Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk pemeluk agama islam. Sebagian hukum
islam telah berlaku di Nusantara sejak jaman kerajaan kerajaan islam. Islam sebagai agama
mayoritas bangsa Indonesia mempengaruhi pandangan hidup bangsa ini sepanjang sejarah,
termasuk hukum. Hukum islam selalu menarik untuk dibicarakan, dimana ada penganutnya,
maka ruang itu akan terisi bangunan dan system hukum akan terbentuk. Sebab hukum islam
mengikuti dimana orang itu berada. Indonesia sebagai salah satu negara yang penduduknya
mayoritas beragama islam, tentunya tidak terlepas dari hukum islam sebagai seperangkat aturan
yang mengatur kehidupan warganya yang beragama islam dalam kehidupan sehari hari dan
masalah yang berhubungan dengan peribadatan hingga bagaimana berinteraksi secara luas dalam
kehidupan social kemasyarakatan.

Walaupun jumlah penduduk Indonesia adalah mayoritas islam, pelaksanaan hukum di setiap
daerah berbeda beda sesuai dengan kondisi, nilai nilai dan lingkungan masyarakat dari daerah
tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian dari Hukum Islam?

2. Apa saja Ciri dan Ruang Lingkup dari Hukum Islam?

3. Apa saja sumber Hukum Islam?

4. Apa Tujuan dari Hukum Islam?

5. Apa saja implementasi hukum islam di Indonesia?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian hukum islam

2. Mengetahui ciri dan ruang lingkup hukum islam

3. Mengetahui Sumber Hukum Islam

4. Mengetahui implementasi hukum islam sehingga dapat mengimplementasikannya dalam


kehidupan sehari hari.
BAB 2

PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN HUKUM ISLAM

Secara umum, hukum dapat didefinisikan sebangai peraturan yang dibuat oleh penguasa atau
adat yang berlaku bagi semua orang di suatu massyarakat, undang undang untuk mengatur
pergaulan hidup manusia, patokan atau kaidah mengenai suatu peristiwa, atau ketetapan yang
ditetapkan oleh hakim.

Hukum islam adalah system kaidah kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah Swt. Dan sunnah
rasul mengenai tingkah laku mukalaf(orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui
dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Hukum islam yang mengatur hubungan
manusia secara vertical dengan Allah Swt., maupun yang mengatur hubungan dengan sesama
manusia. Islam diyakini sebagai agama yang universal, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Oleh karena itu, Islam seharusnya dapat diterima oleh setiap manusia, tanpa harus ada
pertentangan dengan situasi dan kondisi di mana manusia itu berada. Islam dapat berhadapan
dengan masyarakat modern, sebagaimana ia dapat berhadapan dengan masyarakat yang
bersahaja. Ketika berhadapan dengan masyarakat modern dengan tantangan modernitasnya,
Islam dituntut dapat menghadapi tantangan modernitas.

Hukum Islam adalah hukum yang bersifat universal, karena merupakan bagian dari agama Islam
yang universal sifatnya. Maka otomatis hukum Islam berlaku bagi orang Islam di manapun ia
berada, apapun nasionalitasnya. Hukum Islam adalah bagian dari hukum nasional adalah hukum
yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu. Dalam kasus Indonesia,
hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia merdeka dan berlaku
bagi penduduk Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat muslim lebih banyak dibandingkan
dengan masyarakat yang beragama lain. Masyarakat yang lebih banyak tersebut berperan lebih
besar dalam menjalankan ajaran agamanya khususnya dalam menerapkan hukum Islam. Dalam
menerapkan hukum Islam tersebut membutuhkan kajian yang komprehensif dan menyeluruh
dengan mempertimbangkan eksistensi masyarakat yang akan melaksanakan aturan/hukum
tersebut, yang bukan hanya masyarakat muslim tetapi juga masyarakat umat lain (non muslim)
yang ada di Indonesia.

Kajian keberadaan hukum Islam dalam konteks ini dimaksudkan untuk mengenal dan
menganalisis hukum Islam dalam konteks budaya hukum Indonesia sebagai sesuatu yang hidup
dan berkembang secara dinamis. Setiap masyarakat memiliki ciri khas dan karakter-karakter
sendiri, termasuk budaya hukum. Budaya hukum tersebut berasal dari berbagai sumber, antara
lain norma-norma sosial kemasyarakatan yang dipegang teguh dan diyakini mampu mengatur
lingkungan social kemasyarakatan. Dalam konteks keindonesiaan, maka hukum Islam diyakini
sebagian besar umat Islam Indonesia sebagai sesuatu norma hukum yang benar mempunyai
peran dominan dalam mengatur budaya hukum tersebut.

Salah satu fungsi hukum Islam (syariat Islam) adalah sebagai nilai-nilai normatif, yang dapat
memberikan legitimasi terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki dalam penyelarasan
antara ajaran Islam dan dinamika sosial. Dengan demikian, hukum Islam berfungsi ganda.
Sebagai hukum, ia berusaha mengatur tingkah laku manusia (umat Islam) sesuai dengan citra
Islam, dan sebagai norma ia memberikan legitimasi ataupun larangan-larangan tertentu dalam
konteks spiritual. Syariat Islam adalah bagian dari agama, dan agama bagi umat Islam
mengandung dua sisi; pertama adalah apa yang harus diyakininya, ketentuan tentang apa yang
harus diyakininya disebut akidah, dan kedua apa yang harus diamalkannya, petunjuk tentang apa
yang harus diamalkannya disebut syariat.

Dasar Hukum islam ada dua macam :

A. Syariah

Arti dasar Syariah adalah menuju air. Air adalah symbol kehidupan, artinya setiap
manusiamemerlukan syariah untuk melangsungkan kehidupannya. Syariah melarang perbuatan
zina yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan hidup. Misalnya, jika zina tidak dilarang
maka wabah virus AIDS akan mewabah secara universal.

Syariah juga diartikan perintah dari Allah untuk mengatur hubungan antara manusia dengn
Allah, manusia dengan manusia lain, dan antara manusia dengan alam semesta. Contoh
hubungan manusia dengan Allah adalah shalat, doa, dzikir. Contoh syariah mengenai hubungan
manusia dengan sesame manusia adalah silahtirahmu dan tolong menolong dalam kebaikan dan
ketaqwaan. Contoh hubungan manusia dengan alam semsta adalah larangan berbuat kerusakan di
muka bumi.

Syariah merupakan aturan yang mutlak benar, tidak bisa dan tidak boleh dirubah, diterima
manusia aatas dasr iman untuk dilaksanakan.

B. Fiqih

Kata fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti paham atau mengerti. Kumpulan pemahaman
sistematis terhadap perattturan peraturan Allah disebut Ilmu Fiqih.

Potongan ayat liyataffaqu fid din inilah yg menunjukkan fiqih identik dengan agama. Atas dasar
perkembangan ilmu, pada akhir abad II H dan seterusnya, ilmu fikih merupakan salah satu
bagian dari syari’ah, sejajar dengan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu hadist, tafirs, dan akhlaq. Ilmu
fikih mengkhususkan pada aturan perilaku manusia yang dipandang dari salah satu lima aturan
hukum (ahkam al-khamsah) yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Seseorang sekuat
mungkin jangan berada dalam bilik haram dan makruh artinya jangan berbuat sesuatu yang
hukumnya haram atau makruh. Karenanya akan merugi besar kalau seseorang terlalu lama
berada di ranah haram karena akibatnya adalah dosa yg berujung pada adzab atau siksaan; siksa
dunia, kubur, dan akhirat. Sementara itu, NKRI adalah Negara Pancasila, dalam arti bukan
negara agama maupun negara sekuler, disamping berjiwa bhinneka tunggal ika. Dalam negara ini
memerlukan berbagai macam hukum perundangan, yaitu hukum Islam, hukum positif, dan
hukum adat. Syariah dimasukkan dalam hukum Islam. Tetapi di sisi lain, terapan istilah syariah
dipadankan dengan istilah Islamic law dengan menggunakan istilah asing Islamic jurisprudence.

1.2 CIRI HUKUM ISLAM


A. PENGERTIAN HUKUM ISLAM

Bagi setiap Muslim, semua yang dilakukan dalam kehidupannya harus sesuai dengan perintah
Allah SWT sebagai bukti dari keimanan kepada-Nya. Perintah atau kehendak Allah yang
berhubungan dengan perbuatan manusia, di kalangan ahli ushul di sebut “hukum syara‟”,
sedangkan bagi kalangan ahli fiqh, “hukum syara‟” adalah pengaruh titah/ perintah Allah
terhadap perbuatan manusia tersebut.

Semua kehendak Allah tentang perbuatan manusia itu pada dasarnya terdapat dalam al-Qur‟an
dan penjelasan-Nya ada dalam sunnah Nabi. Tidak ada satu hal pun yang luput dari al-Qur‟an.
Namun al-Qur‟an itu bukanlah kitab hukum dalam pengertian ahli fiqh karena di dalamnya
hanya terkandung titah dalam bentuk suruhan dan larangan atau ungkapan lain yang bersamaan
dengan itu; dengan istilah lain, al-Qur‟an itu mengandung norma hukum.

Jika berbicara tentang hukum, secara sederhana yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan
diteguhkan oleh penguasa.

Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin juga berupa
hukum yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum barat. Dalam konsepsi
perundangundangan yang diatur oleh hukum hanyalah hubungan manusia dengan manusia lain
dan benda dalam masyarakat.

Kata hukum yang berasal dari kata ( ‫ حكم‬, ‫ ) م ك ح‬mengandung makna mencegah atau menolak,
yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiyaan dan menolak
bentuk kemafsadatan lainnya.

Dasar dan kerangka hukum islam ditetapkan oleh Allah SWT, tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan
lainya, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia mempunyai berbagai hubungan.
Interaksi manusia dengan manusia dalam berbagai hubungan itu diatur oleh seperangkat ukuran
tingkah laku yang di dalam bahasa Arab disebut hukm jamaknya ahkam.

Islam adalah agama yang sempurna yang ajarannya mencakup keseluruhan aspek kehidupan
manusia, mengatur mulai dari hal-hal kecil sampai hal-hal yang besar. Salah satunya adalah
masalah aturan atau hukum, baik individual maupun sosial. Hukum Islam biasanya disebut
dengan beberapa istilah atau nama yang masing-masing menggambarkan sisi atau karakteristik
tertentu dari hukum tersebut. Setidaknya ada empat nama yang sering dikaitkan kepada hukum
Islam, yaitu Syariah, fiqih, hukum syarak, dan qanun. Dalam arti lain disebutkan, hukum Islam
adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.
Dalam sistem hukum Islam ada lima kaidah yang dipergunakan sebagai patokan mengukur
perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun lapangan muamalah kelima jenis kaidah
tersebut, disebut alahkam al-khamsah atau penggolongan hukum yang lima, yaitu ja’iz atau
mubah atau ibadah, sunah, sunah, makruh, wajib dan haram.

Penggolongan hukum yang lima atau disebut juga lima kategori hukum, di dalam kepustakaan
hukum islam disebut juga hukum taklifi yaitu norma atau kaidah hukum islam yang mungkin
mengandung kewenangan terbuka,

- Kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak suatu perbuatan, yang disebut ja’iz,
mubah atau ibadah.
- Mengandung anjuran yang jelas manfaatnya bagi pelaku (sunah)
- Mengandung kaidah yang jelas tidak berguna dan akan merugikan orang yang
melakukanya (makruh).
- Mengandung perintah wajib dilakukan (fardhu atau wajib)
- Mengandung larangan untuk dilakukan (haram)

Definisi syari’at secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus
diikuti oleh setiap Muslimin. Syaria’at merupakan jalan hidup orang muslim.

Definisi hukum Islam adalah syari’at yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah untuk
umatnya yang dibawa oleh Nabi saw., baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(akidah) maupun hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh
semua umat muslim.

B. RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM

Yang dimaksud dengan ruang lingkup hukum Islam adalah bidang-bidang hukum yang menjadi
bagian dari hukum Islam. Hukum islam tidak membedakan antara hukum perdata dengan hukum
public, karena menurut hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada
hukum publik ada segi-segi perdatanya.

Ruang lingkup hukum Islam diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah, contohnya Sholat, zakat, puasa, dan
haji.
2. Hukum yang berkaitan dengan kemasyarakatan, misalnya : munakahat, dan muamalah.

Para ulama membagi ruang lingkup Hukum Islam (fiqh) menjadi dua yaitu

a. Ahkam Al-Ibadat

Ahkam al-Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya. Ahkam Al-Ibadat ini dibedakan kepada Ibadat Mahdlah dan Ibadat Ghair
Mahdlah.
b. Ahkam Al-Mu’amalat

Ahkam Al-Mu’amalat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan antar
manusia (makhluk), yang terdiri dari:

(1) Ahkam Al-Ahwal Al-Syahsiyat (Hukum orang dan keluarga), yaitu hukum tentang orang
(subyek umum) dan hukum keluarga, seperti hukum perkawinan;

(2) Ahkam Al-Madaniyat (Hukum Benda), yaitu hukum yang mengatur masalah yang berkaitan
dengan benda, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, penyelesaian harta warisan
atau hukum warisan;

(3) Al-Ahkam Al-Jinayat (Hukum Pidana Islam), yaitu hukum yang berhubungan dengan
perbuatan yang dilarang atau tindak pidana (delict, jarimah) dan ancaman atau sanksi hukuman
bagi yang melanggarnya (uqubat);

(4) Al-Ahkam Al-Qadla wa Al-Marafa‟at (Hukum acara), yaitu hukum yang berkaitan dengan
acara di peradilan (hukum formil), umpama aturan yang berkaitan dengan alat-alat butti, seperti
saksi, pengakuan dan sumpah.

(5) Ahkam Al-Dusturiyah (Hukum Tata Negara dan Perundangundangan), yaitu hukum yang
berkaitan dengan masalah politik, seperti mengenai pengaturan dasar dan system Negara

C. TUJUAN HUKUM ISLAM

Kalau kita pelajari dengan seksama ketetapan Allah SWT dan ketentuan Rasul-Nya dalam al-
Qur’an dan kitab-kitab hadits yang sahih, kita akan mengetahui tujuan hukum Islam. Secara
umum sering disebutkan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia
dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau
menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain,
tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani,
individual dan social. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi juga
untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.

Abu Ishaq ash-Shabiti merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta, yang (kemudian) disepakati oleh ilmuan hukum Islam itu di dalam
kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-syari’ah (tujuan-tujuan hukum
Islam).

1. Pemeliharaan agama

Karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama Islam selain komponen-
komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap Muslim serta akhlak yang merupakan
sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syari‟at yang merupakan jalan hidup seorang muslim
baik dalam berhubungan dengan Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain
dan benda dalam masyarakat. Karena itulah maka hukum Islam wajib melindungi agama yang
dianut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut
keyakinan (agamanya).

2. Pemeliharaan jiwa

Karena itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang membunuh, hal tersebut termaktub dalam
firman Allah SWT Q.S. al-Isra’ ayat 33,

‫ف فِّى ْالقَ ْت ِل ۗ اِنَّهٗ َكانَ َم ْنصُوْ رًا‬ ٰ


ِ ‫ظلُوْ ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَا لِ َولِي ِّٖه س ُْلطنًا فَاَل يُس‬
ْ ‫ْر‬ ِّ ‫س الَّتِ ْي َح َّر َم هّٰللا ُ اِاَّل بِ ْال َح‬
ْ ‫ق ۗ َو َم ْن قُتِ َل َم‬ َ ‫َواَل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
۳۳ : ‫﴿اإلسراء‬

Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan
suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah
memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam
pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan. (QS. Al-Isra': 33)

Referensi: https://www.bayan.id/quran/17-33/

3. Pemeliharaan akal

Dengan mempergunakan akalnya, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan


teknologi. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam.
Oleh karena itu, pemeliharaan akal menjadi salah satu tujuan hukum Islam. Penggunaan akal itu
harus diarahkan pada hal-hal atau sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia,
tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan manusia. Dan untuk memelihara akal itulah maka
hukum Islam melarang orang meminum setiap minuman yang memabukkan yang disebut dengan
istilah khamr dalam Q.S. al-Maidah ayat 90,

َ ٰ ‫نصابُ َوٱأْل َ ْز ٰلَ ُم ِرجْ سٌ مِّنْ َع َم ِل ٱل َّشي‬


َ ‫ْط ِن َفٱجْ َت ِنبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح‬
‫ُون‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
َ َ ‫ِين َءا َم ُن ٓو ۟ا إِ َّن َما ْٱل َخمْ ُر َو ْٱل َميْسِ ُر َوٱأْل‬
Arti: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Referensi: https://tafsirweb.com/1974-quran-surat-al-maidah-ayat-90.html

4. Pemeliharaan Keturunan

Agar kemudian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan. Hal ini
tercermin dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk mendapat saling mewarisi.Misalnya,
Hukum kekeluargaan kewarisan Islam adalah hukum-hukum yang secara khusus diciptakan
Allah SWT untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan
ini perlu dicatat bahwa dalam al-Qur‟an, ayat-ayat hukum mengenai kedua bagian hukum Islam
ini diatur lebih rinci dan pasti dibandingkan dengan ayat-ayat hukum lainna. Maksudnya adalah
agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.

5. Pemeliharaan Harta

Menurut ajaran Islam, harta adalah pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat
mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum Islam
melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta
melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan Negara, misalnya dari penipuan dan
kejahatan lain terhadap harta orang lain. Peralihan harta seseorang setelah meninggal dunia pun
diatur secara rinci oleh hukum Islam agar peralihan itu dapat berlangsung dengan baik dan adil
berdasarkan fungsi dan tanggung jawab seseorang dalam kehidupan rumah tangga dan
masyarakat.

D. CIRI CIRI HUKUM ISLAM


1. Merupakan bagian dan bersumber dari agama islam.
2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak capat diisahkan dari iman atau akidah dan
kesusilaan atau akhlak Islam.
3. Mempunya dua istilah kunci yakni: syariat dan fiqih. Syariat terdiri dari wahyu Allah
SWT dan Sunah Nabi Muhammad SAW, sedang fiqih adalah pemahaman dan hasil
pemahaman manusia tentang syariat.
4. Terdiri dari dua bidang yakni: ibadah dan muamalah dalam arti yang luas. Ibadah bersifat
tertutup karena telah sempurna dan muamalah dalam arti khusus dan luas bersifat terbuka
untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syariat dari masa ke masa.
5. Struktur berlapis, terdiri dari nass atau teks al-Qur‟an, as-Sunah nabi Muhammad SAW,
hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang wahyu dcan sunah, pelaksanaanya
dalam praktik baik berupa keputusan hakim, maupun berupa amalan-amalan umat islam
dalam masyarakat.
6. Mendahulukan kewajiban daripada hak, amal dari pahala.

E. PRINSIP PRINSIP HUKUM ISLAM

Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :


1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada
dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat
La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali
Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan
ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai
manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan
sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan
penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan
apa yang diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi
dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang
yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47).

Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari
prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :

 Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara — Artinya bahwa
tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
 Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman,
penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur — Artinya hamba
Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas
kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum
ibadah sebagai berikut :

 Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ — yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib
dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya ;
 Al-masaqqah tujlibu at-taysiir — Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan
mendatangkan kemudahan
2. Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata
keadilan dalam al-Qur‟an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti
keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25.

Term „keadilan‟ pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja.
Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika
dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan
bukan karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula
mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah
sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan
bagi individu dan masyarakat.(10)

Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :

 QS. Al-Maidah : 8 — Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu,


adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan
mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi) ;
 QS. Al-An‟am : 152 — Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan
kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang ;
1. QS. An-Nisa : 128 — Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ;
2. QS. Al-Hujrat : 9 — Keadilan sesama muslim ;
3. QS. Al-An‟am :52 — Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus
dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban
tersebut.
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat
berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum
Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : ..

Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas;
apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit.

Teori „keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :

1. al-sala’h wa al-aslah dan


2. al-Husna wa al-qubh.
Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :

1. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” —
perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
2. Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif sehingga
dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik. Demikian halnya
dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan
buruk adalah masalah akal.
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan
benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi
social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran :
110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak
berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang
menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya,
baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin
berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun:
5)

5. Prinsip Persamaan/Egalite
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni
prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip
persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam
dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi
sosial seperti komunis.

6. Prinsip At-Ta‟awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai
prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7. Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya
hak-hak Islam dan ummatnya — tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak
merugikan agama Islam.

Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-
Qur‟an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak
mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup
toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan
hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.

F. HUKUM ISLAM YANG ADA DI INDONESIA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam menyelesaikan
makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
makalah “Pencegahan Covid-19 dengan Metode Social Distancing” dapat diselesaikan. Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Virologi. Penulis berharap makalah tentang
pencegahan virus corona dapat menjadi referensi bagi masyarakat agar tetap waspada di tengah
suasana tidak kondusif.

Penulis menyadari makalah bertema virus ini masih perlu banyak penyempurnaan karena
kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini
dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan
maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai