Bab 3 Geoteknik
Bab 3 Geoteknik
GEOTEKNIK
Dalam merancang suatu tambang baik tambang terbuka maupun tambang bawah
tanah, perlu dilakukan analisis terhadap kestabilan lereng yang terjadi karena
proses penggalian atau penimbunan, sehingga dapat memberikan kontribusi
terhadap rancangan penambangan yang aman dan ekonomis.
3.1. Kajian Geoteknik
30
sensitivitas terhadap kondisi geoteknik dari strata atau kedalaman lapisan tanah
penutup.
Peta Topografi
Pengujian Laboratorium:
- Uji Sifat Fisik
- Uji Kuat tekan Uniaksial
- Uji Kuat Geser
Faktor Keamanan
Gambar 3.1
Penyelidikan Geoteknik untuk Rancangan Tambang Terbuka
31
dilanjutkan dengan preparasi conto yang digunakan untuk pengujian sifat mekanik
yaitu berbetuk balok.
Gambar 3.2
Lokasi Pengambilan Conto
Tabel 3.1
Hasil Pengukuran Batugamping di Desa Sawahan
32
Dip/ dip direction arah umum kekar
Spasi kekar RQD Kondisi kekar Kondisi air tanah
(meter) (%)
66°/N266°E ; 48°/N30°E ; 78°/N138°E 0,22 92,49 Permukaan sedikit kasar Dry
3.2.2. Sifat Fisik
Pengujian sifat fisik dilakukan selama tiga hari, dengan melakukan pengujian
untuk beberapa parameter seperti berat asli, berat jenuh, berat tergantung dan
berat kering. Sampel diuji di Laboratorium Mekanika Batuan, Program Studi
Sarjana Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, batugamping yang diambil di
Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong.
Tabel 3.2
Hasil Pengujian Sifat Fisik
KODE SAMPLE
NO. PARAMET ER
C
1 Berat conto asli (Wn), gr 224,50
13 Porositas, % 18,32
Pengujian sifat mekanik terbagi dalam dua segmen, yaitu uji kuat tekan uniaksial
dan uji kuat geser. Berdasarkan pengujian perconto yang dilakukan di
Laboratorium Mekanika Batuan, Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan,
Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta maka, batugamping
yang diambil di Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, mempunyai sifat mekanik
sebagai berikut :
Tabel 3.3
Hasil Pengujian Kuat Tekan Uniaksial
33
Parameter Nilai
Kuat tekan uniaksial 89,64 Mpa
Nisbah Poisson 0,11
Modulus Elastisitas 12,40 Mpa
Closing Crack 4,98 MPa
Batas Plastisitas 49,80 Mpa
Gambar 3.3
Grafik Pengujian Kuat Tekan
Gambar 3.4
Grafik Uji Kuat Geser Langsung
Hasil Uji :
1. Sudut gesek dalam (ϕ) : 24°
2. Kohesi (c) : 1,6 kg/cm2
34
Data lapangan berupa arah dan kemiringan lereng yang terbentuk (dip /dip
direction), sudut gesek dalam dan dip/dip direction dari pengukuran kekar di
lapangan selanjutnya dilakukan pengolahan atau analisis data dengan
menggunakan bantuan program (software) dips dan hasil analisis tersebut
menyatakan bahwa ditemukan potensi longsoran . Adapun parameter yang
digunakan adalah:
Tabel 3.4
Arah Umum Kekar dan Lereng
Dip/dip direction arah umum kekar Dip/dip direction lereng
rekomendasi (single slope dan
overall slope)
66°/N266°E ; 48°/N30°E ; Overall : 48°/N90°E
78°/N138°E
Single : 80°/N90°E
Gambar 3.5
Proyeksi Kekar
(Sumber: Dips)
Gambar 3.6
Proyeksi Kekar dengan Overall Slope
(Sumber: Dips)
35
Gambar 3.7
Proyeksi Kekar dengan Single Slope
(Sumber: Dips)
Berdasarkan hasil penempatan arah umum kekar dengan overall slope maupun
single slope pada aplikasi dips dapat disimpulkan bahwa terjadi potensi longsoran
baji pada single slope namun pada overall slope memiliki potensi longsoran baji
namun sedikit.
Pada metode ini dilakukan analisis untuk menentukan FK. Penentuan dilakukan
dengan mengunakan Generalize Hoek and Brown dan Mohr-Coulomb.
Gambar 3.8
Penentuan Faktor Keamanan Overall Slope
(Sumber: Slide)
36
Gambar 3.9
Penentuan Faktor Keamanan Single Slope
(Sumber: Slide)
3.3.3. Metode Analitik
Metode Analitik adalah metode rancangan berdasarkan analisis tegangan-
tegangan dan deformasi. Parameter yang digunakan ialah :
Analisis Longsoran Baji Single Slope:
ɣr = 24 kN/m3
ɣw = 9,81 kN/m3
H = 10 meter
CA = 156 kPa
CB = 156 kPa
ǿA = 24°
ǿB = 24°
Ψa = 48°
Ψb = 78°
Ψ5 = 42°
Ψna.nb = 94°
Ψ24 = 84°
Ψ45 = 44°
Ψ2.na = 48°
Ψ13 = 96°
37
Ψ35 = 68°
Ψ1.nb = 56°
= 1,09
= 0,39
X= Sin Ψ24
Sin Ψ45 Cos Ψ2.na
= 2,14
Y= Sin Ψ13
Sin Ψ35 Cos Ψ1.nb
= 1,92
38
Dengan melihat tabel rock mass rating diatas dapat disimpulkan bahwa nilai dari
RMR adalah 77.
Tabel 3.6
Penamaan Variabel Rock Mass Rating
Penamaan Variabel RMR
Sangat jelek 0-20
Jelek 20-40
Sedang 40-60
Bagus 60-80
Sangat bagus 80-100
39
2. Point Load Index (PLI).
Point Load Index adalah suatu test yang bertujuan untuk menentukan kekuatan
(strength) dari percontohan batu yang di tes baik berupa silinder maupun
bentuknya tidak beraturan.
Hasil dari pengukuran:
Fracture Index = 0,22 m (dari hasil scanline), ditentukan berdasarkan :
σ = 23.I
c s
Keterangan :
Gambar 3.10
Kriteria Indeks Kekuatan Batuan
( Sumber : Franklin, dkk.1971 )
Berdasarkan grafik Franklin batugamping tersebut tergolong dapat diberaikan
dengan cara peledakan retakan.
40
Gambar 3.11
Analisa Grafik Kriteria Kemampugaruan
( Sumber : Pettifer & Fookes, 1994 )
Berdasarkan grafik Pettifer & Fookes, 1994 tergolong lepas untuk digaru.
Berdasarkan kedua grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa batugamping yang
akan dilakukan penambangan direkomendasikan menggunakan peledakan karena
materialnya tergolong hard ripping.
3.5. Metode Pemboran dan Peledakan
3.5.1 Pola Pemboran
Pemboran adalah kegiatan yang dilakukan sebelum suatu operasi proses
peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak
dengan pola tertentu sebagai tempat pengisian bahan peledak yang kemudian
diledakan untuk membongkar batuan dari kondisi aslinya di alam.
Geometri peledakan merupakan parameter – parameter yang perlu dilakukan
dalam proses pembuatan lubang ledak, parameter geometri peledakan yang perlu
diperhatikan diantaranya meliputi arah pemboran, pola pengeboran, diameter
lubang ledak dan kedalaman lubang ledak.
Arah Pemboran Lubang Ledak
Arah pemboran lubang ledak terbagi menjadi dua jenis arah pemboran yaitu,
pemboran sudut tegak dan pemboran sudut miring. Agar menjamin keseragaman
St dan spasi dalam geometri peledakan arah penjajaran lubang bor harus sejajar.
Pada arah pemboran lubang ledak tegak, gelombang tekan yang besar akan
diterima oleh lantai jenjang, kemudian menyebabkan tumpukan yang besar pada
lantai jenjang. Hal tersebut disebabkan pada bidang bebas terdapat gelombang
tekan yang dipantulkan sebagian dan sebagian lagi pada bagian bawah lantai
41
jenjang gelombang tekan juga dipantulkan. Apabila arah lubang ledak miring,
pemakaian pada arah ini akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, yang
akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang
dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada bagian bawah
lantai jenjang akan lebih kecil.
Pola Pemboran
Selain arah pemboran lubang tembak, pola pada pemboran juga sangat penting
dalam tahap pelaksanaan kegiatan peledakan. Pemboran lubang tembak dilakukan
dengan suatu pola yang dirancang untuk mengetahui jumlah batuan yang akan
diperoleh per meter pemboran. Pola pemboran ini dilakukan dengan cara
menempatkan titik – titik yang mempunyai jarak burden dan spacing pada daerah
yang akan diledakan, yang selanjutnya pada titik – titik tersebut dilakukan
pemboran. Pola pemboran yang umum digunakan pada tambang terbuka ada 3
jenis pola:
a) Square Drill Pattern
Jarak burden dan spasi yang sama dimiliki pada pola pemboran ini.
b) Reactangular Drill Pattern
Jarak spasi pada suatu baris lebih besar dari burden pada pola pemboran ini.
c) Stagered
Pola pemboran yang mempunyai rancangan selang – seling atau zig – zag,
baik pada square drill pattern ataupun pada reactangular drill pattern.
Gambar 3.12
Geometri Lubang Ledak Tampak Samping
( Sumber : Efficient Blasting Technique, Dyno 1995)
42
Gambar 3.13
Jenis-Jenis Pola Pemboran
( Sumber : Hustrulid, 1999 )
Diameter Lubang Ledak
Diameter lubang ledak pada geometri pemboran dilakukan berdasar dari volume
batuan yang dibongkar, tingkat fragmentasi yang dibutuhkan dan tinggi jenjang.
Penggunaan ukuran diameter lubang ledak yang kecil akan menyebabkan energi
yang dihasilkan dari peledakan juga akan lebih kecil, sehingga tidak dapat
membongkar batuan dan menyebabkan ukuran fragmentasi batuan yang besar
berbentuk bongkahan (boulder), lalu pada penggunaan diameter lubang ledak
yang terlalu besar juga dapat menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, yang
berbentuk lebih halus terutama pada kondisi batuan yang mempunyai banyak
kekar. Diameter lubang ledak berhubungan dengan stemming, dimana lubang
ledak yang besar maka menghasilkan stemming yang besar juga, hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya ground vibration dan fly rock.
Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak menyesuaikan dengan tinggi jenjang yang dirancang
oleh perusahaan. Dalam penentuan kedalaman lubang ledak perlu diperhatikan
penambahan subdrilling. Subdrilling adalah penambahan kedalaman lubang ledak
melebihi tinggi jenjang untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata dan tidak
menghasilkan lantai jenjang yang menonjol pada bagian bawah lantai setelah
dilakukannya proses peledakan. Lantai bawah jenjang yang menonjol akan
mengakibatkan kinerja alat gali semakin berat karena adanya sisa batuan dari
peledakan yang tidak sempurna terberai.
43
3.5.2 Pola Peledakan
Peledakan dalam kegiatan industri pertambangan adalah memecahkan atau
memisahkan batuan padat atau mineral berharga yang bersifat kompak atau masif
dari batuan induknya, sehingga dapat dengan mudah alat berat untuk
mengambilnya serta mempermudah kinerja dari mesin crusher untuk melakukan
proses pengecilan ukuran (kominusi). Pola peledakan yang berdasarkan arah
runtuhan batuan dibagi menjadi 3 pola, yaitu:
a) Box cut, yaitu pola peledakan dimana peledakan diawali dari bagian tengah
suatu jenjang dan mempunyai dua bidang bebas. Arah runtuhan pola box cut
ke depan dan membentuk kotak.
b) V-cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan pada
pola V-cut ini membentuk huruf V.
c) Corner cut, yaitu pola peledakan dimana peledaakn diawali dari sudut suatu
jenjang dan memiliki tiga bidang bebas. Arah runtuhan pola peledakan
corner cut adalah kesalah satu sudut pada bidang bebasnya.
Gambar 3.14
Pola Peledakan Box Cut
(Sumber: Konya, 1990)
44
Gambar 3.15
Pola Peledakan Corner Cut
(Sumber: Konya, 1990)
Gambar 3.16
Pola Peledakan V-Cut
(Sumber: Konya, 1990)
3.5.2 Rancangan Teknik Peledakan
Kondisi batuan dari suatu tempat ke tempat yang lain akan berbeda walaupun
jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan
mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu
diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan
45
(fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi
semacam itu akan mempengaruhi kemampuledakan (blastability).
Pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi struktur geologi, jumlah
bahan peledak yang diperlukan akan lebih banyak dibanding batuan yang
memiliki rekahan. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau
Powder Factor (PF), yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai per m 3 atau ton
produksi batuan (kg/m3 atau kg/ton). Dengan demikian semakin keras suatu
batuan pada daerah tertentu, maka memerlukan PF yang tinggi agar tegangan
batuan terlampaui oleh kekuatan (strength) bahan peledak.
Diketahui:
Produksi Per Tahun = 800.000 m3/tahun
= 66.666,67 m3/bulan
= 2.666,6668 m3/hari
Tinggi Jenjang = 10 m
Kemiringan jenjang = 80o
Diameter lubang ledak = 2,5 inch
Bobot isi (density) = 2,42 gr/cm3
Specific Gravity (SGr) = 2,56
Relative bulk strength (Stv) = 100
Bahan Peledak: ANFO, Specific Gravity (SGe) = 0,80
Primer: Power Gel Magnum 3151 = 400 gram per lubang ledak
Koreksi Burden: Kd = 1,00; Kr = 0,90; Ks = 1,10
Pola pemboran paralel, diledakkan serentak
Perhitungan:
Geometri Peledakan
B1 = 3,15 x De x ( SGe/SGr)0,33
= 3,15 x 2,5 inch x (0,8/2,42)0,33
= 5,46 ft ≈ 1,66 m
B2 = ((2 x SGe/SGr) + 1,5) x De
= ((2 x 0,8/2,42) + 1,5) x 2,5 inch
= 5,40 ft ≈ 1,64 m
B3 = 0,67 x De x (Stv/SGr)0,33
46
= 0,67 x 2,5 inch x (100/2,42)0,33
= 5,72 ft ≈ 1,74 m
B rata-rata = (1,66 m + 1,64 m + 1,74 m)/3
= 1,68 m
B koreksi = B rata-rata x Kd x Kr x Ks
= 1,68 m x 1,00 x 0,90 x 1,10
= 1,6632 m (True burden)
App. burden = True burden/sin α
= 1,6632 m/sin 80°
= 1,69 m
Stiffness Ratio = L/B
= 10 m/1,6632 m
= 6,01
47
Produksi Peledakan
Vtarget = 2.666,6668 m3/hari
L = 10 m
A = V/L
= 2.666,6668 m3/10 m
= 266,66668 m2
Simulasi, r = 6
W= rxB
= 6 x 1,6632 m
= 9,9792 m
P min. = A/W
= 266,66668 m2/9,9792 m
= 26,72 m
Perkiraan jumlah spasi = (P min./S) -1
= (26,72 m/3,33 m) – 1= 7,02 ≈ 8 buah
P sebenarnya = 25S + 2B
= (25 x 3,33 m) + (2 x 1,6632 m)
= 86,5764 m ≥ P min.
V = PxWxL
= 86,5764 m x 9,9792 m x 10 m
= 8.639,63 m3
Powder Factor
N = r((P - S)/S + 3)
= 6((86,5764 m - 3,33 m)/ 3,33 m + 3)
= 153 buah
de = 0,508 x De2 x SGe
= 0,508 x 2,52 x 0,8
= 2,54 kg/m
Eanfo = PC x de
= 9,48 m x 2,54 kg/m
= 24,08 kg
Kebutuhan primer per lubang = 0,4 kg
48
Kebutuhan bahan peledak per lubang = 24,08 kg + 0,4 kg
= 24,48 kg
E = Keb. handak per lubang x N
= 24,48 kg x 153
= 3.745,44 kg
PF = E/V
= 3.745,44 kg/8.639,63 m3
= 0,43 kg/m3
Tabel 3.7
Hubungan Nilai Powder Factor dengan Jenis Batuan
Diketahui:
Jumlah Lubang Ledak = 153 buah
Jumlah Baris = 6 baris
49
Eanfo = 24,08 kg
CRSD = 50 ft/lb0,33
Perhitungan:
Jumlah Lubang Ledak/Baris = N/r
= 153 buah/6 baris = 26 buah/baris
W = Jumlah Lubang Ledak/Baris x Eanfo
= 26 x 24,08 kg
= 626,08 kg ≈ 1.380,27 lb
R = CRSD x W0,33
= 50 ft/lb0,33 x (1.380,27 lb)0,33
= 543,45 ft (jarak aman)
R
V maks. = 100 ( ) -1,6
√W
543 ,45 ft
= 100 ( ) -1,6
√1380,27 lb
= 1,367 inch/s (tidak ada kerusakan)
50