Anda di halaman 1dari 4

UPAYA PENYELAMATAN ORANG UTAN (Pongo abelii) TERHADAP

KEPUNAHAN SEBAGAI SALAH SATU SPESIES DILINDUNGI DI SUMATERA

Nama Orang Utan berasal dari Melayu dan berarti orang dari hutan. Orang
Utan liar hanya hidup di Asia Tenggara di pulau Kalimantan dan Sumatra, sebagian
besar di Indonesia, tetapi juga di negara bagian Malaysia, Sabah dan Sarawak di
Kalimantan. Pada November 2017 orangutan sekarang dibagi menjadi tiga spesies
berbeda: orangutan Borneo (Pongo pygmaeus), orangutan Sumatra (Pongo abelii),
dan sekarang orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Seperti manusia, semua
kera besar sangat cerdas. Orangutan juga berbagi lebih dari 96% dari DNA kita
sendiri. Mereka mengenali diri mereka sendiri di cermin, belajar dari dan
mengajarkan keterampilan baru satu sama lain, dan mereka juga telah ditunjukkan
untuk mengambil perspektif individu lain, yang berarti mereka dapat melihat situasi
melalui mata orang lain. Para ilmuwan bahkan telah mengajari mereka keterampilan
komunikasi, seperti bahasa isyarat manusia dan penggunaan layar sentuh
komputer. Di kebun binatang, orangutan terkenal - dan kadang-kadang juga ditakuti
- sebagai pengguna alat yang paling mahir dari semua hewan. Penyebaran
orangutan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas komponen habitatnya.
Pada habitat alaminya, orangutan merupakan satwaliar tipe pengumpul atau pencari
pakan yang oportunis (memakan apa saja yang dapat diperolehnya). Distribusi
jumlah dan kualitas pakan, terutama buah-buahan sebagai pakan pokok orangutan
sangat mempengaruhi perilaku pergerakan, kepadatan populasi, dan organisasi
sosialnya (Kuswanda, 2013).

Seperti yang kita ketahui Sumatera merupakan salah satu habitat utama dari
Orang Utan Sumatera (Pongo abelii Lesson) yang dimana Orang Utan merupakan
salah satu spesies yang sangat langka atau terancam punah. Menurut data pada
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Distribusi Orang Utan
Sumatera (Pongo abelii Lesson) sekarang hanya tersisa di sebelah utara
khatulistiwa, yaitu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, dan
sebagian di Provinsi Sumatera Barat. Populasinya saat ini diduga kurang dari 7.500
individu yang tersebar pada 13 lokasi habitat yang secara geografis terpisah. Dari
13 lokasi habitat tersebut hanya empat lokasi yang memiliki jumlah orangutan lebih
dari 500 individu, yaitu Aceh Barat (654 individu), Leuser Barat (2.508 individu),
Leuser Timur (1.052 individu), dan Tromon Singkil (1.500 individu), sedangkan di
lokasi lainnya rata-rata di bawah 250 individu sehingga dikhawatirkan akan terjadi
penurunan keragaman genetik dan kepunahan lokal.( Kuswanda, 2007).Kita dapat
melihat bahwa populasi orang utan ada di bawah 7500 jika di jumlahkan semuanya
dari 13 provinsi tersebut, dalam beberapa dekade terakhir penurunan populasi
Orangutan diperkirakan mencapai 30-50%, bahkan bisa mencapai lebih dari 80%
apabila dibandingkan dengan populasi 75 tahun terakhir dengan penyebab utama
penurunan populasi di alam adalah kerusakan habitat akibat illegal logging,
kebakaran hutan dan perburuan liar.

Dan juga yang kita amati dari berbagai masalah tentang Orang Utan bahwa
hampir kebanyakan masyarakat kurang mengetahui pentingnya Oran Utan untuk
keberlangsungan ekosistem, Peran Orang Utan berpengaruh cukup besar pada
ekossistem yang dimana jika orang utan memakan buah buahan (Fugivora) mereka
kadang menyemburkan biji dari buah buahan tersebut sehingga buah buahan itu
jatuh ke tanah dan juga Orang Utan belum bisa mencerna tumbuhan sehingga pada
bagian fesesnya biji tetap berbentuk utuh, artinya dengan menjaga populasi orang
utan kita juga dapat melestarikan dan melindungi beberapa spesies hewan maupun
tumbuhan di hutan. Seperti yang kita ketahui hutan merupakan sumber plasma
nutfah, pembentuk iklim mikro ,pengatur tata air, dan penyangga kehidupan akan
tetap terjaga jika hutan terjaga dengan baik. Dan pemahaman ini harus dimengerti
oleh masyarakat baik itu masyarakat local maupun masyarakat yang jauh dari
populasi orang utan sehingga kita dapat membuat keberlangsungan hidup orang
utan lebih baik.

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati dan Ekosistem pasal 27 yaitu “pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan
pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan”.
Namun kurangnya pengetahuan atas peraturan Undang Undang ini membuat
beberapa orang masih melakukan penebangan liar atau pembukaan lahan sehingga
habitat dari orang utan akan menghilang, seharusnya pemerintah melakukan
sosialisasi tentang peraturan yang mereka keluarkan sehingga masyarakat dapat
mencegah habitat orangutan tetap terjaga dan lestari, hal kedua yang dapat
mengurangi populasi orang utan sumatera adalah perburuan liar dan perdagangan
orang utan yang dimana orang orang yang tak bertanggung jawab yang hanya
menginkan keuntungan. Peran pemerintah di sini melakukan kerjasama dengan
polisi hutan dan pemimpin desa yang berada dekat pada habitat orang utan untuk
mencegah pemburuan orang utan.

Pemilihan habitat yang disukai merupakan suatu tindakan yang dilakukan


satwa liar dalam rangka memperoleh serangkaian kondisi yang menguntungkan bagi
keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidupnya. Habitat yang disukai harus
dapat menyediakan semua kebutuhan hidup bagi orangutan yang terdiri atas
makanan, air, tempat berlindung, dan berkembang biak. Untuk menjamin kelestarian
populasi orangutan, maka habitat yang disukai harus memiliki kualitas yang baik dan
luasan yang mencukupi.( Rahman, 2010). Upaya konservasi untuk menyelamatkan
populasi Orangutan Sumatera dari kepunahan dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menetapkan Orangutan
sebagai satwa yang dilindungi dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 7
tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Upaya lain yang dilakukan
adalah melakukan rehabilitasi terhadap Orangutan Sumatera yang telah disita dari
masyarakat yang memelihara secara ilegal, perdagangan ilegal dan penyelundupan.
Rehabilitasi Orangutan tersebut dilakukan dengan melepasliarkan kembali (release)
ke habitat alaminya. Menurut Meijaard (2001) kekurangan makanan akan
menyebabkan terjadinya persaingan, dan anggota yang posisinya lebih rendah
harus mencari makanan di tempat lain jika tidak mereka akan mati.

Jadi yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa maupun pecinta alam
adalah yang pertama melakukan gerakan peduli Orang Utan sumatera (Pongo
abelii) terhadap ancaman kepunahan. Kedua melakukan sosialisasi atau terjun
langsung kemasyarakat tentang pentingnya kontribusi orangutan sumatera (Pongo
abelii) terhadap hutan karena dapat membantu membawa benih-benih tumbuhan
baru melalui feses yang dikeluarkan dan dapat membantu memperbanyak resapan
air dikarenakan benih-benih tumbuhan tersebut. Dan yang terakhir sebagai calon
guru kita akan mengeduaksi para siswa kita untuk melanjutkan konservasi dan
keberlangsungan hidup orang utan.
Referensi

Fakhrurradhi. 1998. Komposisi Pakan Orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus


abelii, Lesson 1827) di Suag Balimbing Taman Nasional Gunung Leuser.
Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan : Banda Aceh.

Wanda Kuswanda. 2010. ANCAMAN TERHADAP POPULASI ORANGUTAN


SUMATERA (Pongo abelii Lesson)*) (Threats to The Population of Sumatran
Orangutans/Pongo abelii Lesson). Jurnal penelitian alam dan konservasi
hutan. 4(4): 409-417.

Wanda Kuswanda. 2013. PENDUGAAN POPULASI ORANGUTAN (Pongo abelii


Lesson 1827) BERDASARKAN SARANG DI CAGAR ALAM SIPIROK,
SUMATERA UTARA (Estimation of the Orangutan Population (Pongo abelii
Lesson 1827) Based on the Nest in Sipirok Nature Reserve, North Sumatra)*.
Jurnal penelitian alam dan konservasi hutan. 10(1): 19-31.

Rahman Dede Aulia. 2010. Karakteristik Habitat dan Preferensi Pohon Sarang
Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Taman Nasional Tanjung Puting
(Studi Kasus Camp Leakey). Jurnal Primatologi Indonesia, 7(2): 37-50.

Anda mungkin juga menyukai