M ASYAR AKAT"
04.04
ILMU SOSIAL DASAR
AGAMA DAN MASYARAKAT
Dosen : Mutiara.SIKOM
Disusun Oleh :
Ahmad Fiqih Haikal 50415334
Dean Gusti Azmi 51415629
Muhamad Zulfikar Ali 54415440
Yulistiani 57415609
Teknik Informatika
Universitas Gunadarma
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karunia-
Nyalah sehingga kami dapat menyelsaikan makalah yang berjudul Masyarakat dan Agama
dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Sosial Dasar.
Dalam makalah ini kami membahas hal hal yang menyangkut tentang fungsi agama,
kelembagaan agama, hingga contoh-contoh dan kaitannya dengan konflik yang ada dalam agama
dan masyarakat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
2.1. Fungsi Agama................................................................................................................. 3
2.2. Pelembagaan Agama....................................................................................................... 5
2.3. Agama, Konflik dan Masyarakat.................................................................................... 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................................................ 14
Daftar Pustaka....................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang
arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasawuf. Bukti diatas
sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final.
Kemudian pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan
individu dalam hubungan sosial dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan
masyarakat, dimana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tingkatan sosial, dan
individu dengan masyarakat seharusnya tidak bersifat antagonis.
Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah
tentu hubungannya erat, memiliki aspekaspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari citacita
agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial, perseorangan
dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya. Yang
lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi lembaga agama sehingga agama dan masyarakat
itu berwujud kolektivitas ekspresi nilainilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti
mencakup perilaku sebagai pegangan individu dengan kepercayaan dan taat kepada agamanya.
Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi
keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, ritual, serta umat atau kesatuan sosial yang terkait
agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula diwujudkan dalam sistem simbol yang
memantapkan peranan dan motivasi manusianya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan
ketentuan yang berlaku umum, seperti banyaknya pendapat agama tentang kehidupan dunia
seperti masalah keluarga, bernegara, konsumsi, produksi, hari libur, prinsip waris, dan
sebagainya.
Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaam berbedabeda. Karena itu
kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan
keagamaan.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Hubungan Manusia dengan Agama”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam
makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian agama dan masyarakat serta fungsi agama dalam masyarakat
2. Dimensi Komitmen Agama dalam Masyarakat
3. Kaitan Agama dengan Masyarakat
4. Pelembagaan Agama
5. Faktor yang menyebabkan adanya konflik agama
6. Contoh konflik agama
7. Cara mengantisipasi konflik agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2. Fungsi Agama
Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu
kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu
berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem
sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata
kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang
bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap
masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan
hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan
bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-
kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa,
memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan)
aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan
kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya,
seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus
beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati
dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku
yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah
secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
2.1.3. Dimensi Agama
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut
Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan,
dan konsekuensi.
a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran
agama.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua,
berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan
yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat,
dengan suatu perantara yang supernatural.
d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap
religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara
keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan
pembentukan citra pribadinya.
2.2. Pelembagaan Agama
mutlak.
Dalam keadaan lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama
2.2.2. Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan
mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang
mengurusi agamanya
1. Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi
ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan
mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal,
7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2. Kristen
a. Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di
Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan
kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa
tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang
beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama
dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom
dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai
cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para
Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui
komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang,
sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari
Ambon (Ambon memiliki 2 uskup).
3. Hindu : Persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu
Indonesia.
4. Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini
didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di
Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama
Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika
S. Mangunkawatja.
5. Konghucu : Matakin
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah
organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di
Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan
kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak
zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi
salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han,
atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang
arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup
yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber
motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan
agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan
sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami
dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk. 1997. MKDU Ilmu Sosial Dasar.Jakarta: Pernerbit
Gunadarma
Hinggo, Huda. 2015. Makalah Agama dan Masyarakat. http://hudhanewblog.blogspot.co.id.
Diakses tanggal 19 Desember 2015
Adityawan. 2012. Ilmu Sosial Dasar (Agama dan Masyarakat). https://adytiawan.wordpress.com.
Diakses tanggal 19 Desember 2015
Sholihat Nuraini. 2014. Makalah Ilmu Sosial Dasar “Agama dan Masyarakat”.
http://laporannurainisolihat.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 19 Desember 2015
Paramitha Bunga. 2014. Konflik Antar Agama di
Indonesia. http://bungaparamithaalleny.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 19 Desember 2015