Anda di halaman 1dari 4

Video 3 Dan 4 Saling Berhubungan Yakni

Cara Pandang Ecosentrism VS Antroposentrism

Cara pandang ekosentrisme yakni keselarasan dengan alam , cara pandang ini di yakini
garis keras terhadap perlindungan alam yakni apabila manusia berinteraksi terhadap alam atau
membutuhkan alam maka manusia hanya boleh mengambil sumberdaya alam secukupnya saja
atau hanya yang dibutuhkan saat itu juga sehingga eksploitasi alam dapat di kendalikan. Bahkan
semua kegiatan agroforestry, rekayasa genetika maupun pertanian konvensional yang
menganggu keseimbangan alam tidak diperbolehkan dalam cara pandang ekosentrisme.
Ekosntrisme merupakan cara pandang yang hanya selaras dengan alam sehingga kegiatan
manusia di alam harus selaras dengan alam. Pertanian berlanjut juga tidak diperbolehkan
dalam hal ini karena pertanian berlanjut merupakan rekayasa manusia terhadap alam sehingga
tidak diperbolehkan dalam cara pandang ekosentrisme.

Cara pandang antroposentrisme yakni apabila manusia mengambil sesuatu dari alam
maka harus dikembalikan sesuai dengan porsi yang diambil tidak terlalu berlebihan maupun
kekurangan. Perbedaan antara ekosentrisme dengan antroposentrisme yakni apabila
ekosentrisme ini kegiatan manusia berdasarkan keselarasan dengan alam sedangkan
antroposentrisme ini merupakan kompensasi dengan alam, atau diperbolehkan dalam
mengeksploitasi alam tetapi harus dikembalikan sesuai dengan porsinya. Bahkan pembukaan
tambang yang besar, rekayasa genetika boleh dilakukan dalam cara pandang antroposentrisme.
Sebagai contoh apabila manusia membuka lahan hutan untuk pertambangan maka sebagai
kompensasinya manusia harus melakukan konservasi terhadap lahan tersebut agar kegiatanya
tidak merusak lingkungan.

Kisah nyata kasus antroposentrisme di daerah penulis

Sebagian cara pandang ekosentrisme di lingkungan sekitar saya sepertinya sudah sedikit
sehingga di lakukan focus terhadap kasus antroposentrisme. Sebenarnya di daerah saya (tidak
disebutkan daerahnya) banyak sekali manusia yang membuka lahan tambang emas di sebuah
pegunungan dimana hal itu juga mampu mengakibatkan kerusakan lingkungan , pada tahun
2016 sekitaran saya kelas 2 SMA terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap emas karena pada
saat itu harga emas yang tinggi menjadi pemikat para penduduk di sekitar tempat saya tinggal.
Sebagian besar yang bekerja sebagai petani kini beralih lebih focus dalam melakukan aktivitas
pertambangan, karena dinilai pertanian masih belum cukup menguntungkan di daerah
tersebut. Lahan hutan dan pegunungan kini telah ditebang pepohonannya kemudian dijadikan
untuk bahan baku tambang sehingga merusak lingkungan yang ada disekitarnya. Timbulnya
tanah longsor di saat musim hujan dimana hal ini dikarenakan kurangnya vegetasi penutup
lahan karena Sebagian besar hutan sudah digunduli. Pencemaran merkuri karena tambang
emas juga memulai dampak baru bagi masyarakat. Lingkungan yang terkontaminasi oleh
merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri
terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air. Bahan-bahan yang mengandung
merkuri yang terbuang kedalam sungai t dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara
kimiawi terubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikro-organisme dimakan ikan sehingga
methyl-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan
besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. (Stwertka, 1998),

Jadi untuk mengatasi hal tersebut munculah cara pandang antroposentrisme dimana
para aktivis lingkungan mulai berdatangan dan dilakukan berbagai macam konservasi dalam
pengembalian hutan dan pegunungan agar mampu digunakan kembali dan mengurangi
bencana alam yang diakibatkan oleh aktivitas tersebut. Menurut Koesnadi (1994) Paradigma
Antroposentrisme memadang bahwa manusia sebagai pusat dari alam semesta dan hanya
manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar sebagai alat pemuas
kepentingan dan kebutuhan hidup manusia merupakan cara pandang yang sebenarnya sedikit
melenceng. Pada masa kini manusia diharuskan dalam mengelola alam sebaik mungkin agar
tidak mengalami kerusakan sehingga cara pandang ekosentrisme dan antoposentrisme harus
disatukan dan mengambil segi positif nya di alam itu sendiri. Dimana manusia boleh mengambil
dari alam tetapi tidak harus merusak alam.

Menurut koesnadi (1994) paradigma ekosentrisme ini merupakan paradigma yang


menentang cara pandang yang dikembangkan oleh antroposentrisme, yang membatasi
keberlakuan etika pada komunitas manusia. Paradigma ekosentrisme menyampaikan
pandangannya bahwa secara ekologis, makluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling
terkait satu sama lainnya. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada
makluk hidup, tetapi juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Sehingga kegiatan yang dilakukan sebagai kompensasi banyak dilakukan oleh pecinta
lingkungan di daerah penulis antara lain :

1. Penanaman hutan kembali atau reboisasi melakukan penghijauan kembali agar alam
menjadi hijau dan biasanya dilakukan di hutan yang sudah menjadi gundul agar bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. Karena Sebagian besar hutan digunduli untuk
pembukaan lahan tambang dan kebutuhan manusia maka cara ini dipandang sangat
efektif. Tanaman yang ditaman seperti trembesi, angsana pinus dan sebagainya.
2. Banyak aktivis lingkungan dari universitas setempat melakukan kegiatan
fitoremidiasi, yakni cara mengatasi limbah dengan tanaman. Menurut Irawanto
(2010) Tanaman yang dapat digunakan sebagai fitoremediasi adalah tanaman yang
mempunyai beberapa sifat seperti: mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang
banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih dari satu polutan,
toleran terhadap polutan serta mempunyai pertumbuhan yang cepat.

ADE BRIAN MUSTAFA & SRI WAHYUNI (2018)

3. Dilakukan penyuluhan oleh Lembaga atau instansi yang berperan terhadap


pencemaran lingkungan dimana masyarakat disadarkan akan bahaya pembukaan
pertambangan illegal karena hal itu sangat membahayakan keberlangsungan
ekosistem dan menyebabkan kerusakan lingkungan. tidak hanya itu pencemaran
juga akan menganggu Kesehatan manusia.

Pendapat penulis tentang video Bapak Mangku

Jadi dapat disimpulkan bahwa cara pandang ekosentrisme maupun


antroposentrisme masih belum maksimal jika diterapkan masing-masing terhadap
lingkungan sehingga perlu adanya penyatuan cara pandang tersebut karena kebanyakan
manusia menyalahgunakannya pada cara pandang antroposentrisme karena manusia
hanya menganggap alam sebagai alat pemenuhan kebutuhan dan pemuas nafsu
manusia saja sehingga perlu adanya penerapan cara pandang ekosentrisme di saat yang
sama yakni boleh mengambil dari alam tetapi tidak boleh sampai merusak atau
mengganggu keseimbangannya. Berdasarkan keadaan nyata bahwa cara pandang
antroposentrisme yakni kompensasi terhadap alam masih belum bisa dilaksanakan dan
dipertanggung jawabkan sepenuhnya oleh manusia.
Daftar Pustaka

Irawanto, Rony . 2010. Fitoremidiasi lingkungan dalam taman bali , UPT balai konservasi
tumbuhan kebun raya purwodadi-LIPI , 2(4) :29-35

Hardjasoemantri, Koesnadi. 1994. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjahmada University


Press.

Stwertka, A., 1998. Guide To The Elements. Oxford University Press, New York, 240 hal.

Ade Brian Mustafa & Sri Wahyuni . 2018. Fitoremediasi sebagai alternatif pemulihan lahan
pasca tambang. Pusat penelitian dan bioindustry Indonesia

Anda mungkin juga menyukai