Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX

OLEH:

IDA AYU PUTU GAYATRI PRABHA (P07120216033)

SEMSETER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2019
A. Pengertian
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga
potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan normal rongga pleura
di penuhi oleh paru-paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena
adanya tegangan permukaaan (tekanan negatif) antara kedua permukaan pleura, adanya
udara pada rongga potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan
paru-paru terdesak sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura
tersebut, semakin banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan
paru –paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan
pada intrapleura. Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen
kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju kedalam paru yang kolaps tidak
mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak terjadi (Suarjaya &
Kedokteran, 2020).
B. Patofisiologi
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk melakukan
proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang yang menyusun
struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang kedua
adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi Jika
salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada proses
ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang
rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada
otot pernapasan akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral
pernapasan seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal
bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau gunshot.
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan dapat masuk
kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada kapiler
pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke
rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O)
yang sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara
pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek
pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada
subpleura yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura.
C. Klasifiklasi Pneumothorax
1. Berdasarkan penyebabnya
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pneumotoraks Spontan Primer ( primery spontaneous pneumothorax)
Dari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks belum
diketahui secara pasti, banyak penelitian dan terori telah di kemukakan untuk
mencoba menjelaskan tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe
pneumotoraks ini. Ada teori yang menyebutkan, disebabkan oleh factor
konginetal, yaitu terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu saat
akan pecah akibat tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan
terjadinya pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat
pada bagian apeks paru dan juga pada percabangan trakeobronkial. Pendapat
lain mengatakan bahwa PSP ini bisa disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Diduga merokok dapat menyebabkan ketidakseimbangan dari protease,
antioksidan ini menyebabkan degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-
paru, serta banyak penyebab lain yang kiranya dapat membuktikan penyebab
dari pneumotoraks spontan primer.
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder ( Secondary Spontaneus Pneumothorax)
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan suatu pneumotoraks yang
penyebabnya sangat berhubungan dengan penyakit paru-paru, banyak
penyakit paru-paru yang dikatakan sebagai penyebab dasar terjadinya
pneumotoraks tipe ini. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD),
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumocity carinii, adanya keadaan
immunocompremise yang disebabkan oleh infeksi virus HIV, serta banyak
penyebab lainnya, disebutkan penderita pneumotoraks tipe ini berumur
diantara 60-65 tahun.
2. Pneumothorax traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan
paru.
3. Pneumothorax berdasarkan fistulanya
Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu:
a. Pneumothorax tertutup (simple pneumothorax)
Pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intratoraks yang
progresif (American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005). Pada
tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi
negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut
paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,
meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
b. Pneumothorax terdesak (tension pneumothorax)
Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawat daruratan pada
cedera dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara
masuk kedalam rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan
ini disebut dengan fenomena ventil ( one –way-valve). Pneumotoraks yang
disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin
bertambah atau progresif. Pada tension pneumotoraks ditemukan mekanisme
ventil atau udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005).
Akibat udara yang terjebak didalam rongga pleura ssehingga
menyebabkan tekanan intrapleura meningkat akibatnya terjadi kolaps pada
paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral,
penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia. Literatur lain
menjelaskan bahwa tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Banyak
literatur masih memperdebatkan efek dari pneumotoraks dapat menyebabkan
terjadinya kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan adanya pergeseran
pada mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava anterior dan
superior, disebutkan juga hipoksia juga menjadi dasar penyebabnya, hipoksia
yang memburuk menyebabkan terjadinya resitensi terhadap vaskular dari
paru-paru yang diakibatkan oleh vasokonstriksi. Jika gejala hipoksia tidak
ditangani secepatnya, hipoksia ini akan mengarah pada keadaan asidosis,
kemudian disusul dengan menurunnya cardiac output sampai akhirnya terjadi
keadaan henti jantung.
c. Pneumothorax terbuka (open pneumothorax)
Keadaan pneumotoraks terbuka ini tersering disebabkan oleh adanya
penetrasi langsung dari benda tajam pada dinding dada penderita sehingga
meninmbulkan luka atau defek pada dinding dada. Dengan adanya defek
tersebut yang merobek pleura parietal, sehingga udara dapat masuk kedalam
rongga pleura. Terjadinya hubungan antara udara pada rongga pleura dan
udara dilingkungan luar, sehingga menyebabkan samanya tekanan pada
rongga pleura dengan udara di diatmosfer. Atau tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Jika ini didiamkan akan sangat membahayakan
pada penderita.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound) (Slobodan, 2015).
Dikatakan pada beberapa literatur jika sebuah defek atau perlukaan pada
dinding dada lebih besar 2/3 dari diameter trakea ini akan menyebabkan udara
akan masuk melalui perlukaan ini, disebabkan tekana yang lebih kecil dari
trakea. Akibat masuknya udara lingkungan luar kedalam rongga pleura ini,
berlangsung lama kolaps paru tak terhindarkan, dan berlanjut gangguan
ventilasi dan perfusi oksigen kejaringan berkurang sehingga menyebabkan
sianosis sampai distress respirasi (Ilmu, Paru, Pustaka, & Dewi, 2011).

4. Pneumothorax berdasarkan luas paru yang mengalami kolaps


Menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a) Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru).
b) Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).

D. Manifestasi Klinis
a. Simple pneumothorax

(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) adalah


pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intratoraks yang progresif.
Adapun manifestasi klinis yang dijumpai :
a) Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total
b) Tidak dijumpai mediastinal shift
c) Dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena,
d) Dijumpai suara napas yang melemah sampai menghilang pada daerah yang
terkena.
e) Dijumpai kolaps paru pada daerah yang terkena.
f) Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran radiolusen atau
gambaran lebih hitam pada daerah yang terkena, biasanya dijumpai gambaran
pleura line.
g) Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi atau pemasangan
selang intra pleural.
b. Tension pneumothorax
Adapun manifestasi klinis yang dijumpai:

a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps total
paru, mediastinal shift atau pendorongan mediastinum ke kontralateral,
deviasi trachea, hipotensi & respiratory distress berat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan dinding dada yang
asimetris. Tension pneumotoraks merupakan keadaan life-threatening, maka
tidak perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks.
c. Open pneumothorax
Adanya lubang pada dinding dada yang cukup besar untuk memungkinkan udara
mengalir dengan bebas dan masuk ke luar rongga toraks bersama setiap upaya
pernafasan.

Secara umum, seseorang yang mengalami pneumothorax akan mengalami tanda dan
gejala sebagai berikut:

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-
pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.
7. AGD: ↓CO2, ↓PO2, ↑PCO2, ↑pH; SaO2 biasanya menurun.
8. Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:
a. Inspeksi : a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada) b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit
gerakannya tertinggal c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
b. Palpasi : a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat c. Fremitus suara
melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
c. Perkusi : a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi .
d. Auskultasi : a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif.

E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara
luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan
tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus
set yang berada di dalam botol
2) Menggunakan abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di
dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan
ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol.
3) Pipa WSD
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela
iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks
kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar
dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi
ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di
bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut. Penghisapan dilakukan
terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan
ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm
H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih
dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien
dalam keadaan ekspirasi maksimal.
3. Torakotomi
4. Tindakan bedah
Pembedahan dinding thoraks dengan cara pembedahan, maka dapat dicari
lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut
dijahit. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehinga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak sapat dipertahankan kembali.

a) Tension pneumothorax
Dari gejala-gejalanya kemungkinan mengarah ke pneumotoraks terdesak
(tension pneumothorax) yang merupakan suatu kegawat daruratan pada trauma
dada. Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadaan ini, karena
pemberian terapi oksigen 100% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura,
oksigen terapi 100% diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap
nitrogen, sehingga nitrogen dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui
sistem vaskular, terjadi perbedaan tekanan antara pembuluh kapiler jaringan
dengan udara pada rongga pleura, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dari
udara pada rongga pleura. Kemudian penanganan dengan jarum dekompresi yang
dilakukan pada intercostal 2 pada garis midklavikula, ini merupakan metode
konvensional. Pada literatur American College Of Chest Physician (ACCP) dan
British Thoracic Society (BTS) dekompersi dapat dilakukan pada intercosta 5
pada garis anterior aksila. Pengunaan pipa torakostomi digunakan pada
pneumotoraks dengan gejala klinis sulit bernapsa yang sangat berat, nyeri dada,
hipoksia dan gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi. Pada
penggunaannya, pipa torakostomi disambungkan dengan alat yang disebut WSD
(water seal drainage).
WSD mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal yang
berfungsi sebagai katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan dibawah air,
untuk mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif rongga pleura. dan
ruang pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang
maksimal dan kebocoran udara sudah tidak ada.
b) Open pneumothorax
Pada pneumotorak terbuka, yang terdapat luka yang menganga pada
dinding dada dan udara masuk melalui perlukaan tersebut. Penanganan awal yang
dapat kita lakukan adalah tutup luka tersebut dengan menggunakan gaas steril
ataupun kain yang bersih yang ditutup pada tiga sisinya. Fungsi dari penutup ini
sebagai katup, udara dapat keluar melaluin luka, tetapi tidak dapat masuk melalui
luka tersebut. Karena jika kita tutup pada ke empat sisinya, pneumotoraks terbuka
ini akan berubah menjadi pneumotoraks terdesak, akibat udara yang masuk tidak
dapat keluar, dan terperangkap di rongga pleura.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai
dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2. Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat
tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3. Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
2. Analisa gas darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. AGD: ↓CO2, ↓PO2,
↑PCO2, ↑pH.
3. CT scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

G. Pengobatan tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.
H. Pathway

Trauma thorax Komplikasi penyakit


paru (PPOK, TB, dll)

lebam, fraktur costa atau luka


Pecahnya blab viseralis
terbuka pada thorax

perdarahan Robeknya pleura

Berkurangnya volume darah


dalam vaskuler Akumulasi udara pada rongga pleura

Risiko syok Pneumothorax

Tekanan intrapleura Tindakan invasif (WSD,


meningkat torakostomi, dll)

Penurunan ekspansi paru Perilisan histamin,


Alveolus tidak bekerja
bradikinin, dan
optimal
prostaglandin

Pola Inspirasi dan


Pertukaran gas terganggu
ekspirasi berubah
Merangsang reseptor
nyeri pada kulit, dan
Pola napas tidak Gangguan oksigenasi dan pleura (parietal maupun
efektif eleminasi karbon dioksida viseralis)

Gangguan pertukaran gas

Perilisan histamin, Merangsang reseptor


Nyeri akut
bradikinin, dan nyeri pada kulit, dan
prostaglandin pleura (parietal maupun
viseralis)
I. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Pola napas tidak efektif
3. Nyeri akut
4. Risiko syok

J. Rencana Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan


. Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia (SIKI)
Indonesia (SLKI)
1 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi Observasi
Gas asuhan keperawatan
 Monitor frekuensi ,irama
selama ………
(D.0003) ,kedalaman dan upaya napas
x…….. maka
 Monitor pola napas ( seperti
Definisi : gangguan pertukaran
bradipnea,takipnea,hiperventilasi
Kelebihan atau kekurangan gas teratasi dengan
,kussmaul,cheyne-stokes,
oksigenasi dan/atau kriteria hasil :
biot,ataksik)
eleminasi karbondioksida  Dispnea menurun  Monitor kemampuan batuk
pada membrane alveolus- (5) efektif
kaplier
 Bunyi napas  Monitor adanya produksi
Penyebab : tambahan spuntum
menurun (5)  Monitor adanya sumbatan jalan
 Ketidakseimbangan
 Pusing menurun napas
ventilasi-perfusi
(5)  Palpasi kesimetrisan ekspansi
 Perubahan
 Penglihatan kabur paru
membrane alveolus-
menurun (5)  Auskultasi bunyi napas
kaplier
 Diaforesis  Monitor saturasi oksigen
menurun (5)  Monitor nilai AGD
 Gelisah menurun  Monitor hasil x-ray toraks
(5)
Gejala dan Tanda Mayor  Napas cuping
hidung menurun
Subjektif : Terapeutik
(5)
 Dispnea  PCO2 membaik  Atur interval pemantauan

(5) respirasi sesuai kondisi pasien


Objektif :
 PO2 membaik (5)  Dokumetasi hasil pemantauan
 PCO2
 Takikardia Edukasi
meningkat/menurun
membaik (5)
 PO2 menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur
 PH arteri
 Takikardia pemantauan
membaik (5)
 pH arteri  Informasi hasi pemantauan ,jika
 Sianosis membaik
meningkat/menurun perlu
(5)
 Bunyi napas
 Pola napas Terapi oksigen
tambahan
membaik (5)
Observasi
Gejala dan Tanda Minor
Warna kulit membaik
 Monitor kecepatan aliran
Subjektif : (5)
oksigen
 Pusing  Monitor posisi alat terapi
 Penglihatan kabur oksigen
 Monitor aliran terapi oksigen
Objektif :
secara periodic dan pastikan
 Sianosis fraksi yang diberikan cukup
 Diaforesis  Monitor efektifitas terapi
 Gelisah oksigen (mis. Oksimetri, analisa
 Napas cuping gas darah) ,jika perlu
hidung  Monitor kemampuan
 Pola napas abnormal melepaskan oksigen saat makan
( cepat/lambat,  Monitor tanda-tanda
regular/ireguler, hipoventilasi
dalam/dangkal)  Monitor tanda dan gejala
 Warna kulit
abnormal (mis. toksikasi oksigen dan atelectasis
Pucat ,kebiruan)  Monitor tingkat kecemasan
 Kesadaran menurun akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa
Kondisi Klinis Terkait :
hidung akibat pemasangan
 Penyakit paru oksigen
obstruktif kronis
Terapeutik
(PPOK)
 Gagal jantung  Bersikan secret pada mulut,
kongestif hidung dan trakea, jika perlu
 Asma  Pertahankan kepatenan jalan
 Pneumonia napas
 Tuberkulosis paru  Siapkan dan atur peralatan

 Penyakit membrane pemberian oksigen

hialin  Berikan oksigen tambahan ,jika

 Asfiksia perlu

 Persistent  Tetap berikan oksigen saat

pulmonary pasien ditransportasi

hypertension of  Gunakan prangkat oksigen yang


newborn (PPHN) sesuai dengan tingkat mobilisasi

 Prematuritas pasien

 Infeksi saluran Edukasi


napas
 Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah

Kolaborasi

 Kolaborasi penentuan dosis


oksigen

Kolaborasi penggunaan oksigen saat


aktivitas dan/atau tidur
2 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Definisi : intervensi selama ... Observasi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi x... menit, maka pola  Monitor pola napas (frekuensi,
yang tidak memberikan napas membaik kedalaman, usaha napas)
ventilasi adekuat. dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi napas tambahan
Penyebab :  Ventilasi semenit (mis. gurgling, mengi, wheezing,
 Depresi pusat pernapasan (5) ronkhi kering)
 Hambatan upaya napas  Kapasitas vital (5)  Monitor sputum (jumlah, warna,
(mis. nyeri saat bernapas,  Diameter thoraks aroma)
kelemahan otot anterior Terapeutik :
pernapasan) posterior (5)  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Deformitas dinding dada  Tekanan ekspirasi dengan head-tilt dan chin-lift
 Deformitas tulang dada (5) (jaw-thrust jika curiga trauma
 Gangguan neuromuscular  Tekanan inspirasi cervical)

 Gangguan neurologis (5)  Posisikan semi-Fowler atau

(mis. elektroensefalogram  Dispnea (5) Fowler

[EEG] positif, cedera  Penggunaan otot  Berikan minum hangat


kepala, gangguan kejang) bantu napas (5)  Lakukan fisioterapi dada, jika
 Imaturitas neurologis  Pemanjangan fase perlu

 Penurunan energy ekspirasi (5)  Lakukan penghisapan lendir

 Obesitas  Ortopnea (5) kurang dari 15 detik

 Posisi tubuh yang  Pernapasan  Lakukan hiperoksigenasi sebelum

menghambat ekspansi pursed-tip (5) penghisapan endotrakeal

paru  Pernapasan cuping  Keluarkan sumbatan benda padat

 Sindrom hipoventilasi hidung (5) dengan forsep McGill

 Kerusakan inervasi  Frekuensi napas (5)  Berikan oksigen, jika perlu


diafragma (kerusakan  Kedalaman napas
saraf C5 ke atas) (5)
 Cedera pada medulla  Ekskursi dada (5)
spinalis Edukasi :
 Efek agen farmakologis  Anjurkan asupan cairan
 Kecemasan 2000ml/hari, jika tidak
Gejala dan Tanda Mayor kontraindikasi
Subjektif :  Ajarkan teknik batuk efektif
 Dispnea Kolaborasi :
Objektif :  Kolaborasi pemberian

 Penggunaan otot bantu bronkodilator, ekspektoran,


pernapasan mukolitik, jika perlu

 Fase ekspirasi memanjang


 Pola napas abnormal Pemantauan Respirasi

(mis. takipnea, bradipnea, Observasi :

hiperventilasi, kusmaul,  Monitor frekuensi, irama,

cneyne-stokes) kedalaman dan upaya napas

Gejalan dan Tanda Minor  Monitor pola napas (seperti :

Subjektif : bradipnea, takipnea, hiperventilasi,

 Ortopnea kussmaul, cheyne-stokes, biot,

Objektif : ataksik)

 Pernapasan pursed-lip  Monitor kemampuan batuk efektif

 Pernapasan cuping hidung  Monitor adanya produksi sputum


 Monitor adanya sumbatan jalan
 Diameter thoraks
napas
anterior-posterior
 Paplasi kesimetrisan ekspansi paru
meningkat
 Auskultasi bunyi napas
 Ventilasi semenit
 Monitor saturasi oksigen
menurun
 Monitor nilai AGD
 Kapasitas vital menurun
 Monitor hasil X-ray thoraks
 Tekanan ekspirasi
Terapeutik :
menurun
 Atur interval pemantauan respirasi
 Tekanan inspirasi
sesuai kondisi pasien
menurun
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Ekskursi dada berubah
Edukasi :
Kondisi Klinis Terkait :  Jelaskan tujuan dan prosedur
 Depresi sistem saraf pusat pemantauan
 Cedera kepala  Informasikan hasil pemantauan,

 Trauma thoraks jika perlu

 Gullian barre syndrome


 Multiple sclerosis
 Myastenial gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
 Intoksikasi alcohol
3 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan
Definisi: Observasi
selama .... X .... jam
Pengalaman sensorik atau menit diharapkan  Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan Nyeri Akut karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jarigan Berkurang dengan frekuensi, kualitas ,
actual atau fungsional, kriteria hasil : intensitas nyeri
dengan onset mendadak  Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri :
atau lambat dan  Identifikasi respons nyeri
berintensitas ringan hingga  Keluhan nyeri non verbal
berat yang berlangsung (5)  Identifikasi faktor yang
kurang dari 3 bulan  Meringis (5) memperberat nyeri dan
 Sikap memperingan nyeri
Penyebab:
protektif (5)  Identifikasi pengetahuan dan
 Agen pencedera  Gelisah (5) keyakinan tentang nyeri
fisiologis (mis.  Kesulitan  Identifikasi pengaruh budaya
Inflamai,iskemia, tidur (5) terhadap respon nyeri
neoplasma  Menarik diri  Identifikasi pengaruh nyeri
 Agen pencedera (5) pada kualitas hidup
kimiawi (mis.  Berfokus pada  Monitor keberhasilan terapi
Terbakar, bahan diri sendiri (5) komplementer yan sudah
kimia iritan)  Diaforesis (5) diberikan
 Agen pencedera  Perasaan  Monitor efek samping
fisik (mis. Abses, depresi penggunaan analgetik
amputasi, terbakar, (tertekan) (5)
terpotong,  Perasan takut Terapeutik
mengangkat berat, mengalami
 Berikan teknik
prosedur operasi, cedera
nonfarmakologis untuk
trauma, latihan fisik berulang (5)
mengurangi rasa nyeri (mis.
berlebih)  Anoreksia (5)
TENS, hypnosis, akupresur,
 Perineum
terapi music, biofeedback,
Gejala dan Tanda Mayor terasa tertekan
terapi pijat, aromaterapi,
(5)
Subjektif teknik imajinasi terbimbing,
 Uterus teraba
kompres hangat/dingin,
 Mengeluh nyeri membulat (5)
terapi bermain)
Objektif  Ketegangan
 Kontrol lingkungan yang
 Tampak meringis otot (5)
memperberat rasa nyeri (mis.
 Bersikap protektif  Pupil dilatasi
Suhu ruangan, pencahayaan,
(mis. Waspada, (5)
kebisingan)
posisi menghindari  Muntah (5)
 Fasilitas istirahat dan tidur
nyeri)  Mual (5)
 Pertimbangkan jenis dan
 Gelisah  Frekuensi
sumber nyeri dalam
 Frekuensi nadi nadi (5)
pemilihan strategi
meningkat  Pola napas (5)
meredakan nyeri
 Sulit tidur  Tekanan
darah (5)
 Proses
berpikir (5) Edukasi
 Fokus (5)
Gejala dan Tanda Minor  Jelaskan penyebab, periode,
 Fungsi kemih
Subjektif : - dan pemicu
(5)
 Jelaskan strategi meredakan
 Perilaku (5)
Objektif  Nafsu makan nyeri
(5)  Anjurkan memonitor nyeri
 Tekanan darah
 Pola tidur (5) secara mandiri
meningkat
Kontrol Nyeri  Anjurkan menggunakan
 Pola napas berubah
analgetik secara tepat
 Nafsu makan  Melaporkan
berubah  Ajarkan teknik
nyeri
 Proses berpikir nonfarmakologis untuk
terkontrol (5)
terganggu mengurangi rasa nyeri
 Kemampuan
 Menarik diri Kolaborasi
mengenali
 Berfokus pada diri onset nyeri (5)  Kolaborasi pemberian
sendiri  Kemampuan analgetik, jika perlu
 Diaforesis mengenali Pemberian Analgesik
Kondisi klinis terkait penyebab
Observasi
 Kondisi nyeri (5)
 Identifikasi karakteristik
pembedahan  Kemampuan
nyeri (mis. Pencetus, pereda,
 Cedera traumatis menggunakan
kualitas, lokasi, intensitas,
teknik non-
 Infeksi
frekuensi, durasi)
farmakologis
 Sindrom koroner
 Identifikasi riwayat alergi
(5)
akut
obat
 Dukungan
 Glaukoma  Identifikasi kesesuaian jenis
orang terdekat
analgesic (mis. Narkotika,
(5)
non narkotika, atau NSAID)
 Keluhan nyeri
dengan tingkat keparahan
(5)
nyeri
 Penggunaan
 Monitor tanda tanda vital
analgesic (5)
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi

 Jelaskan efek terapu dan


efek samping obat
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis


dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

7 Risiko Syok Setelah dilakukan Pemantauan Cairan


tindakan keperawatan Observasi:
Definisi: selama …...x…...  Monitor frekuensi dan kekuatan
Berisiko mengalami menit diharapkan nadi
ketidakcukupan alirah darah Status Cairan  Monitpr frekuensi napas
ke jaringan tubuh, yang Membaik dengan  Monitor tekanan darah
dapat mengakibatkan kriteria hasil:  Monitor berat badan
disfungsi seluler yang Status Cairan:  Monitor waktu pengisian kapiler
mengancam nyawa  Kekuatan nadi (5)  Monitor elastisitas atau turgor
 Turgor kulit (5) kulit
Faktor Risiko:  Output urine (5)  Monitor jumlah, warna dan berat
 Hipoksemia  Pengsisian vena jenis urine
 Hipotensi (5)  Monitor kadar albumin dan
 Kekurangan volume  Frekuensi nadi (5) protein total
cairan  Tekanan darah (5)  Monitor hasil pemeriksaan serum
 Sepsis  Tekanan nadi (5) (mis. Osmolitas serum,
 Sindrom respon  Membrane hematokrit, natrium, kalium,
inflamasi sistemik mukosa (5) BUN)
(systemic inflammatory  Jugular Venous  Monitor intake dan output cairan
respons syndrome Pressure (JVP) (5)  Identifikasi tanda-tanda
[SIRS])  Berat badan (5) hipovolemia (mis. Frekuensi nadi

Kadar Hb (5) meningkat, nadi teraba lemah,


Kondisi Klinis Terkait : tekanan darah menurun, tekanan
1. Perdarahan nadi menyempit, turgor kulit
2. Trauma multiplel menurun, membrane mukosa
3. Pneumothoraks kering, volume urine menurun,
4. Infark miokard hematokrit meningkat, haus,
5. Kardiomiopati lemah, konsentrasi urine
6. Cedera medulla spinalis meningkat, berat badan menurun
7. Anafilaksis dalam waktu singkat)
8. Sepsis  Identifikasi tanda-tanda
9. Koagulasi intavaskuler hipervolemia (mis. Dispnea,
diseminata edema perifer, edema anasarka,
10. Sindrom respons JVP meningkat, CVP meningkat,
inflamasi sistemik reflex hepatojugular positif, berat
(systemic inflammatory badan menurun dalam waktu
respons syndrome singkat)
[SIRS]) Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan
Objektif: sesuai dengan kondisi pasien
 Frekuensi nadi  Dokumentasikan hasil
meningkta pemantauan
 Nadi teraba lemah Edukasi
 Tekanan darah menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur
 Tekanan nadi pemantauan
menyempit  Informasikan hasil pemantauan,
 Turgor kulit menurun jika perlu
 Membrane mukosa
kering Pencegahan Syok

 Volume urine menurun Observasi

 Hematokrit meningkat  Monitor status kardiopulmonal


(frekuensi danb tekanan nadi,

Keterangan frekuensi napas, TD, MAP)

Diagnosis ini ditegakkan  Monitor status oksigenasi

pada kondisi gawat darurat (oksimetri nadi, AGD)

yang dapat mengancam jiwa  Monitor status cairan (masukan


dan intervensi diarahkan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
untuk penyelamatan jiwa.  Monitor tingkat kesadaran dan
respon pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
 Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang katetr urine untuk menilai
produksi urine, jika perlu
 Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
 Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA

Ilmu, S., Paru, P., Pustaka, T., & Dewi, L. M. (2011). Fakultas kedokteran universitas
muhammadiyah surakarta 2011.

PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Slobodan, M. (2015). PNEUMOTHORAX — DIAGNOSIS AND TREATMENT. 10(3), 221–228.


https://doi.org/10.5937/sanamed1503221M

Suarjaya, P. P., & Kedokteran, F. (2020). EARLY IDENTIFICATION AND BASIC LIFE
SUPPORT FOR. 1–18.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI
RENCANA KEPERAWATAN
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
. Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia (SIKI)
Indonesia (SLKI)
1 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Definisi : intervensi selama ... Observasi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi x... menit, maka pola  Monitor pola napas (frekuensi,
yang tidak memberikan napas membaik kedalaman, usaha napas)
ventilasi adekuat. dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi napas tambahan
Penyebab :  Ventilasi semenit (mis. gurgling, mengi, wheezing,
 Depresi pusat pernapasan (5) ronkhi kering)
 Hambatan upaya napas  Kapasitas vital (5)  Monitor sputum (jumlah, warna,
(mis. nyeri saat bernapas,  Diameter thoraks aroma)
kelemahan otot anterior Terapeutik :
pernapasan) posterior (5)  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Deformitas dinding dada  Tekanan ekspirasi dengan head-tilt dan chin-lift
 Deformitas tulang dada (5) (jaw-thrust jika curiga trauma
 Gangguan neuromuscular  Tekanan inspirasi cervical)

 Gangguan neurologis (5)  Posisikan semi-Fowler atau

(mis. elektroensefalogram  Dispnea (5) Fowler

[EEG] positif, cedera  Penggunaan otot  Berikan minum hangat


kepala, gangguan kejang) bantu napas (5)  Lakukan fisioterapi dada, jika
 Imaturitas neurologis  Pemanjangan fase perlu

 Penurunan energy ekspirasi (5)  Lakukan penghisapan lendir

 Obesitas  Ortopnea (5) kurang dari 15 detik

 Posisi tubuh yang  Pernapasan  Lakukan hiperoksigenasi sebelum

menghambat ekspansi pursed-tip (5) penghisapan endotrakeal

paru  Pernapasan cuping  Keluarkan sumbatan benda padat

 Sindrom hipoventilasi hidung (5) dengan forsep McGill

 Kerusakan inervasi  Frekuensi napas (5)  Berikan oksigen, jika perlu


diafragma (kerusakan  Kedalaman napas
saraf C5 ke atas) (5)
 Cedera pada medulla  Ekskursi dada (5)
spinalis Edukasi :
 Efek agen farmakologis  Anjurkan asupan cairan
 Kecemasan 2000ml/hari, jika tidak
Gejala dan Tanda Mayor kontraindikasi
Subjektif :  Ajarkan teknik batuk efektif
 Dispnea Kolaborasi :
Objektif :  Kolaborasi pemberian

 Penggunaan otot bantu bronkodilator, ekspektoran,

pernapasan mukolitik, jika perlu

 Fase ekspirasi memanjang


 Pola napas abnormal Pemantauan Respirasi

(mis. takipnea, bradipnea, Observasi :

hiperventilasi, kusmaul,  Monitor frekuensi, irama,

cneyne-stokes) kedalaman dan upaya napas

Gejalan dan Tanda Minor  Monitor pola napas (seperti :

Subjektif : bradipnea, takipnea, hiperventilasi,

 Ortopnea kussmaul, cheyne-stokes, biot,


ataksik)
Objektif :
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Pernapasan pursed-lip
 Monitor adanya produksi sputum
 Pernapasan cuping hidung
 Monitor adanya sumbatan jalan
 Diameter thoraks
napas
anterior-posterior
 Paplasi kesimetrisan ekspansi paru
meningkat
 Auskultasi bunyi napas
 Ventilasi semenit
 Monitor saturasi oksigen
menurun
 Monitor nilai AGD
 Kapasitas vital menurun
 Monitor hasil X-ray thoraks
 Tekanan ekspirasi
Terapeutik :
menurun
 Atur interval pemantauan respirasi
 Tekanan inspirasi sesuai kondisi pasien
menurun  Dokumentasikan hasil pemantauan

 Ekskursi dada berubah Edukasi :


Kondisi Klinis Terkait :  Jelaskan tujuan dan prosedur

 Depresi sistem saraf pusat pemantauan

 Cedera kepala  Informasikan hasil pemantauan,

 Trauma thoraks jika perlu

 Gullian barre syndrome


 Multiple sclerosis
 Myastenial gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
 Intoksikasi alcohol
2 Risiko Syok Setelah dilakukan Pemantauan Cairan
tindakan keperawatan Observasi:
Definisi: selama …...x…...  Monitor frekuensi dan kekuatan
Berisiko mengalami menit diharapkan nadi
ketidakcukupan alirah darah Status Cairan  Monitpr frekuensi napas
ke jaringan tubuh, yang Membaik dengan  Monitor tekanan darah
dapat mengakibatkan kriteria hasil:  Monitor berat badan
disfungsi seluler yang Status Cairan:  Monitor waktu pengisian kapiler
mengancam nyawa  Kekuatan nadi (5)
 Monitor elastisitas atau turgor
 Turgor kulit (5) kulit
Faktor Risiko:  Output urine (5)  Monitor jumlah, warna dan berat
 Hipoksemia  Pengsisian vena jenis urine
 Hipotensi (5)  Monitor kadar albumin dan
 Kekurangan volume  Frekuensi nadi (5) protein total
cairan  Tekanan darah (5)  Monitor hasil pemeriksaan serum
 Sepsis  Tekanan nadi (5) (mis. Osmolitas serum,
 Sindrom respon  Membrane hematokrit, natrium, kalium,
inflamasi sistemik
(systemic inflammatory mukosa (5) BUN)
respons syndrome  Jugular Venous  Monitor intake dan output cairan
[SIRS]) Pressure (JVP) (5)  Identifikasi tanda-tanda
 Berat badan (5) hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
Kondisi Klinis Terkait : Kadar Hb (5) meningkat, nadi teraba lemah,
11. Perdarahan tekanan darah menurun, tekanan
12. Trauma multiplel nadi menyempit, turgor kulit
13. Pneumothoraks menurun, membrane mukosa
14. Infark miokard kering, volume urine menurun,
15. Kardiomiopati hematokrit meningkat, haus,
16. Cedera medulla spinalis lemah, konsentrasi urine
17. Anafilaksis meningkat, berat badan menurun
18. Sepsis dalam waktu singkat)
19. Koagulasi intavaskuler  Identifikasi tanda-tanda
diseminata hipervolemia (mis. Dispnea,
20. Sindrom respons edema perifer, edema anasarka,
inflamasi sistemik JVP meningkat, CVP meningkat,
(systemic inflammatory reflex hepatojugular positif, berat
respons syndrome badan menurun dalam waktu
[SIRS]) singkat)
Terapeutik
Objektif:  Atur interval waktu pemantauan
 Frekuensi nadi sesuai dengan kondisi pasien
meningkta  Dokumentasikan hasil
 Nadi teraba lemah pemantauan
 Tekanan darah menurun
 Tekanan nadi
menyempit
 Turgor kulit menurun Edukasi

 Membrane mukosa  Jelaskan tujuan dan prosedur


kering pemantauan
 Volume urine menurun  Informasikan hasil pemantauan,
 Hematokrit meningkat jika perlu

Keterangan Pencegahan Syok


Diagnosis ini ditegakkan Observasi
pada kondisi gawat darurat  Monitor status kardiopulmonal
yang dapat mengancam jiwa (frekuensi danb tekanan nadi,
dan intervensi diarahkan frekuensi napas, TD, MAP)
untuk penyelamatan jiwa.  Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
 Monitor status cairan (masukan
dan haluaran, turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dan
respon pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
 Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang katetr urine untuk menilai
produksi urine, jika perlu
 Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi

Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
 Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai