Anda di halaman 1dari 14

RESUME

MATERI BANK SYARIAH

Dosen Pengampuh

Ulfi Kartika Oktaviana,SE.,M.Ec

Oleh:

Falah Kartika Ramadhan (19520098)

UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


Fakultas Ekonomi
Akuntansi
2020
Menurut Salinan

“PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN”


NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK
KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH”
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia. Bank
Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah. Perubahan
kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah dapat dilakukan:
a. Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah
b. BPR menjadi BPRS.
Perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah hanya dapat dilakukan
dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. Bank Umum Konvensional yang akan melakukan
perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah harus memenuhi ketentuan mengenai
permodalan Bank Umum Syariah.

Menurut Salinan
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009
perihal Unit Usaha Syariah.

Apabila berdasarkan penelitian dan penilaian Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif


dimaksud memiliki rekam jejak negatif, maka BUK yang memiliki UUS wajib segera
membatalkan pengangkatan dan mengganti pejabat yang bersangkutan. Permohonan izin untuk
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat. BUK yang memiliki UUS wajib
menyusun kajian sebagai dasar untuk menetapkan rencana pembukaan, perubahan status,
pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor UUS dengan berpedoman. Permohonan izin
pembukaan KCS diajukan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9. Laporan rencana
pembukaan KCPS disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Bank Indonesia. daftar
pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan
oleh satuan kerja kepatuhan.
Menurut Salinan
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal
Bank Umum Syariah.
Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat Eksekutif dilaporkan oleh Bank
kepada Bank Indonesia. Bank wajib menyusun kajian sebagai dasar untuk menetapkan rencana
pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor Bank serta
rencana pembukaan, pemindahan, dan/atau penghentian kegiatan Layanan Syariah Bank (LSB)
Bank wajib mencantumkan kajian dalam lampiran rencana bisnis Bank terkait rencana
pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai rencana bisnis Bank. Kajian yang merupakan lampiran rencana bisnis Bank
sebagaimana disampaikan pertama kali paling lambat tanggal 28 Maret 2014. Permohonan izin
pembukaan KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12. Permohonan izin pembukaan kantor
perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan non
operasional diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18. Laporan rencana pembukaan kegiatan LSB
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18B

Menurut Salinan
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK
UMUM SYARIAH
Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah Bank Umum
Konvensional sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah. Kantor Kas yang selanjutnya disingkat KK adalah kantor Bank yang
kegiatan usahanya membantu KC atau KCP induknya, kecuali melakukan penyaluran dana,
dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi KK tersebut melakukan usahanya.
Kantor Fungsional yang selanjutnya disingkat KF adalah kantor Bank yang melakukan kegiatan
operasional atau non operasional secara terbatas dalam 1 (satu) kegiatan fungsional. Layanan
Syariah Bank yang selanjutnya disingkat LSB adalah kegiatan penghimpunan dana dan/atau
pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah, tidak termasuk kegiatan
penyaluran dana, yang dilakukan di jaringan kantor BUK untuk dan atas nama Bank. Jasa
Konsultasi adalah kegiatan konsultasi yang dilakukan antara Bank dan BUK dalam rangka
analisis risiko calon nasabah pembiayaan dan proyek yang akan dibiayai oleh Bank. Pejabat
Eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi dan/atau mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dan/atau operasional Bank, antara lain kepala
divisi, kepala Kanwil, kepala KC, kepala KF yang kedudukannya paling kurang setara dengan
kepala KC, kepala satuan kerja manajemen risiko, kepala satuan kerja kepatuhan, dan kepala
satuan kerja audit internal atau pejabat lainnya yang setara. Dewan Pengawas Syariah yang
selanjutnya disingkat DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah.

Menurut Salinan
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/14/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT
USAHA SYARIAH
Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Kantor Cabang Syariah yang selanjutnya disingkat KCS adalah kantor cabang UUS
yang bertanggung jawab kepada UUS pada BUK, dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai
dengan lokasi KCS tersebut melakukan usahanya. Kantor Kas Syariah yang selanjutnya
disingkat KKS adalah kantor UUS yang kegiatan usahanya membantu KCS atau KCPS
induknya, kecuali melakukan penyaluran dana, dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai
dengan lokasi KKS tersebut melakukan usahanya. Kantor Fungsional Syariah yang selanjutnya
disingkat KFS adalah kantor UUS yang melakukan kegiatan operasional atau non operasional
secara terbatas dalam 1 (satu) kegiatan fungsional. Layanan Syariah yang selanjutnya disingkat
LS adalah kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan, dan pemberian jasa perbankan lainnya
berdasarkan Prinsip Syariah yang dilakukan di kantorcabang konvensional atau kantor cabang
pembantu konvensional untuk dan atas nama KCS pada bank yang sama.
Menurut Salinan
SURATEDARAN
No. 15/44/DPbS
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah

Bank yang dapat mengajukan permohonan awal, permohonan penambahan plafon,


dan/atau permohonan perpanjangan FPJPS adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan
Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang
mencukupi. Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memiliki rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal
sesuai dengan profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. FPJPS diberikan
paling banyak sebesar plafon FPJPS yang dihitung berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan
likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku
berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia atas proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas)
hari kalender ke depan yang disampaikan oleh Bank. Selama periode pemberian FPJPS, Bank
penerima FPJPS tidak dapat menempatkan dana di Bank Indonesia. Bank Indonesia memperoleh
imbalan atas FPJPS yang digunakan Bank dengan nisbah bagi hasil ditetapkan sebesar 90%
(sembilan puluh persen) dari tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima
FPJPS.

Menurut Salinan
SURAT EDARAN
No. 15/26/DPbS
perihal: Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
Syariah menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi Bank Syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (PAPSI), dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. PAPSI
merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari beberapa Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi industri perbankan syariah. Metode
Pengakuan Pendapatan Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maka pengakuan
pendapatan murabahah untuk Bank Syariah dapat dilakukan dengan menggunakan metode
anuitas atau metode proporsional. Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode anuitas
atau metode proprosional hanya dapat digunakan untuk pengakuan pendapatan pembiayaan atas
dasar jual beli. Dalam praktik penyaluran pembiayaan murabahah, Bank Syariah dapat:
1. menerima pendapatan di luar marjin keuntungan seperti pendapatan administrasi;
dan/atau
2. mengeluarkan biaya yang terkait langsung dengan transaksi murabahah seperti biaya
komisi, biaya survei, dan biaya lain.
Bank Syariah wajib membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset keuangan
dan aset non keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Dalam rangka
menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Syariah wajib mempertimbangkan CKPN yang dibentuk
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia pada saat memperhitungkan cadangan kerugian aset
keuangan dan aset non keuangan Dalam hal terdapat selisih kurang antara CKPN yang dibentuk
oleh Bank Syariah dengan kewajiban pembentukan cadangan kerugian sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia maka kekurangan CKPN tersebut akan diperhitungkan sebagai pengurang faktor
modal inti dalam perhitungan rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM).

Menurut Salinan
No. 15/22/DPbS
Perihal : Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disebut DPS adalah dewan yang bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Penerapan Prinsip Syariah memiliki
risiko reputasi, risiko kepatuhan dan risiko hukum bagi BPRS, sehingga DPS harus memastikan
agar kegiatan usaha BPRS sesuai dengan Prinsip Syariah dan fatwa DSN-MUI. Pengawasan
penerapan Prinsip Syariah yang dilakukan oleh DPS adalah untuk memastikan kepatuhan
penerapan Prinsip Syariah. Dalam melakukan pengawasan terhadap produk dan aktivitas baru
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.memeriksa fatwa dan/atau akad yang digunakan dalam
produk dan aktivitas baru. mengkaji fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem dan
prosedur produk dan aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. BPRS
menyampaikan laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah yang disusun oleh DPS
secara semesteran kepada Bank Indonesia untuk posisi akhir bulan Juni dan bulan Desember.

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 15/ 8/DPbS
Perihal : Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan
Modal Inti.
Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah pembukaan
kantor Bank termasuk pembukaan kantor Bank yang berasal dari pemindahan alamat atau
perubahan status kantor Bank. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam
huruf B tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada zona yang sama dan tidak terdapat
peningkatan status kantor Bank. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam
huruf B tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada zona yang sama dan tidak terdapat
peningkatan status kantor Bank. Delivery channel dan layanan syariah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Umum Syariah atau Unit Usaha
Syariah, tidak diperhitungkan sebagai Pembukaan Jaringan Kantor Bank. Dalam rangka
Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri, Bank Indonesia mengelompokkan seluruh wilayah
provinsi di Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan Zona 6. Bank
Indonesia menetapkan biaya investasi pembukaan jaringan kantor berdasarkan jenis kantor Bank
berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi
dan jenis kantor untuk kantor yang sudah ada (existing) dan untuk rencana Pembukaan Jaringan
Kantor yang baru.

Menurut Salinan
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 14/20/PBI/2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG
FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH
BAGI BANK UMUM SYARIAH

Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan permohonan
untuk memperoleh FPJPS apabila memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital
adequacy ratio) paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai profil risiko
Bank. Bank mengajukan plafon FPJPS berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas
sampai dengan Bank memenuhi GWM dalam mata uang rupiah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pencairan FPJPS dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM
dalam mata uang rupiah. Agunan FPJPS harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam
surat pernyataan Direksi Bank kepada Bank Indonesia. ) Bank yang telah memperoleh FPJPS
dilarang untuk memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali agunan surat berharga yang
masih dalam status sebagai agunan FPJPS. Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar
aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan untuk menjadi agunan FPJPS. Bank dapat
menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset Pembiayaan yang memenuhi
persyaratan sebagai agunan FPJPS atau tidak mengalokasikan aset Pembiayaan sebagai agunan
untuk mengantisipasi kebutuhan FPJPS.

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 14/ 33 /DPbS
Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan
Kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Peningkatan permintaan pembiayaan kepemilikan rumah, dan pembiayaan kendaraan
bermotor yang sangat tinggi berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi BUS dan UUS.
sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi BUS dan UUS yang memiliki eksposur
pembiayaan properti yang besar. Pembiayaan Kepemilikan Rumah yang selanjutnya disebut
KPR iB adalah pemberian pembiayaan kepada nasabah dalam rangka kepemilikan rumah dengan
menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Financing to Value yang selanjutnya disebut
FTV adalah perbandingan antara nilai pembiayaan yang dapat diberikan oleh BUS atau UUS
terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian pembiayaan dalam rangka kepemilikan rumah.
Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) adalah musyarakah atau syirkah dalam rangka kepemilikan
rumah antara BUS atau UUS dengan nasabah, dimana penyertaan (sharing) kepemilikan rumah
oleh BUS atau UUS akan berkurang yang disebabkan pembelian secara bertahap oleh nasabah.
Uang Jaminan (Deposit) adalah uang yang harus diserahkan oleh nasabah kepada BUS atau UUS
dalam rangka kepemilikan rumah yang dilakukan dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
(IMBT). . Uang Muka (Down Payment) adalah pembayaran di muka atau uang muka secara
tunai yang sumber dananya dari debitur (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan
bermotor.

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 14/ 25 /DPbS
Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah
Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan sebagaimana
diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. Integritas, kompetensi dan
reputasi keuangan bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank
Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. Uji
kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap perpanjangan jabatan bagi anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing kecuali perpanjangan jabatan. Persyaratan laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari calon PSP badan hukum paling kurang terdiri dari laporan neraca dan perhitungan
laba rugi beserta penjelasannya yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. Dokumen permohonan
yang disampaikan Bank Syariah, UUS atau Kantor Perwakilan Bank Asing dinyatakan telah
lengkap, apabila seluruh dokumen persyaratan administratif dan dokumen pendukungnya telah
diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. calon anggota Dewan Komisaris dan calon
anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing melalui: a. penelitian administratif; dan b. wawancara. Uji kemampuan dan
kepatutan terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam butir I.2 meliputi pihak yang menjadi
PSP atau sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing, yang terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan keuangan,
reputasi keuangan dan/atau kompetensi. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan
setiap saat dalam rangka penilaian kembali apabila berdasarkan bukti, data dan/atau informasi
yang diperoleh dari hasil pengawasan maupun informasi lainnya terdapat indikasi permasalahan
integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi.

PERATURAN BANK INDONESIA


NOMOR 14/ 6 /PBI/2012
TENTANG
UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST)
BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
Pengendalian adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk memengaruhi pengelolaan
dan/atau kebijakan perusahaan, termasuk Bank Syariah, dengan cara apapun, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Direktur UUS adalah anggota Direksi Bank Umum
Konvensional atau pimpinan kantor cabang bank asing yang mengelola dan bertanggung jawab
terhadap operasional UUS. Pihak yang termasuk sebagai pengendali Bank Syariah dan UUS
wajib tunduk pada ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini. Pihak yang sedang menjalani
proses hukum dan/atau sedang menjalani proses uji kemampuan dan kepatutan pada suatu bank,
tidak dapat diajukan untuk menjadi calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota
Direksi Bank Syariah, atau calon Direktur UUS. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon
PSP dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan: a. integritas; dan b. kelayakan keuangan.
Atas permohonan untuk menjadi PSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Bank Indonesia
melakukan uji kemampuan dan kepatutan, yang meliputi:
a. penelitian administratif; dan
b. wawancara.
Uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi Bank Syariah dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan: a. integritas; b.
kompetensi; dan c. reputasi keuangan.

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 14/ 16 /DPbS
Perihal: Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Pembiayaan Kepemilikan Emas yang selanjutnya disebut PKE adalah pembiayaan untuk
kepemilikan emas dengan menggunakan akad murabahah. Bank Syariah atau UUS wajib
memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai, termasuk prosedur analisis yang
mendasarkan antara lain pada tingkat kemampuan membayar dari nasabah. Agunan PKE
ditetapkan sebagai berikut: a. diikat secara gadai; b. disimpan secara fisik di Bank Syariah atau
UUS; dan c. tidak dapat ditukar dengan agunan lain. Uang muka (down payment) PKE
ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga perolehan emas yang dibiayai oleh Bank
Syariah atau UUS, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling … a. paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen), untuk emas dalam bentuk lantakan
(batangan); dan/atau
b. paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen), untuk emas dalam bentuk perhiasan.
Bank Syariah atau UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas
yang digunakan sebagai agunan PKE. Apabila nasabah tidak dapat melunasi PKE pada saat jatuh
tempo dan/atau PKE digolongkan macet maka agunan dapat dieksekusi oleh Bank Syariah atau
UUS setelah melampaui 1 (satu) tahun sejak tanggal akad PKE.

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 14/ 7 /DPbS
Perihal: Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Qardh adalah suatu akad penyaluran dana oleh Bank Syariah atau UUS kepada nasabah sebagai
utang piutang dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana. Akad qardh terdiri
atas 2 (dua) macam:
a. akad qardh yang berdiri sendiri meliputi pembiayaan soisal, sumber dana dari modal, jumlah
pinjaman wajib yang sudah disepakati, dll.
b. akad qardh yang dilakukan bersamaan dengan transaksi lain yang menggunakan akad-akad
mu’awadhah (pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam produk yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan, dapat dilakukan antara lain dalam produk rahn emas, pembiayaan
pengurusan haji, pengalihan utang, syariah charge card, syariah card, dan anjak piutang syariah.
Qardh Beragun Emas adalah salah satu produk yang menggunakan akad qardh dengan agunan
berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan disimpan dan
dipelihara… dipelihara oleh Bank Syariah atau UUS selama jangka waktu tertentu dengan
membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas sebagai objek rahn yang diikat
dengan akad ijarah. ARAKTERISTIK PRODUK QARDH BERAGUN EMAS 1. Tujuan
penggunaan adalah untuk membiayai keperluan dana jangka pendek atau tambahan modal kerja
jangka pendek untuk golongan nasabah Usaha Mikro dan Kecil. Akad yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a. akad qardh, untuk pengikatan pinjaman dana yang disediakan Bank Syariah atau UUS kepada
nasabah;
b. akad rahn, untuk pengikatan emas sebagai agunan atas pinjaman dana; dan
c. akad ijarah, untuk pengikatan pemanfaatan jasa penyimpanan dan pemeliharaan emas sebagai
agunan pinjaman dana.
Sumber dana dapat berasal dari bagian modal, keuntungan yang disisihkan, dan/atau dana pihak
ketiga.
Menurut Salinan
Surat Edaran
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN
MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh
kegiatan usaha Bank. Penerapan Manajemen Risiko paling kurang mencakup:
a. pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah;
b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen Risiko;
Penerapan Manajemen Risiko disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan
kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
mencakup:
a. Risiko Kredit;
b. Risiko Pasar;
c. Risiko Likuiditas;
d. Risiko Operasional;
e. Risiko Hukum;
f. Risiko Reputasi;
g. Risiko Stratejik;
h. Risiko Kepatuhan;
i. Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk);
j. Risiko Investasi (Equity Investment Risk)
Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan
yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko.
Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 bagi Dewan Komisaris
paling kurang mencakup:
a. menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko;
b. mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Menurut Salinan
Surat Edaran
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober
2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban
nasabah atau jangka waktunya. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian
atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah.
Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan yang antara lain meliputi:
1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BPRS;
2) konversi akad Pembiayaan;
BPRS pelapor wajib menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia
secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling
lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. Tata
cara pengoperasian aplikasi Laporan Restrukturisasi Pembiayaan terdapat dalam buku mengenai
Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS
Laporan Berkala BPRS, yang disampaikan kepada BPRS. Laporan Restrukturisasi Pembiayaan
secara on-line dapat disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur
Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 13/ 15 /DPbS, Perihal: Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka penyusunan
laporan dan informasi serta statistik perbankan yang dipergunakan untuk kepentingan pengaturan
dan pengawasan BPRS, dan kepentingan manajemen masing-masing BPRS. BPRS menyusun
Laporan Bulanan BPRS dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS.
Dengan adanya pengembangan aplikasi Laporan Bulanan BPRS maka penyusunan dan
penyampaian Laporan Bulanan BPRS kepada Bank Indonesia secara on-line dilakukan dengan
menggunakan aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan
Berkala BPRS. BPRS Pelapor adalah BPRS atau kantor pusat BPRS bagi BPRS yang memiliki
kantor cabang. laporan keuangan yang disampaikan kepada Bank Indonesia mencakup laporan
keuangan konsolidasi kantor pusat dan kantor cabang BPRS beserta rinciannya. Laporan
Bulanan BPRS disampaikan secara off-line, tanggal penerimaan Laporan Bulanan BPRS adalah
tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal
tanda terima Bank Indonesia.

Menurut Salinan
Surat Edaran
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober
2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut:
Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah
atau jangka waktunya, Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada Bank. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan. BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah
atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna. maka
diakui sebagai berikut:
a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah, maka sisa kewajiban
nasabah tersebut tetap menjadi hak BUS atau UUS, yang penyelesaiannya disepakati antara BUS
atau UUS dan nasabah.
b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah, maka selisih nilai tersebut
diakui sebagai uang muka ijarah muntahiya bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk
musyarakah atau mengurangi modal mudharabah dari BUS atau UUS.

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 13/ 17 /DPbS Perihal : Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Dalam rangka pemantauan Penyaluran Dana, BPRS menyampaikan laporan BMPD


secara bulanan kepada Bank Indonesia. Pada prinsipnya, pelaporan BMPD yang mencakup data
kantor pusat dan data seluruh kantor cabang BPRS disampaikan oleh kantor pusat BPRS secara
on-line. Penyusunan dan penyampaian laporan BMPD pada Bank Indonesia secara on-line
dilakukan dengan menggunakan aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web
User BPRS Laporan Berkala BPRS. BPRS dinyatakan melakukan pelanggaran BMPD apabila
terdapat selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal
BPRS. Modal BPRS yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan pelanggaran BMPD
adalah Modal BPRS pada posisi bulan terakhir sebelum tanggal realisasi Penyaluran Dana.
Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada anggota kelompok
Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu tidak melanggar BMPD
namun secara kelompok terdapat pelanggaran BMPD

Menurut Salinan
Surat Edaran
No. 13/ 14 /DKBU, Perihal : Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN PROGRAM APU DAN PPT Sesuai PBI APU dan
PPT, setiap BPR dan BPRS wajib menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT
kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 1 Desember 2011. Bank Indonesia melakukan
penilaian secara kuantitatif terhadap penerapan program APU dan PPT dan kewajiban lain terkait
dengan UU PPTPPU berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. UU PPTPPU pada BPR
dan BPRS paling kurang mencakup 4 (empat) aspek sebagai berikut: a. pengawasan aktif Direksi
dan Dewan Komisaris; b. kebijakan dan prosedur; c. pengendalian intern; dan d. sumber daya
manusia dan pelatihan. Penilaian atas penerapan program APU dan PPT dilakukan terhadap
masing-masing aspek sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan diberikan nilai dalam skala 1
(satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai kriteria. Hasil penilaian atas penerapan program APU dan
PPT dan kewajiban lain … 5 lain terkait dengan UU PPTPPU diperhitungkan dalam penilaian
faktor manajemen tingkat kesehatan BPR dan BPRS.
PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi Administratif.
2. Sanksi kewajiban membayar.

Anda mungkin juga menyukai