Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TROMBOSITOPENIA E.C SUSPEK SIROSIS HATI

DOKTER PEMBIMBING :
dr. Hj. Ihsanil Husna, Sp. PD

DISUSUN OLEH :
Meisari Rezki Rahmatia S
(2015730084)

KEPANITRAAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. ER
Usia : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Cempaka Putih Barat, Jakarta-Pusat
Tangal masuk RS : 29 Desember 2020
Tanggal Periksa : 29 Desember 2020

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan utama : Bengkak pada kedua kaki sejak 1 bulan SMRS
Keluhan Tambahan : Gatal pada kedua kaki, perut terasa membesar,
BAB berdarah dan nyeri ulu hati

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Poli RS Islam Jakarta Cempaka Putih dengan keluhan
bengkak pada kedua kaki sejak 1 bulan SMRS. Bengkak diikuti rasa gatal di
tempat yang sama. Pasien juga mengeluh perutnya terasa membesar, BAB
berdarah dan nyeri pada ulu hati yang dirasakan selama 2 minggu. Muntah
darah (-), batuk darah (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), penyakit kuning
(-), demam (-), sakit kepala (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), lemas (-),
lelah (-), kehilangan nafsu makan (-), penurunan berat badan yang signifikan
(-), BAK berwarna seperti air teh (-). Frekuensi buang air kecil dan buang air
besar normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya
 Pasien memiliki riwayat ambeien pada tahun 2015
 Pasien memiliki riwayat transfusi dua kali
 Pasien baru-baru ini mengidap diabetes
 Asma (-), hipertensi (-), masalah jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada riwayat keluhan yang sama pada keluarga
 Kedua orang tua pasien mengidap penyakit kencing manis
 Tidak ada riwayat penyakit asma, hipertensi dan jantung dalam keluarga
 Status hepatitis B pada ibu tidak diketahui
 Pasien menyatakan tidak ada kontak dekat dengan penderita dengan
penyakit kuning sebelumnya

Riwayat Alergi
Alergi makanan, debu, cuaca dan obat-obatan disangkal

Riwayat Pengobatan
 Pasien memiliki riwayat pengobatan antibiotik dan obat nyeri ulu hati,
tetapi pasien lupa nama obatnya
 Tidak ada riwayat penggunaan obat heparin

Riwayat Psikososial:
 Pasien riwayat mengkonsumsi alkohol saat pasien belum menikah
 Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan dapat menghabiskan 1
bungkus rokok selama 2 sampai 3 hari
 Pasien jarang berolahraga
 Pasien rutin mengkonsumsi sayur dan buah

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
TTV :
 Tekanan Darah : 113/170 mmHg
 Nadi : 90x/menit,
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu : 36,50C

Antropometri :

 BB : 84 kg
 TB : 160 cm
 IMT : 32,81 kg/m2
 Kesan : Obesitas derajat I
Konsentrasi gula darah :

 GDS : 145 mg/dL


 GDP : 144 mg/dL
 HbA1c : 8%

Sistem Deskripsi

Kepala Normocephal

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung Deformitas (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)

Mukosa mulut lembab, sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1-T1),
Mulut
stomatitis (-), lidah kotor (-)

Telinga Normotia, sekret (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-)

Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP meningkat (-)

Turgor baik, kulit berwarna kuning (-), palmar erythema (-), spider navy (-),
Kulit
pruritus (+/+) pada kedua kaki

Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 linea midklavikularis sinistra

Perkusi :

 Batas kanan atas jantung : ICS II linea parasternalis dextra


 Batas kanan bawah jantung: ICS IV linea parasternalis dextra

 Batas kiri atas jantung: ICS II linea parasternalis sinistra

 Batas kiri bawah jantung: ICS V midklavikula sinistra

Auskultasi : BJ 1 dan II murni dan reguler, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi dinding dada (-/-), penggunaan otot

bantu nafas (+/+)

Paru Palpasi : Vokal fremitus (+)/(+)

Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah (+/+), wheezing (-/-)

Inspeksi : Tampak cembung, scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Abdomen Palpasi : Nyeri tekan epigatrium (+), pembesaran hepar (-), pembesaran

limfa (-)

Perkusi : Timpani (+), ascites (+)

Superior : Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-), sianosis

Ekstremitas (-/-), ptekie (-/-)


Inferior : Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (+/+),
sianosis (-/-), ptekie (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium

Minggu, 13 Desember 2020

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

2. Minggu, 27 Desember 2020 Hematologi


Pemeriksaan
Hemoglobin Hasil
16.5 Rujukan
13.2 – 17.3 Satuan
g/dl

Hematokrit 49.6 Hematologi 40 – 52 %


Hemoglobin
Eritrosit 15.3
5.5 13.2
4.4 – 17.3
5.9 g/dl
10^6/ul
Hematokrit
Leukosit 44.4
9.5 40––10.6
3.8 52 %
10^3/ul
Eritrosit
Trombosit 5.1
81 4.4 – 5.9
150 450 10^6/ul
10^3/ul
Leukosit
LED 7.6
13 3.80-15
– 10.6 10^3/ul
mm/jam
Trombosit 100 Kimia 150 – 450 10^3/ul

SGOT 72 < 33 u/L

SGPT 55 < 50 u/L

GGT 85 < 66 u/L

Kolesterol total 222 < 200 mg/dL

LDL 122 < 100 mg/dL

HDL 67 > / = 40 mg/dL

Trigliserida 127 < 150 mg/dL

Urinalisa

Bilirubin Negatif Negatif mg/dL

Urobilinogen 1 </=1 mg/dL

USG
 Hepar : bentuk normal, ukuran mengecil, permukaan datar, parenkim
hyperechoic, pembuluh darah intra dan ekstra hati normal, asites, SOL
(-)
 Kantung empedu : bentuk normal dan besar, dinding tipis, sludge (-),
batu (-)
 Ginjal kiri dan kanan: bentuk besar dan normal, tepi korteks medulla
kabur, banyak kista di ginjal kanan dengan ukuran terbesar
1,3x1,2mm
 Lien : bentuk normal membesar, vaskuler normal, SOL (-)
 Pankreas, aorta dan para aorta normal

Kesan : Splenomegali

E. RESUME

Pasien datang dengan keluhan edema pada kedua kaki sejak 1 bulan SMRS.
Edema diikuti dengan pruritus di tempat yang sama. Pasien juga mengeluh
perutnya terasa membesar, terdapat melena dan nyeri epigastrium yang
dirasakan selama 2 minggu. Pasien memiliki riwayat transfusi darah sebanyak
dua kali. Pasien mempunyai riwayat minum alkohol sebelum menikah.

Pemeriksaan Fisik : Nyeri ringan, compos mentis, tanda-tanda vital (Tekanan


Darah 113/70 mmHg. Denyut Jantung 90 x / menit. Denyut Pernafasan 20 x /
menit. Suhu 36,5 ° C), nyeri tekan epigastrium (+), ascites (+).

Pada pemeriksaan penunjang :

 Laboratorium : Trombositopenia (81 /µl dan 100 /µl), SGOT (72 /µl) dan
SGPT (55 /µl) meningkat, GGT (85 /µl) meningkat.
 USG : Splenomegali

F. DAFTAR MASALAH

1. Edema dan pruritus pada kedua kaki, ascites, riwayat mengkonsumsi


alkohol
2. Melena dan nyeri epigastrium
3. Obesitas derajat I
4. DM-tipe 2

G. ASSESMENT

1. Edema, pruritus, ascites, riwayat mengkonsumsi alkohol


S Pasien mengeluhkan bengkak pada kedua kaki, perut terasa membesar dan
riwayat mengkonsumsi alkohol

O TTV :

 TD : 113/170 mmHg
 Nadi : 90x/menit,
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu : 36,50C
Pemeriksaan fisik : edema ekstremitas inferior (+/+), ascites
Pemeriksaan penunjang :

 Trombositopenia
 SGOT / SGPT meningkat
 Splenomegali

A Trombositopenia e.c susp. sirosis hati


DD/ Hepatitis kronik, penyakit hati alkoholik, ITP, DBD

P Rencana diagnostik :

 Pemeriksaan darah rutin


 Pemeriksaan albumin dan globulin
 USG
 Test HbsAg dan anti HCV
 Biopsi hati
Non-Farmakologi :

 Pengaturan nutrisi yang baik


 Hindari mengkonsumsi alkohol
 Diet yang sesuai : diet rendah garam
Farmakologi :

 Sprinolokaton 100-400 mg/hari

2. Melena, nyeri epigastrium

S Pasien mengeluhkan BAB nya berdarah, nyeri pada ulu hati


O TTV :

 TD : 113/170 mmHg
 Nadi : 90x/menit,
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu : 36,50C
Pemeriksaan fisik : Nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan penunjang :

 Trombositopenia
 SGOT / SGPT meningkat
 Splenomegali

A Melena e.c pecah varises esofagus


DD/ Melena e.c ulkus peptikum, melena e.c gastritis erosif, melena e.c tukak
duodenum

P Rencana diagnostik :

 Pemeriksaan darah rutin


 Pemeriksaan elektrolit
 Esophagogastroduodenoscopy
Non-Farmakologi :

 Hindari mengkonsumsi alkohol


 Hindari konsumsi makanan yang pedas dan asam
 Hindari stess
 Pola makan teratur
 Mengurangi penggunaan obat-obatan OAINS
Farmakologi :

 Omeprazol 1x20 mg
 Sucralfat 1x1
3. Obesitas derajat I

S Berat badan pasien berlebih diatas normal

O TTV :

 TD : 113/170 mmHg
 Nadi : 90x/menit,
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu : 36,50C
Antropometri :

 BB : 84 kg
 TB : 160 cm
 IMT : 32,81 kg/m2
 Kesan : Obesitas derajat I
Laboratorium :

 Kolesterol total : 222 mg/dL


 LDL : 122 mg/dL

A Obesitas derajat I
DD/ Metabolik sindrom

P Rencana diagnostik :

 Pemeriksaan kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida


Non-Farmakologi :

 Konseling : terapi gizi  diet


 Aktivitas fisik : olahraga yang teratur
 Kurangi makanan yang berlemak dan bersantan
Farmakologi :

 Orlistat 120-360 mg/hari

4. DM Tipe-2

S Kadar gula darah puasa dan HbA1c pasien tinggi yang baru diketahui oleh
pasien saat pemeriksaan

O TTV :

 TD : 113/170 mmHg
 Nadi : 90x/menit,
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu : 36,50C
Pemeriksaan gula darah :

 GDP : 144 mg/dL


 HbA1c : 8%

A DM Tipe-2 baru terdiagnosis


DD/ DM tipe 1

P Rencana diagnostik :

 Pemeriksaan gula darah ulang dan berkala


 HbA1c
Non-Farmakologi :

 Terapi nutrisi medis : diet


 Kurangi makanan yang manis dan asin
 Aktivitas fisik
Farmakologi :

 Metformin 1x500 mg

H. PROGNOSIS

 Ad vitam : Dubia ad bonam


 Ad functionam : Dubia ad malam
 Ad sanactionam : Dubia ad bonam

BAB II

PEMBAHASAN

A. TROMBOSITOPENIA
DEFINISI
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit yang kurang dari 150 ×
10 3 per μL. Etiologi biasanya tidak jelas, dan diperlukan penyelidikan tambahan.
Pasien dengan jumlah platelet lebih dari 50 × 10 3 per μLjarang memiliki gejala.
Jumlah aplatelet dari 30 hingga 50 × 10 3 per μL jarang bermanifestasi sebagai
purpura. Hitungan dari 10 hingga 30 × 10 3 per μL dapat menyebabkan
perdarahan dengan trauma minimal. Jumlah trombosit kurang dari 5 × 10 3 per
μL dapat menyebabkan perdarahan spontan dan merupakan keadaan darurat
hematologi.1

ETIOLOGI1
MANIFESTASI KLINIS SEBAGAI TUJUAN DIAGNOSIS1
B. SIROSIS HEPATIS
DEFINISI
Sirosis adalah hasil akhir dari cedera hepatoseluler yang menyebabkan fibrosis
dan nodul regeneratif di seluruh hati, yang ditandai dengan :

 Distorsi arsitektur hati yang terkait dengan septa fibrotik vaskularisasi yang
mengelilingi pulau-pulau dari nodul hepatosit yang beregenerasi.
 Perkembangan pirau porto-hepatik dan arterio-vena intrahepatik dalam septa
fibrotic.2
Konsekuensi klinis utama dari sirosis adalah

 Fungsi hepatosit terganggu


 Peningkatan resistensi intrahepatik (hipertensi portal)
 Perkembangan karsinoma hepatoseluler (HCC)2
Secara klinis, sirosis dianggap berkembang melalui tiga tahap : terkompensasi,
dikompensasi dengan varises, dan dekompensasi (asites, perdarahan varises,
ensefalopati, atau ikterus) yang berkorelasi dengan ketebalan septa fibrosa.2

 Fungsi Hati
- Penyimpanan
- Degradasi
- Metabolisme
- Sintesis2

EPIDEMIOLOGI

 Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita


yang berusia 45 - 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker).
 Penderita SH lebih banyak laki-laki, jika dibandingkan dengan wanita
rasionya sekitar 1,6 : 1.3
 Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan umur 30 – 59 tahun dengan
puncaknya sekitar umur 40 – 49 tahun.3
function results in jaundice, coagulation disorders, and hypoalbumin- extr
emia and contributes to the causes of portosystemic encephalopathy. per
The complications of cirrhosis are basically the same regardless of the vein
etiology. Nonetheless, it is useful to classify patients by the cause of wit
their liver disease (Table 365-1); patients can be divided into broad con
groups
 Insidenswith
SHalcoholic
di Amerikacirrhosis,
diperkirakancirrhosis due topenduduk.
360 per-100.000 chronicPenyebab
viral hepatitis, size
biliary cirrhosis,besar
SH sebagaian andadalah
other,penyakit
less common causes
hati alkoholik dansuch
non as cardiac cir-
alkoholik req
rhosis, cryptogenic
steatohepatitis cirrhosis,
serta hepatitis C.3 and other miscellaneous causes. Clin
 Di Indonesia data prevalensi penderita SH secara keseluruhan belum ada. Di
ALCOHOLICCIRRHOSIS an
daerah Asia Tenggara, penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C con
Excessive chronic alcohol use can cause several different types of
(HCV). Angka kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara non
chronic liver disease, including alcoholic fatty liver, alcoholic hepati- pain
21,2 – 46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7 – 73,9%.3
tis, and alcoholic cirrhosis. Furthermore, use of excessive alcohol can Alt
ETIOLOGI2 chr
tina
TABLE365-1 CAUSES OF CIRRHOSIS aut
Alcoholism Cardiac cirrhosis
dev
of t
Chronic viral hepatitis Inherited metabolic liver disease
to
Hepatitis B Hemochromatosis cou
Hepatitis C Wilson’s disease to b
Autoimmune hepatitis α1 Antitrypsin deficiency enla
Nonalcoholic steatohepatitis Cystic fibrosis find
Biliary cirrhosis Cryptogenic cirrhosis ang
Primary biliary cirrhosis
mu
hav
Primary sclerosing cholangitis
phy
Autoimmune cholangiopathy dire
PATOFISIOLOGI

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kronik-reversible pada


parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difus akibat adanya cidera fibrosis
dan pembentukan nodul (mikronodul dan makronodul). Hal ini sebagai akibat
HPIM19_Part14_p1875-p2102.indd 2058
adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin disertai dengan
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular yang menyebabkan pembentukan
vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri
hepatika), eferen (vena hepatika) dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.3

Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati.
Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel
kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matriks ekstraseluler (ECM)
setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan adanya
pembentuk jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi
oleh beberapa sitokin seperti transforming growth factor dan tumor necrosis
factors.3

Deposit ecm di space of disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan


memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah
pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang
seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah
sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. proses
ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi hepatoseluler.3

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis sirosis terjadi akibat disfungsi hepatosit, perburuan portositik,


dan hipertensi portal. Pasien mungkin mengalami gejala untuk waktu yang lama.
Awal gejala mungkin berbahaya atau, lebih jarang, tiba-tiba. Kelelahan, gangguan
tidur, kram otot, dan penurunan berat badan sering terjadi. Pada sirosis lanjut,
anoreksia biasanya muncul dan mungkin ekstrem, disertai mual dan muntah
sesekali, serta berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas olahraga. Nyeri perut
mungkin ada dan berhubungan baik dengan pembesaran hati dan peregangan
kapsul Glisson atau adanya asites. Dapat terjadi kelainan menstruasi (biasanya
amenore), disfungsi ereksi, kehilangan libido, kemandulan, dan ginekomastia
pada pria. Hematemesis adalah gejala yang muncul pada 15-25%. Manifestasi
kulit terdiri dari telangiektasis laba-laba (selalu di bagian atas tubuh), eritema
palmar (bintik kemerahan pada puncak tenar dan hipotenar), dan kontraktur
Dupuytren. Bukti kekurangan vitamin (glositis dan cheilosis) sering ditemukan.
Penurunan berat badan, wasting (karena sarcopenia), dan munculnya penyakit
kronis. Penyakit kuning — biasanya tidak ada tanda awal cokelat — pada awalnya
ringan, semakin parah pada tahap-tahap akhir penyakit. Dalam 70% kasus, hati
membesar, teraba, dan kencang jika tidak keras dan memiliki tepi yang tajam atau
nodular; lobus kiri mungkin mendominasi. Splenomegali ditemukan pada 35-50%
kasus dan dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi hipertensi portal. Vena
superfisial abdomen dan toraks melebar, mencerminkan obstruksi intrahepatik ke
aliran darah portal, seperti halnya varises rektal. Vena dinding abdomen terisi dari
bawah saat dikompresi. Asites, efusi pleura, edema perifer, dan ekimosis
merupakan temuan lanjut. Ensefalopati yang ditandai dengan pembalikan siang-
malam, asteriksis, tremor, disartria, delirium, mengantuk, dan akhirnya koma juga
terjadi terlambat kecuali jika dipicu oleh gangguan hepatoseluler akut atau
episode perdarahan atau infeksi gastrointestinal. Demam terjadi pada 35% pasien
dan biasanya mencerminkan hepatitis alkoholik terkait, peritonitis bakteri AS
spontan, atau infeksi yang menyertai.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Temuan Lab
Kelainan laboratorium tidak ada atau minimal pada sirosis awal atau kompensasi.
Anemia, yang sering ditemukan, seringkali bersifat makrositik; Penyebabnya
termasuk penekanan eritropoiesis oleh alkohol serta defisiensi lanjut, hemolisis,
hipersplenisme, dan kehilangan darah tersembunyi atau terang-terangan dari
saluran gastrointestinal. Jumlah sel darah putih mungkin rendah, mencerminkan
hipersplenisme, atau tinggi, menunjukkan adanya infeksi. Trombositopenia,
sitopenia yang paling umum pada pasien sirosis, terjadi akibat penekanan sumsum
alkoholik, sepsis, defisiensi folat, atau sekuestrasi limpa. Perpanjangan waktu
protrombin dapat terjadi akibat penurunan kadar faktor pembekuan (kecuali faktor
VIII). Namun, risiko perdarahan berkorelasi buruk dengan waktu protrombin
karena kelainan fibrinolisis yang terjadi bersamaan, dan di antara pasien rawat
inap di bawah usia 45 tahun, sirosis dikaitkan dengan peningkatan risiko
tromboemboli vena.2

Blood chemistries mencerminkan cedera dan disfungsi hepatoseluler, yang


dimanifestasikan oleh peningkatan sederhana AST dan alkali fosfatase serta
peningkatan progresif bilirubin. Albumin serum menurun seiring perkembangan
penyakit; Tingkat gamma-globulin meningkat dan mungkin setinggi pada
hepatitis autoimun. Risiko diabetes melitus meningkat pada pasien dengan sirosis,
terutama bila dikaitkan dengan infeksi HCV, alkoholisme, hemochromatosis, atau
NAFLD. Kekurangan vitamin D telah dilaporkan pada 91% pasien dengan sirosis.
Pasien dengan sirosis alkoholik mungkin mengalami peningkatan serum cardiac
troponin I dan level B-type natriuretic peptide (BNP). Respons inotropik dan
kronotropik jantung tumpul terhadap olahraga, stres, dan obat-obatan, serta
disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik tanpa adanya penyebab lain yang
diketahui dari penyakit jantung ("kardiomiopati sirosis"), dan perpanjangan
interval QT dalam pengaturan a sirkulasi hiperkinetik, sering terjadi pada sirosis
dari semua penyebab, tetapi gagal jantung yang jelas jarang terjadi jika tidak ada
alkoholisme. Insufisiensi adrenal relatif tampaknya umum terjadi pada pasien
dengan sirosis lanjut, bahkan tanpa adanya sepsis, dan mungkin berhubungan
sebagian dengan penurunan sintesis kolesterol dan peningkatan kadar sitokin
proinflamasi.2

 Pencitraan
Ultrasonografi berguna untuk menilai ukuran hati dan mendeteksi asites atau
nodul hati, termasuk karsinoma hepatoseluler kecil. Bersama dengan studi
Doppler, ini dapat menetapkan patensi vena limpa, portal, dan hepatik. Nodul hati
ditandai lebih lanjut dengan CT atau MRI dengan kontras. Nodul yang
mencurigakan untuk keganasan dapat dibiopsi dengan panduan ultrasound atau
CT.2

 Biopsi Hati
Biopsi hati mungkin menunjukkan sirosis tidak aktif (fibrosis dengan nodul
regeneratif) tanpa gambaran spesifik yang menunjukkan penyebab yang
mendasari. Selain itu, mungkin ada gambaran tambahan penyakit hati alkoholik,
hepatitis kronis, NASH, atau penyebab spesifik dari sirosis. Biopsi hati dapat
dilakukan dengan laparoskopi atau, pada pasien dengan koagulupati dan asites,
dengan pendekatan transjugular. Kombinasi tes darah rutin (misalnya, AST,
jumlah trombosit), termasuk tes FibroSure, dan penanda serum fibrosis hati
(misalnya, asam hialuronat, amin-terminal pro-peptida kolagen tipe III,
penghambat jaringan matriks logam proteinase 1) adalah alternatif potensial untuk
biopsi hati untuk diagnosis atau pengecualian dari sirosis. Pada orang dengan
hepatitis C kronis, misalnya, skor FibroSure yang rendah dapat diandalkan untuk
menyingkirkan fibrosis lanjut, skor tinggi dapat diandalkan untuk memprediksi
fibrosis lanjut, dan skor menengah tidak meyakinkan.2

 Test Lainnya
Esophagogastroduodenoscopy memastikan adanya varises dan mendeteksi
penyebab spesifik perdarahan di esofagus, lambung, dan duodenum proksimal.
Dalam kasus tertentu, pengukuran tekanan vena hati terjepit dapat menentukan
keberadaan dan penyebab hipertensi portal. Ultrasonografi elastography dan
magnetic resonance elastography untuk mengukur kekakuan hati tersedia di
sejumlah pusat sebagai tes noninvasif untuk sirosis dan hipertensi portal.2

DIAGNOSIS BANDING

Penyebab paling umum dari sirosis adalah alkohol, infeksi hepatitis C kronis,
NAFLD, dan infeksi hepatitis B. Hemochromatosis adalah kelainan genetik yang
paling sering diidentifikasi yang menyebabkan sirosis. Penyakit lain yang terkait
dengan sirosis termasuk penyakit Wilson, defisiensi alpha-1-antitrypsin (alpha-1-
antiprotease), dan penyakit celiac. Sirosis bilier primer lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pria. Sirosis bilier sekunder dapat terjadi akibat obstruksi
bilier kronis akibat batu, striktur, atau neoplasma. Gagal jantung dan perikarditis
konstriktif dapat menyebabkan fibrosis hati (sirosis jantung) yang dipersulit oleh
asites. Telangiectasia hemoragik herediter dapat menyebabkan hipertensi portal
karena portosystemic shunting dan transformasi nodular hati serta gagal jantung
dengan curah hujan tinggi. Banyak kasus sirosis bersifat "kriptogenik", di mana
NAFLD yang tidak dikenal mungkin berperan.2

TATALAKSANA

 Tindakan Umum
Yang terpenting adalah pantang alkohol. Makanan harus enak, dengan kalori yang
cukup (25–35 kkal / kg bb berat badan per hari pada mereka dengan sirosis
kompensasi dan 35–45 kkal / kg / hari pada mereka dengan malnutrisi) dan
protein (1–1,5 g / kg / hari pada mereka dengan sirosis terkompensasi dan 1,5 g /
kg / hari pada mereka dengan malnutrisi) dan, jika ada retensi cairan, restriksi
natrium. Jika terdapat ensefalopati hepatik, asupan protein harus dikurangi hingga
tidak kurang dari 60–80 g / hari. Suplemen khusus yang mengandung asam amino
rantai cabang untuk mencegah atau mengobati ensefalopati hati atau menunda
gagal hati progresif umumnya tidak diperlukan. Suplementasi vitamin diinginkan,
tetapi pengobatan optimal untuk kram otot masih belum pasti. Pasien dengan
sirosis harus menerima vaksin HAV, HBV, dan pneumokokus dan vaksin
influenza tahunan. Transplantasi hati pada kandidat yang tepat bersifat kuratif.2

 Ascites dan Edema


Parasentesis diagnostik diindikasikan untuk pasien yang memiliki asites baru atau
yang telah dirawat di rumah sakit karena komplikasi sirosis; itu mengurangi
kematian, terutama jika dilakukan dalam 12 jam setelah masuk. Komplikasi serius
dari paracentesis, termasuk perdarahan, infeksi, atau perforasi usus, terjadi pada
1,6% prosedur dan berhubungan dengan paracentesis terapeutik (vs diagnostik)
dan mungkin dengan Child-Turcotte-Pugh kelas C, jumlah trombosit kurang dari
50.000 / mcL (50 × 109 / L), dan sirosis alkoholik. Namun, pada pasien dengan
koagulopati, transfusi profilaksis pra-paracentesis tampaknya tidak diperlukan.
Selain jumlah sel dan kultur, kadar albumin asites harus ditentukan: gradien
albumin asites serum (albumin serum dikurangi albumin cairan asites) lebih besar
dari atau sama dengan t 1,1 menunjukkan hipertensi portal. Kadar adenosin
deaminase asites yang meningkat menunjukkan adanya peritonitis tuberkulosis.
Kadang-kadang, asites sirosis bersifat chylous (kaya trigliserida); Penyebab asites
chylous lainnya adalah keganasan, tuberkulosis, dan trauma atau operasi abdomen
yang baru terjadi.2

Asites pada pasien dengan sirosis terjadi akibat hipertensi portal (peningkatan
tekanan hidrostatik); hipoalbuminemia (penurunan tekanan onkotik); vasodilatasi
perifer, mungkin dimediasi oleh pelepasan oksida nitrat yang diinduksi oleh
endotoksin dari splanknikus dan pembuluh darah sistemik, yang mengakibatkan
peningkatan kadar renin dan angiotensin dan retensi natrium oleh ginjal;
gangguan inaktivasi hati aldosteron; dan peningkatan sekresi aldosteron akibat
peningkatan produksi renin. Pada individu dengan asites, konsentrasi natrium urin
seringkali kurang dari 10 mEq / L (10 mm l / L). Ekskresi air gratis juga
terganggu pada sirosis, dan hiponatremia dapat terjadi.2

Pada semua pasien dengan asites sirosis, asupan natrium makanan awalnya
dibatasi hingga 2000 mg / hari; asupan natrium dapat diliberalisasi sedikit setelah
diuresis terjadi. Obat antiinflamasi non steroid merupakan kontra indikasi, dan
inhibitor enzim pengubah angiotensin dan antagonis angiotensin II harus
dihindari. Pada beberapa pasien, asites segera menghilang dengan istirahat dan
pembatasan natrium diet saja. Asupan cairan (800-1000 mL / hari) sering dibatasi
pada pasien dengan hiponatremia. Pengobatan hiponatremia berat (natrium serum
kurang dari 125 mEq / L [125 mm l / L]) dengan antagonis reseptor vasopresin
(misalnya, konivaptan intravena, 20 mg setiap hari) dapat dipertimbangkan tetapi
pengobatan tersebut mahal, menyebabkan rasa haus, dan tidak meningkatkan
kelangsungan hidup; tolvaptan oral merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
penyakit hati karena potensi hepatotoksisitas.2

1. Diuretics
Percobaan awal furosemid 80 mg secara intravena yang menunjukkan
peningkatan natrium urin menjadi 750 mmol dalam 8 jam dapat memprediksi
respon terhadap terapi diuretik. Dosis spironolakton awalnya 100 mg per oral
setiap hari dan dapat ditingkatkan 100 mg setiap 3-5 hari (sampai dosis harian
konvensional maksimal 400 mg / hari, meskipun dosis yang lebih tinggi telah
digunakan) sampai diuresis tercapai, biasanya didahului dengan peningkatan
konsentrasi natrium urin. Konsentrasi natrium urin "titik" yang melebihi
konsentrasi kalium berkorelasi dengan ekskresi natrium 24 jam lebih besar
dari 78 mmol / hari, yang memprediksi diuresis pada pasien yang mengikuti
diet terbatas garam. Pemantauan hiperkalemia penting dilakukan. Pada pasien
yang tidak dapat mentolerir spironolakton karena efek samping, seperti
ginekomastia yang menyakitkan, amiloride (diuretik hemat kalium lainnya)
dapat digunakan dalam dosis awal reli 5-10 mg setiap hari. Diuresis ditambah
dengan penambahan loop diuretik seperti furosemid. Namun, diuretik yang
kuat ini akan mempertahankan efeknya bahkan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus, yang mengakibatkan azotemia prerenal. Dosis furosemid oral
berkisar dari 40 mg / hari sampai 160 mg / hari, dan obat harus diberikan
sementara tekanan darah, pengeluaran urin, status mental, dan elektrolit
serum (terutama kalium) dipantau. Tujuan penurunan berat badan pada pasien
asites tanpa disertai edema perifer tidak boleh lebih dari 1–1,5 lb / hari (0,5–
0,7 kg / hari).2
2. Large-volume paracentesis
Pada pasien dengan asites masif dan gangguan pernapasan, asites yang
refrakter terhadap diuretik ("tahan diuretik"), atau efek samping diuretik yang
tidak dapat ditoleransi ("diuretik keras"), paracentesis volume besar (lebih
dari 5 L) efektif. Albumin intravena bersamaan dengan dosis 6-8 g / L cairan
asites yang dikeluarkan melindungi volume intravaskular dan dapat
mencegah disfungsi sirkulasi postparacentesis, meskipun kegunaan dari
praktik ini diperdebatkan dan penggunaan albumin mahal. Parasentesis
volume besar dapat diulang setiap hari sampai asites sebagian besar teratasi
dan dapat menurunkan kebutuhan rawat inap. Jika memungkinkan, diuretik
harus dilanjutkan dengan harapan mencegah asites berulang.2
3. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)
TIPS adalah pengobatan yang efektif untuk perdarahan varises yang refrakter
terhadap terapi standar (misalnya, ligasi pita endoskopi [atau, sekarang lebih
jarang, skleroterapi]) dan telah menunjukkan manfaat dalam pengobatan
asites refrakter yang parah. Teknik ini melibatkan penyisipan stent logam
yang dapat diperluas antara cabang vena hepatik dan vena porta melalui
kateter yang dimasukkan melalui vena jugularis interna. Peningkatan ekskresi
natrium ginjal dan pengendalian asites yang refrakter terhadap diuretik dapat
dicapai pada sekitar 75% kasus tertentu. Tingkat keberhasilan lebih rendah
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang mendasari. TIPS tampaknya
menjadi pengobatan pilihan untuk hidrotoraks hati refraktori (translokasi
asites melintasi diafragma ke rongga pleura); thoracoscopy berbantuan video
dengan pleurodesis menggunakan bedak mungkin efektif bila TIPS
dikontraindikasikan. Komplikasi TIPS termasuk ensefalopati hepatik pada
20-30% kasus, infeksi, stenosis shunt pada 60% kasus, dan oklusi shunt pada
30% kasus ketika stent telanjang digunakan; stent yang dilapisi
polytetrafluoroethylene dikaitkan dengan tingkat paten jangka panjang 80-
90% Patensi jangka panjang sering kali memerlukan revisi shunt secara
berkala. Dalam kebanyakan kasus, patensi dapat dipertahankan dengan
dilatasi balon, trombolisis lokal, atau pemasangan stent tambahan. TIPS
sangat berguna pada pasien yang membutuhkan kontrol jangka pendek dari
perdarahan varises atau asites sampai transplantasi hati dapat dilakukan. Pada
pasien dengan asites refrakter, TIPS menghasilkan tingkat kekambuhan asites
yang lebih rendah dan sindrom hepatorenal tetapi tingkat ensefalopati hepatik
lebih tinggi daripada yang terjadi dengan paracentesis volume besar berulang;
manfaat dalam bertahan hidup telah dibuktikan dalam satu penelitian dan
meta-analisis. Penyakit ginjal kronis, disfungsi jantung diastolik, ensefalopati
refrakter, dan hiperbilirubinemia (lebih dari 5 mg / dL [85,5 memol / L])
dikaitkan dengan kematian setelah TIPS.2
 Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Peritonitis bakterial spontan-Peritonitis bakterial spontan ditandai dengan
nyeri perut, peningkatan asites, demam, dan ensefalopati progresif pada
pasien dengan asites sirosis; gejala biasanya ringan. (Secara analog, empiema
bakteri spontan dapat mempersulit hidrotoraks hati dan ditangani dengan cara
yang sama.) Faktor risiko pada pasien sirosis dengan asites termasuk
perdarahan varises gastroesofagus dan kemungkinan penggunaan penghambat
pompa proton. Parasentesis mengungkapkan cairan asites dengan, paling
umum, jumlah total sel darah putih hingga 500 sel / mcL dengan persentase
tinggi sel polimorfonuklear (PMNS) (250 / mcL atau lebih) dan konsentrasi
protein 1 g / dL (10 g / L) atau kurang, sesuai dengan penurunan aktivitas
opsonik asites. Diagnosis cepat peritonitis bakterial dapat dibuat dengan
spesifisitas tingkat tinggi dengan strip reagen cepat ("dipstick") yang
mendeteksi esterase leukosit dalam cairan asites, tetapi sensitivitasnya terlalu
rendah untuk penggunaan rutin. Kultur asites memberikan hasil tertinggi 80-
90% positif menggunakan botol kultur khusus yang diinokulasi di samping
tempat tidur. Isolat yang umum adalah Escherichia coli dan Streptococcus
spp. Kokus Gram-positif adalah isolat yang paling umum pada pasien yang
telah menjalani prosedur invasif seperti penempatan jalur vena sentral, dan
frekuensi isolat enterokokus meningkat. Anaerob jarang terjadi. Hasil kultur
tertunda, jika terdapat 250 atau lebih PMNS / mcL atau gejala atau tanda
infeksi, terapi antibiotik intravena harus dimulai dengan sefotaksim, 2 g
setiap 8-12 jam selama minimal 5 hari. Ceftriaxone dan asam amoxicillin-
clavulanic adalah pilihan alternatif. Ofloxacin oral, 400 mg dua kali sehari
selama 7 hari, atau, pada pasien yang belum mengonsumsi fluoroquinolone
untuk profilaksis melawan peritonitis bakterial, pemberian ciprofloxacin
intravena selama 2 hari, 200 mg dua kali sehari, diikuti dengan ciprofloxacin
oral, 500 mg dua kali sehari selama 5 hari, mungkin rejimen alternatif yang
efektif pada pasien tertentu. Karbapenem telah direkomendasikan untuk
pasien dengan peritonitis bakterial spontan yang didapat di rumah sakit.
Pemberian tambahan albumin intravena (yang mungkin memiliki efek anti-
inflamasi selain memperbesar volume plasma) mencegah kerusakan ginjal
lebih lanjut dan mengurangi mortalitas, terutama pada pasien dengan
kreatinin serum lebih dari 1 mg / dL (83,3 mcmol / L), urea darah nitrogen
lebih besar dari 30 mg / dL (10,8 mmol / L), atau bilirubin total lebih besar
dari 4 mg / dL (68,4 mcmol / L). Respon terhadap terapi dapat
didokumentasikan, jika perlu, dengan penurunan jumlah PMN minimal 50%
pada paracentesis berulang 48 jam setelah dimulainya terapi. Tingkat
kematian keseluruhan tinggi hingga 30% selama rawat inap dan hingga 70%
dalam 1 tahun. Kematian dapat diprediksi dengan model 22/11: skor MELD
lebih besar dari 22 dan jumlah sel darah putih perifer lebih tinggi dari
11.000 / mcL (11 × 10 / L). Pasien dengan sirosis dan syok septik memiliki
frekuensi insufisiensi adrenal relatif yang tinggi, yang jika ada memerlukan
pemberian hidrokortison. Pada penderita peritonitis bakterial, risiko
peritonitis berulang dapat diturunkan dengan norfloksasin jangka panjang,
400 mg per oral setiap hari; ciprofloxacin (misalnya 500 mg per oral sekali
dua kali sehari), walaupun dengan kekambuhan organisme penyebab sering
resisten terhadap fluoroquinolones; atau trimetoprim-sulfametoksazol
(misalnya, satu tablet kekuatan ganda lima kali seminggu). Pada pasien
sirosis berisiko tinggi tanpa peritonitis sebelumnya (misalnya, mereka dengan
protein asites kurang dari 1,5 g / dL dan bilirubin serum lebih besar dari 3
mg / dL (51,3 mcmol / L), kreatinin serum lebih besar dari 1,2 mg / dL (99,96
mcmol) / L), nitrogen urea darah 25 mg / dL atau lebih (9 mmol / L atau
lebih), atau natrium 130 mEq / L atau kurang [130 mmol / L atau kurang]),
risiko peritonitis, sindrom hepatorenal, dan kematian selama minimal 1 tahun
dapat dikurangi dengan norfloksasin profilaksis, 400 mg per oral sekali
sehari. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena perdarahan varises
akut, norfloksasin oral (400 mg per oral dua kali sehari) atau seftriakson
intravena (1 g per hari), yang mungkin lebih disukai, selama 7 hari
mengurangi risiko peritonitis bakterial.2

KOMPLIKASI2

TROMBOSITOPENIA KARENA SIROSIS

Trombositopenia adalah salah satu kelainan hematologi yang paling umum dan
sering kali merupakan kelainan pertama yang terlihat pada pasien dengan penyakit
hati kronis. Trombositopenia mempengaruhi sekitar 6% pasien tanpa sirosis dan
70% pasien dengan sirosis. Ini didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari
150.000 / μL, dengan 100.000 hingga 150.000 / μL dianggap sebagai
trombositopenia ringan, 50.000 hingga 100.000 / μL diberi label sebagai
trombositopenia sedang, dan kurang dari 50.000 / μL didefinisikan sebagai
trombositopenia berat. Trombositopenia sering dapat digunakan sebagai penanda
penyakit hati lanjut, dan beberapa penelitian telah menunjukkan trombositopenia
sedang hingga berat menjadi prediktor independen yang kuat untuk kematian.
Trombositopenia ringan hingga sedang jarang memiliki signifikansi klinis karena
perdarahan spontan tidak mungkin terjadi pada tingkat ini. Namun,
trombositopenia sedang hingga berat dapat mencegah pasien menerima intervensi
vital seperti pengobatan dan prosedur invasif. Prosedur yang tertunda dan koreksi
kelainan trombosit untuk prosedur ini dapat meningkatkan waktu rawat inap dan
meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan.4

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi trombositopenia pada penyakit hati kronis merupakan bidang


yang berkembang pesat. Sebelumnya, trombositopenia dianggap hanya sebagai
akibat sekuestrasi limpa yang disebabkan oleh splenomegali kongestif akibat
hipertensi portal. Sekarang, bagaimanapun, ada beberapa mekanisme lain yang
diusulkan mengenai produksi platelet dan penghancuran pada sirosis (Gbr. 1).4

Produksi trombosit sebagian besar terkait dengan trombopoietin (TPO).


TPO sebagian besar disintesis di hati di parenkim, sel endotel sinusoidal dan di
ginjal. Sebagian kecil juga dibuat di sel stroma sumsum tulang. TPO berikatan
dengan reseptor c-mpl pada megakariosit, yang selanjutnya mengatur diferensiasi
menjadi trombosit. Tampaknya ada korelasi langsung dengan tahapan sirosis,
kadar TPO yang bersirkulasi, dan derajat trombositopenia. Peningkatan tahapan
fibrosis telah terbukti menyebabkan penurunan tingkat TPO yang
bersirkulasi, dan dengan demikian derajat trombositopenia yang memburuk.
Dalam sebuah studi oleh Koruk et al., Membandingkan kadar TPO serum pada
pasien dengan hepatitis kronis dan sirosis hati, kadar TPO normal pada kelompok
kontrol dan kelompok hepatitis kronis. Namun, kadar TPO menurun seiring
dengan peningkatan derajat sirosis. Penyebab lain dari penurunan produksi
platelet termasuk berkurangnya produksi sumsum tulang yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor penyebab tetapi umumnya terlihat dengan penyalahgunaan
alkohol dan infeksi virus.4

Mekanisme kerusakan trombosit juga dapat berkontribusi pada


trombositopenia pada pasien sirosis. Penghancuran segera memainkan peran besar
dalam kerusakan platelet, khususnya pada pasien dengan penyakit hati autoimun
dan virus hepatitis C kronis (HCV), yang keduanya telah terbukti memiliki
hubungan yang meningkat dengan purpura trombositopenia autoimun. Sepsis
adalah kontributor penting lainnya pada kerusakan platelet. Pasien dengan sirosis
berada pada peningkatan risiko sepsis dibandingkan dengan populasi umum, dan
beberapa mekanisme seperti pelepasan tumor necrosis factor-α selama keadaan
inflamasi telah terbukti berkontribusi pada kerusakan platelet.4

Penyebab lain dari trombositopenia, yang berhubungan dengan sekuestrasi


platelet tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan mekanisme yang
disebutkan sebelumnya, adalah pseudothrombocytopenia. Ini adalah jumlah
trombosit yang sangat rendah karena penggumpalan trombosit setelah beberapa
sampel terpapar asam tetraasetat etilen diamina antikoagulan. Itu selalu penting
untuk menyingkirkan pseudothrombocytopenia dengan meninjau apusan perifer
untuk penggumpalan atau dengan mengulangi hitung darah lengkap menggunakan
antikoagulan heparin atau natrium sitrat. Hipertensi pulmonal dan emboli paru
juga berhubungan dengan konsumsi trombosit dan seringkali terlihat pada pasien
dengan sirosis.4
MANAGEMENT TROMBOSITOPENIA KARENA SIROSIS

Trombositopenia memainkan peran penting dalam pengelolaan sirosis hati


karena sejumlah prosedur memiliki risiko perdarahan yang signifikan terkait
dengannya. Prosedur samping tempat tidur dan rutin seperti paracentesis dan
esophagogastroduodenoscopy umumnya dianggap sebagai risiko perdarahan yang
lebih rendah; namun, biopsi hati, kemoembolisasi, transjugular intrahepatic
portosystemic shunts (TIPSs), dan prosedur bilier dianggap berisiko lebih tinggi,
dan dengan demikian dapat ditunda atau dapat menempatkan pasien pada risiko
perdarahan yang signifikan. Dalam analisis komplikasi perdarahan setelah biopsi
hati pada pasien dengan HCV dengan sirosis, 11% biopsi terlewatkan pada tanda
24 bulan karena trombositopenia, dan ada peningkatan risiko perdarahan yang
signifikan pada pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 60.000 / μL.4

Ada beberapa kemajuan dalam pengelolaan trombositopenia pada penyakit


hati kronis selama dekade terakhir. Perawatan standar untuk trombositopenia
termasuk transfusi, splenektomi, atau embolisasi arteri limpa. Selain
ketidakmampuan untuk memperbaiki fungsi platelet, ada beberapa masalah yang
berhubungan dengan transfusi platelet. Pertama, tidak ada batasan yang jelas
untuk memandu transfusi trombosit, khususnya yang berkaitan dengan ambang
batas aman untuk prosedur yang berbeda. Kedua, transfusi trombosit membawa
peningkatan risiko infeksi pada semua pasien dengan sirosis dan peningkatan
risiko penyakit graft-versus-host pada pasien transplantasi. Terakhir, beberapa
transfusi trombosit dapat menyebabkan refraksi trombosit, yaitu ketidakmampuan
untuk mencapai jumlah trombosit yang diinginkan setelah transfusi. Splenektomi
laparoskopi dan embolisasi arteri limpa telah dipelajari secara ekstensif dan telah
terbukti memiliki perbaikan yang efektif dalam trombositopenia. Namun,
keduanya terkait dengan angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan. TIPS
efektif pada beberapa pasien, khususnya pasien dengan trombositopenia berat;
Namun, itu bukan intervensi yang terbukti. Beberapa penelitian ada tentang
keefektifan TIPS, dan tidak jelas pasien mana yang akan merespons karena
mekanisme koreksi trombositopenia yang tidak diketahui.4
Kemajuan terbaru dalam pengelolaan trombositopenia termasuk
penggunaan agonis reseptor TPO, terutama pada pasien yang dianggap kandidat
bedah yang buruk. Obat-obatan ini bekerja pada reseptor TPO manusia (c-mpl),
sehingga mendorong proliferasi megakariosit dan meningkatkan jumlah
trombosit. Obat pertama, eltrombopag, disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) AS pada 2008 untuk pengobatan idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP). Dalam studi oleh Afdhal et al., Eltrombopag
mengurangi kebutuhan transfusi pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
menjalani prosedur invasif elektif, tetapi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko
trombosis vena portal. Akibatnya, eltrombopag tidak dianjurkan untuk pasien
penyakit hati kronis yang sedang menjalani prosedur elektif. Dua obat baru,
avatrombopag dan lusutrombopag, disetujui FDA pada 2018; disetujui secara
khusus untuk pasien dengan penyakit hati yang dijadwalkan untuk menjalani
prosedur. Keduanya terbukti memiliki insiden transfusi trombosit yang lebih
rendah sebelum prosedur dan risiko perdarahan terkait yang lebih rendah pasca
prosedur. Selain itu, agonis reseptor TPO telah terbukti mengurangi biaya sekitar
$ 500 jika dibandingkan dengan biaya beberapa transfusi trombosit.4

Kesimpulannya, trombositopenia berperan penting dalam penatalaksanaan


pasien penyakit hati kronis dan sirosis. Berbagai mekanisme dapat berkontribusi
pada perkembangan trombositopenia, dan sejumlah pilihan manajemen tersedia
untuk pengobatannya, dengan hasil awal yang menjanjikan dicatat di antara
agonis reseptor TPO yang baru disetujui. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menyelidiki hubungan morbiditas dan mortalitas dengan trombositopenia dan
peran agonis reseptor TPO dalam meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien
dengan penyakit hati kronis dan sirosis.4
DAFTAR PUSKATA

1. Robert L. Gauer, Md. Michael M. Braun. 2016. Thrombocytopenia.


American Family Physician, 85(6), 612-622.
2. Maxine A. Papadakis. Stephen J. McPhee. 2016. CURRENT Medical
Diagnosis and Treatment. United States of America: Publisher Services.
3. Siti Nurdjanah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
4. Andrew H. Moore, M.D. 2019. Thrombocytopenia in Cirrhosis: a review
of Pathophysiology and Management Options. An Official Learning
Resource of AASLD, 14(5), 183-186.

Anda mungkin juga menyukai