 cm dan
juga menembus kolom pingir bangunan, sedangkan balok pembagi lain- nya
berukuran 5/10 cm dan terletak diantara kolom-kolom utama dengan jarak antar
balok sekita 40-50 cm.
Atap
Atap bagas godang yang awalnya dari material ijuk mengalami beberapa
kali pergantian material hingga sekarang ini menggunakanatap spandek. Beberapa
kendala untuk mempertahankan bahan ijuk sebagai material penutup atap, yakni
jika dibandingkan material penutup atap yang lain seperti seng, pemakaian ijuk
kurang praktis dan ekonomis karena sulit dan mahal serta rumit pemasangannya.
Selain itu sifat ketahanannya kurang baik seperti tidak tahan lama, mudah terbakar
atau bocor.
14
Konstruksi atap juga mengalami perubahan sejalan dengan perubahan
material penutup atap. Konstruksi atap yang sekarang ini menggunakan konstruksi
atap konvensional yang sering dipakai pada kebunyakan bangunan, sehingga telah
menghilangkan bentuk konstruksi aslinya.
Pada sisi pinggir bangunan atau antara kolom baris terluar dengan kolom
baris kedua dari luar sekeliling bangunan, terdapat tipe kuda-kuda miring yang
ditumpangi antara balok lingkar (ring) baik luar yang lebih rendah dengan balok
15
lingkar dalam yang lebih tinggi. Kuda-kuda miring ini selain berfungsi sebagai
penyangga atap juga berfungsi sebagai tempat meletakan rangka dan plafon
miring sesuai dengan kemiringan atap dari bilah papan yang dipakukan ke rangka
plafon.
Atap entrance dan dapur menempel pada atap utama berupa setengah dari
atap silingkung dolok pancucuran dan berukuran relatif lebih kecil dengan
bubungan lebih rendah. Untuk atap entrance utama, atap ditopng oleh dua buah
tiang penyangga dan terdapat talang horisontal pada sisi depan dan samping
bawah atap, serta talang vertikal disamping kiri kanannya, yang dialirkan ke bak
penampungan dibawahnya. Di bawah atap terdapat plafond yang pada bagian
pinggir mengikuti kemiringan atap sedangkan pada bagian tengah berupa plafond
datar. Ujung bawah atap entrance utama ini lebih rendah daripada atap utama,
sedangkan ujung bawah atap dapur sama dengan sisi pinggir atap utama.
Tutup Ari
16
Tutup ari atau alo angin,merupakan bentuk segitiga pada sisi pinggir
ujung atap yang pada umumnya ditutupi dengan material tertentu secara vertikal
atau miring sesuai bentuk dan kemiringan atap.
Terdapat empat tutup ari pada keempat ujung atap bagas godang
Panyabungan Tonga. Dari keseluruhan tutup ari tersebut, tutup ari atap utama
merupakan yang terbesar dan dihiasi dengan berbagai ornamen perlambangan
adat. Begitu juga pada tutup ari atap depan yang lebih kecil. Sedangkan tutup ari
atap bangunan bagian belakang atau atap dapur yang berukuran sedang tidak
terdapat ornamen tersebut.
Bidang tutup ari ini di tutupi oleh bilah papan dan dipasang secara
horisontal. Di atas papan tersebut dibuat onamen dari material kayu yang dibuat
sedemikian rupa dengan berbagai bentuk dan ukuran serta memakai warna-warna
tertentu. Ornamen tersebut pada umumnya mengambil pola- pola atau bentuk-
bentuk geometris dan beberapa bentuk figurative serta bentuk benda pakai
lainnya. Maksud penempatan ornamen tersebut pada tutup ari agar mudah dilihat
dari jauh, khususnya bagi pendatang. Pada ujung atas tutup ari (salopsop),
terdapat ornamen berupa dua pedang bersilangan menghadap ke langit dan juga
terbuat dari material kayu. Ornamen podang ini sudah banyak yang rusak bahkan
sudah hilang akibat lapuk.
Bentuk tutup ari yang berupa segitiga ini merupakan perlambangan Bindu
Matogu sebagai perlambangan dalian na tolu (tiga tungku) yang terdiri dari mora,
kahanggi dan anak boru. Sisi miring sebelah kiri dinamakan gaja manyusu,
sedangkan sisi miring kanan disebut naniang pamulakon.
Dinding
Dinding atau dorpi merupakan salah satu bagian sisi bangunan yang
berfungsi untuk melindungi penghuni atau pemakai bangunan agar terlindung dari
pengaruh luar seperti cuaca buruk, binatang buas, dan lain sebagainya. Dinding
bangunan ini terbuat dari material bilah papan yang dipasang secara horisontal.
17
Teknik pemasangan dinding papan ini pada awalnya tidak menggunakan paku,
tetapi hanya menggunakan sistem jepit. Sisa-sisa bentuk sistem jepit ini dapat
dilihat pada sudut dinding pada bagian terluarnya berupa bilah papan yang
dipasang secara vertikal yang mengapit bilah papan-papan horisontal dengan
kolom utama ataupun kolom praktis. Untuk memperkuat dinding maka ditambah
beberapa kolom praktis berukuran 7/10 cm dimana kolom-kolom utama terdapat 5
kolom partisi. Jarak ini juga merupakan modul untuk jendela atau pintu.
Pintu dan jendela merupakan bukaan pada dinding dimana pintu berfungsi
sebagai jalan masuk/keluar suatu ruang, sedangkan jendela berfungsi sebagai
tempat melihat keluar dan juga sebagai tempat memasukkan cahaya atau
pergerakan udara kedalam ruangan.
18
dihilangkan untuk bukaan pintu atau jendela. Daun pintu dan jendela bangunan ini
umumnya terdiri atas dua daun pintul/jendela, dimana daun jendela dibagi atas 3
bagian dan daun pintu dibagi atas 4 bagian. Pada bagian atas daun pintu berupa
kombinasi kisi-kisi kayu atau krepyak, sedangkan bagian lainnya berupa profil
dengan bentuk empat persegi mengikuti bidang pembagi. Lebar bukaan pintu dan
jendela hampir sama sekitar 133 cm, sedangkan tinggi pintu 310 cm dan tinggi
jendela 210 cm atau sekitar 1 meter diatas permukaan lantai, Pada dinding sisi
terluar, jendela dibuat tanpa ventilasi, sedangkan pintu dan jendela pada sisi
bagian dalam, terutama pada bagian antara teras dan pantar tonga atau kamar
tidur, terdapat ventilasi diatas jendela setingsi 60 cm.
Warna
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penilitian arsitektur ini mengacu pada rumusan masalah dan
adalah:
19
F. Manfaat Hasil Penelitian
Kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
- Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan bagaimana penerapan
struktur Arsitektur tradisisonal Angkola itu sendiri,terutama di Dusun
Pahaek Aek Sagala, Desa Silangge.
- Bagi bidang Arsitektur diharapkan penelitian ini mampu menjadi
congkakan baru untuk memperkaya bidang Arsitektur terutama dibidang
Arsitektur tradisional Angkola.
- Bagi bidang keilmuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu
tambahan perpustakan baru untuk memperkaya bidang keilmuan tentang
daerah Sipitok terutama masyarakat Angkola sendiri.
- Bagi masyarakat Sipirok sendiri penelitian ini dapat menjadi suatu
tambahan wawasan bagi masyarakat dan menjadi tambahan dalam
bidang keilmuan yang memperkaya daerah Sipirok.
1. Jenis Penelitian
Metode Penelitian: Deskriptif-Kualitatif
20
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi
yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk
memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan
demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan
instrumen kunci (Sugiyono, 2005).
21
Alamsyah.2013. Arsitektur
dan Sosial Budaya Sumatera
Utara. Yogyakarta : Graha
Ilmu
2.Sejarah Sipirok - Masyarakat -Nuraini,2004.Permukiman
Sipirok Suku Batak Mandailing.
- Sistem Religi Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada Press
-Lubis,Zulkifli & B.
lubis,1998. Sipirok Na
Soli,Bianglala Kebudayaan
Masyarakat Sipirok. Medan :
Universitas Sumatera
Utara(USU) Press
-Ritonga,Parluangan. 1997.
Makna simbolik dalam
upacara adat Mangupa
Masyarakat Angkola-
Sipirok.Medan : Universitas
Sumatera Utara(USU) Press
3.Struktur bangunan - Arsitektur -Nuraini,2004.Permukiman
tradisional Tapanuli Mandailing Suku Batak Mandailing.
Selatan(Mandailing - Jenis Bangunan Yogyakarta : Universitas
) Adat (pembagian Gadjah Mada Press
ruang, sistem
struktur,ragam hias
dan ornament)
22
- denah
bangunan
- tampak
bangunan
- potongan
bangunan
- detail dan
persepektif
bangunan
Wawancara :
Data Yang Uraian Narasumber
Diperlukan
-Sejarah - sejarah masyarakat Sipirok - Parhata Adat :
- sejarah bangunan Daud Pulungan
Tradisional Angkola - Pdt. Benny Siregar
- sejarah Islam dan Kristen di
Angkola
- sedikitnya tatanan adat
dalam Adat Angkola
-Museum GKPA - sejarah Museum GKPA -Parhata Adat : Daud
- sejarah desa Silangge Pulungan
- fungsi, orang yang -Pdt. Benny Siregar
membangun,sumber- sumber
lain
23
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan mengkaji dan mendeskripsikan mengenai
struktur dalam rumah adat tradisional Angkola yang ada di Desa Silangge, Panti
Asuhan Debora. Peneltian ini dilakukan juga melalui pengukuran langsung ke
lapangan dan mengklasifikasikan strukturnya. Analisis penelitian ini dilakukan
dengan berpatokan pada sumber pustaka yang dibandingkan dengan keadaan
dilapangan. Analisis ini juga mendeskripsikan tentang hasil wawancara serta
dokumentasi- dokumentasi di lapangan.
SURVEI OBJEK
MELAKUKAN PENGUKURAN
TERHADAP OBJEK,DOKUMENTASI
OBJEK,WAWANCARA
SELESAI
24
ANALISA DATA
MELAKUKAN ANALISA TERHADAP OBJEK
MENGGUNAKAN METODE YANG TELAH
DITENTUKAN
Penelitian awal dilakukan pada tanggal 18-24 Oktober 2018, penelitian ini
dilakukan bersamaan dengan penelitian kelompok.
Penelitian selanjutnya dilakukan pada minggu ke 2-3 setelah penelitian
awal, bertujuan untuk mengumpulkan dan menyusun teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian serta penyusunan tinjauan pustaka dan
tinjauan teoritis.
Penelitian selanjutnya dilaksanakan pada minggu ke 4-8 setelah penyelesai
teori-teori, bertujuan untuk pelaksanaan penelitian, pemecahan masalah,
analisa penelitian , pengimplementasian metode penelitian serta
pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
Penelitian dilaksanakan pada minggu ke 9 dengan tujuan menemukan
kesimpulan dari analisis dan pemecahan masalah dalam penelitian.
I. Daftar Pustaka
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tapanuli_Selatan
- Nuraini, 2004. Permukiman Suku Batak Mandailing. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press
25
- Lubis, Zulkifli & B. Lubis, 1998.Sipirok Na Soli. Medan : Universitas
Sumatera Utara (USU) Press
- Ritonga,Parluangan. 1997.Makna simbolik dalam upacara adat
Mangupa Masyarakat Angkola- Sipirok.Medan : Universitas Sumatera
Utara(USU) Press
- Wahid, Julaihi & B. Alamsyah.2013. Arsitektur dan Sosial Budaya
Sumatera Utara. Yogyakarta : Graha Ilmu
Lampiran :
1. Dokumentasi Museum GKPA Silangge
26
Gambar 4.2.Tampak Belakang Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)
27
Gambar 4.4.Tampak Samping Kiri Museum GKPA Silangge
(Sumber :Dokumen Pribadi)
Kerusakan Bangunan
28
Gambar 4.6.Kerusakan Rangka Atap Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)
29
Gambar 4.8.KerusakanBubungan Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)
30
Gambar 4.10.Kerusakan Plafond Serambi Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)
31
Gambar 4.12.Kerusakan Toilet Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)
Siteplan
32
Denah Pondasi
Denah Lantai
33
Tampak Depan
34
Tampak Samping Kiri
Tampak Belakang
35
Potongan A-A
Potongan B-B
36
Detail
Perspektif
37
38
39