Anda di halaman 1dari 6

Resume Diskusi Transfusi Darah

Oleh Resti Amelia Putri, 1806203175, Focus Group 4, Kelas C

Penyebab Anemia Pada Dewasa


Anemia merupakan penurunan proporsi sel darah merah. Paien mengalami gejala atau
tidak tergantung pada etiologi anemia, ketajaman onset, dan adanya komorbiditas
lain, terutama adanya penyakit kardiovaskular. Kebanyakan pasien mengalami
beberapa gejala yang berhubungan dengan anemia ketika hemoglobin turun di bawah
7,0 g/dL.

Etiologi Anemia:
1. Sickle cell disease
2. Defisiensi G6PD
3. Autoimun anemia hemolitik
4. Defisiensi vitamin B12
5. Defisiensi folic acid
6. Aplastic anemia

Tanda dan gejala anemia:


1. Kelelahan
2. Kelemahan
3. Kulit pucat
4. Pusing
5. Ekstremitas dingin
6. Nyeri dada, detak jantung cepat, sesak napas

Transfusi darah pada pasien anemia


1. Transfusi pada pasien anemia diberikan ketika hemoglobin <6 g/dL (<60 g/L), 6-10
g/dL (60-100 g/L).
2. Transfusi darah yang biasa diberikan pada anemia kronis yaitu PRC, merupakan
komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan dengan memisahkan
komponen lain.
3. Transfusi Packed Red Cells (PRC) ditunjukkan untuk mencapai peningkatan yang
cepat dalam pasokan oksigen ke jaringan, apabila kepekatan Hb rendah dan/atau
kemampuan membawa oksigen berkurang.

Persiapan dan pemantauan yang harus dilakukan perawat untuk prosedur


transfusi darah
1. Whole blood transfusion
Deskripsi: Whole blood mengandung sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
(45% volume) tersuspensi dalam plasma darah (55% volume ). Whole
blood dapat disimpan 21-35 hari
Special consideration: Harus diberikan sesuai dengan golongan darah dan rhesus
pasien, dan tidak boleh diberikan bersama obat lain selain
normal saline.
Indikasi: untuk pasien yang membutuhkan transfusi semua komponen darah, trauma,
dan surgery.

2. Red blood transfusion


Deskripsi: sel darah merah yang dikemas dibuat dari darah utuh dengan sedimentasi
atau sentrifugasi. Satu unit red blodd transfusion berisi 250-350 mL. Red
blood transfusion dapat disimpan hingga 35 hari tergantung pada
pemrosesan.
Special consideration: pemberiannya harus sesuai dengan golongan darah dan rhesus
pasien. Dilakukan deplersi leukosit dengan filtrasi, pencucian,
dan pembekuan karena leukosit dapat terfragmentasi dan
melepas sitokin yang bisa menyebabkan reaksi negatif pada
pasien yang menerima. Pemberian RBC lebih mudah
digunakan karena komponennya spesifik.
Indikasi: sel darah merah diberikan untuk menggantikan sel darah yang hilang akibat
trauma atau operasi, pasien dengan Hb <8 g/dL, dan pasien anemia parah.

3. Platelet Transfusion
Deskripsi:trombosit dibuat dari darah segar. Satu unit donor berisi 30-60 mL
konsentrat trombosit (dari darah utuh). Trombosit juga dikumpulkan dari
banyak donor. Donor darah apheres mengandung 200-400 mL trombosit.
Special consideration: beberapa unit trombosit dapat diperoleh dari satu donor dengan
plateletpheresis, dapat disimpan pada suhu kamar 1-5 hari
tergantung tas penyimpanan yang digunakan, serta tas harus
diguncang secara berkala.
Indikasi: Perdarahan yang disebabkan oleh trombositopenia, pasien dengan platelet
<20.000, pasien dengan active bleeding dan platelet <50.000.

Komplikasi serta tanda dan gejala pemberian transfusi darah


1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi terbagi menjadi dua, yaitu reaksi alergi ringan dan reaksi alergi berat da
anafilaksis (alergi secara tiba-tiba akibat reaksi sistem imun)
a. Reaksi alergi ringan
Penyebab: sensitivitas terhadap protein plasma asing. Lebih sering terjadi pada orang
dengan riwayat alergi.
Tanda dan gejala: gatal-gatal, lesi pada kulit
Tindakan keperawatan: berikan antihistamin, kortikosteroid, epinefrin sesuai pesanan.
Jika gejala sementara, transfusi darah dapat dilanjutkan atas
saran dokter, dan transfusi darah dapat dihentikan apabila
terjadi demam atau gejala pulmonal muncul.
Pencegahan: obati secara profilaksis dengan antihistamin.

b. Reaksi alergi berat dan anafilaksis


Penyebab: sensitivitas terhadap protein plasma donor dan infus protein IgA ke
penerima yang kekurangan IgA yang telah mengembangkan antibodi
IgA.
Tanda dan gejala: ansietas, urtikaria, dispnea, mengi berkembang menjadi sianosis,
bronkospasme, hipotensi, syok, dan kemungkinan serangan
jantung.
Tindakan keperawatan: lakukan CPR jika diindikasikan, siapkan epinefrin untuk
injeksi, antihistamin, kortikosteroid, Beta2-agonis, serta
jangan memulai kembali transfusi darah.
Pencegahan: transfusi produk sel darah merah yang dicuci secara ekstensif, gunakan
darah dari donor yang kekurangan IgA, serta gunakan komponen
autologous.

2. Kelebihan cairan
Penyebab: kelebihan sirkulasi darah di mana terlalu banyak darah yang diberikan.
Cairan yang diberikan lebih cepat daripada yang dapat ditampung oleh
sirkulasi, serta orang dengan penyakit jantung atau risiko pada ginjal.
Tanda dan gejala: batuk, dispnea, kongesti paru, suara nafas adventif, sakit kepala,
takikardia, vena leher mengembung.
Tindakan keperawatan: letakkan pasien dalam posisi tegak dengan kaki dalam posisi
bergantung, dapatkan STAT rontgen dada jika dipesankan,
berikan diuretik yang diresepkan, O2 dan morfin, dan
lakukan proses mengerluarkan darah dapat diindikasikan.
Pencegahan: sesuaikan volume transfusi dan kecepatan aliran berdasarkan ukutan
pasien dan status klinis.

3. Reaksi Hemolitik
Penyebab: infus whole blood, sel darah emrah, atau komponen yang tidak sesuai ABO
yang mengandung >10 mL sel darah merah. Antibodi dalam plasma
resipien menempel pada antigen pada sel darah merah yang ditransfusikan
sehingga menyebabkan kerusakan sel darah merah.
Tanda dan gejala: reaksi biasanya berkembang dalam 15 menit pertana, seperti
menggigil, demam, nyeri punggung bawah, kemerahan,
takikardia, dispnea, takipnea, hipotensi, kolaps pembuluh darah,
hemoglobinuria, ikterus akut, urine berwarna gelap, perdarahan,
cedera ginjal akut, syok, henti jantung hingga kematian.
Tindakan keperawatan: obati syok dan DIC jika ada, ambil sampel darah untuk
pengujian serologi, pertahankan tekanan darah dengan
larutan koloid IV, berikan resep diuretik sesuai resep untuk
menjaga aliran urin, masukkan kateter urin yang menetap
atau ukur jumlah yang kosong untuk memantau pengeluaran
urin setiap jam. Dialisis mungkin diperlukan jika terjadi
gagal ginjal. Jangan melakukan transfusi sel darah merah
tambahan yang mengandung komponen sampai bank darah
menyediakan unit yang baru dicocokkan.

Tidak boleh memasukkan obat via intravena bersamaan di akses vena pada
transfusi darah
Alasan tidak boleh memasukkan obat via intravena bersamaan di akses vena untuk
transfusi adalah mencegah terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan kristalisasi
cairan intravena. Obat-obatan seringkali tidak dapat bercampur secara sempurna
apabila dimasukkan secara bersamaan.

Pemberian premedikasi sebelum dilakukan transfusi darah


Tujuannya: Untuk mencegah reaksi transfusi.
Obat premedikasi yang paling sering digunakan adalah asetaminofen, difenhidramin,
dan hidrokortison. Diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Premedikasi yang
digunakan sesuai dengan riwayat reaksi transfusi yang dialami sebelumnya.
Asetaminofen diberikan untuk riwayat reaksi demam sebelumnya, antihistamin untuk
riwayat reaksi urtikaria (ruam kulit), kortikosteroid atau meperidin digunakan pada
pasien dengan riwayat menggigil saat transfusi.
Referensi:
Asih, A., Rahmayanti, D., & Hafifah, I. (2020). GAMBARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN SEBELUM PELAKSANAAN TRANSFUSI DARAH DI
RSUD “X “. NERSPEDIA JOURNAL, 2(1), 39-50.
Esmeralda, N. D., & Chozie, N. A. (2016). Efektivitas Premedikasi untuk Pencegahan
Reaksi Transfusi. Sari Pediatri, 17(4), 312-6.
Ignatavicius, D. D. & Workman, M. L. (2013). Medical-surgical nursing: patient-
centered collaborative care 7th ed. Missouri: Elsevier.
Ignatavicus, D., & Workman, M., & Rebar, C. R. (2017). Medical Surgical Nursing:
Concepts for Interprofession Collaborative Care 9th Edition. Missouri:
Elsevier Inc.
Indayanie, N. & Rachmawati, B. (2015). Packed Red Cells with Delta Hb and
Erythrocytes in Anemia of Chronic Disease. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, Vol. 21
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Harding, M. M.
(2014). Medical-surgical nursing : assessment and management of clinical
problems (9th ed.). St. Louis: Elsevier.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Brunner and
Suddarths: Textbook of Medical-Surgical Nursing 12th. Philadelphia:
Wolters Kluwer.
Taylor, C.N.,Lilis,C., Et all. (2011). Fundamental Of Nursing The Art And Science
Of Nursing Care (8th ed ): USA : Lippincott Williams& Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai