Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia di tahun 2020 sudah memasuki era bonus demografi, di mana jumlah masyarakat
dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan usia non-produktif. Di Indonesia,
diproyeksikan jumlah masyarakat usia produktif sebesar 64% dari total populasi 297 juta jiwa
(Kementerian PPN, 2017). 66 Juta jiwa di antara 64% persen ini adalah remaja.
Dengan jumlah remaja yang sangat banyak ini, Indonesia dikatakan akan mendapatkan
keuntungan atau kerugian yang hanya terjadi satu kali dalam sejarah hidup sebuah bangsa.
Keuntungan dari bonus demografi hanya dapat dirasakan jika sebuah bangsa memiliki kualitas
remaja yang baik sebagai ujung tombak pembangunan bangsa. Salah satu faktor yang
memengaruhi kualitas remaja Indonesia adalah adanya kesehatan reproduksi remaja (KRR).
KRR sendiri memiliki makna sebagai suatu kondisi sehat yang menyangkut sosial, fungsi, dan
proses reproduksi yang dimiliki remaja. Dalam hal ini sehat mengacu pada Undang-Undang
Kesehatan No 23 tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis.

Triad KRR menjadi momok bagi pelaksanaan remaja yang sehat pada kenyataannya di
lapangan. Definisi Triad KRR menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
yakni tiga risiko yang dihadapi oleh remaja, di antaranya adalah seksualitas, HIV/AIDS, dan
NAPZA. Ditjen P2P (Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS) menyajikan data bahwa di tahun
2017 sudah tercatat 9.981 kasus HIV pada kelompok usia remaja. Masalah lain yang
teridentifikasi adalah masalah kesehatan reproduksi dan perilaku berisiko pada remaja.
Berdasarkan data Global School Heatlh Survey 2015 terdapat 3,3% remaja anak usia 15-19 tahun
mengidap AIDS; hanya 9,9% perempuan dan 10,6% laki-laki usia 15-19 tahun memiliki
pengetahuan komprehensif mengenai HIV AIDS; dan sebanyak 0,7% remaja perempuan dan
4,5% remaja laki-laki pernah melakukan hubungan seksual pranikah.
Hasil studi beban penyakit (Burden of Disease) tahun 2017 yang dikeluarkan oleh IHME
dan Balitbangkes menyatakan bahwa remaja dan kelompok usia produktif di Indonesia
mengalami kerugian akibat penyakit menular seksual. Fenomena pergaulan bebas pada sebagian
remaja seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini, karena terbatasnya jumlah remaja yang memiliki
pengetahuan maupun keterampilan yang cukup terkait dengan kehidupan seksualnya, sehingga
menyebabkan banyak remaja yang berisiko terhadap permasalahan eksploitasi
seksual,pernikahan dini,kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual (IMS),
termasuk HIV dan pelecehan seksual.
Peristiwa ini tidak terlepas dari minimnya edukasi kesehatan reproduksi yang diterima
remaja baik dari lingkungan keluarga maupun di sekolah, kurangnya pemahaman mengenai
kesehatan reproduksi yang diterima remaja, mengakibatkan mereka mencari informasi tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan seks dengan orang lain di luar rumah seperti pada
teman-teman.

Kasus-kasus di atas ini akan semakin meningkat angka kejadiannya tanpa adanya edukasi
yang adekuat mengenai kesehatan reproduksi pada remaja. Edukasi kesehatan perlu diberikan
kepada remaja dalam rangka meningkatkan pengetahuan individu terkait kesehatan
reproduksinya. Studi pendahuluan yang pernah dilakukan di SMK Islam Wijaya Kusuma,
Jakarta Selatan, menyatakan bahwa melalui wawancara kepada siswa kelas 1 sebanyak 10 orang,
kemudian dari 6 orang mengatakan belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan, dan 4
orang mengatakan sudah pernah mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi di luar sekolah,
namun pengetahuan yang mereka dapat masih terbatas. Dan di dapatkan pernyataan dari
beberapa guru, bahwa di sekolah tersebut belum pernah memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi pada remaja (Dwi Setiowati, 2014).

Pernyataan dari kepala BKKBN pusat, dr. Hasto Wardoyo Sp.OG turut menegaskan bahwa
Triad KRR yang tidak diinginkan dan kerap kali terjadi pada remaja karena kurangnya edukasi
mengenai kesehatan reproduksi.
Dengan adanya kasus-kasus seperti yang tercantum di atas ini, maka saya sebagai peneliti dan
penulis terdorong untuk melakukan studi literatur mengenai seberapa penting peran edukasi
kepada remaja dalam meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi melalui
judul penelitian “Efektivitas Edukasi Kesehatan terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi pada Remaja”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Efektif kah
pemberian edukasi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi
bagi remaja?”

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas edukasi kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini bagi peneliti ialah untuk menambah wawasan serta pengalaman
berharga dalam kapasitas kemampuan, dan untuk mengembangkan program edukasi
kesehatan bagi remaja.

2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis menyumbangkan pemikiran
dan konsep-konsep dalam dunia pendidikan terkait pentingnya pemberian edukasi
kesehatan bagi remaja.

Anda mungkin juga menyukai