Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kanker Cerviks yaitu keganasan pada leher rahim yang merupakan
keganasan pada bagian terendah rahim yang menonjol ke liang sanggama / vagina
(Depkes RI, 2006). Kanker Cerviks merupakan pertumbuhan dari Human
Papilloma Virus (Kline, 2007). Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas
pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang
tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. (FKUI, 1990; FKKP,
1997). Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher
rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita
(vagina) (Wijaya, 2010).

B. Etiologi
Menurut Wijaya (2010), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
peluang seorang wanita untuk terkena kanker serviks. Faktor-faktor tersebut
adalah :
a. Infeksi Virus Human Papilloma (HVP)
Faktor resiko dari infeksi HPV adalah factor yang terpenting dalam
timbulnya penyakit kanker serviks ini. Human Papilloma Virus adalah sekelompok
lebih dari 100 virus yang berhubungan yang dapat menginfeksi sel-sel pada
permukaan kulit, ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal, anal, atau oral
seks. Virus ini berasal dari familia Papovaridaedan genus Papilloma virus.
Hubungan seks yang tidak aman terutama pada usia muda atau melakukan
hubungan seks dengan banyak pasangan, memungkinkan terjadinya infeksi HPV.
Organ reproduksi wanita pada usia remaja (12-20 tahun) sedang aktif berkembang.
Bila terjadi rangsangan oleh penis/sperma dapat memicu perubahan sifat sel

3
menjadi tidak normal, apalagi bila terjadi luka saat berhubungan seksual dan
kemudian terjadi infeksi virus HPV.
b. Pasangan Seksual yang Berganti-ganti
Dari berbagai penelitian yang dilakukan timbulnya penyakit kanker serviks
berkaitan erat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang berganti-ganti.
Resiko kanker serviks lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih
mitra seks.
c. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seks
Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada umur dibawah
17 tahun hampir selalu 3x ;lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya.
Semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seks maka semakin besar
resiko terkena kanker serviks. Hal ini disebabkan karena alat reproduksi wanita
pada usia ini belum matang dan sangat sensitif.
d. Merokok
Tembakau atau rokok mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang
dikunyah atau dihisap sebagai rokok atau sigaret. Penelitian menunjukkan lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya terdapat di
dalam rokok. Produk sampingan rokok seringkali ditemukan pada mukosa serviks
dari wanita perokok.
e. Jumlah Anak
Wanita yang sering melahirkan mempunyai resiko 3-5 x lebih besar
terkena kanker leher rahim. Terjadinya trauma pada bagian leher rahim yang tipis
dapat merupakan penyebab timbulnya suatu peradangan dan selanjutnya berubah
menjadi kanker. Menurut berapa pakar, jumlah kelahiran yang lebih dari 3 akan
meningkatkan resiko wanita terkena kanker serviks.
f. Kontrasepsi
Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko
terkena kanker serviks.Dari beberapa penelitian menemukan bahwa resiko kanker
serviks meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita tersebut menggunakan
pil KB, dan cenderung akan menurun pada saat pil tersebut dihentikan. Beberapa

4
penelitian juga menunjukkan bahwa pemakaian pil KB akan menyebabkan wanita
lebih sensitif terhadap HPV sehingga makin meningkatkan resiko terkena kanker
serviks.
g. Riwayat Keluarga
Sama seperti jenis kanker lainnya, maka pada kanker leher rahim juga
akanmeningkatkan resiko lebih besar terkena pada wanita yang mempunyai
keluarga (ibu atau kakak perempuan) terkena kanker leher rahim.
h. Kekebalan Tubuh
Seseorang yang melakukan diet ketat, diet rendah sayuran dan buah-
buahan, rendahnya konsumsi vitamin A,C, dan E setiap hari dapat menyebabkan
kurangnya daya tahan tubuh, sehingga oang tersebut gampang terinfeksi oleh
berbagai kuman, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat juga
mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasive menjadi invasif.

C. Patofisiologi
Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi nektoserviks dan
endoserviks, yaitu sel epitel kolumner dan sel epitel squamosa yang disatukan oleh
Sambungan Squamosa Kolumner (SSK).Proses metaplasia adalah proses
pergantian epitel kolumner dan squamosa. Epitel kolumner akan digantikan oleh
squamosa baru sehingga SSK akan berubah menjadi Sambunga
SquamosaSquamosa (SSS)/ squamosa berlapis.
Pada awalnya metaplasia berlangsung fisiologis Namun dengan adanya
mutagen dari agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti sperma, virus
herpes simplek tipe II, maka yang semula fisiologis berubah menjadi displasia.
Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi
ganas. Hampir semua ca. serviks didahului dengan derajat pertumbuhan prakanker
yaitu displasia dan karsinoma insitu. Proses perubahan yang terjadi dimulai di
daerah SquamosaColumner Junction (SCJ) atau SSK dari selaput lendir portio.
Pada awal perkembangannya, ca. serviks tidak memberikan tanda-tanda dan

5
keluhan. Pada pemeriksaan speculum, tampak sebagai portio yang erosive
(metaplasia squamosa) yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh sebagai berikut:
1. Eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Displasia pada
serviks disebut Neoplasia Servikal Intraepitelial (CIN).
CIN ada tiga tingkatan yaitu:
a. CIN I : Displasia ringan, terjadi di epitel basal lapisan ketiga, perubahan
sitoplasmik terjadi di atas sel epitel kedua dan ketiga.
b. CIN II : Displasia sedang, perubahan ditemukan pada epitel yang lebih rendah
dan pertengahan, perubahan sitoplasmik terjadi di atas sel epitel ketiga.
c. CIN III : Displasia berat, terjadi perubahan nucleus, termasuk pada semua lapis
sel epitel, diferensiasi sel minimal dan karsinoma insitu.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Sukaca (2009), gejala penderita kanker serviks diklasifikasikan
menjadi dua yaitu gejala pra kanker serviks dan gejala kanker serviks. Gejala pra
kanker serviks ditandai dengan gejala :
a. Keluar cairan encer dari vagina(keputihan)
b. Pendarahan setelah sanggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi
pendarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah.
d. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis
e. Timbul nyeri panggul(pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang
panggul.

6
Bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks, maka
muncul gejala-gejala sebagai berikut :
a. Pendarahan pada vagina yang tidak normal. Ditandai dengan pendarahan
diantara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama
dan lebih banyak dari biasanya, pendarahan setelah hubungan seksual.
b. Rasa sakit saat berhubungan seksual.
c. Bila kanker telah berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala
seperti penurunan berat badan, nyeri panggul, kelelehan, berkurangnya nafsu
makan, keluar tinja dari vagina, dll.

E. Klasifikasi
Menurut FIGO (Federation Internationale de Gynecologic et Obstetrigue),
1988 :
a. Tingkat Kriteria
1. Karsinoma Pra invasive Stadium
0 : Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel.
2. Karsinoma Invasif
a. Stadium I : Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri
tidak dinilai).
- Stadium I a : Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnostik
secara mikroskopis, lesi tidak lebih dari 3 mm atau
secara mikroskopik kedalamannya > 3-5 mm dari epitel
basal dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.
- Stadium I b : Lesi invasif > 5, dibagi atas lesi < 4 Cm dan > 4 Cm.

Gambar 2. 1 Stadium 1A1 dan 1A2 Gambar 2. 2 Stadium 1B1 dan 1B2

7
b. Stadium II : Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke
2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi
tidak sampai dinding panggul.
- Stadium II a : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih
bebas dari infiltrat tumor.
- Stadium II b : Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi
belum sampai dinding panggul.

Gambar 2. 3 Stadium 2A Gambar 2. 4 Stadium 2B

c. Stadium III : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium


sampai dinding panggul.
- Stadium III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina namun tidak
sampai ke dinding panggul.
- Stadium III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding
panggul atau proses pada tingkat I atau II tetapi sudah
ada gangguan faal ginjal/hidronefrosis.

Gambar 2. 5 Stadium 3A Gambar 2. 7 Stadium 4A

8
d. Stadium IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis
keluar panggul atau ketempat yang jauh.
- Stadium IV a : Telah bermetastasis ke organ sekitar.
- Stadium IV b : Telah bermetastasis jauh.

Gambar 2. 7 Stadium 4A Gambar 2. 8 Stadium 4B

F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Histerektomi
adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus
dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada
stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II
B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya

9
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat
diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi
digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan
paliatif ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat
memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000). Kemoterapi bekerja saat
sel aktif membelah, namun kerugian dari kemoterapi adalah tidak dapat
membedakan sel kanker dan sel sehat yang aktif membelah seperti folikel
rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang sumsum tulang. Pengaruh yang
terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif membelah
menyebabkan efek samping yang umum terlihat adalah kerontokan rambut,
kerusakan mukosa gastrointestinal dan mielosupresi. Sel normal dapat pulih
kembali dari trauma yang disebabkan oleh kemoterapi, jadi efek samping ini
biasanya terjadi dalam waktu singkat.
Macam-Macam kemoterapi:
a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obat golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di
inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes
bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan
mitosis sel.
d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA
dari sel-sel kanker tersebut.

10
G. Komplikasi
1. Komplikasi yang terjadi karena radiasi
Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga
terlibat seperti intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping
gastrointestinal secara akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak
pada rektal dan perdarahan pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide
atau atropin sulfate. Sistouretritis bisa terjadi dan menyebabkan disuria,
nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa mengurangi gejala ini.
Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih. Bila
infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera. Kebersihan
kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi
eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi)
seperti : stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan
sistitis kronis.
2. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal
adalah disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang
lain seperti vagina dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi,
obstruksi usus, striktur dan fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta
fistula kandung kemih dan rektovaginal.

11

Anda mungkin juga menyukai