Desain Struktur Jembatan
Desain Struktur Jembatan
Bab III
Kriteria Desain
Struktur
Menurut spesifikasi Bina Marga – Bridge Management System 1992, beban dan gaya
yang digunakan dalam perhitungan tegangan-tegangan dalam konstruksi adalah
beban primer, beban sekunder dan beban khusus.
Pada pasal ini membahas detail pembebanan dan aksi umum yang mempengaruhi
jembatan. Pembebanan dan aksi ini selain digunakan dalam perencanaan jembatan
jalan raya juga termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan-bangunan sekunder
yang terkait dengan jembatan tersebut.
Aksi-aksi tersebut terbagi menjadi 2 bagian, menurut lamanya aksi tersebut bekerja,
yaitu :
a. Aksi Tetap
Aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan jembatan,
cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada
jembatan. Yang termasuk aksi ini adalah :
Beban sendiri
Beban mati
Pengaruh prategang
Pengaruh susut dan rangkak
Tekanan tanah
b. Aksi Transient
Aksi ini bekerja dengan waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi
seringkali. Aksi ini terbagi beberapa kelompok menurut sumber, yaitu :
c. Aksi Lingkungan
Beban Angin
Pengaruh Gempa
Pengaruh Temperatur
Tekanan Hidrostatis dan Gaya Apung
Aliran Air, Benda Hanyutan
Penurunan
d. Aksi-aksi lainnya
Gesekan pada Perletakan
Pengaruh Getaran
Beban pelaksanaan
Klasifikasi aksi ini digunakan apabila aksi-aksi rencana digabung satu sama lainnya
mendapatkan kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam perencanaan
jembatan. Kombinasi beban rencana dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok
yaitu (BMS 2 – 1) :
Kombinasi dalam batas daya layan (service ability)
Kombinasi dalam batas ultimate
Kombinasi dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja
Aksi Nominal merupakan aksi yang terdefinisi dalam tata cara Pembebanan
jembatan di peraturan Perencanaan Teknik Jembatan serta data statistik dengan
periode ulang 50 tahun.
Aksi rencana adalah aksi nominal yang telah bertambah atau berkurang oleh faktor
beban. Faktor beban adalah pengali numerik yang diambil untuk :
Adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban.
Ketidak tetapan dalam memperkirakan pengaruh pembebanan.
Adanya perbedaan ketepatan dimensi yang dicapai dalam pelaksanaan.
Ringkasan Faktor Beban pada aksi-aksi rencana dapat dilihat pada Tabel 3.2.1.
berikut :
Faktor Beban
Aksi
Lamanya Daya Ultimate
No
Simbo Waktu Laya Norma Terkurang
Nama n
l l i
3. Penyusutan dan Rangkak PSR Tetap 1,0 1,00 Tdd
4. Prategang PPR Tetap 1,0 1,00 Tdd
5. Tekanan Tanah PTA Tetap
- Tekanan Tanah Vertikal 1,0 1,25 0,80
- Tekanan Tanah Lateral
- Aktif 1,0 1,25 0,80
- Pasif 1,0 1,40 0,70
- Diam 1,0 1,25 0,80
6. Beban Pelaksanaan Tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,80
7. Beban Lajur “D” TTD Transient 1,0 1,8 Tdd
8. Beban Truk “T” TTT Transient 1,0 1,8 Tdd
9. Gaya Rem TTB Transient 1,0 1,8 Tdd
10. Gaya Sentrifugal TTR Transient 1,0 1,8 Tdd
11. Beban Trotoar TTP Transient 1,0 1,8 Tdd
Beban Tumbukan pd
12. TTC Transient 1,0 1,0 Tdd
penyangga
13. Penurunan PES Transient 1,0 Tdd Tdd
14. Temperatur PET Transient 1,0 1,2 0,80
Aliran sungai, hanyutan &
15. PEF Transient
batang kayu
- Jembatan besar &
Transient 1,0 2,00 Tdd
Penting
- Jembatan Tetap Transient 1,0 1,50 Tdd
- Gorong-gorong Transient 1,0 1,00 Tdd
- Jembatan sementara Transient 1,0 1,50 Tdd
Tekanan Hidrostatik dan
16. PEU Transient 1,0 1,00 1,00
gaya apung
17. Beban Angin PEW Transient 1,0 1,20 Tdd
18. Pengaruh Gempa PEQ Transient Tdd 1,00 Tdd
19. Gesekan Perletakan TBF Transient 1,0 1,30 0,80
20. Getaran TVI Transient 1,0 Tdd Tdd
21. Pelaksanaan TCL Transient 1,0
Catatan :
(1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana
menggunakan tanda bintang untuk :
PMS : berat sendiri nominal
P*MS : berat sendiri rencana
(2) Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai.
(3) Ttd : menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal ini dimana pengaruh beban
transient adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol.
Kombinasi Beban
Kombinasi Primer Aksi Tetap + satu aksi transient (cat 1, cat 2)
Kombinasi Sekunder Kombinasi Primer + 0,7 x (satu aksi transient lainnya)
Kombinasi Primer + 0,5 x (dua atau lebih aksi
Kombinasi Tersier
transient)
Catatan (1) Beban lajur “D” yaitu T TD atau beban truk “T” yaitu TTT
diperlukan untuk membangkitkan gaya rem T TB dan gaya
sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan
yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam
kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.
Catatan (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan
pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi
untuk kombinasi beban.
Tabel 3.2.3.
Kombinasi Beban Umum Untuk Kondisi Batas Daya Layan Dan Ultimate
Kombinasi Beban
Aksi Catatan
Daya Layan (1) Ultimate (2)
Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Tetap / Aksi
Permanen :
- Berat Sendiri PMS x x x x x x x x x x x x
Kombinasi Beban
Aksi Catatan
Daya Layan (1) Ultimate (2)
Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
- Beban Mati Tambahan PMA
- Penyusutan dan Rangkak PSR
- Prategang PPR
- Tekanan Tanah PTA
- Beban Pelaksanaan
Tetap
Aksi Transien :
Beban Lajur “D” atau
TTD TTT x o o o o x o o o o
Beban Truk “T”
Gaya Rem atau
TTB TTR X o o o o x o o
Gaya Sentrifugal
Beban Pejalan Kaki TTP x x
Gesekan Perletakan TBF o o x o o o o o
Pengaruh Temperatur TET o o x o o o o o o o o
Aliran/Hanyutan/Tumbuka
TEF TEU o o x o o o x o o
n dan Hidrostatis /Apung
Beban Angin PEW o o x o o o x o
Aksi Khusus :
Pengaruh Gempa PEQ x
Tumbukan PBF x x
Pengaruh Getaran TVI
Pelaksanaan TCL x x
Catatan :
(1) Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda
x adalah memasukkan faktor beban daya layan penuh
o adalah memasukkan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya
(Lihat Pasal 3.2.1)
(2) Dalam keadaan batas ultimate pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda
x adalah memasukkan faktor beban ultimate penuh
o adalah memasukkan faktor beban ultimate yang sudah diturunkan besarnya
sama dengan daya layan (Lihat Pasal 3.2.1)
(3) Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan.
Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan melihat harga
rencana maksimum dan minimum untuk menentukan keadaan yang paling
bahaya.
Tekanan tanah lateral daya layan (BMS 1992, 2-18) dihitung berdasarkan harga
nominal dari ws, c dan , sedangkan tekanan tanah lateral ultimate dihitung dengan
menggunakan harga nominal dan w s dan harga rencana dari c dan f yang diperoleh
R
dari perkalian harga nominal dengan faktor pengurangan kekuatan Kc dan
R
KΦ seperti pada Tabel 3.2.5. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa
harga nominal dan selanjutnya dikalikan faktor beban. Faktor-faktor reduksi
kekuatan yang diberikan dalam Tabel 3.2.6 harus digunakan untuk menghitung
parameter-parameter kekuatan tanah rencana untuk keadaan batas ultimate.
Tabel 3.2.5. Sifat-sifat untuk tekanan tanah
Sifat-sifat Bahan untuk Keadaan Batas Ultimate
menghitung Tekanan
Tanah Biasa Terkurangi
Aktif : Ws
*
= Ws Ws
(1) φ* R R
= tan-1 (
Kφ tan φ ) tan-1 [(tan φ) /
Kφ ]
R R
C* = KC C C/ KC
Pasif : Ws
*
= Ws Ws
(2) φ* R R
= tan-1 [(tan φ ) /
Kφ ] tan-1 (
K φ tan φ )
R R
C* = C/ KC KC C
Vertikal : Ws* = Ws Ws
Catatan :
(1) Harga rencana untuk geseran dinding δ *, harus dihitung dengan cara yang sama
seperti φ*
(2)
K φR dan K CR adalah faktor reduksi kekuatan bahan
Tabel 3.2.6. Faktor reduksi kekuatan untuk besaran-besaran tanah
Pada bagian tanah di belakang dinding penahan harus diperhitungkan adanya beban
tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas kemungkinan akan bekerja pada
bagian daerah keruntuhan aktif teoritis. Besarnya beban tambahan ini setara
dengan tanah setebal 0,60 meter yang bekerja merata pada bagian tanah yang
dilewati oleh beban lalu lintas tersebut.
Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah
lateral saja. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus nol.
Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada
keadaan batas ultimate, dengan harga rencana seperti tekanan tanah.
Faktor beban daya layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah
1,0 tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-
hati.
Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya,
maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas
ultimate dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam pasal ini.
a. Beban Lajur D
Pembebanan lajur D ditempatkan melintang pada lebar penuh dari beban
kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen
dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur D
yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan.
10
9
BTR (Kpa)
7
6
4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
P = 49,0 kN/m
Beban garis
Intensitas p kN/m
90o
Intensitas q kN
100 %
Intensitas q kPa
b
n x 2,75 m
100 %
50 %
Beban garis harus dikalikan koefisien kejut (faktor beban dinamis) yang
merupakan fungsi dari bentang seperti terlihat pada Gambar 3.2.5.
50
40
DLA (%) 30
20
10
0
0
50 90 100 150 200
Bentang (m)
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen
seperti tercantum dalam Gambar 3.2.5. Untuk bentang tunggal panjang bentang
ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang
menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus :
LE = √ L av L max
dengan pengertian :
Lav : panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus.
Lmax : panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung
secara menerus.
b. Beban truk T
Pembebanan truk T adalah kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat as seperti dalam Gambar 3.2.6. Berat dari masing masing as
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-
ubah antara 4,0 meter sampai 9,0 meter untuk mendapatkan pengaruh terbesar
pada arah memanjang. Hanya satu truk T boleh ditempatkan per lajur lalu lintas
rencana.
25 kN 112,5 kN 112,5 kN
1.25 cm 50 cm 50 cm 112,5 kN
20 cm
20 cm 20 cm 2.75 m
20 cm
50cm 112,5 kN
1.25cm 50 cm 112,5kN
25 kN
20 cm 20 cm
Gaya sentrifugal bekerja pada permukaan lantai kendaraan dengan arah keluar
secara radial dan harus sebanding dengan pembebanan total pada suatu titik
berdasarkan rumus :
V
TTR = 0,006 2 . Tt
r
dimana :
3.2.12. Penurunan
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang
diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan (BMS 2 –
35).
Penurunan bisa diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap tanah lapisan
pendukung sesungguhnya (actual foundation material) yang digunakan. Apabila
tidak dilakukan pengujian maka besar penurunan dari perhitungan dianggap nol.
Temperatur Temperatur
Tipe Bangunan Atas Jembatan Rata- Jembatan Rata-
rata Minimum (1) rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar 15 oC 40 oC
atau box beton
Lantai beton di atas gelagar,
15 oC 40 oC
box atau rangka baja
Lantai pelat baja di atas
gelagar, box atau rangka 15 oC 40 oC
baja
Catatan : (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 15 oC
untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari
500 meter dari permukaan laut.
Tabel 3.2.9. Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur
Koefisien
Bahan Perpanjangan Modulus Elastisitas
Akibat Suhu
Baja 12 x 10 6 per oC 200,000
Beton :
Kuat beton < 30 Mpa 10 x 10 6 per oC 25,000
Kuat beton > 30 Mpa 11 x 10 6 per oC 34,000
Aluminium 24 x 10 6 per oC 70,000
Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradient
perbedaan temperatur dalam arah melintang.
Gaya seret nominal ultimate dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung
kepada kecepatan sebagai berikut :
dimana :
Vs = Kecepatan air rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang
dimaksud dalam Artikel ini, kecepatan batas harus dikaitkan dengan
periode ulang dalam Tabel 3.2.10.
CD = Koefisien seret lihat Tabel 3.2.11.
Ad = Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran. Lihat Gambar 3.2.6.
Bila pilar tipe dinding membutuhkan sudut dengan arah aliran, gaya angkat
melintang cukup besar akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini
dalam arah tegak lurus gaya seret adalah :
Dimana :
Vs = Kecepatan air rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang
dimaksud dalam Artikel ini, kecepatan batas harus dikaitkan dengan
periode ulang dalam Tabel 3.2.10.
CL = Koefisien angkat lihat Tabel 3.2.11.
AL = Luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m 2) dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran. Lihat Tabel 3.2.11.
Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret yang bekerja di
sekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil
sebesar :
CD = 2.2
Periode Ulang
Keadaan Batas Faktor beban
banjir
Daya layan
Untuk semua jembatan 20 tahun 1.0
Ultimate
Jembatan besar dan 100 tahun 2.0
penting (2)
Jembatan permanen 50 tahun 1.5
Gorong-gorong 50 tahun 1.0
Jembatan sementara 20 tahun 1.5
Catatan :
(1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh instansi yang
berwenang.
(2) Gorong-gorong jangan dimasukkan bangunan drainase.
0o 0 Tidak ada
0.8 0.40 V s 2 A d
5o 0.5 0.25 V s 2 A s
Arah Pengaliran
Catatan :
Vs = kecepatan air rat- rata untuk keadaan batas yang ditinjau (m/dt)
Ad = luas proyeksi dari pilar tegak lurus pada aliran sungai, dengan tinggi
sama dengan kedalaman aliran air.
Ai = luas proyeksi dari pilar sejajar arah aliran sungai, dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran air.
Kriteria Desain;– Struktur III -
18
Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai – Benoa
Kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia. Untuk jembatan yang terendam,
gaya angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding.
Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya A L
diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.
3.2.15. Hanyutan
Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan :
dimana :
CD = 1,04
Ad = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung
seperti berikut :
a. Untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas
benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa
kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air
banjir. Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari
jumlah bentang yang berdekatan atau 20 m, diambil yang terkecil dari kedua
harga ini.
M (V a )2
TEF = d [ kN ]
Dimana :
M = Massa batang kayu = 2 ton
Va = Kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.
Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram
kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.
Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara
bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya
angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus
ditinjau sebagai aksi transien.
Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan
angin rencana seperti berikut :
dimana :
Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang ditinjau.
Cw = Koefisien seret lihat Tabel 3.2.13.
Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2).
Kecepatan Angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 3.2.14.
Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam
arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen
ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar.
Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila
suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan
arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan
rumus :
Dimana : Cw = 1.2
Tipe Jembatan Cw
Catatan :
(1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
(2) Untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier.
(3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan
sebesar 3% untuk setiap derajat superelavasi, dengan kenaikan maksimum
2.5%.
Berdasarkan penetapan kriteria 100 tahun pada umur rencana jembatan, maka
perlu diperhatikan beberapa implikasi langsung pada desain struktur jembatan,
antara lain :
Implikasi pada penerapan beban rencana yang sesuai, khususnya untuk beban
gempa.
Implikasi pada penggunaan material yang sesuai, khususnya mutu beton, yang
menunjang tingkat durabilitas sesuai umur rencana jembatan.
Implikasi pada penerapan detail struktur, seperti selimut beton, yang lebih dapat
meminimalkan resiko degradasi struktur di dalam jangka waktu umur rencana
jembatan.
Perencanaan beban gempa yang bekerja pada jembatan Jalan Tol direncanakan
berdasarkan Pedoman Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan Tahun
2004, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah , dan apabila masih
belum lengkap akan merujuk pada Standar Bina Marga Bridge Management
System (BMS) 1992.
1 .2 AS
C s=
T 2/3 , ¿ 2.5
dimana :
A = Koefisien Akselerasi di batuan dasar
S = Koefisien Tanah
T = Periode Alami Struktur dengan metode yang sesuai
W
T =
2π
√ gK
atau T =2.01 √ δ
dimana :
γ=∫ w ( x)v s ( x)2 dx
po = beban virtual total
g = percepatan gravitasi
α=∫ v s ( x)dx
δ = perpindahan memanjang akibat beban mati yang bekerja
arah memanjang
w (x ) = berat beban mati superstruktur dan hubungan
bangunan bawah
v s ( x) = static dispacement
Cs. W
Pe=
L
dimana:
C s= koefisien respons seismik elastis
W= berat superstruktur
L = Total panjang jembatan
Untuk Single Mode Spektral Analysis Method :
β . Cs
Pe ( x )= w( x )v s ( x )
γ
Dimana :
Cs = koefisien respons seismik elastis
w (x ) = berat superstruktur
v s ( x) = static dispacement
A. R.S
C PLASTIS = Z
dimana :
C PLASTIS = Koefisien Geser Dasar, termasuk faktor daktilitas dan
resiko (Z)
A = Akselerasi puncak PGA di batuan dasar (Tabel 3.2.16)
R = Respon batuan dasar
S = Amplifikasi di permukaan sesuai tipe tanah (Tabel 3.2.17)
Z = Faktor Reduksi sehubungan daktilitas dan resiko (Gambar
3.2.8).
Gambar 3.2.9.
Koefisien geser dasar (C) plastis pada Zona 3 Wilayah Gempa (Peraturan BMS
1992)
Gambar 3.2.10. Wilayah Gempa Indonesia untuk Perioda ulang 500 tahun
WILAYAH 3
1.50
Tanah Sedang/Lembek
Tanah Teguh
1.00
A.R.S
0.50
0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Waktu Getar " T " (sec)
Berdasarkan rute terpilih jalan tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa termasuk
Zona Wilayah 4.
b. Jembatan Khusus
Karena jembatan yang mempunyai pilar dengan ketinggian mencapai 50 – 60
m, yang berada pada main road dikategorikan sebagai jembatan khusus
dengan konsekwensi umur rencana adalah 100 tahun, maka dengan batasan
resiko gempa 10% (yang melampaui gempa rencana), seharusnya dipakai
periode ulang gempa 1000 tahun.
Untuk pilar tinggi, berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk
mengubah respons bangunan menjadi gerakan gempa. Apabila berat
pilar lebih besar dari 20% berat total yang dipengaruhi oleh percepatan
gempa WT, maka beban statis ekivalen arah horisontal pada pilar harus
disebarkan sesuai dengan Gambar 3.2.12.
1.2 Kh
30 m 1.1 Kh
20 m Kh
10 m
Kh
Muka tanah
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis)
dihitung dengan menggunakan faktor harga dan sifat bahan, koefisien
gempa horisontal Kh dan faktor kepentingan I.
Kuat Tekan
Kelas Rencana Uji Kegunaan
Cylinder (MPa)
AA 50 Prestressed concrete spun pile
A1 50 Precast prestressed concrete I girder
A2 45 Prestressed concrete box girders staging
Kuat Tekan
Kelas Rencana Uji Kegunaan
Cylinder (MPa)
method
Prestressed concrete hollow slabs, beam and
colum of portal pier
A3 45 Prestressed concrete piles
Prestressed concrete pier head and colums
BB 40
pier
Reinforced concrete slab bridges
Reinforced concrete deck slabs
Diaphragma I-girder Bridges
Reinforced concrete portal pier heads and
B-1 30
colums pier
Reinforced concrete slab
Precast reinforced conrete piles
Kerb (bertulang) parapet
Cast-in place reinforced concrete piles
B-2 30
Bored pile
B-3 30 Precast reinforced conrete piles
Abutments, pondasi pier, dinding penahan
tanah (beton bertulang)
C-1 20 Wall pier
Box culverts (termasuk dinding sayap/wing
walls)
Approach slabs
Precast concrete frames
Precast plates untuk slab
C-2 20
Tangga jembatan penyebrangan
Reinforced concrete for side Ditch
Planting Boxes
Dinding penahan tanah tipe gravitasi
D 15 Croncrete foot paths, kerb )tidak bertulang)
Head walls, penopang gorong-gorong pipa
Leveling concrete, backfill concrete pada stone
E 10 masonry
Dasar, haunch dan sekitar gorong-gorong pipa
P 45 (flexural strength) Concrete Pavement
25 = Jumlah tulangan
D13 = Tulangan ulir diameter 13 mm
8 = Tulangan polos diameter 8 mm
150 = Jarak antar tulangan mm
Faktor Reduksi Kekuatan (Strength Reduction Factor) dari beberapa acuan standar,
disajikan sebagai berikut :
Untuk keperluan desain pada proyek ini, digunakan Peraturan Indonesia, yaitu
RSNI-2004.
Dimana :
P ult = Daya dukung ultimate
Pp = Daya dukung ketahanan ujung
Pf = Daya dukung ketahanan friksi
P all = P ult = Pp + Pf
SF SFp SFf
P all = Daya dukung ijin
SF = Faktor Keamanan (Safety Factor)
Besarnya nilai SF diambil sebagai berikut :
Untuk pondasi End Bearing :
SFp = 3
SFf = 3
Dimana :
Pf = Daya dukung ketahanan friksi
SFf = Faktor keamanan friksi
= 6
Wp = Berat tiang pancang
H all = kD
β
δa
Dimana :
H all = Gaya ijin lateral pondasi tiang
K = Coefficient subgrade reaction tanah
D = Diameter pile
β = Kekakuan (Stiffness) pondasi tiang
= Pergeseran ijin kepala pondasi tiang
kD
= δa 1 cm 4
√ 4 EI