Anda di halaman 1dari 34

Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Bab III

Kriteria Desain
Struktur

3.1. STANDAR ACUAN

Kriteria desain struktur mengacu pada :


1. Standar Bina Marga Bridge Management System (BMS) 1992, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.
2. Bagian 2 dengan Standar Pembebanan untuk Jembatan (SK.SNI T-02-
2005), sesuai dengan Kepmen PU No.498/KPTS/M/2005.
3. Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI-T-
12-2004) sesuai dengan Kepmen PU No.260/KPTS/M/2005.
4. Bagian 7 dengan Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan (SK.SNI-T-
03-2005) sesuai dengan Kepmen PU No.496/KPTS/M/2005.
5. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications 2004.
6. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan jalan raya SNI
03-2833-1992.
7. Pedoman Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan 2004.
8. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan SNI-T-12-2004 (BSN).
9. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
SNI 03-2847-2002.
10. Perencanaan Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas No. 10) Perusahaan
Jawatan Kereta Api.
11. Keputusan Menteri No. 53 tahun 2000 tentang Perpotongan dan atau
Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Pelengkap lainnya.

3.2. SPESIFIKASI PEMBEBANAN

Menurut spesifikasi Bina Marga – Bridge Management System 1992, beban dan gaya
yang digunakan dalam perhitungan tegangan-tegangan dalam konstruksi adalah
beban primer, beban sekunder dan beban khusus.

Kriteria Desain;– Struktur III -


1
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Pada pasal ini membahas detail pembebanan dan aksi umum yang mempengaruhi
jembatan. Pembebanan dan aksi ini selain digunakan dalam perencanaan jembatan
jalan raya juga termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan-bangunan sekunder
yang terkait dengan jembatan tersebut.

Aksi-aksi tersebut terbagi menjadi 2 bagian, menurut lamanya aksi tersebut bekerja,
yaitu :
a. Aksi Tetap
Aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan jembatan,
cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada
jembatan. Yang termasuk aksi ini adalah :
 Beban sendiri
 Beban mati
 Pengaruh prategang
 Pengaruh susut dan rangkak
 Tekanan tanah

b. Aksi Transient
Aksi ini bekerja dengan waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi
seringkali. Aksi ini terbagi beberapa kelompok menurut sumber, yaitu :

Beban Lalu Lintas


 Beban Lajur D
 Beban Truk T
 Gaya Rem
 Gaya Sentrifugal
 Beban Tumbukan

c. Aksi Lingkungan
 Beban Angin
 Pengaruh Gempa
 Pengaruh Temperatur
 Tekanan Hidrostatis dan Gaya Apung
 Aliran Air, Benda Hanyutan
 Penurunan

Kriteria Desain;– Struktur III -


2
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

d. Aksi-aksi lainnya
 Gesekan pada Perletakan
 Pengaruh Getaran
 Beban pelaksanaan

Klasifikasi aksi ini digunakan apabila aksi-aksi rencana digabung satu sama lainnya
mendapatkan kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam perencanaan
jembatan. Kombinasi beban rencana dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok
yaitu (BMS 2 – 1) :
 Kombinasi dalam batas daya layan (service ability)
 Kombinasi dalam batas ultimate
 Kombinasi dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja

Aksi Nominal merupakan aksi yang terdefinisi dalam tata cara Pembebanan
jembatan di peraturan Perencanaan Teknik Jembatan serta data statistik dengan
periode ulang 50 tahun.

Aksi rencana adalah aksi nominal yang telah bertambah atau berkurang oleh faktor
beban. Faktor beban adalah pengali numerik yang diambil untuk :
 Adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban.
 Ketidak tetapan dalam memperkirakan pengaruh pembebanan.
 Adanya perbedaan ketepatan dimensi yang dicapai dalam pelaksanaan.

Ringkasan Faktor Beban pada aksi-aksi rencana dapat dilihat pada Tabel 3.2.1.
berikut :

Tabel 3.2.1. Faktor Beban


Faktor Beban
Aksi
Lamanya Daya Ultimate
No
Simbo Waktu Laya Norma Terkurang
Nama n
l l i
1. Berat Sendiri PMS Tetap
- Beton Pracetak 1,0 1,20 0,85
- Beton dicor ditempat 1,0 1,30 0,75
2. Beban Mati Tambahan PMA Tetap
- Kasus Umum 1,0 2,00 0,70
- Kasus khusus 1,3 1,40 0,80

Kriteria Desain;– Struktur III -


3
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Faktor Beban
Aksi
Lamanya Daya Ultimate
No
Simbo Waktu Laya Norma Terkurang
Nama n
l l i
3. Penyusutan dan Rangkak PSR Tetap 1,0 1,00 Tdd
4. Prategang PPR Tetap 1,0 1,00 Tdd
5. Tekanan Tanah PTA Tetap
- Tekanan Tanah Vertikal 1,0 1,25 0,80
- Tekanan Tanah Lateral
- Aktif 1,0 1,25 0,80
- Pasif 1,0 1,40 0,70
- Diam 1,0 1,25 0,80
6. Beban Pelaksanaan Tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,80
7. Beban Lajur “D” TTD Transient 1,0 1,8 Tdd
8. Beban Truk “T” TTT Transient 1,0 1,8 Tdd
9. Gaya Rem TTB Transient 1,0 1,8 Tdd
10. Gaya Sentrifugal TTR Transient 1,0 1,8 Tdd
11. Beban Trotoar TTP Transient 1,0 1,8 Tdd
Beban Tumbukan pd
12. TTC Transient 1,0 1,0 Tdd
penyangga
13. Penurunan PES Transient 1,0 Tdd Tdd
14. Temperatur PET Transient 1,0 1,2 0,80
Aliran sungai, hanyutan &
15. PEF Transient
batang kayu
- Jembatan besar &
Transient 1,0 2,00 Tdd
Penting
- Jembatan Tetap Transient 1,0 1,50 Tdd
- Gorong-gorong Transient 1,0 1,00 Tdd
- Jembatan sementara Transient 1,0 1,50 Tdd
Tekanan Hidrostatik dan
16. PEU Transient 1,0 1,00 1,00
gaya apung
17. Beban Angin PEW Transient 1,0 1,20 Tdd
18. Pengaruh Gempa PEQ Transient Tdd 1,00 Tdd
19. Gesekan Perletakan TBF Transient 1,0 1,30 0,80
20. Getaran TVI Transient 1,0 Tdd Tdd
21. Pelaksanaan TCL Transient 1,0
Catatan :
(1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana
menggunakan tanda bintang untuk :
PMS : berat sendiri nominal
P*MS : berat sendiri rencana
(2) Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai.
(3) Ttd : menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal ini dimana pengaruh beban
transient adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol.

Kriteria Desain;– Struktur III -


4
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

3.2.1. Kombinasi Beban


a. Kombinasi pada keadaan batas daya layan
Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh
aksi tetap dengan satu aksi transient. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari
satu aksi transient bisa terjadi secara bersamaan. Faktor beban yang sudah
dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan dari peristiwa
ini, seperti terlihat pada Tabel 3.2.2.

Tabel 3.2.2. Kombinasi Beban Pada Batas Daya Layan

Kombinasi Beban
Kombinasi Primer Aksi Tetap + satu aksi transient (cat 1, cat 2)
Kombinasi Sekunder Kombinasi Primer + 0,7 x (satu aksi transient lainnya)
Kombinasi Primer + 0,5 x (dua atau lebih aksi
Kombinasi Tersier
transient)
Catatan (1) Beban lajur “D” yaitu T TD atau beban truk “T” yaitu TTT
diperlukan untuk membangkitkan gaya rem T TB dan gaya
sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan
yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam
kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.
Catatan (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan
pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi
untuk kombinasi beban.

b. Kombinasi pada keadaan batas ultimate


Kombinasi pada keadaan batas ultimate terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh transient. Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa
digabungkan dengan pembebanan lajur ”D” yaitu TTD atau pembebanan truk ”T”
yaitu TTT, dan kombinasinya bisa dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi
beban. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga
digabungkan dengan cara yang sama. Sebagai ringkasan kombinasi yang lazim
diberikan pada Tabel 3.2.3. sebagai berikut :

Tabel 3.2.3.
Kombinasi Beban Umum Untuk Kondisi Batas Daya Layan Dan Ultimate
Kombinasi Beban
Aksi Catatan
Daya Layan (1) Ultimate (2)
Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Tetap / Aksi
Permanen :
- Berat Sendiri PMS x x x x x x x x x x x x

Kriteria Desain;– Struktur III -


5
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Kombinasi Beban
Aksi Catatan
Daya Layan (1) Ultimate (2)
Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
- Beban Mati Tambahan PMA
- Penyusutan dan Rangkak PSR
- Prategang PPR
- Tekanan Tanah PTA
- Beban Pelaksanaan
Tetap
Aksi Transien :
Beban Lajur “D” atau
TTD TTT x o o o o x o o o o
Beban Truk “T”
Gaya Rem atau
TTB TTR X o o o o x o o
Gaya Sentrifugal
Beban Pejalan Kaki TTP x x
Gesekan Perletakan TBF o o x o o o o o
Pengaruh Temperatur TET o o x o o o o o o o o
Aliran/Hanyutan/Tumbuka
TEF TEU o o x o o o x o o
n dan Hidrostatis /Apung
Beban Angin PEW o o x o o o x o
Aksi Khusus :
Pengaruh Gempa PEQ x
Tumbukan PBF x x
Pengaruh Getaran TVI
Pelaksanaan TCL x x

Catatan :
(1) Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda
x adalah memasukkan faktor beban daya layan penuh
o adalah memasukkan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya
(Lihat Pasal 3.2.1)
(2) Dalam keadaan batas ultimate pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda
x adalah memasukkan faktor beban ultimate penuh
o adalah memasukkan faktor beban ultimate yang sudah diturunkan besarnya
sama dengan daya layan (Lihat Pasal 3.2.1)
(3) Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan.
Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan melihat harga
rencana maksimum dan minimum untuk menentukan keadaan yang paling
bahaya.

3.2.2. Berat Sendiri


Berat Sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat
Nominal dan nilai berfaktor dan berbagai bahan dapat diambil dari Tabel 3.2.4.
berikut :

Kriteria Desain;– Struktur III -


6
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Tabel 3.2.4. Berat sendiri

Berat isi Kerapatan massa


Bahan
(kN/m3) (kg/m3)
Lapisan permukaan beraspal 22,00 2.240
Timbunan tanah dipadatkan 17,20 1.760
Kerikil dipadatkan 22,70 2.320
Aspal beton 22,00 2.240
Beton 25,00 2.560
Beton bertulang 25,50 2.600
Beton prategang 26,00 2.640
Batu pasangan 23,50 2.400

Sumber : Bina Marga, BMS 1992, Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan,


Bagian 2 Beban Jembatan.

3.2.3. Beban Mati Tambahan


Beban Mati Tambahan adalah berat seluruh bahan yang terbentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya
berubah selama umur jembatan.

3.2.4. Pengaruh Penyusutan dan Rangkak


Pengaruh rangkak dan penyusutan diperhitungkan dalam perencanaan jembatan
beton yang dihitung dengan menggunakan beban mati dari jembatan. Apabila
rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lain maka harga
diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang).

3.2.5. Pengaruh Prategang


Pengaruh utama dari prategang harus dipertimbangkan sebagai berikut :
 Pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap sebagai suatu
sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus
dihitung dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1.
 Pada keadaan batas ultimate, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap
sebagai beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan
kekuatan unsur.

3.2.6. Tekanan Tanah

Kriteria Desain;– Struktur III -


7
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Tekanan tanah lateral daya layan (BMS 1992, 2-18) dihitung berdasarkan harga
nominal dari ws, c dan , sedangkan tekanan tanah lateral ultimate dihitung dengan
menggunakan harga nominal dan w s dan harga rencana dari c dan f yang diperoleh
R
dari perkalian harga nominal dengan faktor pengurangan kekuatan Kc dan
R
KΦ seperti pada Tabel 3.2.5. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa
harga nominal dan selanjutnya dikalikan faktor beban. Faktor-faktor reduksi
kekuatan yang diberikan dalam Tabel 3.2.6 harus digunakan untuk menghitung
parameter-parameter kekuatan tanah rencana untuk keadaan batas ultimate.
Tabel 3.2.5. Sifat-sifat untuk tekanan tanah
Sifat-sifat Bahan untuk Keadaan Batas Ultimate
menghitung Tekanan
Tanah Biasa Terkurangi

Aktif : Ws
*
= Ws Ws
(1) φ* R R
= tan-1 (
Kφ tan φ ) tan-1 [(tan φ) /
Kφ ]
R R
C* = KC C C/ KC

Pasif : Ws
*
= Ws Ws
(2) φ* R R
= tan-1 [(tan φ ) /
Kφ ] tan-1 (
K φ tan φ )
R R
C* = C/ KC KC C
Vertikal : Ws* = Ws Ws

Catatan :
(1) Harga rencana untuk geseran dinding δ *, harus dihitung dengan cara yang sama
seperti φ*
(2)
K φR dan K CR adalah faktor reduksi kekuatan bahan
Tabel 3.2.6. Faktor reduksi kekuatan untuk besaran-besaran tanah

Notasi Besaran Tanah Harga

K ΦR Tangent sudut gesekan dalam : tan φ 0.80 (0.70)


Tangent dari sudut gesekan untuk permukaan
K δR 0.80 (0.70)
perpotongan tanah/struktur : tan φ
R
Kc Kohesi c : 0.70 (0.50)

Nilai-nilai faktor reduksi kekuatan yang ditunjukkan dalam


Catatan : kurung dapat dipakai jika test tanah yang sebenarnya tidak
tersedia dan besaran-besaran tanah diperkirakan.
Sumber : Bina Marga, BMS 1992, Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan,
Bagian 4 Pondasi.

Kriteria Desain;– Struktur III -


8
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Pada bagian tanah di belakang dinding penahan harus diperhitungkan adanya beban
tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas kemungkinan akan bekerja pada
bagian daerah keruntuhan aktif teoritis. Besarnya beban tambahan ini setara
dengan tanah setebal 0,60 meter yang bekerja merata pada bagian tanah yang
dilewati oleh beban lalu lintas tersebut.

Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah
lateral saja. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus nol.
Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada
keadaan batas ultimate, dengan harga rencana seperti tekanan tanah.

Faktor beban daya layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah
1,0 tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-
hati.

Gambar 3.2.1. Tambahan Beban Hidup

3.2.7. Pengaruh Tetap Pelaksanaan


Pengaruh tetap pelaksanaan adalah disebabkan oleh metoda dan urut-urutan
pelaksanaan jembatan. Biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya,
seperti pra-penegangan dan berat sendiri, dan dalam hal ini pengaruh tetap harus
dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.

Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya,
maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas
ultimate dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam pasal ini.

Kriteria Desain;– Struktur III -


9
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

3.2.8. Beban Lalu Lintas


Beban Kendaraan Rencana mempunyai tiga komponen :
 Komponen vertikal
 Komponen rem
 Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung)
Beban lalu lintas untuk rencana jembatan Jalan Raya terdiri dari pembebanan lajur
D dan pembebanan truk T. Pada umumnya pembebanan D akan menentukan untuk
bentang sedang sampai panjang dan pembebanan T akan menentukan untuk
bentang pendek dan sistem lantai.

a. Beban Lajur D
Pembebanan lajur D ditempatkan melintang pada lebar penuh dari beban
kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen
dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur D
yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan.

Tabel 3.2.7. Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

Lebar Jalur Kendaraan Jumlah Lajur Lalu


Tipe Jembatan (1)
(m) (2) Lintas Rencana (nl)
Satu Lajur 4,0 – 5,0 1
5,5 – 8,25 2 (3)
Dua arah, tanpa median
11,3 – 15,0 4
8,25 – 11,25 3
11,3 – 15,0 4
Banyak arah
15,1 – 18,75 5
18,8 – 22,5 6
CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus
ditentukan oleh instansi yang berwenang.
CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau
rintangan untuk satu arah atau jarak antara
kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.
CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah
6.0 m. Lebar jembatan antara 5.0 m sampai 6.0 m harus
dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada
pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.

Beban Lajur D terdiri dari :


1). Beban terbagi rata / Uniformly Distributed Load (UDL)

Kriteria Desain;– Struktur III -


10
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Dengan intensitas q kPa, dengan q tergantung pada panjang yang


dibebani total (L) sebagai berikut :
L < = 30 meter q = 9.0 kPa
L > 30 meter q = 9.0 (0.5 +15/L) kPa

Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi


pengaruh maksimum. Dalam hal ini L adalah jumlah dari panjang masing-
masing beban terputus tersebut.

10

9
BTR (Kpa)

7
6

4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 3.2.2. Beban D fungsi terhadap bentang

2). Beban Garis / Knife Edge Load (KEL)


Ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak
lurus pada arah lalu lintas.

P = 49,0 kN/m

Pada bentang menerus, KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama


yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur
negatif menjadi maksimum. Beban terbagi rata dan beban garis dapat
dilihat pada Gambar 3.2.3 dan Gambar 3.2.4.

Kriteria Desain;– Struktur III -


11
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Beban garis

Intensitas p kN/m

Arah lalu lintas

90o

Intensitas q kN

Beban tersebar merata

Gambar 3.2.3 Beban Merata (UDL)

100 %
Intensitas q kPa

”b” LEBIH KECIL DARI 5.5 M

b
n x 2,75 m

100 %
50 %

N x 2,75 m Intensitas beban

”b” LEBIH BESAR DARI 5.5 m – PENEMPATAN ALTERNATIF

Gambar 3.2.4 Penyebaran Pembebanan pada arah melintang

Beban garis harus dikalikan koefisien kejut (faktor beban dinamis) yang
merupakan fungsi dari bentang seperti terlihat pada Gambar 3.2.5.

Kriteria Desain;– Struktur III -


12
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

50

40

DLA (%) 30

20

10
0
0
50 90 100 150 200
Bentang (m)

Gambar 3.2.5. Faktor Beban Dinamis pada Beban KEL

Faktor beban dinamis (FBD) merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen
seperti tercantum dalam Gambar 3.2.5. Untuk bentang tunggal panjang bentang
ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang
menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus :

LE = √ L av L max

dengan pengertian :
Lav : panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus.
Lmax : panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung
secara menerus.

b. Beban truk T
Pembebanan truk T adalah kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat as seperti dalam Gambar 3.2.6. Berat dari masing masing as
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-
ubah antara 4,0 meter sampai 9,0 meter untuk mendapatkan pengaruh terbesar
pada arah memanjang. Hanya satu truk T boleh ditempatkan per lajur lalu lintas
rencana.

Kriteria Desain;– Struktur III -


13
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

5m 4 s/d 9 m 0.5 1.75 0.5


2.75 m
50 kN 225 kN 225 kN

25 kN 112,5 kN 112,5 kN
1.25 cm 50 cm 50 cm 112,5 kN
20 cm
20 cm 20 cm 2.75 m
20 cm
50cm 112,5 kN
1.25cm 50 cm 112,5kN
25 kN
20 cm 20 cm

Gambar 3.2.6. Pembebanan Truk

3.2.9. Gaya Rem


Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai
gaya dalam arah memanjang dengan titik tangkap setinggi 1,8 meter, dari
permukaan lantai jembatan.

Sistem penahan harus direncanakan untuk menahan gaya memanjang tersebut.


Gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D dianggap bekerja pada semua lajur lalu
lintas.

3.2.10. Gaya Sentrifugal


Pada jembatan yang mempunyai lengkung horisontal harus diperhitungkan adanya
gaya sentrifugal akibat pengaruh pembebanan lalu lintas untuk seluruh bagian
bangunan. Gaya sentrifugal ini bekerja bersamaan dengan beban lajur dengan pola
yang sama sepanjang jembatan. Tetapi beban dinamis disini jangan ditambahkan
pada gaya sentrifugal tersebut.

Gaya sentrifugal bekerja pada permukaan lantai kendaraan dengan arah keluar
secara radial dan harus sebanding dengan pembebanan total pada suatu titik
berdasarkan rumus :

V
TTR = 0,006 2 . Tt
r
dimana :

Kriteria Desain;– Struktur III -


14
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

TTR = Gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan


Tt = Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama.
V = Kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)
r = Jari-jari lengkungan (m)

3.2.11. Gaya Tumbukan Pada Pilar Jembatan


Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, harus direncanakan
mampu menahan beban tumbukan atau bisa direncanakan dan dipasang pelindung.

Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang,


maka pilar tersebut harus direncanakan dapat menahan beban statis ekivalen
sebesar 100 kN yang bekerja 1.80 meter di atas permukaan jalan dengan sudut 10 0
terhadap sumbu jalan.

3.2.12. Penurunan
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang
diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan (BMS 2 –
35).

Penurunan bisa diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap tanah lapisan
pendukung sesungguhnya (actual foundation material) yang digunakan. Apabila
tidak dilakukan pengujian maka besar penurunan dari perhitungan dianggap nol.

3.2.13. Pengaruh Temperatur


Perubahan merata dalam suhu jembatan menghasilkan perpanjangan atau
penyusutan seluruh panjang jembatan. Gerakan tersebut umumnya kecil di
Indonesia dan dapat diserap oleh perletakan dengan gaya cukup kecil yang
disalurkan ke bangunan bawah oleh bangunan atas dengan bentang 100 meter atau
kurang.

Pengaruh temperatur dibagi menjadi :


a. Variasi pada temperatur jembatan rata-rata
Variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan
pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban
akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut.

Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam


Tabel 3.2.8. Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas

Kriteria Desain;– Struktur III -


15
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

yang digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya terjadi


diberikan dalam Tabel 3.2.9.

Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang


diperlukan untuk memasang expansion joint, perletakan dan lain sebagainya,
dan harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam gambar
rencana.

Tabel 3.2.8. Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal

Temperatur Temperatur
Tipe Bangunan Atas Jembatan Rata- Jembatan Rata-
rata Minimum (1) rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar 15 oC 40 oC
atau box beton
Lantai beton di atas gelagar,
15 oC 40 oC
box atau rangka baja
Lantai pelat baja di atas
gelagar, box atau rangka 15 oC 40 oC
baja
Catatan : (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 15 oC
untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari
500 meter dari permukaan laut.
Tabel 3.2.9. Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur
Koefisien
Bahan Perpanjangan Modulus Elastisitas
Akibat Suhu
Baja 12 x 10 6 per oC 200,000
Beton :
Kuat beton < 30 Mpa 10 x 10 6 per oC 25,000
Kuat beton > 30 Mpa 11 x 10 6 per oC 34,000
Aluminium 24 x 10 6 per oC 70,000

b. Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan


Variasi perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar
matahari di waktu siang hari pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan
kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu malam.

Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradient
perbedaan temperatur dalam arah melintang.

3.2.14. Gaya Aliran Sungai

Kriteria Desain;– Struktur III -


16
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Gaya seret nominal ultimate dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung
kepada kecepatan sebagai berikut :

TEF = 0.5 CD (Vs)2 Ad kN

dimana :
Vs = Kecepatan air rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang
dimaksud dalam Artikel ini, kecepatan batas harus dikaitkan dengan
periode ulang dalam Tabel 3.2.10.
CD = Koefisien seret lihat Tabel 3.2.11.
Ad = Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran. Lihat Gambar 3.2.6.

Bila pilar tipe dinding membutuhkan sudut dengan arah aliran, gaya angkat
melintang cukup besar akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini
dalam arah tegak lurus gaya seret adalah :

TEF = 0.5 CL (Vs)2 AL kN

Dimana :
Vs = Kecepatan air rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang
dimaksud dalam Artikel ini, kecepatan batas harus dikaitkan dengan
periode ulang dalam Tabel 3.2.10.
CL = Koefisien angkat lihat Tabel 3.2.11.
AL = Luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m 2) dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran. Lihat Tabel 3.2.11.

Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret yang bekerja di
sekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil
sebesar :
CD = 2.2

Tabel 3.2.10. Periode ulang banjir untuk kecepatan air

Kriteria Desain;– Struktur III -


17
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Periode Ulang
Keadaan Batas Faktor beban
banjir
Daya layan
 Untuk semua jembatan 20 tahun 1.0
Ultimate
 Jembatan besar dan 100 tahun 2.0
penting (2)
 Jembatan permanen 50 tahun 1.5
 Gorong-gorong 50 tahun 1.0
 Jembatan sementara 20 tahun 1.5
Catatan :
(1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh instansi yang
berwenang.
(2) Gorong-gorong jangan dimasukkan bangunan drainase.

Tabel 3.2.11. Gaya Aliran Sungai

Gaya Angkat Nominal (kPa)


Gaya Seret Nominal (tegak lurus pada gaya seret)
Koefisien
Bentu Pilar (kPa) (dalam arah
Seret (CD)
melintang) Koefisien
Ө Gaya
Angkat (CL)

0o 0 Tidak ada
0.8 0.40 V s 2 A d
5o 0.5 0.25 V s 2 A s
Arah Pengaliran

1.4 0.35 V s 2 A d 10 o 0.9 0.45 V s 2 A s

0.7 0.35 V s 2 A d 20 o 0.9 0.45 V s 2 A s

0.7 1.1 V s 2 A d >30 o 1.0 0.50 V s 2 A s

Catatan :
Vs = kecepatan air rat- rata untuk keadaan batas yang ditinjau (m/dt)
Ad = luas proyeksi dari pilar tegak lurus pada aliran sungai, dengan tinggi
sama dengan kedalaman aliran air.
Ai = luas proyeksi dari pilar sejajar arah aliran sungai, dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran air.
Kriteria Desain;– Struktur III -
18
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia. Untuk jembatan yang terendam,
gaya angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding.
Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya A L
diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.

3.2.15. Hanyutan
Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan :

TEF = 0.5 CD (Vs)2 Ad kN

dimana :
CD = 1,04
Ad = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung
seperti berikut :

a. Untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas
benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa
kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air
banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari
jumlah bentang yang berdekatan atau 20 m, diambil yang terkecil dari kedua
harga ini.

b. Untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan


diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau
penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda
hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat
menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi.
Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah
dari jumlah bentang yang berdekatan.

Kriteria Desain;– Struktur III -


19
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Gambar 3.2.7. Luas Proyeksi Pilar untuk Gaya-gaya Aliran

3.2.16. Tumbukan Batang Kayu


Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa
batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran
rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis
ekuivalen dari pilar dengan rumus :

M (V a )2
TEF = d [ kN ]

Dimana :
M = Massa batang kayu = 2 ton
Va = Kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.

Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram
kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.

d = Lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 3.2.12.

Tabel 3.2.12. Lendutan Ekuivalen untuk Tumbukan Batang Kayu

Tipe Pilar d (m)

Pilar beton masif 0.075


Tiang beton perancah 0.150
Tiang kayu perancah 0.300

Kriteria Desain;– Struktur III -


20
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara
bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya
angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus
ditinjau sebagai aksi transien.

3.2.17. Beban Angin


Artikel ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang
ditentukan oleh instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian harus
diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk reaksi dinamis
jembatan.

Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan
angin rencana seperti berikut :

TEW = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab kN

dimana :
Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang ditinjau.
Cw = Koefisien seret lihat Tabel 3.2.13.
Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2).

Kecepatan Angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 3.2.14.
Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam
arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen
ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar.

Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila
suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan
arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan
rumus :

TEW = 0.0012 Cw (Vw)2 kN

Dimana : Cw = 1.2

Kriteria Desain;– Struktur III -


21
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Tabel 3.2.13. Koefisien Seret Cw

Tipe Jembatan Cw

Bangunan atas Masif (1), (2)


2.1 (3)
B/d = 1.0
1.5 (3)
B/d = 2.0
1.25(3)
B/d P 6.0
Bangunan atas Rangka 1.2

Catatan :
(1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
(2) Untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier.
(3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan
sebesar 3% untuk setiap derajat superelavasi, dengan kenaikan maksimum
2.5%.

Tabel 3.2.14. Kecepatan Angin Rencana Vw


Lokasi
Keadaan Batas
<= 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya Layan 30 m/s 25 m/s

Ultimate 35 m/s 30 m/s

3.2.18. Beban Akibat Gempa Bumi (Earthquake Load)


a. Pada perencanaan Basic Design, jembatan direncanakan untuk umur 50 tahun
dimana peta periode ulang gempa yang tersedia adalah untuk gempa dengan
periode ulang 200 ? tahun. Perencanaan beban gempa yang bekerja pada
jembatan direncanakan berdasarkan “Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan :
Bagian 2 - Beban Jembatan “.
b. Perencanaan struktur jembatan pada Detail Disain Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah
Rai – Benoa ini, bangunan struktur jembatan dapat diklasifikasikan atas dua
jenis jembatan berdasarkan umur rencana yaitu :
1. Jembatan Biasa, yaitu jembatan dengan bentang dan perletakan yang
sederhana dan dengan ketinggian pilar di bawah 30 m. Jembatan jenis ini
didisain dengan umur rencana 50 tahun. Jembatan yang termasuk dalam
jenis ini adalah jembatan overpass maupun jembatan underpass pada
jalan lokal.
2. Jembatan Khusus, yaitu jembatan pada main road dengan ketinggian
pilar yang sangat tinggi, di mana masa pilar lebih besar dari 20% masa

Kriteria Desain;– Struktur III -


22
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

bagian bangunan atas yang memberikan beban inersia pada pilar.


Jembatan jenis ini didisain dengan umur rencana 100 tahun sebagaimana
diatur dalam Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan SNI T-
14-2004.

Berdasarkan penetapan kriteria 100 tahun pada umur rencana jembatan, maka
perlu diperhatikan beberapa implikasi langsung pada desain struktur jembatan,
antara lain :
 Implikasi pada penerapan beban rencana yang sesuai, khususnya untuk beban
gempa.
 Implikasi pada penggunaan material yang sesuai, khususnya mutu beton, yang
menunjang tingkat durabilitas sesuai umur rencana jembatan.
 Implikasi pada penerapan detail struktur, seperti selimut beton, yang lebih dapat
meminimalkan resiko degradasi struktur di dalam jangka waktu umur rencana
jembatan.

Perencanaan beban gempa yang bekerja pada jembatan Jalan Tol direncanakan
berdasarkan Pedoman Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan Tahun
2004, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah , dan apabila masih
belum lengkap akan merujuk pada Standar Bina Marga Bridge Management
System (BMS) 1992.

1. Koefisien Respons Seismik Elastik

Koefisien Respons Seismik Elastik


Cs untuk Single Mode Analysis
digunakan untuk menentukan Gaya Rencana dengan formula :

1 .2 AS
C s=
T 2/3 , ¿ 2.5
dimana :
A = Koefisien Akselerasi di batuan dasar
S = Koefisien Tanah
T = Periode Alami Struktur dengan metode yang sesuai

Untuk analisis dinamik faktor modifikasi respons/reduksi R dapat dipakai


untuk menentukan Koefisien Respons Seismik Elastis :

Kriteria Desain;– Struktur III -


23
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Tabel 3.2.15. Faktor Modifikasi Respons/Reduksi R


Hubungan Perlengkapan pada
Kolom atau
Pilar Pangkal Kolom Sambungan
Jembatan (b) (c) dilatasi
2 (sumbu kuat)
Pilar tipe dinding (a)
3 (sumbu lemah)
Kolom Tunggal 3–4 0,8 1,0 0,8
Kolom Majemuk 5–6
Balok Pilecap Beton 2–3

Tabel 3.2.16. Akselerasi Puncak di Batuan Dasar (PGA)

Akselerasi Puncak PGA

Wilayah 1 0.53 – 0.60


Wilayah 2 0.46 – 0.50
Wilayah 3 0.36 – 0.40
Wilayah 4 0.26 – 0.30
Wilayah 5 0.15 – 0.20
Wilayah 6 0.05 – 0.10

Tabel 3.2.17. Koefisien Tanah (S)


S S S
(tanah teguh) (tanah sedang) (tanah lunak)
S 1 =1.0 S1 =1.2
S 1 =1.5

a. Periode Alami struktur (T) dengan metode Uniform Load Method

W
T =

√ gK

W = berat total struktur


g = percepatan gravitasi
K = kekakuan lateral jembatan

b. Periode Alami struktur (T) dengan metode Single Mode Spektral


Analysis Method :

Kriteria Desain;– Struktur


T =2 π
√ p o gα
III -
24
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

atau T =2.01 √ δ

dimana :
γ=∫ w ( x)v s ( x)2 dx
po = beban virtual total
g = percepatan gravitasi

α=∫ v s ( x)dx
δ = perpindahan memanjang akibat beban mati yang bekerja
arah memanjang
w (x ) = berat beban mati superstruktur dan hubungan
bangunan bawah
v s ( x) = static dispacement

2. Beban Gempa Static Ekivalen (Pe)


a. Untuk Uniform Load Method :

Cs. W
Pe=
L

dimana:
C s= koefisien respons seismik elastis
W= berat superstruktur
L = Total panjang jembatan
Untuk Single Mode Spektral Analysis Method :

β . Cs
Pe ( x )= w( x )v s ( x )
γ

Dimana :
Cs = koefisien respons seismik elastis
w (x ) = berat superstruktur
v s ( x) = static dispacement

β=∫ w ( x).v s ( x)dx

Kriteria Desain;– Struktur III -


25
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Beban Static Ekivalen ini nantinya akan diaplikasikan terhadap permodelan


struktur untuk menghitung Member Forces dan Displacement yang akan
dipakai untuk desain.

3. Koefisien Geser Dasar Plastis


Koefisien Geser Dasar (C) Plastis berdasarkan Caltrans Code ditentukan
dengan formula :

A. R.S
C PLASTIS = Z

dimana :
C PLASTIS = Koefisien Geser Dasar, termasuk faktor daktilitas dan
resiko (Z)
A = Akselerasi puncak PGA di batuan dasar (Tabel 3.2.16)
R = Respon batuan dasar
S = Amplifikasi di permukaan sesuai tipe tanah (Tabel 3.2.17)
Z = Faktor Reduksi sehubungan daktilitas dan resiko (Gambar
3.2.8).

Gambar 3.2.8. Grafik Faktor Reduksi Z

Kriteria Desain;– Struktur III -


26
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Untuk analisa statis ekivalen, digunakan faktor daktilitas rata-rata sebesar Z =


4 dengan redaman 5%. Hasilnya adalah grafik Koefisien Dasar (C) plastis
untuk analisa statis (Gambar 3.2.9), yang dapat langsung digunakan sebagai
koefisien gempa dasar sesuai dengan zona/wilayah gempa yang ditinjau.
Untuk rencana ruas Jalan Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa, maka wilayah
gempanya adalah pada zona 4.

Gambar 3.2.9.
Koefisien geser dasar (C) plastis pada Zona 3 Wilayah Gempa (Peraturan BMS
1992)

Kriteria Desain;– Struktur III -


27
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Gambar 3.2.10. Wilayah Gempa Indonesia untuk Perioda ulang 500 tahun

Kriteria Desain - Struktur III - 28


Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

WILAYAH 3

1.50
Tanah Sedang/Lembek

Tanah Teguh

1.00

A.R.S
0.50

0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Waktu Getar " T " (sec)

Gambar 3.2.11. Koefisien Geser Dasar


C elastis untuk analisis dinamik

Berdasarkan rute terpilih jalan tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa termasuk
Zona Wilayah 4.

3.2.19. Gempa Rencana


a. Jembatan Biasa
Untuk jembatan pada overpass dan underpass dengan umur rencana 50
tahun, maka dengan batasan resiko gempa 10% (yang melampaui gempa
rencana), dipakai periode ulang gempa 500 tahun.

b. Jembatan Khusus
Karena jembatan yang mempunyai pilar dengan ketinggian mencapai 50 – 60
m, yang berada pada main road dikategorikan sebagai jembatan khusus
dengan konsekwensi umur rencana adalah 100 tahun, maka dengan batasan
resiko gempa 10% (yang melampaui gempa rencana), seharusnya dipakai
periode ulang gempa 1000 tahun.

Karena koefisien percepatan gempa yang tersedia di Pedoman Perencanaan


Gempa adalah untuk periode ulang gempa 500 tahun, maka untuk
perhitungan umur rencana 100 tahun disepakati untuk menaikkan gaya
gempa sebesar 10%.

Kriteria Desain - Struktur III - 29


Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

 Ketentuan - ketentuan khusus untuk Pilar Tinggi :

Untuk pilar tinggi, berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk
mengubah respons bangunan menjadi gerakan gempa. Apabila berat
pilar lebih besar dari 20% berat total yang dipengaruhi oleh percepatan
gempa WT, maka beban statis ekivalen arah horisontal pada pilar harus
disebarkan sesuai dengan Gambar 3.2.12.

1.2 Kh

30 m 1.1 Kh

20 m Kh
10 m

Kh

Muka tanah

Sumber : Bina Marga, BMS 1992, Peraturan Perencanaan


Teknik Jembatan, Bagian 2 : Beban Jembatan

Gambar 3.2.12. Penyebaran Beban Gempa Pada Pilar Tinggi


 Tekanan Tanah Lateral akibat Gempa :

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis)
dihitung dengan menggunakan faktor harga dan sifat bahan, koefisien
gempa horisontal Kh dan faktor kepentingan I.

Tekanan tanah dinamis harus dihitung dengan menggunakan metoda


rasional yang telah diakui.

3.3. SPESIFIKASI BAHAN


3.3.1. Beton
Tabel 3.3.1. Mutu dan Kelas Beton Serta Penggunaannya

Kuat Tekan
Kelas Rencana Uji Kegunaan
Cylinder (MPa)
AA 50  Prestressed concrete spun pile
A1 50  Precast prestressed concrete I girder
A2 45  Prestressed concrete box girders staging

Kriteria Desain - Struktur III - 30


Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Kuat Tekan
Kelas Rencana Uji Kegunaan
Cylinder (MPa)
method
 Prestressed concrete hollow slabs, beam and
colum of portal pier
A3 45  Prestressed concrete piles
 Prestressed concrete pier head and colums
BB 40
pier
 Reinforced concrete slab bridges
 Reinforced concrete deck slabs
 Diaphragma I-girder Bridges
 Reinforced concrete portal pier heads and
B-1 30
colums pier
 Reinforced concrete slab
 Precast reinforced conrete piles
 Kerb (bertulang) parapet
 Cast-in place reinforced concrete piles
B-2 30
 Bored pile
B-3 30  Precast reinforced conrete piles
 Abutments, pondasi pier, dinding penahan
tanah (beton bertulang)
C-1 20  Wall pier
 Box culverts (termasuk dinding sayap/wing
walls)
 Approach slabs
 Precast concrete frames
 Precast plates untuk slab
C-2 20
 Tangga jembatan penyebrangan
 Reinforced concrete for side Ditch
 Planting Boxes
 Dinding penahan tanah tipe gravitasi
D 15  Croncrete foot paths, kerb )tidak bertulang)
 Head walls, penopang gorong-gorong pipa
 Leveling concrete, backfill concrete pada stone
E 10 masonry
 Dasar, haunch dan sekitar gorong-gorong pipa
P 45 (flexural strength)  Concrete Pavement

3.3.2. Selimut Beton

Tebal Selimut Beton


Kegunaan
Nominal (mm)
Pelat Lantai
30
Prestressed Concrete I girder
40 Prestressed Concrete Box Girder
Pelat injak, Dinding sayap, parapet, Back Wall, Pier
50
Head, Box Culvert Underpass

Kriteria Desain - Struktur III - 31


Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Box Culvert Drainage


70
Kolom, Footing bagian samping dan atas
100 Footing bagian bawah

3.3.3. Baja Tulangan

Sepesifikasi baja tulangan adalah sebagai berikut :

Jenis Simbol Titik Leleh (MPa)

Baja tulangan polos BJ TP - 24 240


Baja tulangan ulir BJTS / BJTD - 40 390

Notasi pada gambar : 25D13 – 150, 4 8 – 150


Keterangan :

 25 = Jumlah tulangan
 D13 = Tulangan ulir diameter 13 mm
 8 = Tulangan polos diameter 8 mm
 150 = Jarak antar tulangan mm

Panjang lap splicing tulangan yang terpotong minimal adalah :

a. Baja polos BJTP – 24 : LP = 40 diameter tulangan


b. Baja ulir BJTS/BJTD 40 : LP = 36 diameter tulangan
Penempatan penyambungan tulang dengan lap splicing selain pada tempat
yang telah ditetapkan pada gambar harus mendapatkan persetujuan dari
Engineer / Konsultan Pengawas.

3.3.4. Baja Prategang

Jenis : PC 7 wire strand SWPR 7A


Diameter nominal : 12,7 mm
Nominal luas penampang : 98.71 mm2
Minimum tegangan putus : 190 kg/mm2
Minimum tegangan leleh : 160 kg/mm2

3.4. FAKTOR REDUKSI

Kriteria Desain - Struktur III - 32


Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

Faktor Reduksi Kekuatan (Strength Reduction Factor) dari beberapa acuan standar,
disajikan sebagai berikut :

RSNI- ACI 318- AASHTO- AASHTO-


URAIAN
2004 2002 2002 2004
Lentur (Flexure) 0,80 0,90 0,90 0,90
Geser dan Torsi
0,70 0,75 0,85 0,90
(Shear and Torsion)
Aksial Tekan
(Axial Compression)
0,70 0,70 0,75 0,75
* dengan tulangan
spiral
* dengan sengkang
0,65 0,65 0,70 0,75
biasa
Tumpuan pada Beton
(Bearing on 0,70 0,70 0,70 0,70
Concrete)

Untuk keperluan desain pada proyek ini, digunakan Peraturan Indonesia, yaitu
RSNI-2004.

3.5. PERENCANAAN PONDASI


Perencanaan pondasi dihitung berdasarkan Cara Elastis (Working Stress).

3.5.1. Daya Dukung Vertikal Pondasi


Daya dukung pondasi adalah sebagai berikut :
P ult = Pp + Pf

Dimana :
P ult = Daya dukung ultimate
Pp = Daya dukung ketahanan ujung
Pf = Daya dukung ketahanan friksi
P all = P ult = Pp + Pf
SF SFp SFf
P all = Daya dukung ijin
SF = Faktor Keamanan (Safety Factor)
Besarnya nilai SF diambil sebagai berikut :
 Untuk pondasi End Bearing :
SFp = 3
SFf = 3

Kriteria Desain - Struktur III - 33


Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa

 Untuk pondasi friction pile :


SFp = 3
SFf = 5

3.5.2. Daya Dukung Pull Out


Data dukung Pull Out / Tarik pondasi tiang sebagai berikut :

P all pull out = P f + Wp


SFf

Dimana :
Pf = Daya dukung ketahanan friksi
SFf = Faktor keamanan friksi
= 6
Wp = Berat tiang pancang

3.5.3. Gaya Ijin Lateral Pondasi Tiang


Gaya ijin lateral pondasi tiang sebagai berikut :

H all = kD
β
δa

Dimana :
H all = Gaya ijin lateral pondasi tiang
K = Coefficient subgrade reaction tanah
D = Diameter pile
β = Kekakuan (Stiffness) pondasi tiang
= Pergeseran ijin kepala pondasi tiang
kD
= δa 1 cm 4
√ 4 EI

Kriteria Desain - Struktur III - 34

Anda mungkin juga menyukai