Anda di halaman 1dari 8

LEMBAGA WAKAF

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi Tugas
Mata kuliah: Lembaga keuangan syariah
Dosen Pengampu: Drs. Ghufron Ajib, M.Ag

Disusun oleh:
Ahmad Izzat M (132411092)
Reza Pahlevi (132411091)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


IAIN WALISONGO SEMARANG
2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf salah satu bagian yang sangat penting dari hukum Islam. Ia
mempunyai jalinan hubungan antara kehidupan spiritual dengan bidang
social ekonomi masyarakat muslim. Kedudukan wakaf sebagai ibadah
diharpkan sebagai tabungan si wakif di akhirat kelak. Oleh karena itu
wajar jika wakaf dikelompokkan kepada amal jariyah yang tidak putus-
putusnya walaupun wakif telah meninggal dunia

Dilihat dari segi sosial dan ekonomi, wakaf yang ada memang
belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan umat
khususnya masalah sosial dan ekonomi. Hal ini dapat dipahami karena
kebanyakan wakaf yang ada kurang maksimal dalam pengelolaannya.
Kondisi ini disebabkan oleh keadaan tanah wakaf yang sempit dan hanya
cukup dipergunakan untuk tujuan wakaf yang hanya diikrarkan wakif
seperti untuk musholla dan masjid tanpa diiringi tanah atau benda yang
dapat dikelola secara produktif. Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf
yang dikelola secara produktif dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat
dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan termasuk fakir miskin.
Apabila wakaf dapat dikelola dengan produktif, niscaya akan
mempercepat pengetasan kemiskinan di negeri kita. Untuk itu masih
banyak yang harus dibenahi agar dapat menuju era wakaf produktif.
Manajemen fundraising memang sangat di butuhkan agar suatu organisasi
itu mampu bertahan.

Maka dari itu tugas BWI sebagai lembaga Wakaf yang dibentuk
pemerintah harus mampu mengembangkan wakaf di indonesia melalui
program-program pemberdayaannya maupun dari segi penghimpunan
dana atau tanah wakaf..

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian BWI

Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan


amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47,
adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia.
Untuk kali pertama, Keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik
Indonesia, sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M tahun
2007, yang ditetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007. Jadi, BWI adalah lembaga
independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun,
serta bertanggung jawab kepada masyarakat.

BWI berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia


dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota
sesuai dengan kebutuhan. Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas Badan
Pelaksana dan Dewan Pertimbangan, masing-masing dipimpin oleh oleh
satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh
para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas,
sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan
tugas BWI.

B. Tugas dan Wewenang BWI


Sementara itu, sesuai dengan UU No. 41/2004 Pasal 49 ayat 1
disebutkan, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf.
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional.
3. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan

3
dan status harta benda wakaf.

4. Memberhentikan dan mengganti nazhir.

5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam


penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Pada ayat 2 dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa dalam


melaksanakan tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi
Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli,
badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu. Dalam
melaksanakan tugas-tugas itu BWI memperhatikan saran dan
pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia, seperti tercermin
dalam pasal 50. Terkait dengan tugas dalam membina nazhir, BWI
melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP
No.4/2006 pasal 53, meliputi:
1. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf
baik perseorangan, organisasi dan badan hukum.
2. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,
pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta
benda wakaf.
3. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf.
4. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak
bergerak dan/atau benda bergerak.
5. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan
pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan
lingkupnya.
6. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar
negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

Tugas-tugas itu, tentu tak mudah diwujudkan. Jadi, dibutuhkan


profesionalisme, perencanaan yang matang, keseriusan, kerjasama, dan
tentu saja amanah dalam mengemban tanggung jawab. Untuk itu, BWI
merancang visi dan misi, serta strategi implementasi. Visi BWI adalah

4
“Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat,
mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan
nasional dan internasional”. Sedangkan misinya yaitu “Menjadikan Badan
Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah
dan pemberdayaan masyarakat”.

C. Sistem organisasi BWI


Organisasi BWI Badan Wakaf Indonesia terdiri atas dua unsur yakni
Badan pelaksana dan dewan pertimbangan. Badan pelaksana merupakan
unsur pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, sedangkan dewan
pertimbangan merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf
Indonesia. Ketentuan yang mengatur memberikan peluang kepada anggota
Badan Wakaf Indonesia untuk berijtihad dalam mengatur diri mereka
sendiri dikarenakan badan pelaksanaan dan dewan pertimbangan Badan
Wakaf Indonesia masing-masing dipimpin oleh satu orang ketua dan dua
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota sedangkan
susunan keanggotaannya ditetapkan oleh para anggota.
Sesuai dengan aturan Undang-Undang tentang batasan minimum
dan batasan maksimum keanggotaan Badan Wakaf Indonesia menyatakan
bahwasannya jumlah minimum anggota untuk Badan Wakaf Indonesia
yakni 20 (dua puluh) orang, sedangkan batasan maksimumnya adalah 30
(tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Badan Wakaf Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan
persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu selain dari persyaratan
pokok. Adapun syarat-syarat pokok bagi calon anggota Badan Wakaf
Indonesia sesuai dengan Undang-Undang yakni:
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

5
g. Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang
perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah
h.Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan
nasional.

D. Keanggotaan BWI
Dalam hal masa bakti Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia hal ini
melibatkan Presiden. Dikatakan demikian dikarenakan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang bahwasannya pengangkatan dan
pemberhentian keanggotaan Badan Wakaf Indonesia dilakukan oleh
presiden. Namun ketika kita berbicara perwakilan Badan Wakaf Indonesia
di daerah, semua itu tidak bicara lagi presiden dikarenakan Keanggotaan
Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan
oleh Badan Wakaf Indonesia.
Adapun Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
dan pemberhentian anggota sebagaimana yang telah di maksud, semuanya
telah diatur oleh peraturan Badan Wakaf Indonesia. Keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Untuk pertama
kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada
Presiden oleh Menteri Agama. Namun setelah itu Pengusulan
pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk
selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. Ketentuan
mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
sebagaimana yang dimaksud, seluruhnya diatur oleh Badan Wakaf
Indonesia yang penting pelaksanaannya terbuka untuk umum.

E. Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf


Dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf nazhir
wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya serta melaksanakannya sesuai dengan
prinsip syariah dan dilakukan secara produktif. Dalam pengembangan

6
harta benda wakaf diperlukan penjamin yaitu dari lembaga penjamin
syariah,
BAB III
PENUTUP

Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga yang berkedudukan


sebagai media untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan
Nasional. Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat
nasional selain bertugas mengkoordinasikan para nazhir, Badan Wakaf
Indonesia pun memprakarsai kerja sama antar nazhir, dengan demikian
mereka dapat saling tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.

Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan


Dewan Pertimbangan, masing-masing dipimpin oleh oleh satu orang Ketua
dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan
pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan
Pertimbangan adalah unsure pengawas pelaksanaan tugas BWI.

7
DAFTAR PUSTAKA
1. Depag. 2006, Peraturan Perundangan Perwakafan, Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
2. Halim, Abdul. 2005, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press.
3. www.bwi.or.id
4. UU NO. 41/2004 tentang Wakaf
5. PP NO. 42/2006 tentang UU NO. 41/2004 tentang Wakaf

Anda mungkin juga menyukai