Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AWAL

PRAKTIKUM KIMIA DASAR

ASIDIMETRI
Haris Nurma Aulia, M.T

Disusun Oleh:
Zizi Aida

NIM : 201450020
Kelompok : II ( Dua )
Kelas : Logistik IB
Asisten Muhammad Kemal Ghifari
Laboratorium : Della Antoneta Kanony
Program Studi : Logistik Minyak dan Gas
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ENERGI DAN
SUMBER DAYA MINERAL
POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS

PEM AKAMIGAS
Cepu, Februari 2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Tujuan........................................................................................................3

1.3 Manfaat......................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5

2.1 Asidimetri..................................................................................................5

2.2 Larutan Standar.........................................................................................6

2.3 Indikator....................................................................................................7

2.4 Titrasi.........................................................................................................8

2.5 Perhitungan................................................................................................9

2.5.1 Membuat larutan HCl 0,1 N..................................................................10

2.5.2 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N.............................................................10

2.5.3 Analisa larutan camputan NaHCO3 dan NaCO3....................................11

BAB III METODOLOGI....................................................................................12

3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................12

3.2 Alat dan Bahan........................................................................................12

3.3 Cara Kerja................................................................................................12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................15

4.1 Hasil Laporan Sementara........................................................................15

4.1.1 Membuat Larutan HCl 0,1 N.................................................................15

4.1.2 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N.............................................................15

4.1.3 Analisa Larutan Campuran NaHCO3 dan Na2CO3................................15

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

i
4.2 Pembahasan.............................................................................................17

4.3 Hubungan Asidimetri dengan Logistik...................................................18

4.4 Tugas dan Pertanyaan..............................................................................18

4.4.1 Pertanyaan..............................................................................................20

4.4.2 Jawaban..................................................................................................21

BAB V PENUTUP................................................................................................23

5.1 Kesimpulan..............................................................................................23

5.2 Saran........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan


mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan
larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.Larutan baku (standar)
adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan
warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik
dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan
larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna
pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis
dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan
dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat
mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa
Dalam kegiatan praktikum dilaboratorium, ketika hendak menentukan
kadar suatu zat biasanya menggunakan metode titrasi. Titrasi merupakan proses
penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah
ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Ada beberapa macam metode titrasi,
seperti apabila ingin melakukan titrasi yang melibatkan reaksi asam basa suatu zat
kita dapat menggunakan metode titrasi asidimetri. Metode ini terbilang cukup
menguntungkan karena cukup mudah dan cepat untuk dilakukan. Selain itu titrasi
asidimetri memiliki ketetapan dan ketelitian yang cukup tinggi, sehingga sering
menjadi pilihan untuk melakukan mode titrasi asam basa.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

1
Penetapan titrasi asidimetri dan alkalimetri acap kali digunakan untuk
menentukan titrasi asam maupun basa suatu zat pada reaksi netralisasi asam dan
basa dengan menggunakan indikator yang sesuai. Asidimetri merupakan analisis
yang menggunakan asam sebagai larutan standar. Ketepatan pemilihan indikator
dilakukan agar kesalahan titrasi dapat diminimalisasi sekecil mungkin. Indikator
yang sering digunakan adalah indikator PP dan fenolftalein. Indikator yang dipilih
adalah indikator yang cepat berubah pada invers pH sekitar titik ekuivalen. Titik
akhit titrasi ditandai dengan timbulnya perubahan warna indikator yang
ditambahkan. Untuk mengetahui keterangan lanjutan dari titrasi asidimetri maka
dilakukan percobaan mengenai titrasi asidimetri. Titrasi asam basa merupakan
contoh analisis volumetri yaitu suatu cara atau metode, yang menggunakan larutan
yang disebut titran, dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Proses
titrasi asam basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis
sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan gambar yang diperoleh tersebut
disebut kurva pH atau kurva titrasi yang didalamnya terdapat kurva ekivalen yaitu
titik dimana titrasi dihentikan (Ika,2009).
Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus dihentikan,
digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang disebut larutan indikator
yang ditambahkan dalam larutan yang diuji sebelum penetesan larutan uji
dilakukan. Larutan indikator ini menanggapi munculnya kelebihan larutan uji
dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada
titik kesetaraan. Titrasi asam-basa pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir ini sedekat mungkin ke titik
kesetaraan. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu (atau
mengkoreksi selisih diantara keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari
analisis titrasi asam-basa. Umumnya larutan uji adalah larutan standar elektrolit
kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Sujono,2003).
Sifat suatu larutan dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator
asam-basa, yaitu zat-zat warna yang warnanya berbeda dalam larutan asam, basa
dan garam. Untuk mengidentifikasi sifat dari asam, basa dan garam dapat
menggunakan kertas lakmus, larutan indikator atau indikator alami. Secara

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

2
sederhana, kertas lakmus dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat dari
larutan asam, basa dan garam (larutan netral). Alat lain yang dapat digunakan
untuk mengindikasi apakah larutan bersifat asam, basa atau netral adalah larutan
indikator fenolftalein, metil merah dan metil jingga (Azizah,2004)
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.
Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang
terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai
pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat
dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari
konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan
dengan indikator asam basa (harjanti, 2008).
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubsh warna
diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran
penggunaan indicator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa nya. Sebagai contoh
fenolftalein (PP),mempunyai pKa 9,4 ( perubahan warna antara pH 8,4 – 10,4).
Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena
proton dipindahkan dari struktur fenol dari PP sehingga pH-nya meningkat
akibatnya akan terjadi perubahan warna (Sudjadi,2007).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui prinsip asidimetri.


2. Mengetahui cara kerja dari prinsip asidimetri.
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan praktikum.
4. Mengetahui hasil dari praktikum asidimetri.
5. Mahasiswa dapat membuat larutan HCl 0,1 N.
6. Mahasiswa dapat menstandarisasi larutan HCl0,1 N.
7. Mahasiswa dapat menganalisa kadar NaHCO 3 dan Na2 CO 3

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

3
1.3 Manfaat
Manfaat dalam melakukan pratikum asidimetri ini, mahasiswa dapat
membandingkan antara teori yang dipelajari dengan praktikum secara langsung,
dan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan
praktikum ini, selain itu mahasiswa dapat memahami prinsip kerja asidimetri.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asidimetri
Asidimetri merupakan sejenis analisis titrasi, yang menggunakan asam
kuat sebagai larutan standar dan analitnya yaitu basa atau senyawa yang basa.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran volume
asam dan basa yang akurat untuk saling menetralkan. Reaksi netralisasi atau
penentuan keasaman dan penentuan alkalinitas adalah salah satu dari empat
kelompok utama yang mengklasifikasikan reaksi dalam analisis titrasi. Keasaman
alkalinitas melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang dibentuk oleh hidrolisis
garam turunan asam lemah dengan standar (metode asidemetri). Reaksi ini
melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air.
Kekuatan relatif asam dan basa dalam larutan bergantung pada afinitasnya
terhadap proton yang berbeda. Semakin kuat asamnya, semakin lemah basa
konjugasinya.
Asidimetri merupakan tipe reaksi penetralan yang ada dalam titrasi asam-
basa. Asidimetri adalah pengukuran atau penentuan konsentrasi larutan asam
dalam suatu campuran. Biasanya dilakukan dengan jalan titrasi bersama larutan
basa yang telah diketahui konsentrasinya, yaitu larutan baku dan suatu indikator
untuk menunjukkan titik akhir titrasi. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekuivalen.Titik ekuivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan
warna indikator. Titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah disebut
titik akhir. Ekuivalen dari suatu basa, adalah massa basa yang mengandung suatu
gugus hidroksil yang tergantikan. Sedangkan Ekuivalen dari asam, adalah massa
basa yang mengandung sutu gugus hidroksil yang tergantikan.
Selain itu titrasi adalah teknik analisis kuantitatif yang digunakan untuk
menentukan kadar zat sampel dalam bentuk larutan menggunakan larutan lain
dengan konsentrasi eksak yang diketahui. Penggunaan sejumlah larutan standar
akan menentukan hasil, yaitu konsentrasi larutan sampel yang diuji. Dalam titrasi,

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

5
banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, seperti apakah jenis
atau sifat larutan tersebut bersifat asam atau basa. Penentuan jenis reagen dan
indikator akan bergantung pada keasaman atau alkalinitas larutan uji. Berbeda
dengan jenis titrasi lainnya, berdasarkan keasaman dan kebasaan titran yang
digunakan, titrasi asam basa ini dibagi menjadi dua jenis. Titrasi asam dan titrasi
alkali adalah klasifikasi dari titrasi asam basa ini.
Reaksi asidimetri adalah reaksi menetapkan konsentrasi asam kuat
menggunakan larutan basa standar. Reaksinya menghasilkan air.
Reaksi:
HA + BOH BA+ H 2 O
Asam basa garam air
Reaksi asidimetri termasuk reaksi titrimetri. Reaksi titrimetric sendiri adalah
analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan
baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara
zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Titik akhir titrasi ditetap kan dengan perubahan warna indicator yaitu indicator
warna organic.

2.2 Larutan Standar


Larutan standar merupakan larutan yang kosentrasinya yang sudah
diketahui secara pastinya. Pada berdasarkan kemurniannya larutan standar
dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan
standar primer merupakan larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang
dan melarutkan suatu zat yang tertentu dengan kemurnian yang tinggi. Larutan
standar sekunder merupakan larutan standar yang sudah dipersiapkan dengan
menimbang dan melarutkan suatu zat yang tertentu dengan relatif rendah tidak
seperti larutan primer yang menggunakan yang memerlukan zat kemurnian yang
tinggi. Maka dari itu, larutan standar sekunder memiliki kosentrasi diketahui dari
hasil standardisasi.Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui
konsentrasinya secara teliti dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N
(normalitas) atau M (molaritas). Larutan standard adalah larutan yang

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

6
mengandung reagensia dengan bobot diketahui dalam suatu volume tertentu
dalam suatu larutan. Terdapat dua macamlarutan standar yaitu larutan standar
primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal
ini disebabkanlarutan ini telah diketahui konsentrasi secara pasti (artinya
konsentrasi larutanstandar adalah tepat dan akurat). Larutan standar merupakan
istilah kimia yangmenunjukkan bahwa suatu larutan telah diketahui
konsentrasinya. Terdapat duamacam larutan standar yaitu larutan standar primer
dan larutan standar sekunder.Larutan standar primer adalah larutan standar yang
konsentrasinya diperolehdengan cara menimbang.
Syarat senyawa yang dapat dijadikan standar primer:
1. Memiliki kemurnian 100%.
2. Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu
pemanasan(pengeringan) disebabkan standar primer biasanya
dipanaskan dahulusebelum ditimbang.
3. Mudah didapatkan (tersedia diaman-mana).
4. Memiliki berat molekul yang tinggi (MR), hal ini untuk
menghindarikesalahan relative pada saat menimbang. Menimbang
dengan berat yangbesar akan lebih mudah dan memiliki kesalahan
yang kecil dibandingkandengan menimbang sejumlah kecil zat
tertentu
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya
diperolehdengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat
dipakaiuntuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh sebab itu
maka NaOH harus dititrasi dahulu dengan PP dan MO agar dapat dipakai sebagai
standarprimer. Begitu juga dengan NaHCO 3 dan HCl tidak bisa dipakai sebagai
standarprimer, supaya menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat dititrasi
dengan larutan standar prime NaCO 3

2.3 Indikator
Indikator merupakan suatu zat yang warna yang berbeda-beda sesuai dengan

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

7
kosentrasi ion hidrogen. Indikator pada umumnya berupa suatu asam atau basa
organik lemah dipakai dalam larutan yang sangat encer. Selain itu indikator asam-
basa pada umumnya suatu zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen
atau kekeruhan pada suatu range atau pH tertentu. Ada berbagai indikator yang
mempunyai ionisasi yang berbeda dan mengakibatkan warna pada range pH yang
berbeda. Indikator organic yang sering digunakan adalah methyl orange untuk
titrasi antar asam kuat dengan basa lemah, phenopthaline untuk titrasi basa kuat
dengan asam kuat atau asam lemah. Dalam perhitungan selanjutnya, digunakan
persamaan antara volume dan konsentrasi masing-masing zat yang dititrasi
dengan penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Yang dimana : V1 merupakan volume zat penetrasi / standar (mL)
N1 normalitas zat penetrasi/standar (gr ekivalen/L)
V2 merupakan volume zat yang dititrasi (mL)
N2 merupakan Normalitas zat yang dititrasi (mL)

2.4 Titrasi
Titrasi adalah suatu proses analisis yang mana volume larutan standarnya
ditambahkan ke dalam larutan yang bertujuan untuk mengetahui suatu komponen
yang tidak dikenal dalam larutan yang digunakan. Selain itu, titik akhir titrasi
adalah suatu titik pada saat titrasi diakhiri atau dihentikan. Biasanya dalam titrasi
diambil sejumlah titik tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang dititrasi
kemudian akan dilakukannya proses pengenceran.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

8
2.4.a Gambar Titrasi
Selain itu, ada kesalahan titrasi yang mana terjadi jika bila titik akhir titrasi
tidak tepat dengan titik ekivalen (≤ 0,1%), yang disebabkan adanya kelebihan
titran, indikator bereaksi dengan analit, indikator bereaksi dengan titran. Untuk
mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu
kurva yang menyatakan hubungan antara -log [H+], -log [X-], -log[Ag+] atau E
(volt) terhadap volum.

Keakuratan penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil


analisis senyawa. Untuk menentukan kelengkapan reaksi, digunakan suatu zat
yang disebut indikator. Indikatornya adalah pewarna larut yang warnanya berubah
secara signifikan dalam kisaran pH yang sempit. Jenis indikator yang khas adalah
asam organik, yang lebih lemah dan memiliki warna yang berbeda dari basa
konjugasinya. Indikator yang baik memiliki intensitas warna yang berbeda, jadi
hanya beberapa tetes larutan indikator encer yang harus ditambahkan ke larutan
yang akan diuji. Konsentrasi molekul yang sangat rendah ini hampir tidak
berpengaruh pada pH larutan. Perubahan warna indikator mencerminkan pengaruh
asam dan basa lain dalam larutan.

2.5 Perhitungan
Perhitungan titrasi pada umumnya didasarkan di rumus :

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

9
V 1× N 1=V 2 × N 2
Keterangan :
V : volume
N : normalitas

Dalam perhitungan ini tidak meggunakan molaritas (M) karena dalam


keadaan reaksi yang telah berjalan sempurna atau reagen sama-sama habis
bereaksi yang sama adalah mol-ekuivalen bukan mol. Mol-ekuivalen dihasilkan
dari perkalian normalitas dengan volume.

2.5.1 Membuat larutan HCl 0,1 N


HCl pekat yang diperlukan untuk membuat HCl 0, 1 N sebanyak volume

tertentu adalah:

3,65× v
v x= mL
10× k × L

Keterangan : Vx = volume HCl pekat yang diperlukan (mL)

V = Volue HCl 0,1 yang dibuat (mL)

K = berat jenis HCl pekat

L = kadar HCl pekat

Harga k dan L dapat dilikat pada label botol HCl pekat di almari asam

2.5.2 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N


Larutan HCl 0, 1 N yang baru dibuat belum tepat normalitasnya, untuk itu

harus distandarisasi dengan Na2CO3, menggunakan perhitungan dibawah ini

1000 G ×2
N HCl=
V
×V HCl ×106
v

Keterangan: G= berat Na2CO3 yang ditimbang (gram)

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

10
V= Volume total Na2CO3 (mL)

V= volume Na2CO3 yang digunakan setiap titrasi (mL)

VHCl= volume rata-rata HCl yang digunakan untuk titrasi

(mL)

2.5.3 Analisa larutan camputan NaHCO3 dan NaCO3.


Untuk menghitung kandungan NaHCO3 dan Na2CO3 dalam suatu larutan

digunakan perhitungan sebagai berikut:

Na2CO3 = 2A x NHCl x 53 mgram

NaHCO3 = (B – A) x NHCl 84 mgram

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

11
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


 Waktu : Kamis, 18 Februari 2021, 07.30 – 17.10 WIB
 Tempat : Laboratorium Lindung Lingkungan

3.2 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu :
1. Pipet ukur, kapasitas 1 atau 2 mL
2. Pipet volumetrik, kapasitas 10 mL
3. Labu takar, kapasitas 100 mL
4. Labu takar, kapasitas 200 atau 250 mL
5. Gelas beaker, kapasitas 100 mL
6. Buret, kapasitas 50 mL
7. Erlenmeyer, kapasitas 100 mL
8. Timbangan analitik
9. Bulb
10. Corong Kaca 50 mm

Bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini yaitu :


1. HCl pekat
2. Na2CO3 anhydrous
3. Larutan indikator Phenol Phthalein (PP)
4. Larutan indikator Methyl Orange (MO)
5. Aquadest

3.3 Cara Kerja


a. Membuat Larutan HCL 0,1 N

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

12
1. Masukkan sekitar 50 mL akuades ke dalam labu takar 200 atau 250
mL, kemudian bawa ke dalam almari asam.

2. Dengan menggunakan pipet ukur, ambil sejumlah volume HCl pekat


sesuai dengan hasil perhitungan (Vx). Masukkan ke dalam labu takar,
kemudian tambahkan akuades sampai tanda batas. Tutup labu dan
kocok biar campur.
3. Sebelum digunakan larutan tersebut harus di standarisasi terlebih
dahulu.

b. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N.


1. Ke dalam gelas beaker timbang kira – kira 0,53 – 0,54 gram Na 2CO3
yang sudah dipanaskan dalam oven dengan temperatur 260 – 270 oC
selama 60 – 90 menit dan sudah didinginkan dalam desikator. Catat
berat penimbangan sampai 4 angka dibelakang koma. 2.
2. Larutkan dengan sedikit akuades, kemudian masukkan ke dalam labu
takar 100 mL, bilaslah gelas beaker dengan sedikit akuades dan
bilasannya juga dimasukkan ke dalam labu takar. Lakukan pembilasan
ini sedikitnya 2 kali. Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu
takar sampai tanda batas. Tutup dan kocok biar campur.
3. Ambil 10 mL larutan ini dengan pipet volumetrik, masukkan ke dalam
erlenmeyer dan tambahkan indikator MO.
4. Titrasi larutan tersebut dengan larutan HCl yang hendak distandarisasi
dari buret sampai tepat terbentuk warna jingga.
5. Catat volume HCl yang digunakan, dan ulangi pekerjaan titrasi ini 2
kali lagi. Rata – ratakan volume HCl yang digunakan, misal V mL.
6. Hitung normalitas HCl dengan ketelitian sampai 4 angka di belakang
koma.

c. Analisa Larutan Campuran NaHCO3 dan Na2CO3.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

13
1. Pipet 10 mL larutan campuran dengan pipet volumetrik, masukkan ke
dalam erlenmeyer dan tambahkan 3 – 4 tetes indikator PP.
2. Titrasi dengan larutan HCl yang sudah distandarisasi sampai warna
merah larutan tepat hilang.
3. Catat pemakaian larutan HCl yang digunakan, misal A mL.
4. Ke dalam larutan yang baru saja dititrasi tambahkan 3 – 4 tetes
indikator MO dan kocok.
5. Titrasi lagi dengan larutan HCl sampai tepat terjadi perubahan warna
larutan dari kuning menjadi jingga.
6. Catat pemakaian larutan HCl yang digunakan misalkan B mL.
7. Ulangi langkah 1 s/d 6 di atas 2 kali lagi, kemudian masing – masing
rata – ratakan perolehan harga A dan B.
8. Hitung kandungan NaHCO 3 dan Na2 CO 3dalam 10 mL larutan
campuran.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Laporan Sementara


4.1.1 Membuat Larutan HCl 0,1 N
HCl pekat yang diperlukan untuk membuat larutan HCl 0,1 N
3,65 x V 3,65 x 250
Vx= = = 2,0568 mL
10 x k x L 10 x 1,199 x 63

4.1.2 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N


a. Data Hasil Pengamatan Volume Titrasi HCl terhadap Volume Na2CO3
No. Volume Na2CO3 (mL) Volume Titrasi HCL 0,1
N (mL)
1. 10 10,9
2. 10 10,8
3. 10 10,7
Rata-rata Volume Titrasi HCl 0,1 N 10,8 mL

b. Menghitung Normalitas HCl

gr 1000
N Na2CO3 = x x Valensi
Mr V
0,5331 1000
= x x2
105,99 100
N Na2CO3 = 0,1005944 N

VI . NI = V2 . N2
10 x 0,100594 = 10,8 x N2
NHCL = 0,0931N

4.1.3 Analisa Larutan Campuran NaHCO3 dan Na2CO3


a. Data Hasil Pengamatan Volume Titrasi HCl terhadap Volume Larutan
Campuran

No Larutan Campuran Titrasi HCl 0,1 N


. NaHCO3 dan Na2CO3 Indikator PP (A Indikator MO (B mL)
mL)

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

15
1 10 6 ml 25,1
2 10 5,6 ml 25,1
3 10 5,9 ml 25,1
Rata-rata Volume Indikator 11,2 25,1 ml

b. Menghitung Normalitas HCl dan Na2CO3


NNa2CO3 = g x 1000 x valensi
Mr x V
NNa2CO3 = 0,5304 x 1000 x 2
105,99 x 100
NNa2CO3 = 0,10008 N

NHCl = g x 1000 x valensi


V
x V HCl x 106
V
NHCl = 0,5370 x 1000 x 2
100
x 10,8 x 106
10
NHCl = 0,0938 N

c.Analisa Larutan Campuran NaHCO3 dan Na2CO3 Kandungan Na2CO3


dalam larutan campuran dan Presentase nya

Na2CO3 = 2 x A x NHCl x 53
Na2CO3 = 2 x 5,8333 x 0,0938 x 53
Na2CO3 = 57,9993 mg

% Na2CO3 = 57,9993
x 100
151,8061+57,9993

= 5799,93
209,8054
= 27,65%

Kandungan NaHCO3 dalam larutan campuran


NaHCO3 = (B–A) x NHCl x 84
NaHCO3 = ( 25,1 – 5,8333 ) x 0,0938 x 84
NaHCO3 = 15,04 x 0,0938 x 84
NaHCO3 = 151,8061 mg

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

16
% NaHCO3 = 151,8061
x 100
151,8061+57,9993

= 15180,61
209,8054
= 72,35%

4.2 Pembahasan
Praktikum asidimetri merupakan analisa titrimetri yang menggunakan
asam kuat sebagai titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau dapat
senyawa yag bersifat basa. Dalam analisis larutan asam dan basa titrasi akan
melibatkan pengukuran volume yang akurat dari suatu asam dan basa
sehingga akan saling menetralkan. Titran ditambahkan sedikit demi sedkit
pada analit sampai pada keadaan ekuivalen dengan analit.
Dalam praktikum kali ini, kami mencoba untuk mengetahui berapa
normalitas dari HCl yang dilarutkan dari HCl pekat. Kami dapat mengetahui
normalitas HCl ini dengan cara melakukan standarisasi dengan menggunakan
larutan Na2CO3. Na2CO3yang kami gunakan harus berupa padatan yang tidak
mengandung air, karena larutan ini nantinya akan menjai larutan standar
primer untuk menguji normalitas dari HCl. Oleh karen itu, sebelum kami
membuat larutan Na2CO3 terlebih dahulu kami memanaskan padatan Na2CO3
agar semua air yang terkandung menguap dan kami mendapatkan
Na2CO3yang murni.
Setelah membuat larutan standarisasi primer, kami menguji larutan
tersebut dengan larutan HCl yang sebelumnya telah kami buat dari HCl pekat.
Dari titrasi tersebut kami mendapatkan volume rata-rata sebesar 10,8 ml.
volume tersebut dapat kami gunakan untuk menghitug normalitas dari HCl.
Sesuai dengan yang telah kami tampilkan diatas, kami medapatkan normalitas
HCl sebesar 0,0938 N.
Larutan HCl yang telah diketahui normalitas sebenarnya ini akan menjadi
penguji untuk campuran Na2CO3 dan NaHCO3 .Kita dapat menggunakan
larutan HCl untuk menitrasi campuran Na2CO3 dan NaHCO3. Kita

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

17
menggunakan indicator PP dan MO untuk indicator dalam titrasi kali ini.
Seperti yang telah kami tampilkan, volume campuran dengan indicator PP
akan berubah warna pada volume rata-rata 11,2 ml. Sedangkan volume
campuran dan indicator MO akan berubah warna pada volume rata-rata
sebesar 25,1mL Dari volume tersebut, kita dapat menghitung kandungan dari
masing-masing komponen dalam campuran Na2CO3 dan NaHCO3. Sesuai
dengan yang kami tampilkan diatas, kami mendapatkan kandungan Na2CO3
sebesar 57,9993 mgram dengan sebanyak 27,65% dan kandungan NaHCO 3
sebesar 151,8061 mgram dengan sebanyak 72,35%.

4.3 Hubungan Asidimetri dengan Logistik


1. Dalam melakukan praktikum asidimetri mahasiswa dapat mengetahui
peran asidimetri dalam logistik yaitu dapat mengetahui bilangan asam
kuat pada produk diesel.
2. Dapat membedakan antara dikromat dan monokromat

4.4 Tugas dan Pertanyaan


4.4.1 Tugas
1. Tuliskan reaksi kimia yang terjadi saat standarisasi HCL dan analisis
campuran
a. NaHCO₃ + HCl  NaCl + H₂O + CO₂
b. Na₂CO₃ + HCl  NaCl + NaHCO₃
2. Terangkan dari mana asalnya rumus perhitungan pada analisis
campuran
Rumus perhitungan pada analisis campuran sesungguhnya
merupakan penjabaran rumus titrasi. Diketahui rumus titrasi adalah
N₁ x V₁ = N₂ x V₂. Analisa kandungan Na₂CO₃ dan NaHCO₃
dalam rumus tersebut dinyatakan dalam milligram (mg) sehingga
perlu dilakukan modifikasi dengan persamaan rumus lainnya.
Berikut adalah asal muasal rumus tersebut:
N = normalitas
N = gr zat terlarut x 1000 mg

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

18
BE zat terlarut Vol. larutan (m)
N x V = zat terlarut (g) x 1000 mg x Volume larutan
(mL)
BE zat terlarut Vol. larutan (mL)
N x V = zat terlarut (mg)
BE zat terlarut
a. Rumus mencari kandungan Na₂CO₃ dalam milligram (mg) :
N( Na₂CO₃) x V(Na₂CO₃) = N(HCl) x V(HCl)
1. Na₂CO₃ (mg) = N(HCl) x V(HCl)
BE Na₂CO₃
2. Na₂CO₃ (mg) = N(HCl) x V(HCl) x BE Na₂CO₃
3. Na₂CO₃ (mg) = N(HCl) x V(HCl) x Mr Na₂CO₃
Eq. Na₂CO
Dari informasi jawaban soal no. 1 diketahui bahwa Na₂CO₃ + HCl
 2NaCl + H₂O + CO₂, Dilihat dari ekivalennya, senyawa Na₂CO₃
memiliki ion 2Na+ sedangkan senyawa HCl memiliki ion H+. Oleh
karena mol (ekivalen) secara teoritis berbanding lurus dengan
volume, maka akan dibutuhkan 2 kali volume HCl supaya dapat
bertitrasi dengan Na₂CO₃. Apabila kita misalkan Volume HCl
adalah A, maka lanjutan rumus menjadi :

4. Na₂CO₃ (mg) = N(HCl) x 2A x Mr Na₂CO₃


Eq. Na₂CO₃

5. Na₂CO₃ (mg) = N(HCl) x 2A x 106


2
6. Na₂CO₃ (mg) = N(HCl) x 2A x 53
b. Rumus mencari kandungan Na₂CO₃ dalam milligram (mg) :
Perhitungan yang sama dilakukan juga jika ingin mencari kandungan
NaHCO₃ dalam larutan. Dari informasi jawaban soal no. 1 diketahui

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

19
:
 NaHCO₃ + HCl  NaCl + H₂O + CO₂
Dilihat dari ekivalennya, senyawa NaHCO₃ memiliki ion Na+ dan
senyawa HCl memiliki ion H+. Oleh karena mol (ekivalen) secara
teoritis berbanding lurus dengan volume, maka akan dibutuhkan 1
kali volume HCl supaya dapat bertitrasi dengan NaHCO₃. Oleh
karena praktikum ini adalah titrasi berlanjut, selanjutnya buat
permisalan Volume HCl yang dititrasi dengan larutan campuran
NaHCO₃ dan Na₂CO₃ adalah B, maka asal muasal rumus mencari
kandungan Na₂CO₃ menjadi :
N( NaHCO₃) x V(NaHCO₃) = N(HCl) x V(HCl)
1. NaHCO₃ (mg) = N(HCl) x V(HCl)
BE NaHCO₃
2. NaHCO₃ (mg) = N(HCl) x V(HCl) x BE NaHCO₃

3. NaHCO₃ (mg) = N(HCl) x V(HCl) x Mr NaHCO₃


Eq. NaHCO₃
4. NaHCO₃ (mg) = N(HCl) x (B-A) x Mr NaHCO₃
Eq. NaHCO₃
5. NaHCO₃ (mg) = N(HCl) x (B-A) x 168
2
6. NaHCO₃ (mg) = N(HCl) x (B-A) x 84

4.4.1 Pertanyaan
1. Jelaskan hasil percobaan sesuai dengan teori Asidimetri?
2. Tuliskan reaksi kimia yang terjadi saat standarisasi HCl dan analisis
campuran dan terangkan dari mana asalnya rumus perhitungan pada
analisis campuran!
3. Kesalahan kesalahan apakah yan mungkin anda perbuat selama
melakukan percobaan ini? Bagaimanakah cara mengeliminasi
kesalahan tersebut ?

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

20
4.4.2 Jawaban
1. Pada percobaan praktikum asidimetri ini percobaan sesuai dengan
teori asidimetri yang dipelajari. asidimetri merupakan analisa
titrimetri yang menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan
sebagai analitnya adalah basa atau dapat senyawa yag bersifat basa.
Hasil dari percobaan praktikum ini menjadikan larutan yang dititasi
mengalami perubahan warna. Selain itu, suatu larutan mencapai
titik ekuivalen pada saat bergantinya warna.
2. Pada titrasi yang pertama karbonat yang berada pada sampel akan
bereaksi dengan asam membentuk garam dan juga bikarbonat.

Na2CO3 + HCl  NaHCO3 + NaCl


Apabila karbonat telah habis bereaksi dengan asam, maka larutan
akan berubah warna dari warna merah muda keunguan menjadi
tepat bening atau tepat tak berwarna. Sehingga dalam erlenmeyer
terdapat bikarbonat awal sebelum reaksi terjadi dan bikarbonat
hasil reaksi yang pertama. Pada reaksi kedua bikarbonat akan
bereaksi dengan asam membentuk garam, apabila telah habis
bereaksi maka kelebihan asam dengan indikator MO akan merubah
warna larutan dari kuning menjadi kuning kemerahan atau oranye.

NaHCO3 + HCl  NaCl + H2O + CO2


Rumus perhitungan didapat dari rumus umum titrasi, yaitu:

mol equivalen pentiter = mol equivalen titran

dimana pentitier yang digunakan adalah HCl sedangkan titran yang


digunakan adalah NaHCO3 (karbonat) dan Na2CO3 (bikarbonat).
3. Kesalahan yang dilakukan pada saat melakukan praktikm
asidimetri yaitu kelebihan dalam meninmbang Na2CO3. Adapun
kesalahan yang dilakukan yaitu kelebihan dalam meneteskan titran
pada larutan yang dititrasi. Oleh karna itu, warna yang dihasilkan
dari suatu larutan berwarna lebih pekat.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

21
LOGISTIK MINYAK DAN GAS

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Asidimetri adalah reaksi menetapkan konsentrasi asam kuat
menggunakan larutan basa standar.Untuk melakukan percobaan
asidimetri ,langkah awal dilakukan adalah melakukan pembuatan larutan
standar HCL HCL sendiri adalah larutan yang memiliki pH yang sangat
sehingga disebut larutan asam kuat. Pembuatan larutan HCL yang sudah
diencerkan dilakukan stantarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar
primer aquadest agar dapat digunakan sebagai larutan standar,yang disebut
larutan standars sekunder.HCL pekat yang diperlukan dalam pembuatan
larutan HCL adalah sebanyak 2,0568 mL. Untuk larutan basa standar yang
dipakai yaitu larutan Na2CO3. Dalam melakukan standarisasi larutan HCl,
diperlukan Na2CO3 sebagai pasangan titrasinya.Untuk lariutan
indikatornya yang digunakan adalah Methyl Orange dan
Penophtalhyn.Saat melakukan standarisasi ,kita dapat menentukan nilai
kandungan Na2CO3 dan kandungan NaHCO3 ..Jumlah kandungan Na2CO3
adalah 57,9993 mg dan kandungan NaHCO3 adalah 151,8061 mg.

5.2 Saran
1. Perhatikan dengan baik peralatan apa saja yang digunakan dalam praktik
yang akan dilaksanakan,jangan sampai salah menggunakan alat.
2. Berhati-hatilah dalam menggunakan peralatan yang akan digunakan
dalam praktik karena banyak diantaranya berbahan kaca seperti tabung
reaksi,gelas beaker,dll yang mudah pecah.
3. Berhati-hatilah dalam memakai larutan asam atau basa yang konsentrasi
nya tinggi (pekat) karena dapat menimbulkan iritasi pada anggota tubuh
jika terkena.
4. Ikutilah prosedur standar cara kerja yang telah ditetapkan

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

23
5. Pakailah alat pelindung diri seperti masker,sarung tangan, pakaian
praktik,dsb.

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

24
DAFTAR PUSTAKA

Day , RA & Underwood, AL 1999.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI – Press: Jakarta

Keenan, Charles W., 1980, Ilmu Kimia untuk Universitas, Edisi VI, 422,
Erlangga, Jakarta

Khopkar.1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Daintith, J.,1997, Kamus Lengkap Kimia, 7, 17, Erlangga, Jakarta

Day, R.A dan Underwood, A.L. 1998. Anilisa Kimia Kuantitafif. Erlangga:
Jakarta

Keenan, CW dkk.1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas Jakarta,Erlangga, Jakarta

Harjadi, W. 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar . Gramedia, Jakarta

Sukmariasegar ,1990. Kimia Semoga Beruntung Edisi 2.Binarupa Aksara,


Jakarta

Syukri, 1999.Kimia Dasar 2. Bandung , ITB

LOGISTIK MINYAK DAN GAS

25
LOGISTIK MINYAK DAN GAS

26
LOGISTIK MINYAK DAN GAS

27
LOGISTIK MINYAK DAN GAS

28
LOGISTIK MINYAK DAN GAS

29
LOGISTIK MINYAK DAN GAS

30

Anda mungkin juga menyukai