Disusun Oleh :
NAMA : SYAHDAN
P20002060
A. Latar Belakang
Anemia yaitu suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) di dalam
darah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok orang menurut umur dan
jenis kelamin, pada wanita remaja hemoglobin normal adalah 12-15 g/dl dan
pria remaja 13-17 g/dl (Adriani, 2017).
World Health Organization (WHO, 2017) menyebutkan anemia adalah
suatu kondisi jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis seseorang bervariasi
berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku merokok dan tahap
kehamilan. Penyebab anemia umumnya karena kekurangan pengetahuan
tentang anenia, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12 dan vitamin A.
Peradangan akut dan kronis, infeksi parasit, kelainan bawaan yang
mempengaruhi sintesis hemoglobin, kekurangan produksi sel darah merah
dapat menyebabkan anemia (Siska, 2017).
Anemia merupakan kelanjutan dampak kekurangan zat gizi makro yaitu
karbohidrat, protein, lemak dan kurang zat gizi mikro yaitu vitamin dan
mineral. Dampak anemia pada remaja putri yaitu pertumbuhan terhambat,
tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran
atau kesegaran tubuh berkurang, semangat belajar atau prestasi menurun.
Dampak rendahnya status besi (Fe) dapat mengakibatkan anemia dengan
gejala pucat, lesu atau lelah, sesak nafas dan kurang nafsu makan serta
gangguan pertumbuhan (Barasi, 2016).
Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi
bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostic yang tepat, pada kasus-kasus
penyakit dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun 1997. Anemia hemolitik
merupakan 6% dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia
apalstik dan anemia skunder keganasan hematologi (Wiwik handayani, 2008).
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis,
yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya, pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek normal umur eritrosit
100-120 hari (Wiwik Handayani, 2008)
Anemia hemolitik adalah destruksi prematur sel darah merah, yang dapat
bersifat kronik atau mengancam nyawa. Pasien dengan anemia hemolitik
dapat datang dengan gejala anemia, ikterus, hematuria, dyspnea, takikardia,
dan terkadang hipotensi. Gejala yang muncul akan merefleksikan penyebab
yang mendasari hemolisis. sel darah merah memiliki usia sekitar 120 hari.
Mekanisme yang dapat menyebabkan destruksi prematur sel darah merah
adalah deformabilitas sel yang buruk, sehingga menyebabkan sel terperangkap
di pembuluh darah kecil dan limpa, serta merangsang fagositosis sel.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan anemia hemolitik antara lain
destruksi yang dimediasi antibodi, fragmentasi akibat mikrotrombi atau
trauma mekanis, oksidasi, atau destruksi seluler langsung [CITATION Jam18 \l
1033 ].
World Health Organization (WHO) dalam worldwide prevalence of
anemia tahun 2015 menunjukkan bahwa prevalensi anemia di dunia berkisar
40- 88%.Di Asia Tenggara, 25-40% remaja putri mengalami kejadian anemia
tingkat ringan dan berat. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di
Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1%
perempuan (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, prevalensi
anemia di antara anak umur 5-12 di Indonesia adalah 26%, pada wanita umur
13-18 yaitu 23%. Prevalensi anemia pada pria lebih rendah dibanding wanita
yaitu 17% pada pria berusia 13-18 tahun (Kemenkes, 2018).Sejalan dengan
survei kesehatan rumah (SKRT) tahun 2016, menyatakan prevalensi anemia
pada remaja putri usia 15-20 tahun ialah 57,1%.Di Provinsi Riau, prevalensi
yang mengalami anemiayaitu 25,1% dan 19,4% berada pada usia 15-24 tahun.
Angka kejadian anemia pada perempuan 18,1% dan laki-laki 7% (Natalia,
2018).
Data epidemiologi menunjukkan bahwa anemia hemolitik tidak memiliki
kecenderungan jenis kelamin dan ras. Hanya saja, pada Autoimmune
Hemolytic Anemia angka kejadianya dilaporkan sedikit lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria. Selain itu, defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD) lebih banyak ditemukan pada laki-laki karena
diturunkan secara X resesif. Pada defisiensi G6PD, perempuan menjadi karier.
A. DEFINISI
Anemia adalah keadaan dimana rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar hemoglobin (HB) sehingga hematocrit (HT)/viskositas darah menjadi
encer. Anemia menunjukkan suatu gejala penyakit atau perubahan fungsi
tubuh bukan suatu penyakit [ CITATION MBa16 \l 1033 ].\
Anemia hemolitik didefinisikan sebagai penghancuran sel darah merah
(sel darah merah) sebelum rentang hidup normal 120 hari. Ini mencakup
banyak entitas yang terpisah dan beragam yang gambaran klinis umum dapat
membantu dalam identifikasi hemolisis. Anemia hemolitik terjadi pada
spektrum dari kronis hingga mengancam jiwa, dan perlu dipertimbangkan
pada semua pasien dengan anemia normositik atau makrositik yang tidak
dapat dijelaskan [CITATION Jam18 \l 1033 ].
B. ETIOLOGI
Etiologi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi penyebab korpuskular dan
ekstrakorpuskular.
1. Penyebab korpuskular dari anemia hemolitik antara lain kelainan pada
membran sel darah merah, hemoglobinopati, dan abnormalitas enzim.
2. Penyebab ekstrakorpuskular antara lain penyebab imunologikal,
mekanikal, infeksi, dan toksin (Guillaud C, 2012).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia yang paling umum didasari oleh tingkat konsentrasi sel
darah merah total atau hemoglobin dalam darah. Hemoglobin adalah protein
kaya zat besi yang memberikan warna merah pada darah. Protein ini
membantu sel-sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh.
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, anemia adalah kondisi di mana
kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dL (gram per desiliter) pada wanita
dewasa atau kurang dari 13,0 g/dL pada pria dewasa.
Dari situ, klasifikasi tingkat keparahan anemia dikelompokkan menjadi
ringan, sedang, dan berat, tergantung dari seberapa rendahnya kadar
hemoglobin dalam darah.
Klasifikasi anemia juga dapat terbagi lagi berdasarkan karakteristik bentuk
sel darah merah yang diproduksi, yang meliputi:
Makrositik (sel darah merah besar), contohnya anemia megaloblastik,
anemia defisiensi B12 dan folat, anemia karena penyakit hati, dan anemia
karena hipotiroidisme.
Mikrositik (sel darah merah terlalu kecil), contohnya anemia sideroblastik,
anemia defisiensi besi, dan thalasemia.
Normositik (sel darah merah berukuran normal), contohnya anemia karena
perdarahan (anemia hemoragik), anemia karena penyakit kronis atau
infeksi, anemia hemolitik autoimun, anemia aplastik.
Ada pula yang membagi jenis anemia mengikuti penyebab mendasarnya,
yaitu anemia karena ganguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang, anemia
karena perdarahan (kehilangan banyak darah dari dalam tubuh), dan anemia
yang disebabkan oleh proses penghancuran eritrosit sebelum waktunya.
D. MANIFESTASI KLINIS
Anemia hemolitik yang ringan dapat tidak menimbulkan gejala. Pada fase
selanjutnya, beratnya keluhan sejalan dengan jumlah kekurangan sel darah
merah di dalam tubuh. Berikut adalah gejala yang cenderung umum dialami
banyak orang dengan anemia hemolitik, seperti :
1. Pucat
2. Lemas
3. Pusing
4. Mudah merasa lelah
5. Tekanan darah rendah
6. Demam
7. Sesak napas
8. Nyeri dada
9. Nyeri perut
10. Perubahan warna kulit
11. Warna urine yang menjadi lebih gelap
12. Pembesaran hati
13. Pembesaran limpa
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan irama jantung
2. Kelainan otot jantung (kardiomiopati)
3. Gagal jantung
F. PATOFISIOLOGI
Hemolisis adalah cara terakhir apabila dipilih oleh sejumlah besar
diperoleh turun-temurun dan gangguan. Etiologi dari penghancuran eritrosit
premature adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti
membrane intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat,
kekebalan penghancuran eritrosit, mekanisme cedera dan hypersplenism.
Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat
dehydrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen
berasal dari hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolysis ringan mungkin memiliki tingkat
hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan
eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia
ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan
oleh virus (parovirus) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak
dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, dimana penurunan eritrosit
terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang
tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis,
perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia
sel sabit atau talasemia.
Secara patofisiologis, anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu ekstravaskuler dan intravaskuler. Hemolisis ekstravaskuler
lebih sering terjadi dibandingkan intravaskuler. Mekanisme primer dari
hemolisis ekstravaskuler adalah sekuestrasi dan fagositosis akibat
deformabilitas sel darah merah yang buruk.
Mekanisme intravaskuler meliputi destruksi sel secara langsung,
fragmentasi dan oksidasi. Destruksi sel secara langsung dapat disebabkan oleh
toksin dan trauma. Hemolisis fragnentasi terjadi jika faktor ektrinsik
menyebabkan luka dan rupture pada sel darah merah, hemolisis oksidatif
timbul jika terjadi kegagalan pada mekanisme protektif sel (Yusuf, dkk.
2011).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan anemia hemolitik sangat tergantung pada etiologi yang
mendasarinya. Tujuan utama dari terapi farmakologi adalah untuk mengurangi
morbiditas dan mencegah komplikasi (Schick, Paul, 2019).
Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu,
mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem
kekebalan, yang dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat
dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu
menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.
Kortikosteroid
Kortikosteroid diindikasikan pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh
faktor imunitas. Terutama pada anemia hemolitik autoimun (AIHA). Pada
tahap awal dapat diberikan prednison oral 1–2 mg/kg/hari. Bila respon terapi
per oral kurang adekuat, maka dapat diberikan methylprednisolone intravena
dengan dosis 0,8–1,6 mg/kg/hari. Penurunan dosis steroid harus dilakukan
dengan perlahan (Ladogana, Saverio et al. 2017).
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa jenis pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis
anemia hemolitik adalah :
1. Bilirubin, meningkat
2. Hemoglobin, yang merupakan pemeriksaan untuk mengukur jumlah sel
darah merah
3. Tes fungsi hati
4. Hitung retikulosit, yang merupakan pemeriksaan untuk mengukur jumlah
sel darah merah yang diproduksi oleh tubuh.
Apabila dokter menduga tanda dan gejala yang dialami dapat berkaitan
dengan anemia hemolitik intrinsik, juga dapat dilakukan pemeriksaan sampel
darah menggunakan mikroskop untuk mengevaluasi bentuk dan ukuran dari
sel darah merah.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan urine
untuk memeriksa adanya sel darah merah. Pada sebagian kasus, dokter juga
dapat merekomendasikan untuk dilakukan aspirasi sumsum tulang atau biopsi.
I. WOC
J. PENGKAJIAN
Data demografi
1. Riwayat kesehatan
Pasien dengan anemia hemolitik datang dengan keluhan sakit kepala,
lemah,letih, pucat pada kulit dan membran mukosa
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau
mendapatkan pengobatan seperti anti kanker, analgetik dll
Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan
kadar ionisasi yang besar
Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung as.folat, Fe dan Vit 12.
Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
b. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan atau kegagalan
genetik yang berasal dari orang tua.
Perlu diketahui apakah dikeluarga pasien terdapat penderita yang
mengalami seperti yang dialami pasien saat ini.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Klien terlihat keletihan dan lemah
Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
Mengeluh nyeri mulut dan lidah
Perlu ditanyakan pada pasien tentang awal terjadinya keluhan
seperti pucat, lemah, kelemahan. Mengenai lamanya keluhan
tersebut dirasakan kualitas dan kuantitas keluhan, keadaan atau dan
situasi yang memperberat dan memperingan keluahan dan
ditanyakan apakah sudah pernah dilakukan pengobatan.
2. Kebutuhan dasar
Pola aktivitas sehari-hari
Keletihan
Malaise
Kelemahan
Ditandai: Kehilangan produktivitas : penurunan semangat untuk
bekerja
a. Sirkulasi
Palpitasi
Takikardia
mur mur sistolik,
kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, farink dan bibir)
pucat ditndai : Sklera : biru atau putih seperti mutiara
Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer
dan vasokonstriksi (kompensasi).
Ditandai : kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok
Rambut kering, mudah putus, menipis dan tumbuh uban secara
premature.
b. Eliminasi
Pengeluaran urine
c. Integritas ego
Biasanya mengalami depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
d. Makanan dan cairan
Penurunan nafsu makan
Mual dan muntah
Penurunan BB
Distensi abdomen dan penurunan bising usus
Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
e. Higien
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
f. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi,
penurunan penglihatan, gelisah dan kelemahan.
g. Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen dan sakit kepala
h. Keamanan
Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi
i. Seksualitas
Perubahan aliaran menstruasi (menoragia atau amenore), hilang
libido, dan impoten.
K. ANALISA DATA
Kemampuan
0 1 2 3 4 Intoleransi Aktivitas
perawatan diri
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di
tempat tidur
Berpindah
Ambulasi/RO
M
*0: Mandiri; 1: Alat bantu; 2: Dibantu orang lain; 3:
Dibantu orang lain dan alat; 4: Tergantung total
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Penurunan Konsentrasi Hemoglobin
2. Resiko Defisit Nutrisi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis,
yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya, pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek normal umur eritrosit
100-120 hari, dengan gejala yang cenderung umum dialami banyak orang
dengan anemia hemolitik, seperti : Pucat, Lemas, Pusing, Mudah merasa lelah,
Tekanan darah rendah, Demam, Sesak napas, Nyeri dada, Nyeri perut,
Perubahan warna kulit, Warna urine yang menjadi lebih gelap, Pembesaran
hati dan Pembesaran limpa.Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu
sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostic yang
tepat.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
dalam kasus Anemia Hemolitik sesuai dengan pedoman standar intervensi
keperawatan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani.(2017). Faktor-Faktor Anemia pada Remaja Putri. Surakarta. Diakses pada 22 mei
2019.
Siska. (2017) .Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Pada Remaja Putri. Jakarta.
Diakses pada 26 April 2019
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika