OLEH:
PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
A. Konsep Dasar Trauma Vaskuler
Trauma pada pembuluh darah menyebabkan ancaman pada kelangsungan
hidup bagian tubuh yang diperdarahinya. Trauma vaskuler memerlukan diagnosis
dan tindakan penanganan yang cepat untuk menghindarkan akibat fatal berupa
amputasi. Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena.
Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol dengan cepat akan
mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan berakibat
kehilangan tungkai, stroke, nekrosis dan kegagalan organ multipel.
Trauma vaskular dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul, maupun
luka iatrogenik. Trauma vaskuler sering terdapat bersamaan dengan trauma organ
lain seperti syaraf, otot dan jaringan lunak lainnya atau bersamaan dengan fraktur
atau dislokasi pada ekstremitas. Bentuk trauma vaskular biasanya tangensial atau
transeksi komplit. Perdarahan akan menjadi lebih berat pada lesi arteri yang
inkomplit, sedangkan pada pembuluh yang putus seluruhnya akan terjadi retraksi
dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat mengurangi atau menahan
perdarahan.
1. Anatomi
2) Vena
Vena (Pembuluh Balik) adalah salah satu jenis pembuluh darah
berotot yang membawa darah dari seluruh tubuh menuju jantung. Fungsi
utamanya adalah mengantarkan karbondioksida dan sisa metabolisme ke
jantung. Vena mempunyai dinding yang tipis dan tidak elastis. Pembuluh
vena mempunyai katup di sepanjang tubuhnya, katup ini berfungsi agar aliran
darah tetap mengalir satu arah langsung menuju jantung. Letak vena lebih
dekat ke permukaan luar tubuh, dan warnanya terlihat kebiru-biruan.
Struktur dasar dari semua jenis vena merupakan dindingnya yang terdiri dari
3 lapisan.
a. Tunika Intima (Lapisan Dalam)
Tunika intima merupakan lapisan yang disusun oleh sel epitel skuamos
dan dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serat elastin.
b. Tunika Media (Lapisan Tengah)
Tunika media disusun oleh sel otot polos yang terorientasi melingkar.
Tunika media pada vena tidak terlalu tebal seperti pada arteri. Fungsi dari
otot ini adalah untuk melebarkan (dilatasi) dan mengecilkan (kontraksi)
diameter arteri sesuai dengan kebutuhan tubuh. Fungsi dari tunika media
ini dapat juga mempengaruhi tekanan darah seseorang.
c. Tunika Adventisia (Lapisan Terluar)
Tunika Adventisia adalah bagian terluar dari pembuluh balik (vena) yang
menempel pada jaringan sekitar pembuluh darah. Tunika Adventisia
disusun oleh jaringan ikat kolagen dan elastin.
d. Katup Vena
Vena memiliki katup di sepanjang pembuluh darahnya. Fungsi katup ini
adalah membuat darah mengalir satu arah menuju jantung dan tidak
berbalik arah. Aliran darah pada vena lebih lambat dan lebih lemah
dibandingkan dengan arteri, selain itu pergerakan darah vena juga
dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bisa saja membuat darah mengalir ke
arah sebaliknya, katup seminular vena memegang peranan penting dalam
menjalankan fungsinya.
2. Etiologi
Trauma vaskuler dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul dan luka
iatrogenik. Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah ekstremitas
adalah luka tembak ( 70-80%), luka tusuk ( 5-10%), luka akibat pecahan kaca.
Selain itu trauma pada pembuluh darah yang disebabkan oleh trauma tumpul
seperti pada korban kecelakaan atau seorang atlet yang cedera biasanya jarang ( 5-
10%). Penyebab iatrogenik sekitar 10 % dari semua kasus yang diakibatkan oleh
prosedur endovaskuler seperti kateterisasi jantung.
3. Patofisiologi
Mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul. Trauma
vaskuler mengakibatkan gangguan berupa sistemik, regional dan Lokal. Efek
sitemik mengakibatkan kehilangan darah selanjutnya menimbulkan syko
hipovolemik.
Pada trauma arteri, ujung artei yang putus akan mengalami retraksi dan
menyebabkan trombosis. Perdarahan akan mengisi otot dan kompartemen fascial
False Aneurisma.
Bila ada luka yang saling kontak antara arteri dan vena Fistula
arteriovenosa.
Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma yang dialami.
Tipe Trauma Gejala Klinis
Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan
Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia
Kontusio Awal : pemeriksaan dapat normal
Dapat progresif menjadi thrombosis
Kompresi eksternal Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi
normal ketika fraktur diluruskan
4. Diagnosis
Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada
daerah yang secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi
terutama pada kejadian luka tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma
tumpul yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi. Keparahan trauma arteri
bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme, tipe, dan lokasi trauma,
serta durasi iskemia. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus- menerus, parestesia,
paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pada penelitian terjadi iskemia pada distal
trauma arteri ekstremitas mulai lebih dari 6 jam (golden periode), meskipun tidak
selalu absolut dalam 6 jam pada seluruh trauma. Yang terbaik adalah bila revisi
vaskuler untuk perbaikan aliran darah ke distal tidak melebihi batas aman (golden
periode). Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi, dan
auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut
iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui denganmelihat
tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut berupa hard sign
dan soft sign.
1) Pada arteri
Untuk mengetahui adanya kerusakan pembuluh darah harus diperiksa :
bagian distal cedera, suhu, pulsasi dan warnanya .
a. Trauma tajam
Trauma tajam arteri pada vaskuler dibedakan menurut berat cederanya.
a) Derajat I
Robekan tunika adventitia dan sebagian media., Perdarahan(-), Iskemia(-),
Komplikasi lanjut aneurisme . Derajat I adalah robekan adventisia dan
media, tanpa menembus dinding. Secara klinis tidak ada perdarahan luar
sekitar arteri dan tidak ada tanda iskemia didistalnya. Mungkin akan
terjadi komplikasi lanjut berupa perdarahan lambat, aneurima traumatik,
atau fistel arteri-vena. ditangani dengan penjahitan tumpang.
b) Derajat II
Robekan parsial mengenai seluruh lapisan dinding, Perdarahan (+).
Derajat II adalah robekan parsial, dinding arteri terluka dan biasanya
menyebabkan perdarahan hebat karena tidak mungkin terjadi retraksi.
Perdarahan ini mungkin terjadi terus, jika ada luka terbuka di kulit. Tanda
iskemia di distal tidak selalu ada. Komplikasi lanjut dapat berupa
hematoma luas, trombosis, fistel arteri-vena, dan aneurisma palsu. Trauma
demikian memerlukan anastomosis dan penjahitan jelujur dengan atau
tanpa reseksi. Kemudian dipasang protesis pembuluh.
c) Derajat III
Pembuluh putus total, Perdarahan (+) tidak banyak karena konstriksi
pembuluh darah yang putus, iskemi(+). Pada derajat III pembuluh darah
putus total. Perdarahan yang tidak besar. Arteri akan mengalami
vasokonstriksi dan retraksi sehingga kejaringan karena elastisitasnya,
sehingga perdarahan sedang menyebabkan iskemia tampak jelas di distal.
Komplikasi lanjut yang mungkin terjadi adalah syok hemoragik/
hipovolemik dan hematoma yang berdenyut. Trauma derajat III ini sering
terjadi akibat luka tusuk laserasi. Penaganan bedah berupa anastomosis
antara kedua puntung arteri dengan atau tanpa interposisi cangkok
pembuluh atau interposisi protesis.
b. Trauma tumpul
Trauma tumpul pada arteri juga dapat dibagi dalam beberapa derajat.
a) Derajat I Robekan tunika intima luas, Komplikasi lanjut penyempitan
lumen karena trombus. Derajat I adalah robekan tunika intima yang luas.
Kelainan ini dapat menunjukkan gejala atau tanda setempat maupun
perifer. Komplikasi adalah penyempitan lumen arteri karena pembentukan
trombus, mungkin sampai terjadi stenosis arteri. Penangulangannya berupa
reseksi dan anastomosis pembuluh darah.
b) Derajat II Robekan Tunika intima dan media disertai kematian dan
trombosis dinding arteri. Perdarahan(-), iskemi(+) di distal. Pada derajat II,
terjadi robekan tunika intima dan tunika media disertai hematoma dan
trombosis dinding arteri. Secara klinik tidak terdapat perdarahan dari luar,
tetapi terdapat iskemik di distal. Komplikasi lanjut dapat berupa emboli
arteri akut. Bila terjadi diseksi dinding arteri dapat terbentuk aneurisma
vena yang kadang ruptur spontan. Tindakan bedah yang diperlukan adalah
reseksi dan anastomosis.
c) Derajat III Kerusakan seluruh tebal dinding arteri diikuti tergulungnya
tunika mediadan intima kedalam lumen. Perdarahan(+) , iskemi(+) di
distal , Komplikasi lanjut trombosis, stenosis arteri total dan ruptur
spontan. Derajat III merupakan kerusakan seluruh tebal dinding arteri
diikuti tergulungnya tunika intima dan media kedalam lumen serta
pembentukan trombus pada tunika adventisia yang utuh. Tidak tampak
perdarahan luar, tetapi terdapat iskemia yang jelas didistal. Komplikasi
lanjut berupa trombosis, stenosis arteri total, dan ruptur spontan.
Penanganan berupa reseksi dan interposisi cangkok vena atau prostesis
pembuluh.
2) Pada vena
Trauma pada vena biasanya akibat trauma tumpul 7%, luka tembak 52%
dan luka bacok 36%. Kerusakan pada sistem vena saja jarang terjadi, trauma vena
biasanya bersamaan dengan kerusakkan pembuluh arteri. Perdarahan yang terjadi
berupa rembesan difus yang sering kali dapat berhenti sendiri.
Penanganan ditujukan pada kontrol perdarahan dengan cara Penekanan
digital atau balutan penekanan, untuk mencegah perdarahan dan masuknya udara
kedalam sistem vena karena dapat menimbulkan emboli udara. Repair trauma
venosa jarang timbul Trombophlebitis atau embolisme pulmoner
5. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada
perdarahan yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa,
tentunya pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan sedangkan
tindakan definitif dilakukan setelah perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi
dengan penekanan di atas daerah perdarahan. Pemasangan turniket tidak boleh
dilakukan karena dapat merusak sistem kolateral yang ikut terbendung. Golden
period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas terlihat
umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan terhadap
adanya iskemia.
1) Tindakan non operatif
Penatalaksanaan cedera arteri minimal dan asimptomatik masih
kontroversial. Beberapa ahli bedah berpendapat bahwa semua cedera arteri yang
terdeteksi harus diperbaiki, sedangkan yang lain mengusulkan tindakan non
operatif bila terdapat kriteria klinis dan radiologis seperti low-velocity injury,
disrupsi dinding arteri yang minimal (< 5mm) pada kelainan intima dan
pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan sirkulasi distal masih utuh.
Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki kolateral dan terutama
pada orang muda. Bila pendekatan non operatif yang digunakan, disarankan untuk
melakukan pencitraan vaskular untuk memantau penyembuhan atau stabilisasi.
2) Tindakan operatif
Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan
seluruh ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau bawah
kontralateral yang sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila
diperlukan autograft vena. Pada umumnya, insisi dilakukan secara longitudinal
langsung pada pembuluh darah yang cedera dan diekstensi ke arah proksimal atau
distal sesuai dengan kebutuhan. Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan
sebelum eksposur pada cedera. Arteri proksimal dikontrol dengan benang kasar
yang melingkari arteri (seperti jerat) atau bila perlu dengan menggunakan klem
vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal.
3) Penatalaksanaan endovascular
Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk
terapi beberapa cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya
pada lokasi anatomis yang jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan dan
fistula arteriovenosa. Pendekatan endovaskular lainnya pada cedera ekstremitas
adalah dengan penggunaan teknologi stent-graft. Dengan kombinasi alat fiksasi
seperti stent dan graft, perbaikan endoluminal pada false aneurysm atau fistula
arteriovenosa besar dapat dimungkinkan.
6. Komplikasi
Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan
perbaikan lesi pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan
yang adekuat. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi,
stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis
merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pasca operasi, sedangkan fistula
arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi lama.
a. Trombus
Beberapa kesalahan teknis yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis:
1. Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa
dinding arteri, dimana platelet dan trombin dapat lengket dan
menyebabkan trombosis.
2. Kerusakan arteri yang multipel. Angiografi intra-operatif sangat besar
artinya dalam kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal.
Kadang-kadang arus balik saja tidak cukup untuk menjadi pegangan
ada tidaknya lesi vaskular sebelah distal, karena aliran darah balik
dapat pula terjadi melalui kolateral. Akhir-akhir ini sering dianjurkan
untuk membuat arteriografi pra-operatif pada trauma luas.
3. Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada
anastomosis yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin
dengan perbandingan 1:500 dapat dipakai untuk membilas daerah
anastomosis dan membersihkan sisa-sisa bekuan darah yang masih
lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas ke arah distal agar
arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada
thrombus yang tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter
balon Fogarthy sejauh mungkin ke distal dan secara hati-hati
mendorong trombus keluar. Bila persediaan ada, maka dianjurkan
memakai larutan trobolitik untuk menghancurkan thrombus yang
masih tersisa.
b. Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada
rekonstruksi trauma vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
dan sukar untuk diatasi. Untuk membantu pencegahan terhadap infeksi,
diagnosis trauma vaskular harus cepat ditegakkan, pemberian antibiotik
yang sesuai, debridement luka yang adekuat, kesinambungan pembuluh
vaskular harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian nutrisi yang
baik secara sistemik penting untuk dilakukan. Diperlukan observasi yang
ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan dengan luka
terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin dikeluarkan
dan kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.
c. Stenosis
Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):
1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik
terlampau ketat atau pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan
dinding pembuluh tidak cukup. Dapat pula karena tertinggalnya sisa
jaringan pembuluh yang rusak. Bila lesi arteri tidak diperbaiki dengan
sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada otot yang akhirnya
mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.
2. Hiperplasia lapisan inti terjadi di jahitan anastomosis setelah beberapa
minggu atau bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena
autogen.
d. Fistula arteri vena
Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu
kelainan bawaan. Biasanya fistula arteri vena traumatic disebabkan oleh
cedera luka tembus yang mengenai arteri dan vena yang berdekatan
sehingga darah dapat langsung mengalir dari arteri ke vena. Biarpun tidak
sering kelainan ini dapat pula terbentuk pada tindakan arteri yang kurang
cermat di daerah yang kaya pembuluh darah.
e. Aneurisma palsu
Penyebab aneurisma palsu adalah luka tembus yang merusak
ketiga lapisan dinding pembuluh arteri secara menyamping (tangensial).
Kadang-kadang disebabkan oleh kesalahan pada prosedur diagnostik atau
terapi, yaitu kerusakan dinding arteri yang disebabkan oleh jarum atau
kateter atau kecelakaan pada waktu operasi hernia nukleus pulposus dan
fraktur ganda tulang pada kecelakaan lalu lintas. Biarpun jarang trauma
tumpul juga dapat menyebabkan terjadinya aneurisma palsu.
f. Sindrom kompartemen
Sindroma kompartemen disebabkan oleh kenaikan tekanan internal
pada kompartemen fascia. Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah
dan syaraf tepi. Perfusi menjadi kurang, serat syaraf rusak dan akhirnya
terjadi iskemia atau bahkan nekrosis otot. Sindrom kompartemen ditandai
oleh 5 P yaitu pain, pulseless, paresthesia, pallor, dan paralysis.
B. Pathway
Trauma Vaskular
Perdarahan
Tatalaksana tindakan
Tubuh kekurangan
operatif
banyak darah
Gangguan pertukaran
gas
C. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis
1. Pengkajian
1) B1 (Breathing)
Pada inpeksi didapatkan klien mengalami peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi mungkin tidak terdengar bunyi napas tambahan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
2) B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien ruptur arteri yang tidak
tertangani segera.
3) B3 (Brain)
Ruptur arteri terutama arteri besar seperti arteri femoralis menyebabkan
berbagai defisit neurologis, akibat pengurangan suplai darah dan oksigen
ke jaringan tubuh. Hal ini bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Kualitas kesadaran klien
merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk
disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sanagt penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
4) B4 (Bladder)
Setelah ruptur uteri dan perdarahan akut klien mungkin mengalami
penurunan produksi urine sementara, ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena penurunan kesadaran.
5) B5 (Bowel)
Pada kasus trauma vaskular pada abdomen seperti AAA, kemungkinan
terjadi perubahan fungsi fisiologis pada area abdomen.
6) B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
2. Diagnosis Keperawatan
1) Risiko syok
2) Hipovolemia
3) Risiko perdarahan
4) Gangguan Pertukaran Gas
5) Risiko infeksi
3. Rencana Keperawatan
Edukasi
Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
Jelaskan tanda dan gejala awal syok
Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan
gejala awal syok
Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian tranfusi darah,
jika perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi,
jika perlu
Diare >94%
waktunya
Plasenta previa/abrupsio
Atonia uterus
Retensi plasenta
Tindakan
Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan Pemantauan respirasi Observasi
asuhan keperawatan
(D.0003) Monitor frekuensi ,irama ,kedalaman
selama ………x……..
dan upaya napas
Definisi : maka pertukaran gas
Monitor pola napas ( seperti
membaik dengan
Kelebihan atau kekurangan bradipnea,takipnea,hiperventilasi
kriteria hasil :
oksigenasi dan/atau eleminasi ,kussmaul,cheyne-stokes, biot,ataksik)
karbondioksida pada membrane Dispnea menurun Monitor kemampuan batuk efektif
alveolus-kaplier (5) Monitor adanya produksi spuntum
Bunyi napas Monitor adanya sumbatan jalan napas
Penyebab : tambahan menurun Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(5) Auskultasi bunyi napas
Ketidakseimbangan
Pusing menurun (5) Monitor saturasi oksigen
ventilasi-perfusi
Penglihatan kabur Monitor nilai AGD
Perubahan membrane
menurun (5) Monitor hasil x-ray toraks
alveolus-kaplier
Diaforesis menurun
Terapeutik
(5)
Gelisah menurun Atur interval pemantauan respirasi
Gejala dan Tanda Mayor (5) sesuai kondisi pasien
Napas cuping Dokumetasi hasil pemantauan
Subjektif :
hidung menurun (5)
Edukasi
Dispnea PCO2 membaik (5)
PO2 membaik (5) Jelaskan tujuan dan prosedur
Edukasi
Pola napas (5)
Jelaskan penyebab, periode, dan
Tekanan darah
Gejala dan Tanda Minor pemicu
(5)
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Subjektif Proses berpikir
Anjurkan memonitor nyeri secara
(5)
- mandiri
Fokus (5)
Anjurkan menggunakan analgetik
Objektif Fungsi kemih
secara tepat
(5)
Tekanan darah meningkat Ajarkan teknik nonfarmakologis
Perilaku (5)
Pola napas berubah untuk mengurangi rasa nyeri
Nafsu makan
Nafsu makan berubah
(5)
Proses berpikir terganggu
Pola tidur (5) Kolaborasi
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri Kolaborasi pemberian analgetik,
Diaforesis Kontrol Nyeri jika perlu
Melaporkan
Kondisi klinis terkait nyeri terkontrol Pemberian Analgesik
(5)
Kondisi pembedahan Observasi
Kemampuan
Cedera traumatis
Infeksi mengenali onset Identifikasi karakteristik nyeri
Sindrom koroner akut nyeri (5) (mis. Pencetus, pereda, kualitas,
Glaukoma Kemampuan lokasi, intensitas, frekuensi,
mengenali durasi)
penyebab nyeri Identifikasi riwayat alergi obat
(5) Identifikasi kesesuaian jenis
Kemampuan analgesic (mis. Narkotika, non
menggunakan narkotika, atau NSAID) dengan
teknik non- tingkat keparahan nyeri
farmakologis Monitor tanda tanda vital sebelum
(5) dan sesudah pemberian analgesik
Dukungan Monitor efektifitas analgesik
orang terdekat
(5)
Terapeutik
Keluhan nyeri
(5) Diskusikan jenis analgesic yang
Edukasi
D. Referensi
Denpasar, Februari
2020
Clinical Instructor Mahasiswa
Ns. DA Ari Rama Dewi, S.Kep. Ida Ayu Putu Gayatri Prabha
NIP. 198708012010122000 NIM. P07120320031
Clinical Teacher