Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal Beton

2.1.1 Pengertian Aspal Beton

Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan

raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai

gradasi menerus yang dicampur, lalu dihamparkan dan dipadatkan dalam

kondisi panas pada suhu tertentu.

Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya

dua macam yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal

dan agregat bisa menjadi bermacam-macam tergantung kepada metode

dan kepentingan yang dituju pada penyusunan suatu perkerasan.

Aspal Beton atau Laston mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan dengan bahan-bahan lain, kemampuannya dalam

mendukung beban berat kendaraan yang tinggi dan dapat dibuat dari

bahan-bahan lokal yang tersedia dan mempunyai ketahanan yang baik

terhadap cuaca. Kekuatan utama aspal beton ada pada keadaan butir

agregat. Pengalaman para pembuat aspal beton mengatakan bahwa

campuran ini sangat stabil tetapi sangat sensitif terhadap variasi dalam

pembuatannya dan perlu tingkat quality control yang tinggi dalam

pembuatannya bila potensi ingin penuh terealisasi.

II-1
2.1.2 Karakteristik Aspal Beton

Tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton

adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan atau fleksibilitas,

ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan

atau ketahanan geser, kedap air, dan kemudahan pelaksanaan.

Penjelasan mengenai ketujuh karaktristik tersebut di atas adalah sebagai

berikut:

1. Stabilitas (Stability)

Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima

beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti

gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding

dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan

yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari

kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas

yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton

aspal adalah gesekan internal dan kohesi.

2. Durabilitas (Durability)

Durabilitas atau keawetan adalah kemampuan aspal beton

menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan

gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta

menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara,

air, atau perubahan temperatur.

II-2
Durabilitas aspal beton dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut

aspal, banyaknya pori dalam campuran, kemampatan dan kedap

airnya campuran.

3. Fleksibilitas (Flexibility)

Fleksibilitas atau kelenturan adalah kemampuan dari aspal

beton untuk menyesuaikan diri akibat penurunan

(konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah

dasar, tanpa terjadi retak akibat dari repitisi beban lalu lintas,

ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat

diatas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan

mempergunakan agregat yang bergradasi terbuka dengan kadar

aspal yang tinggi.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance)

Ketahanan terhadap kelelahan adalah suatu kemampuan dari

aspal beton untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban,

tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat

tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

5. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance)

Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan

aspal beton terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek

pada roda kendaraan sehingga roda kendaraan tidak tergelincir,

ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama

dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran

II-3
permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau

bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal film

aspal.

6. Kedap air (impermeable)

Kedap air adalah kemampuan aspal beton untuk tidak dapat

dimasuki oleh air ataupun kedalam lapisan aspal beton. Air dan

udara dapat menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan

aspal, dan pengelupasan film/selimut aspal dari permukaan agregat.

Jumlah pori yang tersisa setelah aspal beton dipadatkan dapat

menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat impermeabilitas

aspal beton berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.

7. Mudah dilaksanakan (workability)

Workability adalah kemampuan campuran aspal beton untuk

mudah dihamparkan dan dipadatkan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan

pemadatan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal terhadap

perubahan temperatur, dan gradasi serta kondisi agregat.

2.1.3 Jenis Aspal Beton

Aspal beton adalah campuran agregat kasar, agregat halus, dan

bahan pengisi (filler) dengan bahan pengilkat aspal dalam kondisi suhu

tinggi dengan komposisi yang teliti. Jenis aspal beton dapat dibedakan

berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk aspal beton, dan

II-4
fungsi aspal beton. Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan

memadatkan campuran, aspal beton dapat dibedakan atas:

1. Aspal beton campuran panas (hotmix), adalah aspal beton yang

material pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar

140°C.

2. Aspal beton campuran sedang (warm mix), adalah aspal beton

yang material pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran

sekitar 60°C.

3. Aspal beton campuran dingin (cold mix), adalah aspal beton yang

material pembentuknya dicampur pada suhu ruang sekitar 25°C.

Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas:

1. Aspal beton untuk lapisan aus (wearing course), adalah lapisan

perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan,

merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan

mempunyai kekesatan yang disyaratkan.

2. Aspal beton untuk lapisan pondasi (binder course), adalah lapisan

perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus. Tidak berhubungan

langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk

memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda

kendaraan.

3. Aspal beton pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah

lama, yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi

berbentuk crown.

II-5
2.1.4 Lapisan Aspal Beton

Lapisan Aspal Beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya,

yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi

menerus (well graded) dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam

keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri

dari agregat kasar, agregat halus, dan filler, sedangkan aspal yang

digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri

dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan 80/100 yang

seragam, tidak mengandung air bila dipanaskan sampai suhu 175° C tidak

berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan.

Pembuatan lapis aspal beton (laston) dimaksudkan untuk mendapatkan

suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan

yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta

berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi

dibawahnya.

AC-WC (Asphalt-Concrete Wearing Course) adalah lapisan aus

yang merupakan lapisan perkerasan yang ditempatkan paling atas

sebagai lapis permukaan (surface). Persyaratan lapisan ini (surface)

kedap air, yaitu lapisan ini harus dapat mengalirkan air ke tepi badan

jalan. Sifat kedap air ini untuk melindungi lapis perkerasan yang ada

dibawahnya agar tidak kemasukan air. Bila air dapat meresap kedalam

lapisan bawahnya, maka jalan akan segera rusak dan tidak akan bertahan

lama sesuai dengan umur rencana. AC-WC merupakan lapisan

II-6
perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, tahan

terhadap cuacu, dan mempunyai kekesatan yang disyaratkan dengan

tebal nominal minimum 4 cm. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

menerima beban lalu

lintas dan

menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya

vertikal), gaya rem (Horizontal) dan pukulan Roda kendaraan (getaran).

Karena sifat penyebaran beban, maka beban yang diterima oleh masing-

masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin besar.

Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Jalan

2.2 Material Penyusun Campuran Aspal Beton AC-WC

Bahan utama penyusun perkerasan jalan adalah agregat, aspal,

dan bahan pengisi (filler). Sehingga untuk mendapatkan hasil yang baik

dan berkualitas dalam menghasilkan perkerasan jalan, maka bahan-

bahan tersebut harus memiliki kualitas yang baik pula.

II-7
Secara umum bahan Beton Aspal terdiri atas:

2.2.1 Agregat

Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan

sebagai bahan campuran yang berupa berbagai jenis butiran atau

pecahan yang termasuk didalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat

pecah. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan

jalan yaitu mengandung 90%-95% berat campuran berdasarkan

persentase atau 75%-85% agregat berdasarkan persentase volume.

Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasaran

transportasi, khususnya pada konstruksi perkerasan jalan dan daya

dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik

agregat yang digunakan. Dengan pemilihan agregat yang tepat dan

memenuhi syarat akan sangat menentukan keberhasilan konstruksi jalan.

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan

perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap

cuaca. Yang menentukan kualitas agregat sebagai material perkerasan

jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan, ketahanan agregat, berat

jenis, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air dan

daya kelekatan terhadap aspal.

Agregat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No. 8

(2,36 mm) terdiri dari batu pecah atau koral (kerikil pecah) berasal dari

II-8
alam yang merupakan batu endapan. Fungsi agregat kasar dalam

campuran beraspal yaitu:

1. Memberikan kekuatan yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas

dalam campuran.

2. Kondisi saling mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel

agregat kasar.

3. Agregat kasar mempunyai peranan untuk menjadikan campuran

lebih ekonomis.

4. Meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan

meningkatkan stabilitas.

Persyaratan dan spesifikasi agregat kasar berdasarkan tabel

dibawah ini:

Tabel 2.1 Gradasi Agregat Kasar yang diisyaratkan

Ukuran Saringan Persentase lolos atau berat


3/4 " 19,0 mm (%)
100
1/2 " 12,5 mm 30 – 100
3/8 " 9,5 mm 0 – 55
No.4 4,75 mm 0 – 10
No. 200 0,075 mm 0–1
(Sumber : Buku 3 Spesifikasi PPJ PU Bina Marga)

Tabel 2.2 Spesifikasi Agregat kasar

Uraian Batas Test


Keausan Agregat Maksimum 40 %
Kelekatan Terhadap Aspal Lebih dari 95 %
Indeks Kepipihan Maksimum 25 %
Bidang pecah Minimum 50 %
Peresapan Agregat Terhadap Air Maksimum 3 %
Berat Jenis Semu Minimum 2,5 %
Gumpalan Lempung Maksimum 0,25 %
Bagian Batu Yang Lunak Maksimum 5 %
(Sumber : Petunjuk Pelaksanaan LASTON No. 09/PT/B)

II-9
2. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm),

yang terdiri dari batu pecah tersaring dan atau pasir alam yang bersih,

keras, dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki

lainnya. Karakteristik agregat halus yang menjadi tumpuan bagi kekuatan

campuran aspal terletak pada jenis, bentuk dan tekstur permukaan dari

agregat.

Fungsi agregat halus pada campuran beraspal:

1. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat

saling mengunci dari agregat kasar dan untuk mengurangi rongga

udara agregat kasar.

2. Semakin besar tekstur permukaan agregat halus akan menambah

stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan

perkerasan jalan.

3. Agregat halus pada saringan No. 8 sampai dengan saringan No. 30

penting dalam memberikan kekasaran yang baik untuk kendaraan.

4. Pada gap graded, agregat halus saringan No. 8 sampai dengan

saringan No. 30 dikurangi agar diperoleh rongga udara yang

memadai untuk jumlah aspal tertentu sehingga permukaan gap

graded cenderung halus.

5. Agregat halus pada saringan No. 30 sampai dengan No. 200 penting

untuk menaikkan kadar aspal, sehingga akan bertambah awet.

II-10
6. Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus

penting agar diperoeh permukaan yang tidak licin dengan jumlah

kadar aspal yang diinginkan.

Agregat halus memegang peranan penting dalam pengontrolan

daya tahan terhadap deformasi, tetapi penambahan daya tahan ini diikuti

pula dengan penurunan daya tahan campuran secara keseluruhan jika

melebihi proporsi yang diisyaratkan.

Adapun persyaratan dan spesifikasi gradasi agregat halus sebagai

berikut:

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Halus yang diisyaratkan

Ukuran Saringan Persen Berat


Mm ASTM Yang Lolos
9,50 3/8 100
4,74 No. 4 90 - 100
2,36 No. 8 80 - 90
0,60 No. 30 24 - 100
0,075 No. 200 3 – 11
(Sumber : Buku 3 Spesifikasi PPJ hal. 6.3.2)

Tabel 2.4 Spesifikasi Agregat Halus

Uraian Batas Test


Nilai Sand Equivalent Minimum 50 %
Berat Jenis Semu Minimum 2,5 %
Penyerapan Agregat Terhadap Air Minimum 3 %
(Sumber : Petunjuk Pelaksanaan LASTON No. 09/PT/B)

2.2.2 Bahan Pengisi (filler)

Filler adalah bahan berbutir halus yang mempunyai fungsi sebagai

pengisi rongga dalam campuran (void in mix) dan termasuk butiran yang

II-11
lolos saringan No. 30 dimana persentase berat yang lolos saringan No.

200 minimum 65%.

Filler merupakan material pengisi yang terdiri dari abu batu, abu

kapur (limestone dust), abu terbang, semen (PC) atau bahan non plastis

lainnya yang harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalam dan

bahan-bahan lain yang mengganggu.

a) Jenis dan sifat filler :

1. Bahan filler terdiri dari abu batu, semen Portland, abu dolomite,

kapur dan lain-lain.

2. Harus kering dan bebas dari pengumpulan dan bila diuji dengan

pengayakan basah harus mengandung bahan yang lolos saringan

No. 200 tidak kurang dari 70% beratnya.

3. Penggunaan kapur sebagai bahan pengisi dapat memperbaiki daya

tahan campuran, membantu penyelimutan dari artikel agregat.

4. Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian ,digunakan

sebagai bahan pengisi yang ditambahkan maka proporsi

maksimum yang di ijinkan adalah 1,0 % dari berat total campuran

beraspal. kapur yang seluruhnya terhidrasi yang dihasilkan pada

pabrik yang disetujui dan memenuhi persyaratan dapat digunakan

maksimum 2% terhadap berat total agregat.

5. Semua campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang

ditambahkan tidak kuran dari 1% dan maksimum 2% dari berat total

agregat.

II-12
b) Fungsi dari filler adalah :

1. Untuk memodifikasi gradasi agregat halus, sehingga berat jenis

agregat meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi

rongga akan berkurang.

2. Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar serta meningkatkan

kepadatan dan stabilitas.

3. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antara butir agregat,

sehingga akan meningkatkan kakuatan campuran.

4. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat

yang berkonsistensi tinggi sehingga meningkatkan butiran agregat

secara bersama-sama.

5. Menggunakan rongga udara (air void), pemberian filler pada

campuran lapis keras mengakibatkan lapis keras mengalami

berkurangnya kadar pori. Partikel filler menempati rongga diantara

partikel-partikel yang lebih besar, sehingga ruang diantara partikel-

partikel besar berkurang. Secara umum penambahan filler ini

dimaksudkan untuk menambah stabilitas serta kerapatan dari

campuran aspal.

Kekuatan utama aspal beton ada pada keadaan butir agregat yang

saling mengunci dan sedikit pada pasir/filler/bitumen sebagai mortar. Akan

tetapi, banyaknya pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi.

Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan

mudah retak. Sebaliknya, kekurangan bahan pengisi campuran menjadi

II-13
sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga

menghasilkan jalan yang bergelombang.

Tabel 2.5 Ukuran Gradasi Filler

Ukuran saringan Filler % Lolos


No.30 (0,59 mm) 100
No.50 (0,279 mm) 95-100
No.100 (0,149 mm) 90-100
No.200 (0,074 mm) 70-100
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (LASTON), 1983

Tabel 2.6 Ketentuan Filler

Karakteristik Metode Pengujian Persyaratan


Berat jenis
AASHTO T-85 – 81 -
Material lolos saringan No.
SNI M-02-1994-03 MIN 70 %
200

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (LASTON), 1983)

2.2.3 Gradasi Agregat

Gradasi atau distribusi pertikel-partikel berdasarkan ukuran agregat

merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan.

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan

menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.

Gradasi Agregat dapat di bedakan menjadi 3, yaitu :

a. Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran

yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang

sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar

agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat

dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan

II-14
dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume

kecil.

b. Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam

porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi

baik. Gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan

stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat

volume besar.

c. Gradasi senjang (gap graded) merupakan campuran yang tidak

memenuhi 2 (dua) kategori diatas. Agregat bergradasi buruk

umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan merupakan 1 fraksi

sedikit. Gradasi seperti ini disebut juga gradasi senjang. Gradasi

senjang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak

antara kedua jenis diatas.

Gradasi seperti ini disebut juga gradasi senjang, Penentuan

distribusi ukuran agregat akan mempengaruhi kekakuan jenis campuran

aspal. Gradasi rapat akan menghasilkan campuran dengan kekakuan

yang lebih besar dibandingkan gradasi terbuka. Dari segi kelelehan,

Gradasi atau distribusi pertikel-partikel berdasarkan ukuran agregat

merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan.

kekakuan adalah suatu hal yang penting karena akan mempengaruhi

tegangan dan regangan yang diderita campuran beraspal panas akibat

beban dinamik lalu lintas. Adapun persyaratan dan spesifikasi yang di

isyaratkan sebagai berikut :

II-15
Tabel 2.7 Spesifikasi Gradasi Agregat Gabungan

% Berat yang lolos terhadap total agregat dalam campuran


Ukuran Ayakan Laston (AC)
(mm)
Gradasi Halus Gradasi Kasar
WC BC BASE WC BC BASE
1½ 37,5 - - 100 - - 100
1 25 - - 90-100 - 100 90-100
¾ 19 100 100 73-90 100 90-100 73-90
½ 12,5 90-100 90-100 61-79 90-100 71-90 55-76
⅜ 9,5 72-90 74-90 47-67 72-90 58-80 45-66
4 4,75 54-69 64-82 39,5-50 43-63 37-56 28-39,5
8 2,36 39,1-53 34,6-49 30,8-37 28-39,1 23-34,6 19-26,8
16 1,18 31,6-40 28,3-38 24,1-28 19-25,6 15-22,3 12-18,1
30 0,6 23,1-30 20,7-28 17,6-22 13-19,1 10-16,7 7-13,6
50 0,3 15,5-22 13,7-20 11,4-16 9-15,5 7-13,7 5-11,4
100 0,15  9-15  4-13  4-10  6-13  5-11  4,5-9
200 0,075  4-10  4-8  3-6  4-10  4-8 3-7 
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Jalan (2018)

2.3 Aspal

2.3.1 Pengertian Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious),

berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal

dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan

minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk

bahan pengingkat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula

sebagai aspal.

Bitumen secara kimia terdiri dari aromat, Naphten, dan Alkana

sebagai komponen terpenting dan secara kimia fisika merupakan

campuran colloid dimana butir-butir yang merupakan komponen yang

padat (disebut Asphaltene) berada dalam fase cairan yang dengan berat

molekul yang lebih tinggi, sedangkan Malten terdiri dari campuran

II-16
gugusan aromat. Napthen dan Alkali dengan berat molekul yang lebih

rendah.

Aspal dibuat dari minyak mentah melalui proses penyulingan atau

dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen

alam yang ditemukan bersama-sama material lainnya seperti ada

cekungan bumi yang mengandung aspal.

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang yang berbentuk

padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan

membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal

merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.

AASHTO (1982), menyatakan bahwa jenis aspal keras ditandai

dengan angka penetrasi aspal. Angka ini menyatakan tingkat kekerasan

aspal atau tingkat konsistensi aspal. Semakin besar angka penetrasi aspal

maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah sebaliknya semakin kecil

angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin tinggi.

Aspal pada lapis keras jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar

agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan

memberikan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan agregat. Aspal yang

digunakan pada penelitian ini merupakan penyulingan minyak mentah

produksi aspal pertamina.

Campuran beraspal didefenisikan sebagai suatu kombinasi

campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal

II-17
berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

berperan sebagai tulangan.

Menurut Silvia Sukirman, Aspal yang digunakan sebagai material

perkerasan jalan berfungsi sebagai:

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan

agregat dan antara sesama aspal.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori

yang ada di dalam butir agregat itu sendiri.

Walaupun proporsi aspal yang digunakan dalam campuran relatif

sedikit, hanya sekitar 4% hingga 10% terhadap berat total campuran

beton aspal, namun aspal merupakan material penting dalam konstruksi

jalan dan memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan agregat.

Sifat-sifat yang menguntungkan untuk digunakan antara lain:

1. Memiliki kekedapan air yang tinggi.

2. Tahan terhadap pengaruh asam, basa dan cuaca.

3. Memiliki sifat adhesi.

Beberapa persyaratan aspal sebagai bahan perkerasan:

a. Kekakuan (Stiffness)

Aspal harus memiliki kekakuan atau kekerasan yang cukup agar

dapat mempertahankan bentuknya.

b. Kuat Tarik (Tensile Strength)

Kuat Tarik sangat diperlukan agar lapis perkerasan yang dibuat

akan tahan terhadap retakan (Cracking).

II-18
c. Tahan terhadap cuaca

Kondisi perkerasan jalan yang mengalami perubahan cuaca

mengharuskan aspal mempunyai sifat ini sehingga dapat memenuhi

kebutuhan lalu lintas serta tahan lama. Sedang sifat aspal lainnya

adalah:

a. Aspal mempunyai sifat mekanis (Rheologic), yaitu hubungan antara

tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu.

Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan

yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika

pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang lambat maka sifat

aspal menjadi plastis (viscous).

b. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau

viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur

yang terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya

akan semakin rendah atau semakin encer demikian pula sebaliknya.

c. Keawetan (Durability) yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal

harus mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim,

serta gesekan antara roda kendaraan dengan permukaan

perkerasan jalan. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap

perubahan yang disebabkan oleh:

a. Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih

keras. Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan

II-19
proses penguapan yang berakibat akan menurunkan daya lekat

dan kekenyalan aspal.

b. Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan

sifat lekat antara aspal dan material lainnya

d. Kelenturan (Flexibility), yaitu lapisan campuran beraspal harus

mampu menahan lendutan akibat beban lalu lintas dan pergerakan

dari pondasi atau tanah dasar tanpa mengalami retak, yang

disebabkan oleh :

a. Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya

kelelahan pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang

disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.

b. Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan


lalu

lintas yang berlangsung singkat.

c. Adanya perubahan volume campuran

e. Kedap Air (Impermeability), yaitu lapisan lapisan campuran beraspal

yang cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk

kelapis pondasi dibawahnya.

f. Ketahanan terhadap kelelahan, yaitu lapisan campuran beraspal

harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu lintas tanpa

terjadi kelelahan retak dan alur selama umur rencana.

2.3.2 Karakteristik Aspal

Secara umum, aspal harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

II-20
1. Aspal homogen dan tidak terlalu bervariasi.

2. Aspal tidak peka terhadap perubahan suhu di lapangan.

3. Aspal harus memberikan lapisan yang elastis atau tidak getas

sehingga perkerasan tidak mudah retak.

4. Aspal aman saat pengerjaan terutama dari bahaya kebakaran.

5. Aspal tidak cepat rapuh dan lapuk akibat penuaan.

6. Aspal mempunyai adhesi (kelekatan) yang baik terhadap agregat

yang dilapisi.

7. Aspal mudah dikerjakan.

8. Aspal sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan.

9. Aspal harus dapat melapisi agregat dan mengisi rongga antar

agregat sehingga perkerasan cukup kedap terhadap air.

10. Aspal memberikan kinerja yang baik terhadap campuran aspal.

Dalam kaitannya sebagai unsur hidrokarbon yang sangat kompleks,

sumber minyak bumi menghasilkan molekul aspal yang berbeda-beda

sifat fisiknya sehingga perlu adanya pemeriksaan Laboratorium tersebut

harus memenuhi spesifikasi sifat fisik aspal yang telah ditetapkan.

Penambahan adiktif pun mempengaruhi sifat fisik aspal, dimana tujuan

dari penambahan adiktif ini adalah untuk meningkatkan kualitas aspal.

Karakteristik aspal tersebut menjadi latar belakang adanya

ketentuan yang diatur dalam spesifikasi. Beberapa ketentuan dan

pengujian aspal berikut bertujuan untuk menjamin tercapainya

karakteristik aspal yang dibutuhkan:

II-21
1. Pengujian Penetrasi.

2. Pengujian Titik Lembek Aspal (Softening Point).

3. Pengujian Titik Nyala (Flash Point).

4. Pengujian Kehilangan Berat (Lost in Heating).

5. Pengujian Kelarutan dalam CC14 (Solubility).

6. Pengujian Daktilitas (Ductility).

7. Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity).

8. Pengujian Viskositas (Viscosity).

Metode atau prosedur pengujian-pengujian yang disebutkan diatas,

diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tiap jenis pengujian.

2.3.3 Spesifikasi Aspal

Aspal adalah material penting dalam perkerasan lentur karena

dapat merekatkan (bersifat sebagai perekat), mengisi rongga (sebagai

filler) dan memiliki sifat kedap air (waterproof). Umumnya aspal terbagi

atas bentuk cair, semi pada, dan padat pada suhu ruang (25ºC).

Aspal Keras/Panas (Aspal Cement, AC), adalah aspal yang

digunakan dalam keadaan cair dan panas aspal ini berbentuk padat pada

keadaan penyimpangan temperatur ruang (25°C - 35°C). Aspal keras

terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis

minyak bumi asalnya. Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan

berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasan pada temperatur 25°C

ataupun berdasarkan nilai viskositasnya). Semakin meningkatnya besar

angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah,

II-22
sebaliknya semakin kecil angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan

aspal semakin tinggi.

Adapun Persyaratan Aspal pen 60/70 pada tabel 2.6 dibawah ini:

Tabel 2.8 Persyaratan Aspal Pen 60/70

Jenis Pengujian Metode


Penetrasi, 25°C, 100gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991
Titik lembek: C° SNI 06-2434-1991
Titik Nyala: C° SNI 06-2433-1991
Daktalitas, 25°C : cm SNI-06-2432-1991
Berat Jenis SNI-06-2442-1991
Kelarutan dalam trichloretilene: % berat RSNI M-04-2002
Penurunan berat (TFOT), % berat SNI-06-2440-1991
Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI-062456-1990
Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI-06-2432-1991
Mineral lolos saringan No. 100 % SNI-03-1968-1990
Sumber:pedoman pemanfaatan aspal,S. Sukirman (1999)

Aspal semen yang penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca

panas (lalu lintas dengan volume tinggi) sedangkan aspal semen dengan

penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dengan lalu lintas

bervolume rendah. Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan

berdasarkan nilai penetrasi.

1. AC per 40/50 yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50.

2. AC per 60/70 yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70.

3. AC per 84/100 yaitu AC dengan penetrasi antara 84-100.

4. AC per 120-150 yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150.

5. AC per 200-300 yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300.

Adapun persyaratan Aspal Keras berdasarkan Tabel 2.10 dibawah

ini:

Tabel 2. 1 Spesifikasi aspal keras pen 60/70

II-23
No. Jenis Pengujian Metode Penelitian Persyaratan
o
1 Penetrasi, 25 C, 100 gr, 5 detik; SNI 06-2456-1991 60 – 70
o
2 Viskositas 135 C SNI 06-6441-1991 385
3 Titik Lembek (oC) SNI 06-2434-1991 ≥ 48
4 Indeks Penetrasi - ≥- 1,0
o
5 Daktilitas pada 25 C, (cm) SNI 06-2432-1991 ≥ 100
o
6 Titik Nyala ( C) SNI 06-2433-1991 ≥ 232
7 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥ 1,0
8 Berat yang Hilang SNI 06-2440-1991 ≤ 0,8
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Divisi 6 Perkerasan Aspal Tabel
6.3.2.5

2.4 Bahan Tambah

Dalam campuran beraspal untuk memperbaiki suatu campuran

beraspal serta meningkatkan kualitas aspal sehinggah dapat

menghasilkan perkerasan yang baik adalah dengan menggunakan bahan

modivikasi. Bahan modifikasi yang di maksud adalah bahan tambah baik

berupa polimer, selulosa, lain-lain (filler),maupun mikrokarbon atau zat

aditif. Adapun bahan tambah yang akan digunakan berupa Anti Stipping

Egent. Bahan tambah ini dapat merubah karakteristik campuran aspal,

maningkatkan daya lekat dan ikatan serta mangurangi efek negatif dari air

dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan yang memiliki daya

lekat yang tinggi. Dan kualitan pemakaian zat aditif anti striping dalam

rentang 0,2 – 0,4 terhadap berat aspal. (BINA MARGA spesifikasi umum

2018)

2.4.1 Wetfix-Be

Wetfix-Be merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang

memilki kesensitifan yang cukup tinggi, penambahan jumlahnya terhadap

II-24
campuran aspal sangat sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang

cukup baik. Bahan ini bekerja dengan merubah sifat aspal dan angregat,

meningkatkan daya lekat dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air

dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan yang berdaya lekat

tinggi. Dosis pemakaian Wetfix-Be yang digunakan untuk kelekatan dan

anti pengelupasan (striping) harus di tambahkan kedalam bahan aspal

dengan memperhatikan persentase dan waktu pencampuran sampai

homogen.

Wetfix-Be adalah cairan additive yang dirancang khusus untuk

campuran aspal panas sehingga di dapatkan stabilitas panas yang baik,

Wetfix-Be juga dapat disimpang dalam aspal panas hingga 5 hari pada

suhu sampai 170°C tanpa kehilangan aktifitas dan dosisnya tergantung

pada aspal dan agregat yang digunakan, biasanya ditambahkan

kepengikat antara antara 0,2% – 0,5%. Memiliki lembar data keselamatan

yang tidak berbahaya bagi manusia, selama tidak mendapat kontak

dengan mata dan mulut ( Akzo Novel,2003).

Tabel 2.10 Spesifikasi yang dimiliki oleh Wetfix-Be (Akzo Nobel,2003)

Parameter Batas Metode

Asam Nilai <10mg KOH / g VE/2.013

Jumblah Amina Nomor 160-185 mg HCl / g VE/2.01

Kimia dan Data Fisik Khas nilai

Penampilan coklat, cairan kental pada 20 ° C

pH 11 (5% dalam air)

II-25
Kepadatan 980 kg / m³ pada 20 ° C

Titik nyala > 281 ° C

Titik lebur < -20 ° C

Kelekatan 800 mPa.s pada 20 ° C

Kelarutan Khas Nilai

Etanol Larut

Air Emulsifialbe

Kemasan dan Penyimpanan

Penyimpanan dan Produk inii stabil selama minimal dua tahun dalam

Penanganan wadah aslinya tertutup pada suhu kamar.

2.5 Manfaat Wetfix-Be

Beberapa manfaat Additive Wetfix-Be terhadap Campuran aspal

beton pada perkerasan jalan antara lain sebagai berikut:

1. Memodifikasi aspal supaya melekat lebih kuat terhadap agragat,

sehingga penyelimutan aspal terhadap agregat lebih sempurna.

2. Dapat digunakan untuk berbagai macam jenis agregat.

3. Meningkatkan kinerja perkerasan, mengurangi kerusakan akibat

banjir, sehingga dapat menurunkan biaya perawatan jalan.

4. Anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3-4 tahun.

5. Jalan selalu terpelihara dan kenyamanan dalam berkendara.

II-26
Gambar 2.2 Zat aditif anti stripping agent (Wetfix-Be)

2.6 Review Hasil Penelitian Sebelumnya

Berikut ini adalah hasil penelitian sebelumnya oleh :

ABDUL KHOLIQ & TAUFIK HIDAYATULLAH. 2017. Telah

melakukan penelitian mengenai ‘’Penggunaan Bahan Additive Wetfix-Be

Sebagai Bahan Tambahan Pada Lapis Permukaan AC-WC’’. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan tambah zat Aditif

Wetfix-Be menyebabkan nilai stabilitas semakin meningkat.

2.7 Perencanaan Campuran

Perencanaan campuran (Mix Design) dimaksudkan untuk

mengetahui perbandingan komposisi dari pada campuran secara tepat

dan ekonomis dimana hasil yang diperoleh ini akan menjadi

pedoman/resep pada pelaksanaan campuran. Mix Design juga berguna

untuk mendapatkan komposisi terbaik. Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam perencanaan campuran antara lain:

1. Komposisi Umum Campuran

Campuran aspal beton pada umumnya dikomposisikan dari

agregat kasar, agregat halus, aspal dan bahan pengisi.

2. Kadar Aspal dari Campuran

Kadar aspal dari campuran sebelumnya ditetapkan sehingga

kadar aspal efektif (yaitu kehilangan akibat abrasi agregat) harus

tidak kurang dari nilai minum yang diisyaratkan. Persentase aspal

II-27
yang sesungguhnya ditambah kedalam campuran akan tergantung

pada daya absorpsi dari agregat yang dibutuhkan. Kadar aspal

mempengaruhi durabilitas atau keawetan perkerasan aspal.

Durabilitas dipengaruhi oleh tebalnya selimut aspal.

3. Proporsi Komponen Agregat

Komponen agregat kasar untuk campuran ditetapkan dalam

pengertian fraksi rancangan yang terdiri dari:

a. Fraksi agregat kasar, yaitu persentase berat material yang

tertahan seraingan No. 8 terhadap berat total campuran.

b. Fraksi agregat halus yaitu persentase berat material yang lolos

saringan No. 8 terhadap berat total campuran.

c. Fraksi bahan pengisi yaitu persentase berat material yang lolos

saringan No. 200 terhadap berat total campuran.

4. Sifat campuran yang dibutuhkan.

Jika agregat di campur dengan aspal maka :

a. Partikel-partikel antar agregat akan terikat satu sama lain oleh

aspal.

b. Rongga-rongga agregat ada yang terisi aspal dan ada pula yang

terisi udara.

c. Terdapat rongga antar butir yang terisi udara.

d. Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar

aspal yang digunakan untuk menyelimuti partikel-partikel agregat.

II-28
Lapisan aspal yang baik haruslah memenuhi 4 syarat yaitu

Stabilitas, Durabilitas, Fleksibilitas, dan Tahanan Geser. Jika kadar aspal

yang digunakan terlalu sedikit, akan mengakibatkan lapisan pengikat antar

butir kurang, terlebih lagi jika kadar rongga yang dapat diresapi aspal

besar. Hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat aspal cepat lepas dan

durabilitas berkurang. Sedangkan kadar aspal yang terlalu tinggi dapat

mengakibatkan kelenturan yang baik tetapi dapat terjadi Bleeding

sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang.

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi kualitas dari beton

aspal adalah:

1. Absorbsi Aspal.

2. Kadar aspal efektif.

3. Rongga antar butir (VMA).

4. Rongga udara dalam campuran (VIM).

5. Gradasi agregat.

2.8 Pengujian Campuran

2.8.1 Pengujian Marshall Test

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan

paling umum dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya

sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi.

Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan

(stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow).

Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu

II-29
campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan

dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.

Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-

parameter pengujian marshall antara lain:

1. Stabilitas (stability)

Stabilitas adalah beban yang dapat ditahan campuran beton

aspal sampai terjadi kelelahan plastis atau dengan arti lain yaitu

kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat beban lalu

lintas yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk

tetap seperti gelombang (washboarding) dan alur (rutting). Nilai

stabilitas dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan

dan gradasi agregat yaitu gesekan antar butiran agregat (internal

friction) dan penguncian antar agregat (interlocking), daya lekat

(cohesion), dan kadar aspal dalam campuran.

Pemakaian aspal dalam campuran akan menentukan nilai

stabilitas campuran tersebut. Seiring dengan penambahan aspal,

nilai stabilitas akan meningkat hingga batas maksimum.

Penambahan aspal diatas batas maksimum justru akan

menurunkan stabilitas campuran itu sendiri sehingga lapis

perkerasan menjadi kaku dan bersifat getas. Nilai stabilitas

berpengaruh pada fleksibilitas lapis perkerasan yang

dihasilkan.

Syarat nilai stabilitas adalah lebih dari 800 kg. Lapis

II-30
perkerasan dengan nilai stabilitas kurang dari 800 kg akan

mudah mengalami rutting , karena perkerasan bersifat lembek

sehingga kurang mampu mendukung beban. Sebaliknya jika

stabilitas perkerasan terlalu tinggi maka perkerasan akan mudah r

etak karena sifat perkerasan menjadi kaku. Nilai stabilitas benda

uji diperoleh dari pembacaan arloji stabilitas pada saat pengujian

Marshall. Hasil tersebut dicocokkan dengan angka kalibrasi proving

ring dengan satuan lbs atau kilogram, dan masih harus dikoreksi

dengan faktor koreksi yang dipengaruhi oleh tebal benda uji. Nilai

stabilitas sesungguhnya diperoleh dengan rumus (1) di bawah ini :

S=pxq ............................................................ (1)

Keterangan :

S = angka stabilitas sesungguhnya

P = pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat

q = angka koreksi benda uji

q = angka koreksi benda uji

2. Kelelahan (Flow)

Flow adalah besarnya penurunan atau deformasi vertikal

benda uji yang terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas

menurun, yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi

pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterima.

Deformasi yang terjadi erat kaitannya dengan sifat-sifat Marshall

yang lain seperti stabilitas. VIM dan VFA, Nilai VIM yang

II-31
besar menyebabkan berkurangnya

Interlocking resistance campuran dan dapat berakibat

timbulnya deformasi. Nilai VFA yang berlebihan juga menyebabkan

aspal dalam campuran berubah konsistensinya menjadi pelicin

antar batuan. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar dan viskositas

aspal, gradasi agregat, jumlah dan temperatur pemadatan.

Akan tetapi campuran yang memiliki angka kelelahan rendah

dengan stabilitas tinggi cenderung menjadi kaku dan getas.

Sedangkan campuran yang memiliki angka kelelahan tinggi dan

stabilitas rendah cenderung plastis dan mudah berubah bentuk

apabila mendapat beban lalu lintas. Kerapatan campuran yang

baik, aspal yang cukup dan stabilitas yang baik akan memberikan

pengaruh penurunan nilai flow.

Syarat nilai flow adalah minimal 3 mm. Nilai flow yang rendah

akan mengakibatkan campuran menjadi kaku sehingga lapis

perkerasan menjadi mudah retak, sedangkan campuran dengan

nilai flow tinggi akan menghasilkan lapis perkerasan yang plastis

sehingga perkerasan akan mudah mengalami perubahan bentuk

seperti gelombang (washboarding) dan alur (rutting).

3. Kerapatan (density)

Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah

campuran dipadatkan. Semakin tinggi nilai density suatu

campuran menunjukan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai

II-32
density dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : gradasi

campuran, jenis dan kualitas bahan susun, faktor pemadatan

dan jumlah pemadatan maupun temperatur pemadatan,

penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan additive dalam

campuran. Campuran dengan nilai density yang tinggi akan

mampu menahan beban yang lebih besar dibanding dengan

campuran yang dimiliki nilai density yang rendah, karena butiran

agregat mempunyai bidang kotak yang luas sehingga gaya

gesek (friction) antara butiran agregat menjadi besar. Selain itu

density juga mempengaruhi kekedapan campuran, semakin besar

nilai density campuran, maka campuran tersebut akan semakin

kedap terhadap air dan udara. Nilai kepadatan/density dihitung

dengan rumus (2) dan (3) di bawah ini :

g=c/f ............................................................(2)
f = d − e ............................................................(3)
Keterangan :
g = Nilai kepadatan (gr/cc)
c = Berat kering / sebelum direndam (gr)
d = Berat benda uji jenuh air (gr)
e = Berat benda uji dalam air (gr)
f = Volume benda uji (cc)

4. VIM (Void In The Mix)

VIM (Void In The Mix) merupakan persentase rongga yang

terdapat dalam total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap

keawetan lapis perkerasan, semakin tinggi nilai VIM

II-33
menunjukan semakin besar rongga dalam campuran sehingga

campuran bersifat pourous. Hal ini mengakibatkan campuran

menjadi kurang rapat sehingga air dan udara mudah memasuki

rongga-rongga dalam campuran yang menyebabkan aspal mudah

teroksidasi. Air akan melarutkan komponen-komponen yang akan

teroksidasi sehingga mengakibatkan terus berkurangnya kadar

aspal dalam campuran. Penurunan kadar aspal dalam campuran

menyebabkan lekatan antara butiran agregat berkurang sehingga

terjadi pelepasan butiran (revelling) dan pengelupasan permukaan

(stripping) pada lapis perkerasan.

Syarat dari nilai VIM adalah 3,5% - 5%. Nilai VIM yang

terlalu rendah akan menyebabkan bleeding karena pada suhu

yang tinggi viskositas aspal menurun sesuai sifat termoplastisnya.

Pada saat itu apabila lapis perkerasan menerima beban lalu lintas

maka aspal akan terdesak keluar permukaan karena tidak

cukupnya rongga bagi aspal untuk melakukan penetrasi dalam

lapis perkerasan. Nilai VIM yang lebih dari 5% akan

mengakibatkan berkurangnya keawetan lapis perkerasan, karena

rongga yang terlalu besar akan mudah terjadi oksidasi.

VIM adalah persentase antara rongga udara dengan volume

total ampuran setelah dipadatkan. Nilai VIM akan semakin kecil

apabila kadar kadar aspal semakin besar. VIM yang semakin

tinggi akan menyebabkan kelelahan yang semakin cepat, berupa

II-34
alur dan retak

Nilai VIM dihitung dengan rumus (4) – (7) di bawah ini :

VIM=(100−i− j) .............................. (4)

a
b= ×100
100+a .................................. (5)

b×g
i=
BJ . Agregat ....................................... (6)

(100−b )×g
j=
BJ . Agregat ................................... (7)

Keterangan :

a = Persentase aspal terhadap batuan


b = Persentase aspal terhadap campuran
g = Persen rongga terisi aspal
i dan j = rumus subtitusi

5. VFA (Void Filled With Asphalt)

Void Filled With Asphalt (VFA) merupakan persentase rongga

terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan.

Nilai VFA dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan

temperatur pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai

VFA berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air

dan udara serta sifat elasitas campuran. Dengan kata lain VFA

menentukan stabilitas, fleksibilitas dan durabilitas. Semakin tinggi

nilai VFA berarti semakin banyak rongga dalam campuran yang

terisi aspal sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara

II-35
juga akan semakin tinggi, tetap inilai VFA yang terlalu tinggi akan

menyebabkan bleeding.

Nilai VFA yang terlalu kecil akan menyebabkan campuran

kurang kedap terhadap air dan udara karena lapisan film aspal akan

menjadi tipis dan akan mudah retak bila menerima penambahan

beban sehingga campuran aspal mudah teroksidasi yang akhirnya

menyebabkan lapis perkerasan tidak tahan lama. Nilai VFA yang

disyaratkan adalah minimal 63%. Nilai ini menunjukkan

persentase rongga campuran yang berisi aspal, nilainya akan naik

berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, dimana

rongga telah penuh. Artinya rongga dalam campuran telah terisi

penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi rongga

adalah persen kadar aspal maksimum.

Nilai VMA dihitung dengan rumus di bawah ini :

i=
VFA=100× 1
j ............................................ (8)
0
0
a
b= ×100
100+a .......................................... (5)

b×g
i=
BJ . Agregat .......................................... (6)

(100−b )×g
j=
BJ . Agregat .......................................... (7)

I=100− j .......................................... (9)

Keterangan :

II-36
a = Persentase aspal terhadap batuan

b = Persentase aspal terhadap campuran

g = Persen rongga terisi aspal

i dan j = rumus subtitusi

6. VMA (Void In Mineral Agregate)

Void In Mineral Agregate (VMA) adalah rongga udara antar

butir agregat aspal padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal

efektif, yang dinyatakan dalam persen terhadap total volume.

Kuantitas terhadap rongga udara berpengaruh terhadap kinerja

suatu campuran karena jika VMA terlalu kecil maka campuran bisa

mengalami masalah durabilitas, dan jika VMA terlalu besar maka

campuran bisa memperlihatkan masalah stabilitas dan tidak

ekonomis untuk diproduksi.

Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan

temperatur pemadatan, gradasi agregat, dan kadar aspal. Nilai

VMA ini berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air

dan udara serta sifat elastis campuran. Dapat juga dikatakan

bahwa nilai VMA menentukan nilai stabilitas, fleksibilitas dan

durabilitas. Nilai VMA yang disyaratkan adalah 14%.

7. Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient adalah hasil bagi antara stabilitas dengan

flow. Nilai Marshall Quotient akan memberikan nilai fleksibilitas

campuran. Semakin besar nilai Marshall Quotient berarti campuran

II-37
semakin kaku, sebaliknya bila semakin kecil nilainya maka

campuran semakin lentur. Nilai Marshall Quotient dipengaruhi oleh

nilai stabilitas dan flow. Nilai Marshall Quotient yang disyaratkan

adalah lebih besar dari 250 kg/mm. Nilai Marshall Quotient di

bawah 250 kg/mm mengakibatkan perkerasan mudah

mengalami washboarding, rutting dan bleeding, sedangkan nilai

Marshall Quotient yang tinggi mengakibatkan perkerasan menjadi

kaku dan mudah mengalami retak. Nilai dari Marshall Quotient (MQ)

diperoleh dengan rumus (10) di bawah ini :

MQ = S / F(10)

Keterangan :
................................................

S = Nilai stabilitas

F = Nilai flow

MQ = Nilai Marshall Quotient (kg/mm)

Setelah dilakukan analisis dari pengujian Marshall, dan didapat

nilai- nilai karakteristik Marshall, dibuat grafik hubungan antara

kadar aspal terhadap nilai karakteristik tersebut. Berdasarkan grafik

dan perbandingan terhadap spesifikasi yang diisyaratkan oleh Bina

Marga, ditentukan kadar aspal optimum campuran.

IKS = Indeks Kekuatan Sisa

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) sebesar 90% merupakan nilai

minimum yang disyaratkan terhadap kerusakan yang ditimbulkan

oleh pengaruh air.

II-38

Anda mungkin juga menyukai