Ringkasan Eksekutif
Peta Komposit dan Individu
https://investor.id/business/indeks-ketahanan-pangan-indonesia-masih-rendah
Rumusan
Kegunaan -Mengetahui ketahanan pangan suatu daerah
https://fin.co.id/2020/09/18/ada-tiga-faktor-indeks-ketahanan-pangan-turun/
18 September 2020
Jatim Newsroom- Pandemi Covid-19 yang belum kunjung reda membuat berbagai sektor
mengalami penurunan. Meski sektor pertanian pada semester pertama 2020 mengalami
pertumbuhan, namun indeks ketahanan pangan pada akhir tahun diprediksi akan turun,
karena menurunnya daya beli masyarakat.
Guru Besar IPB University, Prof. Dwi Andreas Sentosa mengatakan, pandemi Covid-19
menyebabkan daya beli masyarakat mengalami penurunan. Bahkan diiperkirakan statistik
kemiskinan juga akan meningkat, bukan hanya di perkotaan, tapi juga perdesaan.
“Kondisi ini juga membuat nilai abosolut atau indeks ketahanan pangan tahun ini lebih
rendah dari tahun 2019 sebesar 62,2. Tahun indeks ketahanan pangan akan lebih rendah
dari angka tersebut. Saya perkirakan angkanya akan terjun di angka 50. Bahkan hingga
tahun depan,” tutur Dwi Andreas dalam keterangan persnya terkait Resesi Ekonomi dan
Pengaruhnya terhadap Ketahanan Pangan, Kamis (17/9).
Karena itu Dwi Andreas menilai, ada tiga faktor yang menyebabkan indeks ketahanan
pangan turun. Pertama, produksi padi yang turun dari ke tahun, sehingga berpengaruh
terhadap ketersediaan beras. Kedua, kapasitas masyarakat untuk mengakses pangan
masyarakat turun. Ketiga, karena kapasitas masyarakat turun, membuat kualitas pangan
juga menurun. “Agregat dari tiga faktor itu membuat indeks ketahanan pangan juga turun,”
ujarnya.
Meski indeks ketahanan pangan turun, namun Dwi Andreas melihat krisis pangan tidak akan
terjadi di Indonesia. Sebab, dari sisi stok pangan, khususnya beras relatif cukup besar,
bahkan di pasar internasional. “Indeks ketahanan pangan ini bukan karena faktor
ketersediaan, tapi kemampuan akses pangan masyarakat,” tuturnya.
Dwi Andreas mengakui, sektor pertanian memang tumbuh positif dibandingkan yang lain.
Namun pertumbuhan tersebut karena pola panen padi yang mengalami pergeseran satu
bulan. “Jika selama ini puncak panen terjadi Februari-Maret, tahun ini menjadi April-Mei,”
katanya.
Pertanyaannya bagaimana dengan kuartal ketiga? Dwi Andreas memastikan bakal terjadi
penurunan . Meski penurunannya pada kuartal kedua tidak terlalu besar dari kuartal
pertama. Namun penurunan akan terjadi cukup tajam di kuartal ketiga, bahkan pada kuartal
keempat akan turun lagi.
“Jadi quarter to quarter akan turun, tapi pertumbuhan PDB pertanian masih ditolong dengan
devisa dari kelapa sawit,” ujarnya. Namun lanjut Dwi Andreas, jika melihat pola produksi
pangan, khususnya padi, memang pola pertumbuhan dari tahun ke tahun seperti itu, quarter
keempat akan lebih rendah dari quarter ketiga dan kedua.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI, Mindo Sianipar mengatakan, dampak pandemi
Covid-19 membuat banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga membuat
masyarakat yang semula tinggal di kota kembali ke desa. “Pertanyaannya, mampukah desa
untuk meneriam beban tersebut,” ujarnya.
Untuk itu Mindo berharap, pemerintah harus mendorong agar daya tahan desa meningkat.
Jadi dalam kondisi pandemi, jangan disamakan bantuan ke masyarakat seperti mengatasi
banjir dengan bantuan berton-ton beras yang langunsg habis.
https://www.antaranews.com/berita/1869076/bkp-indeks-ketahan-pangan-
sempat-turun-saat-pandemi-covid-19
Salah satu contoh program perluasan areal tanam baru adalah 165.000
hektare di Kalimantan Tengah yang bisa digunakan untuk menanam padi,
jagung, bawang merah, dan cabai.
Menurut Bernadia, krisis pangan di Indonesia maupun dunia bisa terjadi tidak
hanya karena pandemi COVID-19, tetapi juga karena perubahan iklim global.
"Sistem logistik pangan dan rantai pasok pangan yang terganggu bisa
menyebabkan masyarakat kehilangan akses pangan," tuturnya.
Menurut alumini IPB ini, Indonesia memiliki kekuatan lahan yang luas dan
subur, serta letak geografis yang menguntungkan sehingga sebagai wilayah
tropis, aneka jenis tanaman dapat tumbuh subur menjadi kekuatan dari
Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementan, Ketut
Kariyasa mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian ( Kementan )
terus berupaya meningkatkan produktivitas sektor pangan, seperti
pengembangan lahan suboptimal, pemberian bantuan sarana dan prasarana
pertanian untuk petani, serta program upaya khusus (Upsus) padi, jagung, dan
kedelai.
Menurut Ketut, kerja keras yang dibangun selama ini pun berhasil
meningkatkan produksi pangan dalam negeri yang berdampak langsung pada
menurunnya inflasi secara drastis. Penurunan ini bisa dilihat melalui data 2014,
tercatat 10,57%. Di 2017 angkanya turun fantastis menjadi 1,26% dan menjadi
inflasi terendah dalam sejarah Indonesia.
Tercatat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2013, ekspor produk
pertanian Indonesia masih sekitar 33,5 juta ton. Lalu pada 2014 dan 2016
meningkat menjadi 36,1 juta ton dan 40,4 juta ton. Pada 2017 dan 2018
kembali meningkat menjadi 41,3 juta ton dan 42,5 juta ton.
Nilai ekspor produk pertanian juga terus meningkat. Pada 2013, nilai ekspor
produk pertanian Indonesia sebesar Rp320,9 triliun. Sementara pada 2014 dan
2016 meningkat menjadi Rp368,4 triliun dan Rp375,5 triliun.
Availability
Strengths (9)
100
Presence and quality of food safety net programmes
100
Nutritional standards
97.1
Change in average food costs
View all strengths
Challenges (4)
0.7
Public expenditure on agricultural R&D
10
Gross domestic product per capita (US$ PPP)
18.9
Protein quality
View all challenges
General Information
Indonesia vs. all index countries
GDP($PPP)
3,753 billion
Population
265.3 million
Land Area
1,811,570 sq km
Prevalence of undernourishment
8.3 %
Intensity of food deprivation
53 kcal/person/day
Human Development Index
0.69 Rating 0-1
Low High
58
category rank
AFFORDABILITY
70.4 category score
Indicator score
score
Indicator score
score
84
category rank
QUALITY AND SAFETY
47.1 category score
Indicator score
score
Indonesia
Asia & Pacific
All index countries
FREE
Download the index
December 2019 Model
(Excel file 4mb)
LONGITUDEOVERALL SCORE (0-100)-180°-120°-60°0°60°120°180°0102030405060708090100
Longitude
Longitude
Overall score
Overall score
Population
Population
Neutral
Neutral
Horizontal axis Vertical axis Bubble size Bubble brightness
The EIU
EIU.com
The Economist Group
The Economist
Privacy
Privacy policy
Cookies
Terms of use
Indeks Ketahanan
Pangan Indonesia
Melesat Tahun Ini
Kamis, 1 November 2018 17:21 WIB
https://www.tribunnews.com/nasional/2018/11/01/indeks-ketahanan-pangan-indonesia-
melesat-tahun-ini
https://www.bps.go.id/news/2015/05/06/110/indeks-ketahanan-pangan.htm
Sensus Pertanian (ST2013) telah dilaksanakan oleh BPS dengan beberapa perubahan dari ST
sebelumnya. Perubahan tersebut antara lain cakupan, unit pencacahan, konsep rumah tangga
pertanian, populasi komoditi pertanian, bahkan petugas serta kuesioner. Beberapa tahapan mulai dari
pencacahan lengkap usaha pertanian, dilanjutkan pencacahan rinci dengan Survei Pendapatan Rumah
Tangga Usaha Pertanian (SPP) serta Survei Struktur Ongkos Komoditas Pertanian Strategis dalam
setiap subsektor pertanian telah dilaksanakan demi menyediakan data statistik berkualitas untuk
kesejahteraan petani yang lebih baik.
Seiring proses berjalan, diseminasi hasil ST2013 juga dilakukan secara bertahap mulai dari
angka sementara, angka tetap, dan populasi menurut subsektor. Untuk melengkapinya, BPS juga
menyajikan beberapa analisis berdasarkan hasil ST2013 seperti analisis potensi pertanian hasil
pendataan lengkap ST2013, analisis sosial ekonomi petani serta analisis profil subsektor unggulan.
Upaya ini merupakan bagian tanggung jawab BPS menyediakan informasi strategis bagi pemerintah
untuk pengambilan kebijakan dalam hal statistik pertanian.
Banyak informasi berguna yang bisa didapat dari ST2013, salah satunya mengenai pangan.
Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang pangan maka negara
berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Sehubungan dengan itu,
Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik (DAPS) berusaha memanfaatkan secara optimal data
ST2013 tersebut, salah satunya dengan menyusun Indeks Ketahanan Pangan (IKP). Menggelar sebuah
workshop bertajuk Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Usaha Pertanian di Jakarta tanggal 15–18
Oktober 2014, Margo Yuwono, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik dan tim DAPS
menyampaikan pemanfaatan data ST2013 untuk penghitungan IKP.
Data IKP dapat menjelaskan ketahanan pangan suatu daerah. Indeks ini disusun dari tiga
dimensi yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan/akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Data
untuk penghitungan bersumber dari hasil SPP. Keterbatasan data pada survei ini menyebabkan IKP
dihitung melalui pendekatan skoring jawaban-jawaban pada kuesioner yang dikelompokkan menjadi
tiga dimensi. Keterbatasan itu pula menyebabkan dimensi ketersediaan pangan hanya diwakili oleh
aspek kecukupan pangan. Dimensi keterjangkauan/akses pangan diwakili aspek keterjangkauan fisik,
ekonomi, dan sosial. Sementara untuk dimensi pemanfaatan pangan diwakili oleh dua aspek, yaitu
aspek kecukupan asupan serta aspek kualitas air.
Aspek kecukupan pangan dilihat dari tiga indikator yaitu kecukupan persediaan pangan, tidak
kekurangan pangan ,dan ketakutan kekurangan pangan. Indikator tersebut diperoleh dari kuesioner
SPP dengan pemberian skor.
Aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial diperoleh dari tiga indikator yaitu indikator
pangan yang diproduksi di kecamatan, indikator tidak mengalami kesulitan menjangkau pembelian
serta indikator harga pembelian tidak tinggi.
Aspek kecukupan asupan dideteksi dari indikator tidak ada balita yang kurang gizi atau berat
badan yang rendah serta indikator tidak adanya balita yang meninggal karena sakit.
Aspek kualitas air diwakili oleh indikator sumber air minum utama dan indikator sumber air
untuk memasak. Semakin baik kualitas air yang dimanfaatkan rumah tangga akan menghindarkan
anggota rumah tangga mengalami kesehatan yang buruk.
Alhasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan rumah tangga
pada beberapa provinsi. Secara umum, nilai IKP Kawasan Timur Indonesia masih tertinggal
dibandingkan Kawasan Barat Indonesia. Perbandingan antarpulau menunjukkan hanya Pulau Jawa
yang nilainya di atas rata-rata nilai IKP Nasional. IKP Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Tanaman
Pangan mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan subsektor lainnya karena berkaitan dengan
ketersediaan pangan. Di sisi lain tidak ada perbedaan IKP yang signifikan antar jenis pendapatan
rumah tangga. Artinya, dengan pendapatan sebesar apapun bukan hal yang sulit bagi RTUP untuk
mendapatkan bahan pangan.
Seberapa Kuat Ketahanan Pangan Indonesia?
Ketahanan pangan tak cuma soal impor atau narasi swasembada, tapi
bagaimana negara seperti Singapura justru dianggap punya indeks
ketahanan pangan yang mumpuni. tirto.id –
WE Online, Jakarta -
Dalam suatu negara, kebutuhan pangan merupakan hak yang harus dipenuhi
oleh setiap warga negara. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar
manusia untuk tetap bertahan hidup. Di Indonesia hal tersebut sudah jelas diatur
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal ini
menegaskan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama
dan pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia.
Menurut Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, ketahanan
pangan merupakan kondisi terpenuhinya pasokan pangan dalam suatu negara
hingga titik terkecil yaitu perorangan agar hidup dengan sehat maupun aktif
berkelanjutan ke depannya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga
disebutkan bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan
tingkat rumah tangga. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pangan harus dapat
diakses dengan mudah bagi rumah tangga.
Berdasarkan data dari The Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2014
hingga 2018, indeks ketahanan pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang
cukup signifikan. Pada tahun 2014 mencapai 46,5 indeks dan di tahun 2018
mencapai 54,8 indeks. Indeks ketahanan pangan di Indonesia terlihat membaik
sepanjang tahun 2014 hingga 2018.
Selain itu, sepanjang tahun 2014 sampai 2018 indeks ketahanan pangan secara
global menurut data dari Global Food Security Index (GFSI) Indonesia berada
pada peringkat ke 65 dunia dan peringkat ke-5 di ASEAN.
Baca Juga: Kadin: Sektor Pangan Penyumbang Tertinggi PMDN Rp7 Triliun
Penilaian indeks ketahanan pangan terdiri dari empat aspek.
Pertama, affordability terkait dengan cara memotong rantai pasok yang panjang.
Kedua, availability yaitu, terjaganya penawaran. Lalu ketiga, quality and
safety terkait kualitas dan keamanan standar nutrisi dan pengawasan impor dan
keempat natural resources and resilience terkait dengan lahan dan produksi
pangan.
Ketahanan pangan Indonesia dari aspek keterjangkauan memperoleh skor 55,2
berada di peringkat 63 dari 113 negara. Kemudian skor dari aspek ketersediaan
58,2 (peringkat 58), dari aspek kualitas dan keamanan memperoleh skor 44,5
(peringkat 84) serta dari faktor sumber daya alam memperoleh skor 43,9
(peringkat 111).
Capaian indeks ketahanan pangan tersebut merupakan prestasi bagi pemerintah
terutama Kementerian Pertanian. Pemerintah sudah berusaha untuk
memperlihatkan capaiannya secara perlahan pada ketahanan pangan. Patut
diapresiasi untuk pemerintah karena dengan banyaknya tantangan salah satunya
selalu meningkatknya laju pertumbuhan penduduk tiap tahunnya sekitar 2,5 juta
orang, pemerintah mampu memantapkan ketahanan pangan.
Dengan memiliki lahan yang luas dan subur, letak geografis yang beruntung
karena di wilayah tropis mengakibatkan aneka jenis tanaman dapat tumbuh
subur menjadi kekuatan dari Indonesia. Hal-hal tersebut sudah dibuktikan
dengan membaiknya indeks ketahanan pangan secara nasional maupun global.
Mengatasi
kendala
perbaikan
kesehatan ibu
dan anak di pulau
Komodo
Asupan ikan laut, sumber nutrisi penting terhambat karena
mitos lokal
https://forestsnews.cifor.org/65284/mengatasi-kendala-
perbaikan-kesehatan-ibu-dan-anak-di-pulau-komodo
Penangkapan ikan skala kecil dapat memberi manfaat baik dari segi
pemenuhan nutrisi maupun ekonomi bagi perempuan. Sayangnya, meski
di beberapa daerah persediaan ikan melimpah, kekurangan gizi kerap
terjadi. Hal ini seringkali disebabkan karena keterbatasan ekonomi serta
pantangan sosial untuk mengonsumi ikan.
Selain menilai kualitas pangan bagi perempuan dan anak, penelitian ini
berfokus pada tiga komunitas di kabupaten Komodo, provinsi Nusa
Tenggara Timur.
“Hanya karena ikan banyak tersedia atau dapat dipanen, bukan berarti
ikan-ikan ini akan dikonsumsi di tingkat rumah tangga atau produsen,
banyak faktor lain yang menentukan bagaimana uang yang diperoleh dari
hasil tangkapan ikan ini akan digunakan, dan itu terkadang tidak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan padat nutrisi,” kata Gibson,
yang melakukan penelitian kolaboratif dengan Terry Sunderland, ilmuwan
asosiasi Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan profesor
di Fakultas Kehutanan di Universitas British Columbia di Kanada.
Para peneliti menemukan bahwa ikan adalah sumber protein hewani yang
paling sering dikonsumsi oleh para ibu, dengan sekitar 90 persen
mengonsumsinya setiap hari. Ikan juga merupakan sumber protein hewani
yang paling sering dikonsumsi oleh anak-anak, dengan 58 persen
mengonsumsinya di musim hujan dan 80 persen mengonsumsinya di
musim kemarau.
Namun, para peneliti menemukan bahwa lebih dari tiga perempat bayi
(usia 6-11 bulan) tidak mengonsumsi ikan. Hanya 12,5 persen yang
mengonsumsinya di musim hujan dan hanya 20 persen yang
mengonsumsinya di musim kemarau.
Ditemukan bahwa banyak ibu tidak memberikan ikan untuk bayi dan
anak-anak mereka karena diyakini dapat menyebabkan alergi atau sakit
perut.
Mencari Solusi
“Namun, akan lebih baik untuk membangun hubungan dan sinergi pada
seluruh program sektoral untuk mencapai pemenuhan gizi yang lebih
baik.”