Anda di halaman 1dari 39

A.

Judul Penelitian:
STUDI : EKSPLORASI STRUKTUR SOPO GODANG ANGKOLA-
SIPIROK DI PANTI ASUHAN DEBORA DESA SILANGGE

B. Latar Belakang
Tapanuli Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia.
Ibu kotanya ialah Sipirok. Bahasa yang digunakan masyarakatnya adalah bahasa
Batak Angkola. Agama mayoritas penduduknya adalah Islam. Secara garis besar,
kabupaten ini dilintasi oleh bukit barisan, sehingga diseluruh penampakannya
pasti terlihat bukit di mana-mana.

Masyarakat Sipirok merupakan gabungan dari sejumlah besar orang-orang


yang berlain-lainan marga dan datang dari berbagai tempat ke kawasan Sipirok
dan Saipar Dolok Hole. Pada umumnya orang-orang Angkola–Sipirok menganut
agama Islam, dan hanya sedikit yang menganut agama Kristen (Protestan)
(Susanto, 1987 : 64).

Di Sipirok sendiri Kristen Protestan sudah berdiri sejak 1862 yang dibawa
oleh Ludwiq Ingwer Nommensen. Dari situlah muncul penganut agama Kristen di
Angkola-Sipirok yang lebih dikenal dengan dengan nama sekte Gereja Kristen
Protestan Angkola (GKPA). Gereja ini juga mendirikan suatu bangunan di dusun
Pahaek Aek Sagala Desa Silangge sebagai bentuk kepeduliannya kepada
masyarakat terutama anak-anak. Bangunan itu sendiri lebih dikenal dengan nama
Panti Asuhan Debora Silangge.

Lebih dari situ diawal tahun 2000-an, gereja ini membangun suatu
Perpustakaan Kristen di dusun Pahaek Aek Sagala Desa Silangge berdampingan
dengan Panti Asuhan Debora Silangge. Bangunan ini mengadaptasikan rumah
tradisional Angkola.

1
Secara keseluruhan bangunan ini menggunakan material yang baru
( modern). Selain untuk menjaga struktur bangunan nya lebih kuat, material baru
juga digunakan agar proses pembangunan nya berjalan cepat.
Pada umumnya bangunan-bangunan kayu ini menggunakan kayu meranti.
Alasan nya ilahan karena kuat dan lebih tahan lama dibandingkan kayu jenis lain.
Pembangunan sangat baik, karena mampu menambah wawasan terutama
mengenai arsitektur Angkola itu sendiri.

Dengan adanya bangunan tersebut memotivasi masyarakat dan mahasiswa


untuk mempelajari dan mengetahui secara benar penerapan arsitektur tradisional
Angkola terutama dalam segi struktur bangunannya. Walaupun diketahui bahwa
bangunan tersebut terbilang baru akan tetapi struktur bangunannya sama dengan
bangunan aslinya yaitu Sopo Godang. Karenanya studi eksporasi akan sangat
membantu masyarakat awam untuk mempelajari bagaimana struktur bangunan
tradisional Angkola yang berada di dusun Pahaek Aek Sagala Desa Silangge.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka peniltian ini secara sistematis
dapatdirumuskan sebagai berikut :

 Bagaimana penerapan struktur bangunan pada Arsitektur


tradisional Angkola di Dusun Pahaek Aek Sagala Desa Silangge di
Panti Asuhan Debora?
 Bagaimana hubungan struktur bangunan kayu yang dipelajari dalam
Arsitektur dengan struktur yang terdapat di Panti Asuhan Debora
Silangge?

2
D. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah dan Ruang Lingkup Tapanuli Selatan
Menurut beberapa literatur, Mandailing merupakan salah satu bagian dari
daerah suku bangsa Batak yang ada di Sumatera Utara. Pembagian wilayah di
Sumatera Utara yang menyebabkan pengelompokan daerah-daerah tersebut dalam
satu kelompok Suku Batak dilakukan oleh bangsa Belanda ketika pertama kali
datang ke daerah ini pembagian wilayah tersebut terus berlangsung sampai saat ini
sehingga masyarakat luas hanya mengetahui bahwa Mandailing merupakan
bagian dari daerah suku bangsa Batak (Lubis, 1993 : 3).

Suku Batak mendiami daerah pegunungan Sumatera Utara, mulai


perbatasan daerah Nanggroe Aceh Darussalam di utara sampai ke perbatasan Riau
dan Sumatera Barat di sebelah selatan.Selain itu, mereka juga mendiami tanah
datar yang berada di antara daerah pegunungan dengan pantai timur dan barat
Sumatera Utara. Suku bangsa ini secara lebih khusus terdiri dari sub-suku bangsa
(1) Karo, yang mendiami dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang
Hulu dan sebagian Dairi; (2) Simalungun, yang mendiami daerah induk
Simalungun; (3) Pakpak, yang mendiami daerah induk Dairi; (4) Toba yang
mendiami suatu daerah induk meliputi daerah tepian Danau Toba, pulau Samosir,
dataran tinggi Toba, Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga, daerah
pegunungan Pahae dan Habinsaran: (5) Angkola yang mendiami daerah induk
Angkola dan Sipirok, sebagian Sibolga dan Batang Toru serta bagian utara
Padang Lawas; (6) Mandailing yang mendiami daerah induk Mandailing, Ulu,
Pakantan dan bagian selatan Padang Lawas (Bangun, 1993 : 94).

Gambar D.1. Batak of Sumatra


(Sumber :http://webapps.lsa.umich.edu)

3
2. Sejarah Pertumbuhan Masyarakat Sipirok
Tentu ada baiknya kalau uraian mengenai sejarah pertumbuhan
masyarakat Sipirok dimulai dengan keterangan tentang asal usul namanya.
Menurut cerita lisan yang hingga kini masih hidup di tengah masyarakat, Sipirok
sebagai nama berasal dari nama sejenis kayu yang disebut Sipirdot. Setelah
mengalami transformasi, kata Sipirdot berubah menjadi Sipirok, yang digunakan
sebagai nama untuk mengidenti- fikasikan satu kelompok masyarakat dan suatu
kawasan tertentu yang merupakan wilayah kehidupan masyarakat yang
bersangkutan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Dengan keadaan yang demikian itu, Sipirok sebagai nama mengandung


dua pengertian konseptual. Satu pengertian atau konsep teritorial dan satu lagi
penger tian atau konsep sosio-kultural.Sebagai konsep teritorial, Sipirok
menunjukkan suatu kawasan yang tertentu dan jelas batas-batasnya.Dan sebagi
konsep sosio-kultural, Sipirok menunjukkan satu kelompok masyarakat dan
kebudayaannya yang khas.

Selain daripada itu, Sipirok digunakan juga sebagai nama bagi ibu kota
Kecamatan Sipirok dan sekaligus sebagai nama satu kelurahan, yaitu Kelurahan
Pasar Sipirok yang terletak di ibu kota kecamatan tersebut. Pada masa
pemerintahan kolonial Belanda dahulu, nama Sipirok pernah pula dipergunakan
untuk menyebut sebuah wilayah pemerintahan lokal, yakni Kuria Sipirok.
Masyarakat dalam wilayah pemerintahan lokal tersebut dipimpin oleh seorang
Kepala Kuria.

Masyarakat Sipirok merupakan gabungan dari sejumlah besar orang-orang


yang berlain-lainan marga dan datang dari berbagai tempat ke kawasan Sipirok
dan Saipar Dolok Hole.Kedatangan mereka tidak terjadi secara serentak.Dalam
hal ini ada pendapat umum yang mengakui bahwa cikal bakal yang mengawali
pertumbuhan masyarakat Sipirok ialah orang-orang yang bermarga Siregar.Oleh

4
karena itu dapatlah dikatakan bahwa sejarah pertumbuhan masyarakat Sipirok
berawal dan datangnya sejumlah keluarga yang bermarga Siregar ke kawasan
Sipirok dan menetap serta berkembang di daerah tersebut. Kemudian berdatangan
pula orang-orang lain yang tidak sama marganya. Tetapi mereka semua dapat
membentuk suatu ke hidupan bersama dari generasi ke generasi hingga sekarang.

3. Arsitektur Tradisional Tapanuli Selatan (Mandailing)


Arsitektur tradisional Mandailing sebagai hasil kebudayaan sangat kaya
dengan simbol-simbol seperti bangunan tradisional lainnya yang terdapat di
Indonesia. Hasil karya arsitektur tradisional Mandailing ini berupa bangunan-
bangunan adat seperti Bagas Godang dan Sopo Godang yang dilengkapi dengan
Sopo Eme atau hopuk. Bangunan-bangunan ini tersebar di kecamatan
Penyabungan, Kotanopan, dan Muara Sipongi. Bangunan-bangunan adat ini
merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan marga Lubis dan Nasution yang
terdapat di Mandailing.

Bagas Godang disebut juga bagas adat dan merupakan tempat tinggal raja
huta atau tunggane ni huta yang disebut yang disebut raja Panusunan sebagai
pemimpin, pengatur huta penegak keadilan (hukum), dan penjaga adat. Bagas
Godang sebagai bangunan adat, oleh masyarakat yang mendiami satu huta satu
marga melambangkan bona bulu, artinya bahwa huta tersebut telah memiliki satu
kesatuan adat istiadat yang dilengkapi dengan namora- natoras (orang-orang yang
dituakan dalam arti dihormati sebagai pakar adat dan paling berperan dalam
menentukan keputusan adat atas sesuatu hal), kahanggi (keluarga semarga), anak
boru ( keluarga pihak menantu), datu, si baso, ulu balang, ahli seni, dan raja
Pamusuk sebagai raja adat.

Bagas Godang juga berfungsi sebagai tempat berkumpul dalam kerja adat,
seperti perkawinan, kematian, kelahiran, dan tempat perlindungan bagi setiap
anggota masyarakat yang mendapat gangguan dari luar huta, seperti musuh perang

5
ataupun binatang buas. Di dekat Bagas Godang terdapat Sopo Godang yang
berfungsi sebagai tempat meyimpanan benda-benda atau alat-alat kesenian seperti
gordang sambilan, ogung, tempat musyawarah adat, tempat memutuskan suatu
perkara adat atau hukum, tempat tamu luar yang akan bermalam, dan tempat acara
kesenian atau tortor.

Bagas Godang dan Sopo Godang juga dilengkapi dengan Sopo Eme atau
hopuk berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Sopo Eme atau hopuk
memiliki arti sebagai lambang kesejahteraan sosial dan setiap anggota masyarakat
yang kekurangan pangan atau beras dapat meminta bantuan kepada raja.

Di depan Bagas Godang terdapat hamparan tanah datar yang merupakan


halamarn Bagas Godang dan disebut Alaman Bolak Selangseutang. Halaman ini
berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan upacara adat kelahiran, perkawinan, kematian, dan tempat perlindungan
rakyat setempat dari gangguan luar seperti musuh perang ataupun binatang buas.
Setiap orang yang berlindung di Alaman Bolak tidak boleh diganggu, dipukul,
ataupun dicelakai karena orang tersebut sudah berada dalam perlindungan raja.
Raja yang akan mengadilinya melalui musyawa- rah adat. Pada masa sekarang ini,
halaman juga berfungsi sebagai tempat acara kesenian ordang sambilan, manortor,
latihan silat, dan acara-acara yang berhubungan dengan hari besar Islam.

Beberapa fasilitas lain yang ada di sebuah huta adalah Pancur Paridian
atau tapian mandi. Tempat berteduh di sawah disebut dengan Sopo Saba
sedangkan di ladang disebut dengan Sopo Ladang. Makam raja-raja dilindungi
oleh sebuah bangunan yang disebut dengan Bale.

6
4. Jenis Bangunan Adat

Bangunan adat merupakan salah satu jenis bangunan tradisional. Pada


dasarnya bangunan adat hampir sama dengan bangunan tradisional, dimana
perbedaannya terletak pada pengesahan atau pengakuan masyarakat melalui
ketentuan adat yang berlaku atas keberadaannya. Maksudnya, bangunan adat juga
merupakan bangunan tradisional seperti halnya banyak bangunan rakyat lainnya,
tetapi bangunan dapat berlaku ketentuan khusus seperti untuk mendirikan
bangunan tersebut harus mengikuti berbagai ketentuan adat dan diakui oleh semua
masyarakatnya untuk menjadi salah satu komponen adat.

Dalam suatu kampung atau huta hanya terdapat satu kelompok atau
kompleks bangunan adat karena pada suatu kampung hanya berlaku satu kesatuan
adat yang dipimpin oleh seorang raja pemangku adat. Jika dalam huta tersebut
terdapat beberapa bangunan yang mirip bangunan adat, maka biasanva hanya satu
yang diakui masyarakat atau yang disahkan oleh lembaga adatnya, karena tidak
mungkin dalam satu huta tersebut dipimpin oleh dua orang raja atau lebih.
Beberapa ketentuan tentang bangunan adat ini antara lain baik dari segi bentuk
maupun ornamen-ornamennya, tidak boleh ditiru atau dipakai pada bangunan
rakyat kebanyakan.

Kawasan permukiman masyarakat Mandailing pada saat ini dapat dicapai


melalui jalan utama yang terdapat di tiap desa. Di sepanjang sisi jalan terdapat
rumah-rumah yang orientasinya berbeda-beda. Walaupun berada di dekat jalan,
rumah-rumah tersebut banyak yang tidak mengahadap ke jalan, tetapi saling
berhadapan. Di beberapa desa, apabila jalan tersebut terus ditelusuri, maka di satu
tempat akan ditemukan sebidang tanah yang cukup luas. Tanah yang relatif lebih
luas dibandingkan dengan area lain di dalam desa disebut penduduknya Alaman
Bolak yang artinya halaman yang luas.

7
Beberapa jenis bangunan adat Mandailing, yaitu:

 Hopuk atau sopo eme, yaitu lumbung yang berfungsi sebagai tempat
menyimpan hasil panen.
 Bagas godang, yakni bangunan utama tempat tinggal raja dan tempat kegiatan
adat lainnya, dan di belakang bangunan ini terdapat kakus dan kamar mandi
terbuka.

Gambar 1.1.Bagas Godang di Huta Godang, Kec. Ulu Pungkut


(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

Gambar 1.2.Bagas Godang Pakantan Lombang, Kec. Pakantan


(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

8
Gambar 1.3.Bagas Godang Habincaran, Ulu Pungkut
(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

Gambar 1.4.Bagas Godang Singengu, Desa Singengu


(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

 Sopo godang atau balai adat, yakni bangunan yang berfungsi sebagai tempat
pertemuan adat, tempat penyimpanan berbagai alat-alat kesenian maupun
perlengkapan adat lainnya.

Gambar 2.1.Sopo Godang di Huta Godang, Kec. Ulu Pungkut


(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

9
Gambar 2.2.Sopo Godang Habincaran, Ulu Pungkut
(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

Gambar 3.3.Sopo Godang Pakantan Lombang, Kec. Pakantan


(Sumber : banuamandailing.blogspot.com)

5. Jenis Bangunan Adat


a. Pembagian Ruang

Pembagian ruang bagas godang terdiri atas ruang-ruang yang umumnya


mengikuti grid struktur atau susunan kolom utama. Adapun pembagian ruang
tersebut adalah sebagai berikut :

 Teras depan (parangin-anginan), teras ini terbuka pada sisi terluar y ang
dibatasi pagar rendah gan ini berfungsi sebagai tempat namora natoras dan

10
keluarga disaat-saat tertentu bagai tempat berjaga bagi pengawal atau ulu
balang gambar teras depan (parangin-anginan).
 Kamar tidur tamu pada sisi samping kiri dan kanan depan atau disamping
teras depan.
 Ruang tengah (pantar tonga) yaitu ruang besar yang terletak ditengah
bangunan, diapit oleh teras depan dan belakang serta empat kamar pada sisi
lainnya. Ruang ini berfungsi sebagai tempat musyawarah, tempat berkumpul
keluarga raja, maupun tempat acara-acara khusus lainnya (musyawarah
sidang atau rapat adat. Juga dimanfaatkan oleh masyarakat desa dalam acara
atau pun urusan tertentu dengan seizin namora natoras, misalnya untuk sidang
horja adat.
 Kamar tidur (bilik) berjumlah 4 kamar, terdiri dari 2 kamar disisi kiri pantar
tonga berukuran lebih kurang satu grid, sedangkan 2 kamar pada sisi kanan
berukuran 2 grid.
 Teras belakang, yang berukuran lebih kecil dari pada teras depan.
 Tempat penyimpanan peralatan atau gudang pada kedua sudut bangunan
bagian belakang.
 Dapur pada bagian belakang. Pada dapur terdapat penambahan kamar
mandi/wc dengan dinding pasangan bata.

6. Sistem Struktur
 Kolom

Bagas godang panyabungan tonga merupakan bangunan panggung dengan


konstruksi kayu yang ditopang oleh susunan kolom-kolom, bertumpu di atas batu
kali pipih. Denah bangunan utama berbentuk empat persegi panjang dengan
penambahan dapur pada bagian belakang yang berbentuk persegi empat. Pada
bagian depan terdapat tangga masuk dengan kanopi yang ditopang oleh dua
kolom.

11
Kolom-kolom bangunan berpenampang persegi delapan dengan diameter
bagian bawah kolom sekitar 23 cm dan semakin mengecil keatas. Persegi delapan
ini merupakan terdiri dari raja panusunan bulung, natoras na godang (hatobangon
ni huta), suhu, bayo-bayo, datu, guru, ulu balang. Naposo bulung atau orang
mudal iid.
Susunan kolom-kolom bangunan utama terdiri atas 9 baris di sisi
memanjang yang merupakan permbangan urutan dari raja panusunan bulung,
orang yang dituakan (raja ada), pemerintahan, penguasa jiran desa, terdiri dari 5
baris kolom yang merupakan perlambangan dari poda na lima yaitu aturan dalan
hidupan masyarakat, seperti bersihkan rumahmu, bersihkan pekaranganmu,
bersihkan pakaianmu, bersihkan bersihkan makananmu, dan bersihkan hatimu.
Jumlah semua kolom penopang bangunan utama sebanyak 45 kolom.
Kolom-kolom tersebut menerus sampai ketinggian balok lingkar yang
menumpuk konstruksi kolom di bawah pantar tonga sebagai ruang utama yang
luas dan lapang, oleh sebab itu kolom tersebut dibuat lebih pendek hanya sampai
ketinggian penyangga balok lantai saja atau panjangnya sekitar 1,75 meter.
Kolom-kolom pada baris terluar atau sekeliling pinggir bangunar berukuran lebih
pendek dibandingkan kolom barisan dalam. Kolom pinggir bangunan yang
menerus sampai balok ring bawah berjumlah 24 kolom, dengan panjang sekitar
4,75 meter atau 3 meter di atas permukaan lantai, sedangkan kolom pada lapis
kedua dan ketiga yang menerus sampai balok ring atas berjumlah 17 kolom
dengan panjang sekitar 7 meter atau sekitar 5,3 meter diatas lantai
Pada entrance utama atau tangga masuk terdapat tambahan dua kolom
kayu sebagai penahan atap kanopi penutup area tangga, untuk menghindari
tempias air hujan dan sinar matahari. Kolom ditopang pondasi umpak beton
berpenampang bujur sangkar berukuran sekitar 20 x 20 cm. Kedua kolom tersebut
berukuran relatif lebih kecil dengan bervariasi bentuk profil penampang yang
dibagi menjadi tiga bagian, kolom bagian bawah berpenampang bujur sangkar
berukuran sekitar 15 x 15 cm, bagian tengahnya berpenampang lingkaran
berdiameter sekitar 10 cm dengan variasi ulir spiral (seperti ulir baut), sedangkan
bagian atas kolom berpenampang bujur sangkar berukuran sekitar 12 x 12 cm.

12
Bagian belakang bangunan berupa dapur yang menempel pada bangunan
utama di sisi tengah. Pan kiri belakang, ditopang oleh masing-masing tiga kolom
pada sisi memanjang dan pendek. Semuanya berjumlah sembilan kolom dan satu
kolom ditengahnya hanya sebatas penyokong balok lantai jang atau ketinggian
kolom pinggir ini sama dengan ketinggian kolom pinggir bangunan utama atau
sekitar 4,75 meter .
Dapat disimpulkan, jumlah keseluruhan kolom bagas godang ini adalah 56
kolom yang berdasarkan panjang atau ketinggiannva dapat dibedakan atas 4
macam yaitu kolom pinggir dengan panjang atau ketinggian 4,75 meter berjumlah
33 buah, kolom tengah dengan panjang atau ketinggian 7 meter berjumlah 17
buah, dan kolom pendek/rendah dengan panjang sekitar 1,7 meter atau sebatas
penyangga balok lantai sebanyak 4 buah, serta 2 buah kolom penyangga atap pada
bagia depan dekat tangga dimensi, panjang dan jarak antar kolom tersebut tidak
selalu sama satu dengan yan jarak antar kolom pada sisi memanjang antara 2,6
meter -2,9 meter, tetapi jarak antara kolom sud dengan kolom disebelahnya sedikit
lebih besar, yaitu sekitar 2.8-2,9 meter. Sedangkan jarak antar ut lom pada sisi
pendek antara 3,3 meter -3,5 meter atau rata-rata 3,35 meter

 Tangga dan Lantai


Ketinggian lantai bangunan utama sekitar 1,75 cm dari permukaan tanah,
sedangkan bagian dapur terdapat penurunan lantai sekitar 25 cm. Untuk naik ke
bangunan terdapat 3 tanngga yaitu 1 tangga utama di depan bangunan dan 2
tangga samping dapur. Tangga depan berfungsi sebagai jalan masuk utama
dengan 7 anak tangga biasa dan 1 anak tangga semu pada bagian atasnya. Di sisi
samping tangga terdapat pegangan tangga (railing). Sedangkan tangga lain
terdapat pada kedua isi dapur dengan 8 tingkat anak tangga kayu dan ditambah 2
tingkat anak tangga beton dengan rail ing kayu pada kedua sisinya. Jika
dibandingkan dengan bagas godang pada panusunan yang lai tangga utama terdiri
9 anak tangga yaitu 7 anak tangga biasa ditambah 2 anak tangga semu di bagian
atas dan bawah. Jumlah anak tangga ini merupakan salah satu ketentuan adat

13
sebagai status raja rajaaannya. Adanya selisih 1 anak tangga semu pada tangga
depan diduga karena penimbunan tanah di bawah bagas godang.
Ujung atas dan bawah kolom penyangga railing tangga utama terdapat
ornamen kepala ulu balang, tetapi pada tangga samping dapur ornamen hanya
terdapat pada bagian bawah kolom penyangga tangga, sedangkan sisi atas railing
miring langsung bertumpu pada kusen pintu di depan tangga tersebut.

 Lantai
Konstruksi lantai yang sekarang merupakan konstruksi baru yang dibuat
pada saat renovasi terakhir. Material kayunya yang masih baru terlihat seperti
pada penutup lantai yang terbuat dari bilah papan, disusun secara mendatar dan
ditopang oleh balok lantai yang menumpu pada kolom bangunan utama. Balok
induk berukuran 9/12,5 cm dengan posisi searah bidang pendek bangunan yang
menembus kolom utama. Di atas balok induk ditambah balok yang diletakkan
diatasnya yang berukuran 9/12,5 cm. Sedangkan diatas balok induk tersebut
terdapat balok pembagi yang berukuran lebih kecil, dimana balok pembagi bagian
pinggir yang sejajar bagian panjang bangunan berukuran lebih besar, 8/12 cm dan
juga menembus kolom pingir bangunan, sedangkan balok pembagi lain- nya
berukuran 5/10 cm dan terletak diantara kolom-kolom utama dengan jarak antar
balok sekita 40-50 cm.

 Atap

Atap bagas godang yang awalnya dari material ijuk mengalami beberapa
kali pergantian material hingga sekarang ini menggunakanatap spandek. Beberapa
kendala untuk mempertahankan bahan ijuk sebagai material penutup atap, yakni
jika dibandingkan material penutup atap yang lain seperti seng, pemakaian ijuk
kurang praktis dan ekonomis karena sulit dan mahal serta rumit pemasangannya.
Selain itu sifat ketahanannya kurang baik seperti tidak tahan lama, mudah terbakar
atau bocor.

14
Konstruksi atap juga mengalami perubahan sejalan dengan perubahan
material penutup atap. Konstruksi atap yang sekarang ini menggunakan konstruksi
atap konvensional yang sering dipakai pada kebunyakan bangunan, sehingga telah
menghilangkan bentuk konstruksi aslinya.

Sesuai bentuk atap silingkung dolok pancucuran terdapat variasi


kemiringan atap, maka terdapat dua tingkatan kuda-kuda yang mengikuti ukuran
grid atau modul tangunan. Secara bentuk atap ini merupakan varian dari bentuk
atap pelana atau atap bubung/rabung tunggal dengan bubung lengkung dan
terdapat tutup ari pada kedua sisi ujungnya. Sesuai dengan bentuk denahnya
dimana pada bagian depan dan belakang bangunan utama terdapat penambahan
sebagian ruang yang juga diatapi, walaupun berupa potongan atau setengah
bentuk atap silingkung dolok pancucuran.

Menurut Zulkarnaen Nasution, bentuk atap lengkung ini, merupakan


tranformasi dari bentuk induk ayam yang sedang mengeram telur atau seperti
ayam yang sedang melindungi anaknya dari gangguan tertentu. Bentuk lengkung
atap utama merupakan transformasi garis punggung induk ayam dari kepala
hingga ke ekor, sedangkan kedua sayapnya dikembangkan untuk melindungi
anaknya yang ditransformasikan ke bentuk atap entrance utama dan atap dapur.

Dalam hal perlambangan adat, menurut Oloan Situmorang dalam bukunya


Mengenal Bangunan serta Ornamen Rumah Adat Mandailing dan hubungannya
dengan perlambangan adat, bahwa bentuk atap silingkung dolok pancucuran
merupakan perlambangan dari sifat yang berlapang hati, tidak membeda-bedakan,
setiap orang diperlakukan sama, baik dalam tingkat derajatnya maupun
kepandaiannya. Memiliki sifat hati yang polos serta siap memberi pertolongan
kepada siapa saja yang membutuhkan. Bentuk atap ini hanya diperbolehkan untuk
bangunan adat saja.

Pada sisi pinggir bangunan atau antara kolom baris terluar dengan kolom
baris kedua dari luar sekeliling bangunan, terdapat tipe kuda-kuda miring yang
ditumpangi antara balok lingkar (ring) baik luar yang lebih rendah dengan balok

15
lingkar dalam yang lebih tinggi. Kuda-kuda miring ini selain berfungsi sebagai
penyangga atap juga berfungsi sebagai tempat meletakan rangka dan plafon
miring sesuai dengan kemiringan atap dari bilah papan yang dipakukan ke rangka
plafon.

Antara kolom kedua dari pinggir di bagian tengah bangunan, terdapat


kuda-kuda utuh yang bertumpu di atas balok lingkar atas yang juga menjadi
tumpuan atas kuda-kuda miring tadi. Seperti halnya pada kuda-kuda miring diatas,
pada balok tarik kuda-kuda juga dimanfatkan sebagai tempat meletakkan plafon
dari bilah papan.

Terdapat sedikit perbedaan kemiringan atap antara atap bagian


pinggir/bawah dengan bagian tengah/atas, dimana atap bagian pinggir sedikit
lebih landai dibandingkanatap bagian tengah. Sedangkan di kedua ujung kiri
kanan atap terdapat tutup ari miring yang ujungnya lebih tinggi dari bubungan
tengah atap sehingga pada bagian ujung pinggir atap ikut miring yang
mengesankan atap tersebut menjulang.

 Atap Entrance dan Atap Dapur

Atap entrance dan dapur menempel pada atap utama berupa setengah dari
atap silingkung dolok pancucuran dan berukuran relatif lebih kecil dengan
bubungan lebih rendah. Untuk atap entrance utama, atap ditopng oleh dua buah
tiang penyangga dan terdapat talang horisontal pada sisi depan dan samping
bawah atap, serta talang vertikal disamping kiri kanannya, yang dialirkan ke bak
penampungan dibawahnya. Di bawah atap terdapat plafond yang pada bagian
pinggir mengikuti kemiringan atap sedangkan pada bagian tengah berupa plafond
datar. Ujung bawah atap entrance utama ini lebih rendah daripada atap utama,
sedangkan ujung bawah atap dapur sama dengan sisi pinggir atap utama.

 Tutup Ari

16
Tutup ari atau alo angin,merupakan bentuk segitiga pada sisi pinggir
ujung atap yang pada umumnya ditutupi dengan material tertentu secara vertikal
atau miring sesuai bentuk dan kemiringan atap.

Terdapat empat tutup ari pada keempat ujung atap bagas godang
Panyabungan Tonga. Dari keseluruhan tutup ari tersebut, tutup ari atap utama
merupakan yang terbesar dan dihiasi dengan berbagai ornamen perlambangan
adat. Begitu juga pada tutup ari atap depan yang lebih kecil. Sedangkan tutup ari
atap bangunan bagian belakang atau atap dapur yang berukuran sedang tidak
terdapat ornamen tersebut.

Bidang tutup ari ini di tutupi oleh bilah papan dan dipasang secara
horisontal. Di atas papan tersebut dibuat onamen dari material kayu yang dibuat
sedemikian rupa dengan berbagai bentuk dan ukuran serta memakai warna-warna
tertentu. Ornamen tersebut pada umumnya mengambil pola- pola atau bentuk-
bentuk geometris dan beberapa bentuk figurative serta bentuk benda pakai
lainnya. Maksud penempatan ornamen tersebut pada tutup ari agar mudah dilihat
dari jauh, khususnya bagi pendatang. Pada ujung atas tutup ari (salopsop),
terdapat ornamen berupa dua pedang bersilangan menghadap ke langit dan juga
terbuat dari material kayu. Ornamen podang ini sudah banyak yang rusak bahkan
sudah hilang akibat lapuk.

Bentuk tutup ari yang berupa segitiga ini merupakan perlambangan Bindu
Matogu sebagai perlambangan dalian na tolu (tiga tungku) yang terdiri dari mora,
kahanggi dan anak boru. Sisi miring sebelah kiri dinamakan gaja manyusu,
sedangkan sisi miring kanan disebut naniang pamulakon.

 Dinding

Dinding atau dorpi merupakan salah satu bagian sisi bangunan yang
berfungsi untuk melindungi penghuni atau pemakai bangunan agar terlindung dari
pengaruh luar seperti cuaca buruk, binatang buas, dan lain sebagainya. Dinding
bangunan ini terbuat dari material bilah papan yang dipasang secara horisontal.

17
Teknik pemasangan dinding papan ini pada awalnya tidak menggunakan paku,
tetapi hanya menggunakan sistem jepit. Sisa-sisa bentuk sistem jepit ini dapat
dilihat pada sudut dinding pada bagian terluarnya berupa bilah papan yang
dipasang secara vertikal yang mengapit bilah papan-papan horisontal dengan
kolom utama ataupun kolom praktis. Untuk memperkuat dinding maka ditambah
beberapa kolom praktis berukuran 7/10 cm dimana kolom-kolom utama terdapat 5
kolom partisi. Jarak ini juga merupakan modul untuk jendela atau pintu.

 Pintu dan Jendela

Pintu dan jendela merupakan bukaan pada dinding dimana pintu berfungsi
sebagai jalan masuk/keluar suatu ruang, sedangkan jendela berfungsi sebagai
tempat melihat keluar dan juga sebagai tempat memasukkan cahaya atau
pergerakan udara kedalam ruangan.

Setiap kamar umumnya terdapat satu pintu yang saling berhubungan


dengan ruang lain, kecuali pada pantar tonga yang luas terdapat 2 pintu utama
penghubung teras depan dan belakang dan pintu penghubung ke kamar bagian
dalam. Pintu masuk utama di depan tangga disebut pintu raja ari manggaur,
karena jika pintu ini dibuka akan menimbulkan bunyi berderak (mangaur). Antara
kamar depan dan kamar dalam disebelahnya terdapat pintu tambahan, baik tanpa
daun pintu maupun dengan daun pintu, begitu juga pada salah satu kamar bagian
dalam kanan belakang yang diberi pintu tambahan untuk menghubungkan dengan
teras belakang. Penambahan pintu ini dimaksudkan untuk mempermudah sirkulasi
atau pergerakan sehingga untuk pindah dari satu ruang ke ruang lainnya tidak
perlu harus melewati ruang lain. Selain itu juga untuk menggabungkan dua ruang
menjadi satu sehingga diperlukan sebuah pintu. Sedangkan jendela pada
umumnya diletakkan pada sisi terluar dinding bangunan atau yang bersebelahan
dengan ruang terbuka. Setiap kamar memiliki satu jendela, kecuali pantar tonga
dengan 8 jendela dan dapur dengan 4 jendela.

Untuk penempatan atau pembuatan pintu dan jendela, hanya


menambahkan balok antara tiga kolom praktis dan kolom bagian tengahnya

18
dihilangkan untuk bukaan pintu atau jendela. Daun pintu dan jendela bangunan ini
umumnya terdiri atas dua daun pintul/jendela, dimana daun jendela dibagi atas 3
bagian dan daun pintu dibagi atas 4 bagian. Pada bagian atas daun pintu berupa
kombinasi kisi-kisi kayu atau krepyak, sedangkan bagian lainnya berupa profil
dengan bentuk empat persegi mengikuti bidang pembagi. Lebar bukaan pintu dan
jendela hampir sama sekitar 133 cm, sedangkan tinggi pintu 310 cm dan tinggi
jendela 210 cm atau sekitar 1 meter diatas permukaan lantai, Pada dinding sisi
terluar, jendela dibuat tanpa ventilasi, sedangkan pintu dan jendela pada sisi
bagian dalam, terutama pada bagian antara teras dan pantar tonga atau kamar
tidur, terdapat ventilasi diatas jendela setingsi 60 cm.

 Warna

Umumnya warna yang dijumpai adalah merah, putih, dan hitam.


Sedangkan warna material lainnya adalah warna alami bahan atau material
tersebut, seperti kayu berwarna coklat tua, sedangkan kolom umumnya berwarna
coklat kehitam-hitaman karena kayu tersebut diberi lapisan oli bekas untuk
menghindari kerusakan oleh rayap.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penilitian arsitektur ini mengacu pada rumusan masalah dan
adalah:

 Untuk mengetahui penerapan struktur bangunan Arsitektur tradisional


Angkola di Dusun Pahaek Aek Sagala Desa Silangge.
 Untuk menambah wawasan mengenai penerapan struktur bangunan kayu
terhadap bangunan kayu rumah tradisional Angkola Sipirok di Dusun
Pahaek Aek Sagala Desa Silangge
 Untuk menghasilkan model struktur bangunan kayu rumah tradisional
Angkola Sipirok di Dusun Pahaek Aek Sagala Desa Silangge, di Panti
Asuhan Debora

19
F. Manfaat Hasil Penelitian
Kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
- Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan bagaimana penerapan
struktur Arsitektur tradisisonal Angkola itu sendiri,terutama di Dusun
Pahaek Aek Sagala, Desa Silangge.
- Bagi bidang Arsitektur diharapkan penelitian ini mampu menjadi
congkakan baru untuk memperkaya bidang Arsitektur terutama dibidang
Arsitektur tradisional Angkola.
- Bagi bidang keilmuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu
tambahan perpustakan baru untuk memperkaya bidang keilmuan tentang
daerah Sipitok terutama masyarakat Angkola sendiri.
- Bagi masyarakat Sipirok sendiri penelitian ini dapat menjadi suatu
tambahan wawasan bagi masyarakat dan menjadi tambahan dalam
bidang keilmuan yang memperkaya daerah Sipirok.

G. Metode Penelitan (Strategi dan Taktik)

1. Jenis Penelitian
 Metode Penelitian: Deskriptif-Kualitatif

Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah


konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif
dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap
individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat
ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya
dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).

20
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi
yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk
memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan
demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan
instrumen kunci (Sugiyono, 2005).

Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil


pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi
penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera
melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan,
membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi
dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang
diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada
umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu
fenomena terjadi.

2. Metode Pengumpulan Data


Metode penelitian yang dilakukan pada saat mengadakan penelitian di
Silangge-Sipirok adalah metode  penelitian deskriptif kualitatif yang didapat
dengan cara:
 Studi literatur: dari buku, website, jurnal, dan sumber informasi lainnya
yang  berhubungan dengan Sipirok , arsitektur bangunan Angkola.
Studi literatur :
Data Yang Uraian Sumber Data
Diperlukan
1.Sejarah Tapanuli - sejarah suku -Nuraini,2004.Permukiman
Selatan Batak Suku Batak Mandailing.
- ruang lingkup Yogyakarta : Universitas
Tapanuli Selatan Gadjah Mada Press
- kondisi geografis -wikipedia.org/ wiki /
Tapanuli Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan
-Wahid, Julaihi & B.

21
Alamsyah.2013. Arsitektur
dan Sosial Budaya Sumatera
Utara. Yogyakarta : Graha
Ilmu
2.Sejarah Sipirok - Masyarakat -Nuraini,2004.Permukiman
Sipirok Suku Batak Mandailing.
- Sistem Religi Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada Press
-Lubis,Zulkifli & B.
lubis,1998. Sipirok Na
Soli,Bianglala Kebudayaan
Masyarakat Sipirok. Medan :
Universitas Sumatera
Utara(USU) Press
-Ritonga,Parluangan. 1997.
Makna simbolik dalam
upacara adat Mangupa
Masyarakat Angkola-
Sipirok.Medan : Universitas
Sumatera Utara(USU) Press
3.Struktur bangunan - Arsitektur -Nuraini,2004.Permukiman
tradisional Tapanuli Mandailing Suku Batak Mandailing.
Selatan(Mandailing - Jenis Bangunan Yogyakarta : Universitas
) Adat (pembagian Gadjah Mada Press
ruang, sistem
struktur,ragam hias
dan ornament)

 Observasi langsung: melakukan survei terhadap arsitektur bangunan


tradisonal yang ada di Dusun Pahaek Aek Sagala, Desa Silengge, Sipirok.
Observasi :
Data Yang Uraian Lokasi Sumber Data
Diobservasi
-Museum GKPA - kondisi fasad - Dusun Pahaek - Dokumen
Silangge bangunan Aek Sagala pribadi
- kerusakan pada Desa Silangge
bangunan
- lokasi site dan
site

22
- denah
bangunan
- tampak
bangunan
- potongan
bangunan
- detail dan
persepektif
bangunan

 Wawancara: dilakukan terhadap para penghuni bangunan dan narasumber


di Dusun Pahaek Aek Sagala, Desa Silengge, Sipirok , serta pihak-pihak
yang berkaitan langsung dengan rumah adat tradisonal Angkola. Setelah
melakukan langkah-langkah diatas, peneliti melakukan analisa dan
membuat kesimpulan serta saran mengenai hasil penelitian ini.

Wawancara :
Data Yang Uraian Narasumber
Diperlukan
-Sejarah - sejarah masyarakat Sipirok - Parhata Adat :
- sejarah bangunan Daud Pulungan
Tradisional Angkola - Pdt. Benny Siregar
- sejarah Islam dan Kristen di
Angkola
- sedikitnya tatanan adat
dalam Adat Angkola
-Museum GKPA - sejarah Museum GKPA -Parhata Adat : Daud
- sejarah desa Silangge Pulungan
- fungsi, orang yang -Pdt. Benny Siregar
membangun,sumber- sumber
lain

3. Metode Analisa Data

23
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan mengkaji dan mendeskripsikan mengenai
struktur dalam rumah adat tradisional Angkola yang ada di Desa Silangge, Panti
Asuhan Debora. Peneltian ini dilakukan juga melalui pengukuran langsung ke
lapangan dan mengklasifikasikan strukturnya. Analisis penelitian ini dilakukan
dengan berpatokan pada sumber pustaka yang dibandingkan dengan keadaan
dilapangan. Analisis ini juga mendeskripsikan tentang hasil wawancara serta
dokumentasi- dokumentasi di lapangan.

 Bagan Alir Metodologi Penelitian

Langkah-langkah untuk pengerjaan digambarkan sebagai berikut:

TAHAP AWAL PENGUMPULAN STUDI DAN


MULAI IDENTIFIKASI LITERATUR
MASALAH/PENCARIAN TOPIK
PENYUSUNAN TINJAUAN TEORI

SURVEI OBJEK
MELAKUKAN PENGUKURAN
TERHADAP OBJEK,DOKUMENTASI
OBJEK,WAWANCARA

PENYUSUNAN DATA OBJEK


MENYUSUN DATA YANG DIPEROLEH

KESIMPULAN DAN MEMBANDINGKAN DENGAN


TINJAUAN TEORI; PENYUSUNAN
MENGHASILKAN KESIMPULAN BERUPA DATA SEBAGAI LAPORAN PENELITIAN
METODE PENELITIAN

SELESAI

24
ANALISA DATA
MELAKUKAN ANALISA TERHADAP OBJEK
MENGGUNAKAN METODE YANG TELAH
DITENTUKAN

H. Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Jadwal pelaksanaan penelitian yaitu:

 Penelitian awal dilakukan pada tanggal 18-24 Oktober 2018, penelitian ini
dilakukan bersamaan dengan penelitian kelompok.
 Penelitian selanjutnya dilakukan pada minggu ke 2-3 setelah penelitian
awal, bertujuan untuk mengumpulkan dan menyusun teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian serta penyusunan tinjauan pustaka dan
tinjauan teoritis.
 Penelitian selanjutnya dilaksanakan pada minggu ke 4-8 setelah penyelesai
teori-teori, bertujuan untuk pelaksanaan penelitian, pemecahan masalah,
analisa penelitian , pengimplementasian metode penelitian serta
pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
 Penelitian dilaksanakan pada minggu ke 9 dengan tujuan menemukan
kesimpulan dari analisis dan pemecahan masalah dalam penelitian.

I. Daftar Pustaka
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tapanuli_Selatan
- Nuraini, 2004. Permukiman Suku Batak Mandailing. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press

25
- Lubis, Zulkifli & B. Lubis, 1998.Sipirok Na Soli. Medan : Universitas
Sumatera Utara (USU) Press
- Ritonga,Parluangan. 1997.Makna simbolik dalam upacara adat
Mangupa Masyarakat Angkola- Sipirok.Medan : Universitas Sumatera
Utara(USU) Press
- Wahid, Julaihi & B. Alamsyah.2013. Arsitektur dan Sosial Budaya
Sumatera Utara. Yogyakarta : Graha Ilmu

Lampiran :
1. Dokumentasi Museum GKPA Silangge

 Kondisi Fasad Bangunan

Gambar 4.1.Tampak Depan Museum GKPA Silangge


(Sumber :DokumenPribadi)

26
Gambar 4.2.Tampak Belakang Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)

Gambar 4.3.Tampak Samping Kanan Museum GKPA Silangge


(Sumber :DokumenPribadi)

27
Gambar 4.4.Tampak Samping Kiri Museum GKPA Silangge
(Sumber :Dokumen Pribadi)

Gambar 4.5.Perspektif Museum GKPA Silangge


(Sumber :DokumenPribadi)

 Kerusakan Bangunan

28
Gambar 4.6.Kerusakan Rangka Atap Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)

Gambar 4.7.Kerusakan Lantai Museum GKPA Silangge


(Sumber :DokumenPribadi)

29
Gambar 4.8.KerusakanBubungan Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)

Gambar 4.9.Kerusakan Plafond Serambi Museum GKPA Silangge


(Sumber :DokumenPribadi)

30
Gambar 4.10.Kerusakan Plafond Serambi Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)

Gambar 4.11.KerusakanDalihan Na ToluAtap Museum GKPA Silangge


(Sumber :DokumenPribadi)

31
Gambar 4.12.Kerusakan Toilet Museum GKPA Silangge
(Sumber :DokumenPribadi)

 Siteplan

32
 Denah Pondasi

 Denah Lantai

33
 Tampak Depan

 Tampak Samping Kanan

34
 Tampak Samping Kiri

 Tampak Belakang

35
 Potongan A-A

 Potongan B-B

36
 Detail

 Perspektif

37
38
39

Anda mungkin juga menyukai