Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : 1705095083
Research Proposal Flow Chart “Perbedaan Tingkat Pengetahuan Pendidikan Seks Antara
Peserta Didik dengan Pola Asuh Otoriter, Permisif, dan Demokratis di SMAN X Balikpapan”
1. Introduction (Perkenalan)
What :
a. Perilaku seksual pranikah meningkat, perilaku seksual pra nikah ini
akan mengakibatkan beberapa permasalahan lain seperti :
1) Tingginya penyakit menular seksual (PMS), seperti
HIV/AIDS, klamidia, gonore, sifilis
2) Tingginya tingkat kehamilan di luar nikah
3) Tingginya tingkat aborsi
b. Remaja kurang memahami fungsi tubuhnya sendiri, sehingga
seringkali remaja kebingungan saat tumbuh tanda tanda baik tanda
seks primer maupun seks sekunder
c. Rentan terhadap bahaya pelecehan seksual
d. Membentuk pemahaman yang salah tentang seks
Why : Pemahaman pendidikan seks rendah.
How : Pada masa remaja, keingintahuan tentang seksualitas adalah hal yang
wajar, namun jika tidak diarahkan, rasa keingintahuain ini akan menjadi
malapetaka bagi remaja. Seringkali, remaja mencari sumber yang salah
mengenai seksualitas, sumber yang salah ini dapat berasal dari menonton
film porno maupun membaca manga/manhwa dewasa. Sumber yang salah,
akan membuat persepsi anak mengenai seks keliru. Orang tua adalah guru
peserta didik di dalam rumah, sehingga terdapat kemungkinanan adanya
perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks antara peserta didik dengan
pola asuh otoriter, permisif, dan demokratis.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu :
1. Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik ditinjau dari pola asuh orang tua?
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik dengan pola asuh otoriter dan peserta didik
dengan pola asuh demokratis?
3. Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik dengan pola asuh otoriter dan peserta didik
dengan pola asuh permisif?
4. Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik dengan pola asuh permisif dan peserta didik
dengan pola asuh demokratis?
Ringkasan Proposal (summary of proposal) yaitu untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik ditinjau dari pola asuh orang tua.
2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik dengan pola asuh otoriter dan peserta didik
dengan pola asuh demokratis.
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
antara peserta didik dengan pola asuh otoriter dan peserta didik
dengan pola asuh permisif.
4. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pemahaman pendidikan seks
A. Alternatives (Alternatif)
Diharapkan orang tua di rumah dapat memberikan beberapa topik
tentang pendidikan seks, seperti :
1. Seks dan seksualitas
2. Mengenal dan merawat organ seks (alat reproduksi)
3. Pergaulan lawan jenis (peran gender, batasan pergaulan dengan
lawan jenis)
4. Pemahaman tentang hubungan seksual di luar nikah berdasarkan
budaya dan agama yang dianut
Sedangkan, guru BK dapat memberikan topik tentang pendidikan seks
sebagai berikut :
1. Seks dan seksualitas
2. Mengenal dan merawat organ seks (alat reproduksi)
3. Pergaulan lawan jenis (peran gender, batasan pergaulan dengan
lawan jenis)
B. Weaknesses (Kelemahan)
Kelemahan penelitian kuantitatif komparatif antara lain : 1. tidak
terdapat kontrol dari variabel bebas, 2. sulit dalam memilih faktor
penyebab secara aktual, 3. faktor tunggal tidak membentuk hasil (harus
ada gabungan faktor faktor lain), dll.
C. What my research will do (Apa yang akan dilakukan oleh penelitian
saya)
Penelitian ini akan mencari perbedaan tingkat pengetahuan pendidikan
seks antara peserta didik dengan pola asuh permisif, demokratis, dan
otoriter di SMAN X Balikpapan
6. Conclusion (Kesimpulan)
A. Contributions (Kontribusi)
Kontrubusi yang peneliti hendak harapkan dari penelitian ini yaitu :
1. Bagi Guru
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
tentang perbedaan tingkat pengetahuan pendidikan seks antara
peserta didik dengan pola asuh permisif, demokratis, dan otoriter
sehingga dapat membantu pihak sekolah untuk memantau dan
memperhatikan peserta didik dalam pemberian pendidikan seks di
sekolah.
2. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini peneliti dapat menambah dan meningkatkan
wawasan, pengetahuan yang berkaitan dengan perbedaan tingkat
pengetahuan pendidikan seks antara peserta didik dengan pola asuh
permisif, demokratis, dan otoriter serta harapannya penelitian ini
dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lainnya.
B. Importance (Kepentingan)
Kepentingan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
tingkat pengetahuan pendidikan seks antara peserta didik dengan pola
asuh permisif, demokratis, dan otoriter.
Introduction (Perkenalan) :
Catatan : *) Tidak diberikan dan tidak boleh diberikan pada 31-40% sekolah
yang disurvei. **) Tidak diberikan dan tidak boleh diberikan pada 74%
sekolah yang disurvei.
f) Sumber Pendidikan Seks
Sumber pendidikan seks merupakan hal yang sanget penting dalam proses
pemberian pengetahuan pendidikan seks kepada anak. Sumber pendidikan
seks yang salah seperti mencari di internet atau teman sebaya akan
megakibatkan persepsi yang keliru tentang seks. Pendidikan seks dapat
diperoleh peserta didik dari orang tua, guru di sekolah, dan lingkungan di luar
kedua hal tersebut, seperti media massa dan teman sebaya.
1) Lingkungan keluarga
Pendidikan pertama anak didapat dari keluarga, khusunya dari orang tua.
Keluarga adalah tmepat pertama kali anak berkomunikasi untuk
mengetahui segala hal. Pendidikan keluarga sangat strategis untuk
memberikan pemahaman anak tentang segala hal termasuk tentang
pendidikan seks. Posisi keluarga adalah posisi primer dalam memberikan
pendidikan seks. Keluarga merupakan wadah pembentukan kepribadian
masing-masing anggotanya terutama anak. Dengan dasar pertimbangan
sebagai berikut: a. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang
anak sejak kelahiran sampai proses perkembangan dan jasmani berikutnya,
b. Keluarga adalah tempat pertama kali mengalami hubungan dengan
manusia lain, c. Hubungan antar individu dalam keluarga dilihat dengan
pertalian hubungan batin yang tidak dapat digantikan, d. Keluarga
merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat
dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan tanggung
jawabnya, e. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan
dalam untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi
dalam tugas dan tanggung jawabnya, f. Dalam keluarga dapat terealisasi
makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih dan pengertian rasa hormat
menghormati dan rasa memiliki, g. Keluarga menjadi pengayom, tempat
beristirahat rekreasi, studi, dan penyaluran hobi dan kreativitas (Mulyono,
1996). Melihat peran orang tua yang sangat penting dalam pendidikan seks
anak, oleh karena itu orang tua harusnya dapat lebih memperhatikan lagi
pengetahuan pendidikan seks anak. Orang tua harusnya dapat memebrikan
pendidikan seks kepada anak sejak anak berusia dini, hal ini dilakukan
agar anak dapt terhindar dari penyimpangan seksual dan kekerasan
seksual. Namun yang terjadi pada kenyataan tidak begitu, banyak orang
tua yang menganggap pendidikan seks adalah hal yang tabu dan akan
didapatkan anak dengan sedirinya ketika beranjak dewasa. Satu satunya
cara agar hal ini tidak terjadi adalah dengan tidak menggap pembicaraan
mengenai seks sebagai hal yang tabu, dan menanggapi setiap pertanyaan
anak tentang seks secara bijak.
2) Lingkungan sekolah
Lingkungan pendidikan formal, yaitu sekolah melakukan pembinaan pendidikan
pada peserta didik yang didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh
keluarga dan masyarakat. Kondisi itu muncul karena keluarga dan masyarakat
memiliki keterbatasan dalam melaksanakan pendidikan. Akan tetapi, tanggung
jawab pendidikan anak seutuhnya tetap menjadi tanggung jawab orang tua.
Sekolah hanya meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diperoleh
di lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan informal yang telah
dikenal anak sebelumnya. Oleh karena itu disini peran guru sebagai pendidik
sangat strategis dalam mengajarkan tentang pendidikan seks terutama guru
bimbingan dan konseling. Tanggung jawab sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan formal terbagi menjadi tiga yaitu tanggung jawab formal, tanggung
jawab keilmuan, dan tanggung jawab fungsional. Namun, pada kenyataannya
pendidikan seks yang diajarkan oleh sekolah masih bersifat terbatas, dikarenakan
tidak ada kurikulum yang pasti yang membahas tentang pelaksanaan pendidikan
seks. Disinilah guru bimbingan dan konseling dapat berperan dalam memberikan
layanan informasi tentang pendidikan seks seuati dengan kubutuhan yang ada di
sekolah tersebut.
3) Lingkungan sekitar
Lingkungan sekitar dapat mencakup teman sebaya, internet, televisi, radio,
majalan, koran dan lain lain. Lingkungan sekitar ini jangkauan sangat luas
dimana para peserta didik biasanya lebih memilih untuk mencari sumber
sumber tentang seks di media dibanding bertanya kepada orang tua atau
guru di sekolah. Hal ini terjadi dikarenakan tidak semua peserta didik
memiliki kedekatan yang intim dengan orang tua atau guru di sekolah,
sehingga kerap ali peserta didik merasa canggung untuk menanyakan hal
hal yang berbau seksualitas. Tidak bisa dipungkiri media adalah tampat
yang paling mudah untuk memperoleh informasi, hanya dalam hitungan
detik, informasi yang kita inginkan akan terpapar dengan lengkap. Namun,
informasi yang tersedia di internet misalnya, merupakan informasi yang
tidak tersaring. Sehingga peserta didik dapat dengan mudah terpapar oleh
hal hal yang salah. Oleh karena itu oarng tua harus dapat mengawasi
pergerakan peserta didik di rumah, agar peserta didik dapat dengan lebih
bijak menggunakan media.
2. Pola Asuh Orang Tua
a) Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Keluarga adalah lembaga paling dasar dalam kehidupan manusia.
Pengaruh keluarga dalam pemrtumbuhan dan perkembangan kepibadian
sangatlah besar perannya. Salah satu faktor dalam keluarga yang
mempengaruhi peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah
praktik pengasuhan anak. Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi
perlindungan dan pengasuhan. Dalam proses mengasuh anak sering
dipengaruhi oleh budaya yang berada di sekitarnya. Di samping itu orang tua
juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan
mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan
terhadap anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai
pengasuhan tertentu (Marheni et al., 2009).
Pola asuh terdiri atas dua kata yaitu pola dan asuh. Secara etimologi,
pola berarti bentuk atau tata cara. Asuh berarti menjaga, merawat, mendidik.
Sehingga pola asuh berarti bentuk atau tata cara dalam menjaga, merawat dan
mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau
sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak
yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Menurut Aisyah (dalam
Novianti, 2011) Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan
orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Sedangkan pengasuhan
dapat diartikan sebagai orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan
serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma
norma yang ada dalam masyarakat. Sedangkan, menurut Marsiyanti dan
Harahap (dalam Novianti, 2011) Pola asuh adalah ciri khas dari pendidikan,
pembinaan, pengawasan, sikap, hubungan dan sebagainya yang diterapkan
orang tua kepada anaknya. Pola asuh orang tua terhadap anaknya akan
mempengaruhi perkembangan anak mulai dari kecil sampai dia dewasa nanti.
Pola asuh orang tua dapat diartikan sebagai perlakuan orangtua terhadap anak
dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing,
melatih, yang terwujud dalam bentuk pendisiplinan, pemberian tauladan, kasih
sayang, hukuman, ganjaran, dan kepemimpinan dalam keluarga melalui
ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orangtua (Sunarty, 2016). Kemudian
menurut Agus Wibowo (2012) mendefinisikan pola asuh sebagai pola
interaksi antara anak dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan
fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan nonfisik seperti
perhatian, empati, kasih sayang, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa pola asuh orang tua adalah bentuk usaha yang dilakukan orang tua
dalam mengaja, membimbing, merawat, mendidik, mendisiplinkan,
melindungi, dan mengawasi anak melalui penguatan positif atau negatif agar
anak dapat mencapai kedewasaan sesuai dengan norma norma masyarakat
yang berlaku.
b) Dimensi Pola Asuh
Menurut Pratiwi (1998), ada empat dimensi dalam mengasuh anak yaitu :
dimensi kontrol, tuntutan, kejelasan komunikasi antara orang tua dan anak,
dan pemeliharaan terhadap anak. Euis Sunarti (2004) menjelaskan bahwa
terdapat tiga dimensi gaya pengasuhan, yaitu dimensi kehangatan, dimensi
pelatihan emosi, serta dimensi arahan.
c) Jenis Jenis Pola Asuh
Tipe pola asuh orang tua menurut Stewart & Koch ada tiga yaitu pola asuh
demokratis, permisif dan otoriter. Pengertian dari ketiga pola asuh tersebut
ialah sebagai berikut.
1) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal
sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan
yang baik dari orang tua. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,
selalu mendasari tindakannya pada rasio dan pemikiran-pemikiran. Orang
tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak
berharap yang berlebihan melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini
juga memberikan kebebasan kepada anak untik memilih dan melakukan
suatu tindakan. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk
diterapkan orang tua kepada anak-anaknya. Menurut Danni I Yatim
( dalam Widyastuti, 2016), pola asuh demokratis atau otoritatif adalah pola
asuh orang tua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk
berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan
anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua.
Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para
orang tua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan teknik asuhan
otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri,
terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak
mudah stress dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan
masyarakat dan lain-lain.
2) Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku di mana orang tua akan membuat berbagai aturan yang
saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang
anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak
sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Misalnya, kalau tidak
mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga tidak
mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.
Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk
mengerti mengenai anaknya. Sementara itu menurut Danni I Yatim (dalam
Widyastuti, 2016), pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang
bersifat pemaksaan, keras dan kaku dimana orang tua akan membuat
berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anakanaknya tanpa mau tahu
perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan
hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orangtuanya. Hukuman
mental dan fisik akan sering diterima oleh anakanak dengan alasan agar
anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghornati orang tua yang telah
membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan seperti ini
biasanya tidak bahagia, paranoid, selalu berada dalam ketakutan, mudah
sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua dan lain-
lain. Namun, dibalik itu biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter
lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih
disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidup.
3) Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap
anak. Apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak
sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas
negatif, materalistis, dan sebagainya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh
orang tua semacam ini diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk
dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk
mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya
diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan
berkembang menjadi apa. Danni I Yatim (dalam Widyastuti, 2016)
menjelaskan bahwa pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak
yang tak acuh terhadap anak. Jadi apapun yang mau dilakukan anak
diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan
maksiat, pergaulan bebas negative, materialistis, dan sebagainya. Biasanya
pola pengasuhan anak oleh orang tua semacam ini diakibatkan oleh orang
tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang
akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan
begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau
tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak yang diasuh orang tuanya
dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang
kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki
kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri yang buruk, salah bergaul,
tidak menghargai orang lain, dan sebagainya baik ketika kecil maupun
sudah dewasa.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
tiga jenis pola asuh yaitu pola asuh demokratis, permisif, dan otoriter.
d) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Menurut Triwardani (dalam Pratiwi, 1998), terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi pola asuh, yaitu: sosial ekonomi, pendidikan, kepribadian,
nilai-nilai yang dianut orang tua, dan jumlah anak. Menurut Supartini Y
(dalam Widyastuti, 2016), faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah
sebagai berikut:
1) Usia Orang Tua
Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan.
Apabila terlalu muda atau tua mungkin tidak dapat menjalankan peran
tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial
2) Keterlibatan orang tua
Kedekatan hubungan ibu dan anak sama pentingnya dengan ayah dan
walaupun secara kodrati aka nada perbedaan. Di dalam rumah tangga,
ayah dapat melibatkan dirinya melakukan peran pengasuhan kepada
anaknya. Seorang ayah tidak saja bertanggung jawab dalam memberikan
nafkah tetapi dapat pula bekerja sama dengan ibu dalam melakukan
perawatan anak seperti menggantikan popok ketika anak mengompol atau
mengajaknya bermain bersama sebagai salah satu upaya dalam melakukan
interaksi
3) Pendidikan orang tua
4) Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak
Orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat
anak akan lebih siap menjalankan pengasuhan dan lebih rileks
5) Stres orang tua
Stres yang dialami orang tua akan mempengaruhi kemampuan orang tua
dalam menjalankan peran pengasuhannya terutama dalam kaitannya
dengan strategi koping yang dimiliki oleh anak
6) Hubungan suami istri
Hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan berdampak pada
kemampuan dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan meraat
serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia karena satu sama lain
dapat saling memberi dukungan dan menghadapi segala masalah dengan
koping yang positif.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor faktor yang
mempengaruhi jenis pola asuh orag tua yaitu sosial ekonomi, pendidikan,
kepribadian, nilai-nilai yang dianut orang tua, dan jumlah anak, usia orang tua,
keterlibatan orang tua, pengalama sebelumnya dalam mengasuh anak, stres,
dan hubungan antara suami dan istri.
3. Hubungan Antara Pengetahuan Pendidikan Seks dengan Pola Asuh Orang Tua
Pendidikan seks harus diberikan oleh orang tua sejak dini, hal ini disebabkan
karena mengajarkan seksualitas yang benar membutuhkan proses yang panjang,
sejak lahir sampai tahap remaja akhir. Pemahaman pendidikan seks yang
diberikan melalui pola asuh orang tua diharapkan agar anak mendapat informasi
yang tepat mengenai seks, hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat
mengajari anak mengenai pendidikan seks. Oleh karena itu pola asuh orang tua
berhubungan dengan pengetahuan pendidikan seks pada peserta didik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djufri dkk (2019) menunjukan
bahwa dari 19 sampel yang mendapatkan pola asuh demokratis didapatkan 17
sampel memiliki pemberian pendidikan seks yang optimal dan 2 sampel yang
kurang optimal dalam pemberian pendidikan seks, kemudian dari 13 sampel yang
menerapkan pola asuh otoriter didapatkan 5 sampel yang memiliki pemberian
pendidikan seks yang optimal dan sisanya kurang optimal dalam pemberian
pendidikan seks yaitu sebanyak 8 sampel, dan yang terakhir dari 9 sampel yang
menerapkan pola asuh permisif didapatkan bahwa 9 sampel yang memiliki
pemberian pendidikan seks yang kurang optimal. Dapat disimpulkan bahwa
peserta didik dengan pola asuh demokratis lebih memiliki tingkat pengetahuan
pendidikan seks dibanding peserta didik dengan pola asuh otoriter atau permisif.
B. Literature on Method (Literatur tentang metode)
Pendekatan penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode kuantitaif
komparatif atau perbandingan. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data mengginakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015).
Penelitian komparatif adalah bentuk analisis variabel (data) untuk mengetahui
perbedaan di antara dua kelompok data (variabel) atau lebih (M. Iqbal, 2001).
Menurut Nana Syaodih (dalam Enggar Saraswati, 2015) penelitian komparatif adalah
penelitian yang diarahkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara dua
kelompok atau lebih dalam aspek atau variabel yang diteliti.
D. Find a hole (Temukan kejanggalan) dan look for debates (temukan perdebatan)
Walaupun sebesar 67,36% orang tua sudah memiliki pengetahuan tentang
tujuan pendidikan seks untuk anak usia dini , akan tetapi sebesar 76,4% orang tua
belum memahami dengan baik cara menyampaikan pendidikan seks yang benar
(Nadar, 2017). Oleh karena itu perlu diketahui perbedaan tingkat pengetahuan
pendidikan seks berdasarkan jenis pola asuh orang tua.
Methodology (Metodologi)
A. Research Design (Desain Penelitian)
Pendekatan penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode kuantitaif
komparatif atau perbandingan. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data mengginakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015).
Penelitian komparatif adalah bentuk analisis variabel (data) untuk mengetahui
perbedaan di antara dua kelompok data (variabel) atau lebih (M. Iqbal, 2001).
Menurut Nana Syaodih (dalam Enggar Saraswati, 2015) penelitian komparatif adalah
penelitian yang diarahkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara dua
kelompok atau lebih dalam aspek atau variabel yang diteliti.
B. Research Prosedures (Prosedur Penelitian)
Penelitian Komparatif, sebagaimana penelitian lainnya dilakukan dalam lima tahap:
1. Penentuan masalah penelitian, dalam perumusan masalah penelitian atau
pertanyaan penelitian, kita berspekulasi dengan penyebab fenomena berdasarkan
penelitian sebelumnya, teori, atau pengamatan.
2. Penentuan kelompok yang memiliki karakteristik yang ingin diteliti.
3. Pemilihan kelompok pembanding, dengan mempertimbangkan karakteristik atau
pengalaman yang membedakan kelompok harus jelas dan didefinisikan secara
operasional (masing-masing kelompok mewakili populasi yang berbeda).
Mengontrol variabel ekstra untuk membantu menjamin kesamaan kedua
kelompok.
4. Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian yang
memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
5. Analisis data, dimulai dengan analisis statistik deskriptif menghitung rata-rata
dan simpangan baku. Selanjutnya dilakukan analisis yang mendalam dengan
statistik inferensial.
C. Kind of Data (Jenis Data)
Data berbentuk data kuantitatif. Jenis data berbentuk nomor dan bilangan.
D. Collection Procedures (Prosedur Pengumpulan)
1. Angket
Menurut Suharsimi Arikunto (2010) Angket atau kuesioner adalah “sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan
Moh Nasir (2003:203) mengatakan “Kuesioner adalah sebuah set pertanyaan yang
secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan tiap pertanyaan
merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis”.
Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa angket adalah salah satu
teknik pengumpulan data yang berbentuk daftar pertanyaan yang harus dijawab
oleh responden.
Menurut Suharsimi Arikunto (2010) jenis-jenis angket yang digunakan untuk
mengumpulkan data ada bermacam-macam, tergantung dari sudut pandangan.
Adapun jenis angket tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dipandang dari cara menjawab sebagi berikut:
1) Kuesioner terbuka, yaitu angket yang dijawab menggunakan kalimat dari
responden.
2) Kuesioner tertutup, yaitu angket yang jawabannya sudah disediakan oleh
peneliti sehingga responden tinggal menjawab.
b. Dipandang dari jawaban yang diberikan sebagai berikut:
1) Kuesioner langsung, yaitu angket yang disediakan peneliti kepada responden
dengan responden menjawab tentang dirinya sendiri.
2) Kuesioner tidak langsung, yaitu angket yang disediakan untuk responden
menceritakan tentang keadaan orang lain.
c. Dipandang dari bentuknya sebagai berikut:
1) Kuesioner pilihan ganda yaitu angket yang sudah ada jawabannya responden
tinggal memilih saja.
2) Kuesioner isian yaitu angket yang disediakan dengan cara responden
menjawab dengan kalimatnya sendiri.
3) Check list, sebuah daftar yang tinggal diberi tanda check (√) pada kolom yang
sesuai yang telah dibuat peneliti.
4) Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan yang dibuat dengan
menunjukkan tingkat-tingkatan, misalnya mulai dari sangat sesuai, sesuai dan
kesangat tidak sesuai.
Adapun angket yang digunakan oleh peneliti adalah angket jenis tertutup dengan
menggunakan rating scale (skala 1-5).
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data lainnya yaitu wawancara. Menurut Suharsimi
Arikunto interview atau wawancara dibagi menjadi tiga berdasarkan
pelaksanaannya, yaitu :
a. Interview bebas yaitu pewawancara bebas mengajukan pertanyaan tetapi
masih dalam lingkup penelitian.
b. Interview terpimpin yaitu pewawancara membawa daftar pertanyaan secara
terstuktur.
c. Interview bebas terpimpin yaitu gabungan antara wawancara bebas dan
terpimpin.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan interview bebas terpimpin,
dimana peneliti akan menyiapkan daftar pertanyaan secara terstuktur namun,
masih akan menambahkan pertanyaan apabila ada yang dirasa kurang jelas.
Conclusion (Kesimpulan)
A. Contributions (Kontribusi)
Kontrubusi yang peneliti hendak harapkan dari penelitian ini yaitu :
1. Bagi Guru
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
perbedaan tingkat pengetahuan pendidikan seks antara peserta didik dengan pola
asuh permisif, demokratis, dan otoriter sehingga dapat membantu pihak sekolah
untuk memantau dan memperhatikan peserta didik dalam pemberian pendidikan
seks di sekolah.
2. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini peneliti dapat menambah dan meningkatkan wawasan,
pengetahuan yang berkaitan dengan perbedaan tingkat pengetahuan pendidikan
seks antara peserta didik dengan pola asuh permisif, demokratis, dan otoriter serta
harapannya penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian
lainnya.
B. Importance (Kepentingan)
Kepentingan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat
pengetahuan pendidikan seks antara peserta didik dengan pola asuh permisif,
demokratis, dan otoriter.
Daftar Pustaka :
Amalia, E., Afdila, F. L., & Andriani, Y. (2018). PENGARUH PEMBERIAN
PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP KEJADIAN KEKERASAN SEKSUAL
PADA ANAK DI SD NEGERI 04 BALAI RUPIH SIMALANGGANG
PAYAKUMBUH TAHUN 2018. JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health
Journal). https://doi.org/10.33653/jkp.v5i2.125
Andika, A. (2010). Bicara Seks Bersama Anak. Yogyakarta: PT Suka Buku.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Pendidikan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
B. Hurlock, E. (2010). Psikologi Perkembangan - Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Djufri, M. A. P., Posangi, J., & Oroh, W. (2019). HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA
DENGAN PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK DI KELAS 5 DAN 6
SD INPRES BOYONG PANTE. E-Journal Keperawatan, Vol 7(No 1).
Enggar Saraswati. (2015). Perbedaan Hasil Belajar Siswa Laki-Laki dan Perempuan dalam
Mata Pelajaran Matematika Kelas III Semester 2 Materi Sudut dan Pecahan di SD
Negeri Se-Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Skripsi Tidak
Dipublikasikan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Gulo, D. (1982). Kamus Psychologi. Bandung : Penerbit Tonis.
Haryono, S. E., Anggraini, H., Muntomimah, S., & Iswahyudi, D. (2018). Implemetasi
Pendidikan Sex Pada Anak Usia Dini Di Sekolah. Jurnal Akses Pengabdian Indonesia,
Vol 3(No 1), 24–34.
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKS
PADA ANAK DI KELAS 5 DAN 6 SD INPRES BOYONG PANTE. (2019). JURNAL
KEPERAWATAN.
Jujun S. Suriasumantri. (2012). Ilmu dalam Perspektif (Sebuah Kumpulan dan Karangan
Tentang Hakikat Ilmu). In Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
M. Iqbal, H. H. (2001). Pokok-pokok Materi Statistik I ( Statistik Deskriptif). In Statistik
deskriptif.
Madani. (2003). Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Zahra.
Marheni, A., Krisna, I., & Afiatin, T. (2009). Sikap Terhadap Perceraian Ditinjau Dari
Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin Dan Persepsi Pola Asuh Orang Tua. Universitas
Gajah Mada.
Mulyono, B. (1996). Mengatasi Kenakalan Remaja. Yogyakarta : Yayasan Andi.
Nadar, W. (2017). Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini.
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol 1 No 2.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. In Journal of Chemical
Information and Modeling. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Novianti, A. (2011). KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI SMA N 10 YOGYAKARTA
DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA. Universitas Negeri Yogyakarta.
Pratiwi, N. (1998). Pola Asuh Anak Pada Pernikahan Beda Agama. Psikologi, Fakultas
Gunadarma, Universitas Agama, Pernikahan Beda.
Purwanto, E., & Kalsum, U. (2018). GAMBARAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
REMAJA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2016. Mahakam Nursing Journal, 2(3),
126–133.
Qibtiyah, A. (2006). Paradigma Pendidikan Seksualitas. Penerbit Kurnia Kalam Semesta.
Rohmaniah, S. (2018). Pendidikan Seks Bagi Remaja (Perspektif Abdullah Nashih Ulwan
dan Ali Akbar). UIN Sunan Kalijaga.
Rostinah. (2012). GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG
MUNCULNYA TANDA-TANDA SEKS SEKUNDER DI SMPN 4 SUNGGUMINASA
TAHUN 2012. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR.
Sa’abah, M. U. (2001). Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat
Islam. Yogayakarta : UII Press.
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja Edisi Revisi. In Psikologi Remaja.
https://doi.org/10.1108/09513551011032482.Bastian
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung : CV Alfabeta.
Suhartono, S. (1997). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Makassar : Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Sunarti, E. (2004). Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menyenangkan. PT. Elex Media
Komputindo.
Sunarty, K. (2016). HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DAN KEMANDIRIAN
ANAK. Journal of Educational Science and Technology (EST).
https://doi.org/10.26858/est.v2i3.3214
Suryadi. (2007). Cara Efektif Memahami Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta : EDSA
Mahkota.
Syarifah, A. T. I. N., & Chamidah, A. N. (2019). Kompetensi pedagogis guru dalam
pembelajaran seksual pada anak autis usia remaja di Yogyakarta. JPK (Jurnal
Pendidikan Khusus). https://doi.org/10.21831/jpk.v14i2.25171
Tanjung, A. (2007). Free Sex No! Nikah Yes! (Amzah (Ed.)).
Tretsakis, M. (2003). Seks & Anak-Anak : Bagaimana Menanamkan Pemahaman Seks yang
Sehat Kepada Anak-Anak. Bandung : CV. Pionir Jaya .
Wibowo, A. (2012). Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogayakarta.
Wibowo, & Mungin, E. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Negeri
Semarang.
Widyastuti, V. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA DAN POLA
ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X BIDANG
KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SMK NEGERI 1
BANTUL. Universitas Negeri Yogyakarta.