SATRIWAN
093 2014 0185
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
SATRIWAN
093 2014 0185
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik (S-1) pada Program
Studi Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia
Disetujui oleh,
Pembimbing
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Muslim Indonesia
AssalamuAlaikumWr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan kerja praktek yang berjudul“MEKANISME
PENAMBANGAN NIKEL PADA PT. BAHODOPI JAYA MANDIRI KABUPATEN
MOROWALI SULAWESI TENGAH”. Semoga laporan kerja praktek ini bisa bermanfaat bagi
mereka yang membaca dan terlebih menjadi masukan kepada perusahaan tempat pelaksanaan
kerja praktek.
Laporan ini disusun berdasarkan pengamatan langsung di lapangan di PT. Bahodopi Jaya
Mandiri yang terletak Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Dalam laporan kerja praktek ini penulis merasa masih banyak kekurangan pada teknis
penulisan maupun materi, mengingatakan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penyusunan laporan
kerja praktek selanjutnya.
Selama melakukan kegiatan kerja praktek hingga penyusunan laporan, penulis banyak
menemukan kendala – kendala namun berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan
laporan kerja praktek ini dapat terselesaikan dengan baik. Olehnya, dengan segala kerendahan
hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Firman Nullah Yusuf, S.T., M.T., IPP Selaku Ketua Jurusan Teknik
Pertambangan Universitas Muslim Indonesia.
2. Ibu Ir. Nurliah Jafar, S.T., M.T., IPP. Selaku pembimbing Akademik
3. Ibu Citra Aulia Chalik. S.T., M.T. Selaku pembimbing.
4. Teman-teman mahasiswa Teknik Pertambangan angkatan 2014 atas dukungan
dan kebersamaannya selama ini.
5. Kedua orang tua yang tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberikan
motivasi yang tiada hentinya.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa laporan Kerja Praktek ini masih jauh dari
kesempurnaan dan memiliki berbagai kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan
dukungan dan partisipasi aktif berupa kritik dan saran yang bersifat korektif dan membangun
dari pembaca yang budiman, demi perbaikan dan penyempurnaannya.
Akhir kata penulis menghaturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
penulisan laporan Kerja Praktek ini terdapat kesalahan atau kekhilafan dan kepada semua pihak
yang belum sempat penulis sebutkan.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Satriawan
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan....................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian......................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah............................................................................ 2
1.5 Alat dan Bahan.............................................................................. 3
1.6 Waktu, Lokasi dan Kesampaian Daerah....................................... 3
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 21
4.1 Kegiatan Penambangan................................................................. 21
4.2 Tahap Kegiatan Penambangan...................................................... 21
4.3 Alat Berat yang digunakan............................................................ 28
BAB V PENUTUP.................................................................................... 28
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 29
5.2 Saran.............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bumi Indonesia dikenal mengandung kekayaan sumberdaya mineral yang besar, yang
tesebar disebagian besar di kepulauan nusantara.Sumberdaya alam yang sifatnya tidak
terbaharukan yang memiliki nilai ekonomis yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri
untuk kesejahteraan rakyat di dalam memenuhi kebutuhannya. Pada wilayah Indonesia Timur
khususnya pada daerah Sulawesi Tengah yang memiliki potensi sumberdaya nikel laterit yaitu di
kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali.
Disektor pertambangan pengolahan sumberdaya alam membutuhkan tenaga-tenaga
terampil dan handal, khususnya disiplin ilmu yang berhubunga langsung. Oleh karena itu,
sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia pertambangan dituntut untuk menyiapkan diri
berperan langsung dalam pengolahan sumberdaya alam. Dalam hal ini yang dibutuhkan bukan
hanya pengetahuan secara teori, melainkan juga dibutuhkan keterampilan dilapangan.
Industri pertambangan bersifat jangka panjang, padat modal dan mempunyai resiko yang
tinggi. Nikel adalah salah satu produk tambang yang banyak diproduksi di Indonesia bersama
Canada dan Australia. Berdasarkan data terakhir yang diperoleh, Indonesia berada diurutan
keempat setelah Australia, Canada, New Caledonia. Keempat Negara ini menguasai sekitar 65%
supply dunia. Keadaan tersebut menarik perhatian kami agar lebih banyak tahu mengenai
aktifitas penambangan nikel dari eksploitasi sampai pengolahannya (Total Prima Indonesia,
2015).
Bagi penulis sendiri latar belakang dilakukannya praktek kerja lapangan ini yaitu
sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Strata satu Teknik
pertambangan. Dengan demikian, melalui Laporan Kerja Praktek ini penulis hendak mengkaji
“Mekanisme Penambangan Nikel Laterit Pada PT. Bahodopi Jaya Mineral sebagai tempat kerja
praktek dengan harapan akan mendapatkan ilmu dan pengalaman lebih tentang penambangan
nikel.
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari kerja praktek ini adalah untuk mengamati serta mempelajari
langsung proses penambangan di PT. Bahodopi Jaya Mineral.
1.2.2 Tujuan
Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti
khususnya tentang seluruh kegiatan mekanisme penambangan nikel laterit. Di samping itu
penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang akan
melakukan penelitian dengan topik yang sama.
Kerja praktek ini difokuskan pada mekanisme penambangan nikel lateri pada PT.
Bahodopi Jaya Mineral.
1.5 Alat
Alat
a. Buku lapangan
b. Alat tulis menulis
c. Kamera digital
d. Perlengkapan APD (alat pelindung diri)
e. Laptop
Penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 1 bulan, dari tanggal 4 Februari sampai
dengan 4 Maret 2018 di wilayah penelitian site PT. Bahodopi Jaya Mineral, Kecamatan
Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Lokasi IUP PT. Bahodopi Jaya Mineral berada di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten
Morowali, Sulawesi Tengah. IUP PT. BJM mempunyai luas sekitar 47.000 Ha. Secara geografis
terletak di 02043’0,4” – 02055’43,7” LS dan antara 121˚ 48’18,3” – 12207’59,1” BT.
Untuk mencapai lokasi penelitian dapat ditempuh dengan rute darat yaitu dengan
menggunakan kendaraan roda 4 atau bus umum, dari terminal Daya menuju Soroako dapat
ditempuh dalam waktu ± 20 jam, dilanjutkan dengan menyebrang danau Matano dari Sorowako
ke Nuha dengan perahu (Raft) dapat ditempuh ± 1 jam kemudian dilanjutkan perjalanan darat
dengan menggunakan kendaraan roda 4 atau LV dari Nuha menuju site di Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali dapat ditepuh dalam waktu ± 6 jam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional
Berdasarkan Peta pulau Sulawesi, yang mempunyai luas sekitar 172.000 km 2 dikelilingi
oleh laut yang cukup dalam. Seperti yang kita ketahui, pulau Sulawesi berbentuk huruf “K”
dengan empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut–barat daya, Lengan Utara
memanjang Barat–Timur degan ujung baratnya membelok ke arah Utara–Selatan. Lengan
Tenggara memanjang barat Laut–Tenggara, dan Lengan Selatan membujur utara selatan. Ke
empat lengan tersebut bertemu pada bagian tengah Sulawesi. Berdasarkan peta Geologi Regional
Desa Boenaga Kecamatan Laosolo Kupaten Konawe Utara, merupakan daerah komplek
Ultramafik dengan deskripsi batuan yaitu Hazburgit, Dunit, Wherlit, Serpentinit, Gabro, Basal,
Dolerit, Diorit, Mafik meta, Amphibolit, Magnesit, setempat Rodingit (Sompotan, A.,2012).
Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau yang telah mengalami suatu proses tektonik
yang sangat kompleks dalam waktu geologi. Bentuk pulau ini yang menyerupai huruf “K”
setidaknya memberikan gambaran bahwa pulau ini mempunyai karakteristik berbeda khususnya
kondisi geologi. Bentuk K dari pulau Sulawesi (sebelumnya celebes) terdiri dari empat
semenanjung yang dikenal sebagai “lengan atau arm”. Lengannya terdiri dari Lengan Selatan,
Lengan Utara, Lengan Timur dan Lengan Tenggara.
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik, dan
IndoAustralia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi
tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit,
dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses
tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).
Berdasarkan keadaan litotektonik Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu :
1. Mandala barat (West &North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik
(Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung timur Paparan
Sunda;
2. Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia;
3. Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari
kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumurTrias-Miosen
4. Banggai–Sula dan Tukang Besi Continental fragments, kepulauan paling timur Banggai-
Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-slip
faults dari New Guinea.
Daerah Morowali termasuk dalam bagian dari Ofiolit Sulawesi Timur (East Sulawesi
Ophiolite/ESO). Ofiolit Sulawesi Timur (ESO) adalah satu dari tiga ofiolit terbesar di dunia.
Total panjang ESO lebih dari 700 km dari Teluk Gorontalo, melewati Lengan Barat dan Tengah
mengarah ke Lengan Tenggara Sulawesi dan dan pulau Buton serta Kabaena. ESO juga meluas
ke Kompleks Lamasi Lengan Selatan melewati Teluk Bone. Total area singakapan lebih dari
15000 km2 (Kadarusman, dkk., 2004).
Deretan litologi ofiolit (ultramafik dan mafik sekuen) hadir disepanjang bagian Utara
pesisir Lengan Barat. Pada bagian yang lebih besar dari ESO, sekuen ultramafik mendominasi
pada Lengan Tenggara, bagian selatan Lengan Barat dan Pulau Kabaena, sedangkan unit
vulkanik basaltic muncul di area Lamasi. Batuan ultramafik Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Tengah sebagian besar tersusun oleh peridotit yang telah terserpentinisasi pada berbagai derajat.
(Kadarusman, dkk., 2004)
Kompleks Ultramafik (MTosu): merupakan bagian dari jalur oriolit Sulawesi terdiri atas
peridotite, harzburgit, lherzolit, werlit, websterit, serpentinit, dan dunit. Satuan ini diduga telah
mengalami beberapa kali pengalihtempatan, sejak kapur sampai Miosen tengah.
Formasi Tetambahu (Jtl) : Batugamping, Napal, Batupasir dengan lensa rijang.
Berdasrkan kandungan fosil Moluska dan Amonit dalam Kalsilutit, maka umur satuan ini adalah
Jura Akhir, sedang lensa rijang yang mengandung radiolaria mungkin menunjukkann lingkungan
pengendapan laut dalam. Tebal formasi mencapai sekitar 500 m
Formasi Matano (Km): Batugamping hablur, kalsiluti, argilit dan serpih, serta sisipan
rijang dan batusabak. Batugamping mengandung fosil Heserohelix sp, sedang rijangnya
mengandung radiolaria. Fosil- fosil tersebut menunjukkan umur kapur akhir, dan lingkungan
pengendapan laut dalam. Tebal formasi mencapai 1000 m.
Aluvium dan Endapan Pantai ( Qal) : Lumpur, lempung, pasir, kerikil, dan kerakal.
Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa
rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2%. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi
kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses
terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion
yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada
batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan mengubah batuan peridotit menjadi
batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara,
air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan
dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO 2 berasal dari udara dan
pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan
piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk
koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan
mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti goethit,
limonit, dan hematit dekat permukaan.Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt
dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya
bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak
dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat.
Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin
bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan
urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa
yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan.
Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonatakan terbawa
kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa
mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal
sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan
akar pelapukan (root of weathering). Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan bijih nikel
laterit ini adalah: (Kadarusman, dkk., 2004).
a. Batuan asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit,
macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut:
terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya; mempunyai mineral-mineral
yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin; mempunyai komponen-
komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan
penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan
akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi.
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa
yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO 2 memegang
peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan
dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH larutan.Asam-asam humus ini erat kaitannya
dengan vegetasi daerah. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih
tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi
mekanis.
d. Struktur.
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar
(joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuanbeku mempunyai
porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses
pelapukan akan lebih intensif.
e. Topografi.
Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen
lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai
kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk
topografi.Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih
banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
f. Waktu.
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut : (Kadarusman,
dkk., 2004).
Nikel merupakan logam yang cukup keras putih mengkilap terdapat di dalam kerak bumi
sebanyak kurang lebih 0,02%. Nikel terdapat pada batuan ultrabasa seperti dunit dan peridotit
yang mengalami serpentinisasi dan lapuk yang menghasilkan mineral sekunder bijih nikel
garnierite. Sampai sekarang dikenal dua macam endapan nikel (Sukandarrumidi, 2007) sebagai
berikut:
1. Merupakan hasil pelapukan (laterit) dari batuan ultrabasa dan meninggalkan residual, seperti
yang ditemukan pada endapan nikel di New Calidonia dan di Sulawesi Tenggara (Soroako
dan Pomalaa), Indonesia.
2. Endapan mineral sulfide tembaga-nikel seperti pentlandit yang selalu berasosiasi dengan
kalkopirit dan phyrhotit yang terbentuk dengan penggantian (replacement) atau karena
injeksi magmatic, seperti pada endapan nikel tembaga di Sudbury, Kanada, yang merupakan
penghasil nikel terbesar dunia.
Pada umumnya endapan nikel laterit terdapat dalam dua bentuk yang berlainan sebagai
sulfida dan laterit. Bijih nikel laterit terjadi sebagai endapan yang masif (massive) di permukaan
tanah atau tidak jauh kedalam tanah (sub-survace). Bijih nikel sulfida adalah endapan nikel
yang terjadi sebgai mineral kompleks yang mengandung tembaga, perak dan kadang-kadang
logam mulia serta kobal.
Batuan induk dari endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa, umumnya harzburgite
(peridotite yang kaya akan unsur ortopiroksen), dunite dan jenis peridotite yang lain.
Nikel laterit adalah endapan yang terbentuk akibat pelapukan biasanya terdapat di bagian
bawah batuan ultrabasa. Pada umumnya beberapa fosil laterit deposit banyak terdapat diarea
tropis dan mempunyai ketebalan yang sangat rendah. Sebagian besar endapan nikel laterit
mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh
endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material dengan
kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim
tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Laterit yang di bentuk dari pelapukan serpentin
biasanya kaya akan kandungan besi (45%-55%) dan mengandung nikel sekitar 1%. Endapan ini
disebut Nikelferous Iron Laterite. Sedangkan tipe kedua dari Nikelferous Iron Laterite nikel
silikat (Sukandarrumidi, 2007).
Metode penambangan ini dilakukan untuk menggali endapan-endapan bijih logam seperti
endapan bijih nikel, endapan bijih besi, endapan bijih tembaga, dan sebagainya. Berdasarkan
letak endpan bijih metode ini terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu (Sulistianto, 2008):
1. Open pit
Merupakan bentuk penambangan untuk endapan bijih yang terletak pada suatu daerah
yang datar atau lembah. Dengan demikian medan kerja digali ke arah bawah sehingga akan
membentuk semacam cekungan atau pit (Sulistianto, 2008).
Merupakan bentuk penambangan untuk endapan bijih yang terletak pada lereng bukit.
Dengan demikian medan kerja digali dari arah bawah ke atas atau sebaliknya. Bentuk tambang
dapat pula melingkari bukit atau undakan, hal tersebut tergantung dari letak endapan dan
penambangan yang diinginkan (Sulistianto, 2008).
Gambar 2.4 Open cut / open cast / open mine (Sulistianto, 2008).
3. Quarry
4. Strip Mine
Merupakan cara-cara penambangan terbuka yang dialakukan untuk endapan-endapan yang
letaknya mendatar atau sedikit miring. Yang harus diperhitungkan dalam penambangan cara ini
adalah nisbah penguapan (stripping ratio) dari endapan yang akan ditambang, yaitu
perbandingan banyaknya volume tanah penutup (m 3 atau BCM) yang harus dikupas untuk
mendapatkan 1 ton endapan. Cara ini sering diterapkan pada penambangan batubara, atau
endapan garam-garam (Sulistianto, 2008).
BAB III
METODOLOGI PENELITAN
Tahap ini merupakan tahap persiapan awal yang dilakukan mulai dari kampus seperti
kelengkapan administrasi, studi pustaka dilakukan untuk menambah pemahaman secara teoritis sebelum
penerapan secara langsung dilapangan, dan persiapan peralatan serta perlengkapan yang akan dibawah ke
perusahaan untuk melakukan penelitian, setelah data lengkap maka dapat dilakukan penyusunan laporan
penelitian.
a. Administrasi
Tahap persiapan administrasi berupan mempersiapkan dan mengurus persyaratan dari jurusan
maupun fakultas serta mengurus surat rekoendasi sebelum berangkat ke lokasi penelitian.
b. Studi Pustaka
Dalam pnelitian ini, penulis melakkan beberapa kegiatan guna memperlancar penyelesaian di
dalam penulisan laporan ini.
Literatur yang berkaitan dengan penulisan penelitian dan mengutip hal-hal penting yang diperlukan dalam
penulisan ini.
Tahap pengambilan data merupakan tahap pelaksanaan dimana segala data yang di
butuhkan akan dikumpulkan untuk menunjang kegiatan penyusunan laporan nantinya, dan data
yang di ambil berdasarkan kebutuhan dalam penelitian dan menunjang proses penyusunan
laporan yang lebih praktis dan berbobot.
a. Sumber Data
Data-data yang digunakan pada penyusunan laporan kerja praktek ini diperoleh dari hasil
pengamatan langsung pada PT. Bahodopi Jaya Mineral Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai
berikut.
1. Data Primer
2. Data sekunder
Tahapan pengolahan merupakan tahapan dimana data yang telah diperoleh di lokasi
kemudian diolah di PT. Bahodopi Jaya Mineral.
Tahapan ini adalah tahapan yang meliputi penulisan dari maksud dan tujuan penelitian
hingga interpretasi dan pembahasan hasil pengolahan data serta kesimpulan dari penelitian yang
dilakukan.
Tahapan ini merupakan tahapan yang paling akhir dalam proses kerja praktek, dimana
setelah laporan kerja praktek selesai disusun, kemudian dipresentasikan.
METODOLOGI PENELITIAN
Tahap Pendahuluan
1) Administrasi
2) Studi Pustaka
3) Persiapan Peralatan & Perlengkapan
Penyusunan Laporan KP
Seminar KP
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis mengetahui daerah yang layak/ekonomis untuk ditambang dari kegiatan
eksplorasi dan dilakukan perencanaan tambang maka kegiatan penambangan sudah dapat
dimulai PT. Bahodopi Jaya Mineral, perusahaan ini memproduksi bijih dengan batas kadar
minimal 1.95% untuk dapat di jadikan umpan di pabrik. Pada PT. Bahodopi Jaya Mineral
menggunakan metode penambangan open pit.
Adapun tahap kegiatan penambangan yang dilakukan di PT. Bahodopi Jaya Mineral
berdasarkan hasil pengamatan yakni
Stockpile
Gambar 4.1 Metode penambangan open pit pada PT. Bahodopi Jaya Mineral.
Pembersihan tempat kerja dimaksudkan untuk membersihkan front kerja dari pohon-pohon
besar atau kecil, semak belukar, agar alat mekanis yang akan bekerja pada area tersebut akan
lebih leluasa. Kegiatan ini biasanya menggunakan alat berat seperti bulldozer.
Land clearing adalah Proses pembersihan lahan sebelum aktivitas penambangan dimulai.
Land clearing Tahapan pekerjaan penambangan umumnya diawali dengan mempersiapkan
lahan, yaitu mulai dari pemotongan pepohonan hutan, pembabatan sampai kepembakaran
hasilnya, yang dinamakan land clearing. Jadi land clearing dapat diartikan sebagai suatu
aktivitas pembersihan material hutan yang meliputi pepohonan, hutan belukar sampai
alang-alang. Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu: Pepohonan yang
tumbuh Kondisi dan daya dukung tanah Topografi Hujan dan perubahan cuaca Sfesifikasi
pekerjaan Data yang diperlukan untuk menganalisis produksi, kebutuhan alat dan akhirnya ke
biaya meliputi: spesifikasi pekerjaan (proyek), kondisi lapangan biaya alat (beli atau sewa).
Untuk selanjutnya pembahasan akan fokuskan pada masalah teknis dan tidak akan menyinggung
masalah biaya.
0re getting atau penggalian bijih adalah proses penggalian yang dilakukan untuk
mendapatkan bijih. orgetting yang dilakukan pada PT. Bahodopi Jaya Mineral dilakukan
menggunakan alat berat berupa excavator CAT 320D. Kapasitas bucket dari CAT 320D 1,5 m3
dan mampu mengisi 1 unit dump truck (DT) sebanyak 8 kali swing.
Pada tahap ini dilakukan pengambilan sample check. Sampling dilakukan dengan tujuan
mendetailkan data yang sudah ada pada tahap eksplorasi pada pengambilan sample check yang
kemudian sample check ini dibawah ke preparasi dengan tujuan untuk memperoleh informasi
masalah kadar sampel tersebut.
4. Sampling
Sampling ini dilakukan di PT. Bahodopi Jaya Mineral tiap hari produksi. Kegiatan ini
berfungsi memperkuat dan meyakinkan kadar Fe dan Ni mendekati data eksplorasi yang telah
ada. Dan apabila kadar Fe dan Ni nya dinilai baik sesuai dengan sasaran maka pada titik sampel
tersebut penambangan akan dilakukan. Metode sampling yang digunakan ialah increment
sampling dengan bantuan excavator PC-200. Dari tumpukan tersebut diambil 1 kantong sampel.
Pengambilan sampel dilakukan secara menyilang antara depan dan belakang dengan posisi 1/3
dari dasar tumpukkan.
Gambar 4.4 Sampling pada PT. Bahodopi Jaya Mineral.
5. Loading
Loading atau pemuatan adalah proses pemuatan bijih ke dumptruck. Loading yang
dilakukan pada PT. Bahodopi Jaya Mineral menggunakan pola muat Single Spotting/Single
Truck Back Up kombinasi 1 unit excavator Komatsu PC200 mengisi 1 unit dumptruck Nissan
CWA 260X setelah dumptruck pertama terisi, dumptruck kedua maju dan manuver menuju arah
alat muat untuk kemudian diisi. Dengan kapasitas bucket excavator Komatsu PC200 1,2 m3 dan
kapasitas bak dumptruck Nissan CWA 260X 14,4 ton dan mampu mengisi 1 unit dump truck
sebanyak 10 kali swing.
Gambar 4.5 Loading pada PT. Bahodopi Jaya Mineral.
6. Hauling Bijih
Hauling (Pengangkutan) adalah proses pengangkutan bijih dari pit ke stockpile. Kemudian
di stockpile di lakukan pengambilan sampel untuk kemudian di bawah ke preparasi hauling yang
dilakukan pada PT. Bahodopi Jaya Mineral menggunakan alat berat dumptruck Nissan CWA
260X. Dengan kapasitas bak 14,4 ton.
7. Stockpile
Excavator adalah alat penggali yang mampu menggali lubang secara vertical dan bisa
dipakai menggali tanah penutup atau top soil , adapun alat berat yang digunakan dalam
penambangan ialah excavator CAT 320D. Dengan kapasitas bucket 1,5 m3 dan mampu mengisi 1
unit dump truck (DT) sebanyak 8 kali swing.
Dump Truck padda dasarnya sama seperti truck umumnya namun kapasitas dump truck
jauh lebih tinggi, fungsi dump truck adalah untuk mengangkut material dari area tambang ke
tongkang ataupun stockpile. Dalam proses pengangkutan bijih dari pit ke stockpile PT. Bahodopi
Jaya Mineral menggunakan alat berat berupa dumptruck Nissan CWA 260X dengan kapasitas
bak 14,4 ton.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tahap-tahap penambangan yang dilakukan di PT. Bahodopi Jaya Mineral meliputi pembersihan
lahan (land clearing), pengupasan top soil dan pengupasan overburden, ore getting, sampling,
pemuatan bijih, pengangkutan bijih ke stockpile.
2. Sistem penambangan yang digunakan pada PT. Bahodopi Jaya Mineral yaitu Tambang Terbuka
dengan metode Open Pit.
3. Alat berat yang digunakan pada penambangan bijih nikel PT. Bahodopi Jaya Mineral yaitu
dumptruck, excavator, bulldozer
5.2. Saran
Adapun saran penulis setelah melakukan kerja praktek di PT. Bahodopi Jaya Mineral
yaitu:
1. Perlu adanya pengawasan terhadap K3 pada karyawan, serta menerapkan prinsip safety first
pada setiap karyawan.
2. Lebih memperhatikan pengawasan alat berat.
DAFTAR PUSTAKA
Guilbert, J.M. 1986., The Geology of Ore Deposits. W.H Freeman and Company Newyork.
Hasanuddin, D.,Karim dan Djajulit,A., 1999, Pemantauan Teknologi Penambangan Bijih, Dir. P.U.
PPTM, Bandung.
Sompotan, F. Armstrong, 2012, Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan Sains Kebumian, Institut
Teknologi: Bandung.
Sulistianto, B., 2008, Sistem Penambangan, Jurusan Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Surono, 2010. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral.
Sukandarrumidi., 2007, Geologi Mineral Logam, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Waheed, A., 2002,Nickel Laterites - A Short Course On The Chemistry, Mineralogy And Formation of
Nickel Laterites, PT. Inco, Indonesia (Unpublished).