Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

“PARKINSONISME”
Paper ini dibuat Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior SMF Psikiatri
Di Rumah Sakit Umum Haji Medan

Pembimbing :

dr. Nazli Mahdinasari Nasution.,M.Ked,Sp.KJ

Disusun Oleh :

REVILA AULIA

102119086

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF PSIKIATRI


RUMAH SAKIT HAJI MEDAN SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb Puji dan syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT Yang
Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya. Tak lupa pula Salawat beserta
Salam kita panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
Jahiliah ke alam penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Sehingga penulis dapat menyusun
Paper dengan judul “Parkinsonisme” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Kepaniteraan
Klinik Senior Psikiatri Dalam Program studi Kedokteran Universitas Batam tepat pada
waktunya.

Penulis makalah ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Nazli Mahdinasari


Nasution.,M.Ked,Sp.KJ. selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu dan memberikan pengarahan serta bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga
karya tulis ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Medan, Febuari 2021

(Revila Aulia)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang bersifat
progresif. Penyakit ini merupakan penyakit neurodegeneratif tersering kedua setelah demensia
Alzheimer. Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya kerusakan sel
saraf dopaminergik pada bagian otak. Kerusakan sel saraf dopaminergik pada bagian otak
tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dopamin yang menyebabkan gangguan
sistem koordinasi gerakan (Lieu dkk., 2012).

Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan gejala


seperti resting tremor (tremor pada saat istirahat), rigiditas (hipertoni pada seluruh gerakan),
bradikinesia (berkurangnya gerakan di tubuh) dan gejala yang lain seperti kedipan mata
berkurang, gangguan motorik, wajah tanpa ekspresi maupun gangguan daya ingat oleh karena
penurunan kadar dopamin (Tan et al., 2007) (Rahayu, 2009).

Penyakit parkinson menyerang jutaan penduduk di dunia atau sekitar 1% dari total
populasi dunia (Noviani et al., 2010). Berdasarkan Communitybased population study di
Amerika menyebutkan lebih dari 1 juta orang menderita penyakit parkinson dengan prevalensi
sebesar 99.4 kasus per 100.000 penduduk (Sjahrir, 2007). Penelitian di rumah sakit Lagos,
Southwestern Nigeria, menyebutkan rata-rata munculnya penyakit parkinson pada pria (60
tahun) dan wanita (65 tahun) (Okubadejo et al., 2010).

Berdasarkan data dari WHO, insidensi penyakit parkinson di Asia menunjukkan terdapat
1.5 sampai 8.7 kasus per tahun di Cina dan Taiwan, sedangkan di Singapura, Wakayama dan
Jepang, terdapat 6.7 sampai 8.3 kasus per tahun, dengan kisaran umur 60 sampai 69 tahun dan
jarang ditemukan pada umur <50 tahun (Muangpaisan, 2009).

Prevalensi penyakit parkinson di Indonesia adalah 876.665 penduduk (Noviani et al.,


2010). Penelitian oleh Laksono (2013) menyebutkan, di RSUD Serang tahun 2007 sampai 2010,
didapatkan 51 kasus penyakit parkinson. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan,
pada tahun 2013 terdapat 12 pasien rawat inap dan 522 pasien yang menjalani rawat jalan, dari
jumlah ini penyakit parkinson menempati urutan 10 besar penyakit yang berada di poli saraf di
RSUD Dr Moewardi Surakarta. Penyakit parkinson merupakan penyakit karena menurunnya
kadar dopamin akibat kematian neuron di substantia nigra, salah satu sebabnya adalah karena
efek samping obat antihipertensi (Rahayu, 2009).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parkinson Disease


A. Definisi
Penyakit Parkinson atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit
neurodegeneratif sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak
adanya pengiriman dopamin dari substansia nigra ke globus palidus atau neostriatum (striatal
dopamine deficiency) (Andi, 2003 dalam Kalinggajati, 2010).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma
yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson
juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis
Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.

B. Epidemiologi
Parkinson biasanya terjadi pada usia 65 hingga 70 tahun dan lebih sering terjadi pada pria
dari pada wanita. PD Prevalensinya sekitar 50.000 kasus / tahun (Miller & Salil, 2007). Di
Amerika angka kejadiannya sebesar 10-12 per 100.000 penduduk pada usia 50 tahun dan
meningkat menjadi 200-250 per 100.000 penduduk pada usia 80 tahun (Sudoyo et al, 2009).
Meskipun sebagian besar pasien dengan PD tampaknya tidak memiliki determinan
genetik yang kuat, bukti epidemiologi menunjukkan interaksi kompleks antara kerentanan
genetik dan faktor lingkungan. Faktor risiko termasuk riwayat keluarga yang positif, jenis
kelamin laki-laki, cedera kepala, paparan pestisida, konsumsi air sumur, dan kehidupan
pedesaan. Faktor yang terkait dengan penurunan insidensi PD termasuk minum kopi, merokok,
penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid, dan penggantian estrogen pada wanita
pascamenopause.2

C. Etiologi
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut 2:
1. Usia

Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.

2. Geografi

Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko
yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan
genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.

3. Periode

Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan


dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi,
industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi
perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini
mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya
penyakit parkinson.

4. Genetik

Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit


parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.

Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko


menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali
pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan,
gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat
sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa
pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh
klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus
penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun. 3

5. Faktor Lingkungan

a.Xenobiotik

Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan


mitokondria

b.Pekerjaan

Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.

c.Infeksi

Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit
parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan
adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.

d. Diet

Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.

e. Trauma kepala

Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya


masih belum jelas benar

f. Stress dan depresi

Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi


dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
D. Kalsifikasi
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik


Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin,
tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang
berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)


Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis),
hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis).

E. Patofisiologi
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. 2

1. Hipotesis radikal bebas

Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun
ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada
usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.

2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi
pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana
neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan
oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik
mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan
program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan
kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran
dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter. Dasar patologinya mencakup
lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak
(substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).

Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :

1. Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek


superfisial yang abnormal

2. Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter


3. Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun

Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti.
Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan
noradrenalin.

Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang meliputi berbagai inti
subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis,
hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine
dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan
kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan
pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara
32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya
struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai
75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin
berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior.
Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan
30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan
nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.

Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang


berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini
menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin
berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan
mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang
Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi
tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan
dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang
berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas,
menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan
kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak
berguna dan kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap lingkungan dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus
asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur,
aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur,
kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom
klasik depresi.2

F. Tanda dan gejala


Tanda Penting Perkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat istirahat), akinesia
atau bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini bersifat kronik dan progresif
tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien.

Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral atau
dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan
menurunkankecepatan otot, dan merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas akibat
sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstrimitas atau trunkus mengalami resistensi
“traffylike” yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan
dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. “Catches “
sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau “rachetlike” pada
rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi
kuat(tonus meningkat), mengindikasikan adanya gangguan kontrol pada kelompok otot yang
bersebrangan.

Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap gaya berjalan
dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk ketika mereka berdiri
sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil menyeret
kakinya terburu-buru, langkah yang semakin cepat bila tersandung ke depan dan mencoba
untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula (festinating gait).
Tremor akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat.
Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya tremor akan
berhenti. (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat bersamaan dengan tremor
istirahat, namun seperti yang telah disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan
disfungsi serebelum). Tremor yang melibatkan tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan
mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari
kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan.
Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus
pada tremor. Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangknya
pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat dalam
osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak sengaja
mengalami kecelakaan serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia, tremor akan
hilang pada bagian yang paralisis.

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang,
sehingga sering keluar air liur. 3

Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya


sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.4

Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.4
Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat. 4

Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit
kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain
), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu
yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan
diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif) 4

Ada pula gejala non motorik5

1. Disfungsi otonom
a. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
b. Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c. Pengeluaran urin yang banyak
d. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
2. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
3. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5. Gangguan sensasi,
a. kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
b. penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
c. berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia),

Gambaran tambahan parkinsonisme adalah


1. Gangguan okulomotorius : Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat
ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala ini seringkali
tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang
terjadi dan secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive (PSP).
2. Krisis okuligirik : spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang
terfiksasi(biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga beberapa
jam; berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan
obat atau pascaensefalitis.
3. Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat rigiditas.
4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan dengan campur tangan kontrol
tekanan darah yang diperantarai oleh ANS.
5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi
makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas.

Tabel 2 Temuan Neurologis utama pada PD


Temuan Neurologis Keterangan
Tremor istirahat* Gerakan memilin pada jari tangan yang khas;
tremor berkurang dengan gerakan voluntar selama
tidur.
Bradikinesia* Perlahan-lahan dalam memulai dan
mempertahankan gerakan
Rigiditas roda pedati* Gerakan dihalangi dengan “menangkap” ; resistensi
relatif konstan sepanjang rentang gerakan.
Kelainan posisi tubuh Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara
dan cara berjalan* berjalan yang capat, berbalik badan secara
bersamaan (en bolic).
Mikrografia Tulisan tangan yang kecil-kecil dan secara
perlahan; tremor dapat jelas terlihat ketika
menggambar lingkaran yang konsentrik.
Wajah seperti topeng Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin,
berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20
kali/ menit)
Suara datar Bicara tanpa ekspresi
(monoton)
Refleks Hiperaktif Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari
glabelar di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan
pasien berkedip setiap kali ketukan.
*Gejala kardinal atau utama pada PD6

G. Penegakan Diagnosis
1. EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
2. CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks
vakuo)

H. Penatalaksanaan Terapi Obat-obatan

1. Medikamentosa

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:

a) Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk mengendalikan
gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b) Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron
dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase).
Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya
dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-
Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. 9

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita


penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini
diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek
sampingnya.10
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat yang
paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang punggung
pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat
kembali beraktivitas secara normal.10

Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang


dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi
dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan
memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.10

Efek samping levodopa dapat berupa:11

1. Neusea, muntah, distress abdominal

2. Hipotensi postural

3. Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut.
Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi
jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.

4. Diskinesia.

Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka.
Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa.
Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena
penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit.
Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.

5. Abnormalitas laboratorium.

Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan
komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan
motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang
mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. 7

Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan
dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja
berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. Jika kombinasi obat-
obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi
bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi
pengganti terhadap obat-obatan yang diminum.11

c) COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor pada
pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT,
memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan seperti liver
toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan
penurunan fungsi liver. 11
d) Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol
(Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan
tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. 10
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang
berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi
fluktuasi gejala motorik. 9

e) MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah
perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson,
dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna
untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. 11
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh
neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-
methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapat
meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas.
Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.10
f) Amantadine (Symmetrel)

Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.1

g) Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini
dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak
dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat
menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak.
Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh
levodopa. 7

2. Deep Brain Stimulation (DBS)


Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan elektroda yang
memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut
deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan
melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat
medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah
target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan
oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan
penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic
nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah
target tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan kemajuan
pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS direkomendasikan
bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih
memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan 90%. Berdasarkan
penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi DBS mencapai
peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal sehari-hari.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan,
karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk menelan
sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan
membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan
beberapa obat.

3. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan
termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau
latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan
program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.7
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat dalam
menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion.
Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan
memindahkan makanan di dalam mulut. 7

4. Terapi Suara
Perawatan yanG paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh penyakit
Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk
meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang
menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk
meningkatkan kejernihan suara. 1

5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang
melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut
subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah
enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu
aktif di STN. 7
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether melalui
operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa. 7

6. Pencangkokan saraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang berubah
menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang
dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan
dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah
umur.7

7. Operasi

Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa. Operasi
dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak
mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik. 11

8. Terapi neuroprotektif

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine
oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10. 7

9. Nutrisi

Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan secara
luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu
perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini.
Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala
pada penelitian terhadap 110 pasien. 7

THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam
biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat
besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang
terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim
superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak
sel. 7

Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip dengan
vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi
mirip dengan koenzim Q10.

I. Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.7

Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. 9
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Netter F, Jones H, Srinivasan J, Allam G, Baker R. Netter's neurology. 2nd ed. Philadelphia, PA:
Elsevier Saunders; 2012. p. 287-298
2. Hauser S, Josephson S. Harrison's Neurology in Clinical Medicine. 2nd ed. New York: McGraw-Hill
Publishing; 2010. p. 320-336
3. Pringsheim T, Jette N, Frolkis A, Steeves T. The prevalence of Parkinson's disease: A systematic
review and meta-analysis. Movement Disorders. 2014;29(13):1583-1590.
4. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 10th ed. US:
McGraw-Hill Education; 2014.
5. Hauser R. Parkinson Disease: Practice Essentials, Background, Anatomy [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2018 [cited 23 June 2018]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview
6. Connolly B, Lang A. Pharmacological Treatment of Parkinson Disease. JAMA. 2014;311(16):1670.
7. National Institute for Health and Care Excellence. Parkinson’s disease in adults | Guidance and
guidelines | NICE [Internet]. Nice.org.uk. 2007 [cited 24 June 2018]. Available from:
https://www.nice.org.uk/guidance/ng71

Anda mungkin juga menyukai