Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK PADA NY.

J DENGAN HIPERTENSI
DI RUANG POLI UMUM PUSKESMAS WAIMITAL
TAHUN 2020

OLEH :

YUNI KARTIKA NURLETTE, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

A. Definisi
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut
jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan
volume aliran darah (Hani, 2015).
Setiap usia dan jenis kelamin memiliki batasan masing – masing :
a. Pada pria usua < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah
waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/90
mmHg.
c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(sumber: Dewi dan Familia, 2015 : 18).

1. Jenis Hipertensi
Di kenal juga keadaan yang di sebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, tekanan darah
melebihi 180/120 mmHg di sertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ
seperti otak, jantungm paru dan ekslamsia atau lebih rendah dari 180/120
mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata
timbul.
b. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120 mmHg) tetapi
belum ada gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan
menit, tetapi dalam hitungan jam bahkan hari dengan obat oral.
2. Sementara itu, hipertensi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :
a. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebb (hipertensi
essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat
penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%) penderita
termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi karena adanya
faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
b. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sistemiknya lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh
darah utama ginjal, dan penykit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010).
Sekitar 5-10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit gin jal
dan sekitar 1-2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakain obat
tertentu misalnya pill KB (Elasanti, 2014).

Klasifikasi hipertensi

Kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(hipertensi ringan)
Stadium 2 160-170 mmHg 100-109 mmHg
(hipertensi ringan)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(hipertensi ringan)

Keadaan gawat darurat diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi


berlanjut menjadi “krisi hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70
tahun tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita tekanan darah
normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat
mencegah insiden krisis hipertinsi menjadi kurang dari 1%.

B. Etiologi
Hipertensi emergenci merupakan spektrum klinis dari heipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada
kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ
target pada hipertensi emergenci ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan
hipertensi ensefalopati, infark selebral, pendaharahan subarakhniod, pendarahan intra
cranial, sistem kardivaskuler yang dapat mengakibatkan infarak miokard di fungsi
ventrikel kiri akut, adema paru akut, diseksi aorta dan sistem organ lainnya seperti
gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan enemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor resiko krisis hipertensi
a. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat
b. Kehamilan
c. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal
d. Pengguna NAPZA
e. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular atau kolagen).

C. Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder,
dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik
menimngkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini
dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luar, serta hiperplasi
intima arterial interlobuler nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada
retina, otak dan ginjal. Pada retinan akan timbul perubahan eksudat, pendarahan dan
udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan
merupakan gejela paling terpercaya dari hipertensi maligna
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160
mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak
mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan
diastolik yang sangat tinghi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang
dapat mengakibatkan kerusakan otak yang ireversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan apterload, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada
hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena adanya mekanisme adapatasi.
Penderita peokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran
norefinefrin yang menetap atau berkala.
Aliran darah keotak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila mean arterial pressure (MAP) 120-160 mmHg, sedangakan pada
penderita hipertensi baru dedngan MAP diantara 60-120 mmHg. Pada keadaan hiper
kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga
perubahan yang sedikit saja TD menyebabkan asidosis otak akan
mempercepattimbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara :
a. Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi hingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melaui arteri tersebut
karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untyuk melalui pembuluh
yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknnya tekanan. Inilah yang
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonsttriksi, yaitu jika terjadi arteri kecil (arteriola) untuk semantara
waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah.
c. Bertambahnya cairan didalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah titik. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak
mampu membuat sejumlah garam dan aira dalam tubuh. Volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika
aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak
cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada
2. Sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta
3. Mata kabur
4. Sakit kepala hebat
5. Nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umunya.

Tabel 2. Gambar klinin hipertensi darurat

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal


darah neurologi
>220/14 Pendarahan, Sakit kepala, Denyut Uremia, Mual muntah
0 mmHg eksudat, kacau, jelas,membesar, prateinuria
edema gangguan dokompensasio,
papila kesadran, oliguai
kejang

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD,
bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan
TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita
hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardivaskular dan kejadian ini di jumpai bila TD daistolik > 140 mmHg. Sebaliknya
pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian
obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eksalamsi,
hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.

E. WOC

Umur Jenis kelemin Gaya hidup Obesitas arteriosklorosis


Hipertensi

Keruskan vaskuler
vembuluh darah

Perubahan
struktur

Penyumbatan
pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan
sirkulasi

Otak Pembuluh darah Retina

Ketahanan Suplai 02 di otak Istemik Koroner Spasme arteriole


pembuluh darah menurun
keotak
Vasokontriksi Iskemi Diplopis
Gangguan perfusi miokard
Nyeri kepala jaringan serebral
Kelebihan
beban Nyeri Resti
Gangguan Resiko perfusi dada injuri
pola tidur jaringan serebral Koroner

Penurunan curah Kelelahan


jantung

Intoleransi aktivitas

F. Komplikasi

Nyeri
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan
darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut.
Hipertensi yang tidak di obati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memeperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi kebeberapa organ vital. Sebab kematian
yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa di sertai dengan stroke
dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dana sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan
yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan kroner dan miokard. Pada
otak serig terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang
dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transiet Ischemic Attack/TIA).
Gagal ginjal sering dijumpai dengan komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses
akut seperti pada hipertensi maligna. Resiko penyakit kardivaskuler pada pasien
hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetepi juga telah atau belum
adanya kerusakan organ target serta faktor resiko lain seperti merokok, dislipidemia
dan DM. (tekanan darah sitolik melebihi 140 mmHg pada indivu berusia lebih dari 50
tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskuler yang penting. Selain itu dimulai dari
tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatnya resiko
penyakit kardiovaskuler sebanyak 2 kali ( anggraini, waren, et.al, 2009).

G. Pemeriksaan penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboraturium untuk mengetahui kerusakan orga seperti ginjal dan
jantung.
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urnalisa untuk mengetahun protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram real, pemeriksan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
g. Foto dada dan CT scan

H. Penetalaksanaan Hipertensi
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan
tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara secara parenteral dan memerlukan pemantauan
yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindarai keadaann yang
merugikan atau memunculkan masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja
cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah
dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak
tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan daarah harus dilakukan dengan segera namun tidak
terburyu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan
iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah yang harus dikurangi 25% dalam waktu
1 menit sampai 2 jam diturunkan lagi ke160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi
yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus Drip, bukan injeksi). Obat yang cukup
sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosi 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada,
pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke rumah sakit.
Pengobatan oral yang dapat di berikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5 –
25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
I. Pencegahan
Anda bisa mencegah hipertensi dengan berbagai cara berikut ini:
 Menjaga berat badan ideal. Berat badan berlebih bisa membuat seseorang lebih
berisiko terserang hipertensi.
 Berolahraga secara rutin. Seseorang yang aktif berolahraga akan lebih terhindar
dari risiko terserang hipertensi. Lakukan jalan cepat atau bersepeda 2-3 jam setiap
minggu.
 Konsumsi makanan yang rendah lemak dan kaya serat. Misalnya, roti dari biji-
bijian utuh, beras merah, serta buah dan sayuran.
 Kurangi garam. Batasi dalam makanan, tidak lebih dari satu sendok teh.
 Kurangi konsumsi alkohol. Mengonsumsi lebih dari takaran alkohol yang
disarankan, bisa meningkatkan risiko hipertensi
 Berhenti merokok. Meski rokok tidak menyebabkan hipertensi secara langsung,
tetapi rokok bisa membuat arteri menyempit, sehingga meningkatkan risiko
serangan jantung dan stroke.
 Konsumsi kafein sesuai yang dianjurkan. Meminum lebih dari empat cangkir kopi
sehari bisa meningkatkan risiko hipertensi

J. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesdaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sitem kardivaskuler didapatkan renjatan (stroke) yang
sering terjadi pada klien hipertensi emergency. Tekanan darah terjadi peningkatan
dan dapat terjadi hiperetensi massif (tekanan darah > 200 mmHg).
B3 ( Brain)
Hipertensi emergency menyebabkan berbagai deficit neurologis.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dobandingkan pengakajian pada sistem lainnya.
B4 (Bladder)
Setelah hipetensi emergency klien mungkin mengalami stroke sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik
steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
B6 (Bone)
Hipertensi adalah penyakit UMN dan peningkatan tekanan darah. Oleh
karena kardiovaskuler, gangguan cotrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada kardivaskular.

B. Konsep lansia

Penyakit Hipertensi Pada Lansia

Penyakit kardiovaskuler sangat rentan menyerang pada lanjut usia, walapun penyakit
tersebut biasanya terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat dan faktor keturunan.
Penyakit kardiovaskuler biasanya karena serangan pada pembuluh darah jantung. Penyakit
kardiovaskuler yang sering dijumpai pada lansia yaitu penyakit jantung koroner,
hipertensi, serangan jantung, dan nyeri dada (Wahyunita, 2010).

Pada orang lanjut usia, umumnya besar jantung akan mengalami perubahan yaitu
mengecil, bisanya rongga balik kiri yang pertama kali akan mengalami penurunan
fungsinya ini disebabkan karena kurangnya aktivitas atau penurunan aktivitas. Tidak
hanya itu otot - otot jantung juga mengalami penurunan.

Pada lanjut usia tekanan darah akan naik secara bertingkat dimana elastisitas jantung
pada orang berusia 70 tahun keatas akan menurun 50% dibanding orang berumur 20 tahun
(Nugroho, 2000). Pada lanjut usia sering dijumpai penyakit tekanan darah tinggi atau yang
disebut hipertensi. tekanan darah adalah daya dorong darah keseluruh dinding pembuluh
darah pada permukaan yang tertutup (Setiawan, Tarwoto, & Wartonah, 2015)

. Hipertensi pada lansia merupakan kondisi dimana tekanan sistolik sama dengan
160 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik sama dengan 90 mmHg atau lebih (Smeltzer
dan Bare, 2013). Bebrapa faktor yang menyebabakan lansia menagalami hipertensi yaitu
pola nutrisi pada lansia yang tidak adequate, penurunan persepsi sensori rasa sehingga
mendukung resiko terjadinya hipertensi pada lansia. Penurunan fungsi organ lain juga
dapat menjadi faktor terjadinya hipertensi seperti organ ginjal terjadi kerusakan atau
penurunan fungsi glomerulo filtrasi rate, yang paling sering yaitu fungsi psikologi pada
lansia, stress adalah hal yang sering muncul pada lansia, dengan timulnya stress akan
menjadi faktor pencetus tekanan darah tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi yaitu riwayat keluarga, obesitas, ras, kebiasaan merokok, stress, asupan
natrium.
1. Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi pekembangan menjadi bayi, dewasa dan akhirnya menjadi
tua. Semua ini bisa dikatakan normal, dengan berbagai perubahan fisik dan tingkah
laku yang dapat diramalkan pada usia lanjut. Lansia merupakan proses alami yang
ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami menjadi tua,
dimana akan terjadi kemunduran fisik, mental dan sosialsecara bertahap. (Azizah,
2011)Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 bab 1 pasal 1 ayat 2 tentang
kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksut dengan lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun.

Sedangkan menurut Nugroho (2000) mengatakan lansia adalah kelanjutan dari


usia dewasa, dimana kedewasaan dibagi menjadi 4, yang pertama iufentu, usia 25 –40
tahun, yang kedua verilitas, usia 40 –50 tahun, yang ketiga, fase pension yaitu usia 50
–65 tahun, dan yang terahir fase senium yaitu usia antara 65 hingga tutup usia.

Lansia adalah orang yang telah tua dan menunjukkan ciri fisik rambut beruban,
gigi ompong, dan kerutan kulit. Dalam masyarakat tidak mampu lagi menjalankan
fungsinya dengan baik dan tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai orang
dewasa, seperti pada pria tidak terikat atau berperan dalam ekonomi produktif,
sedangkan pada wanita tidak mampu memenuhi tugas rumah tangga (stanley dan
beare, 2007)

2. Klasifikasi Lansia

WHO (1999) dalam Azizah (2011) menggolongkan lansia menjadi 4 golongan


berdasarkan usia kronologi, yaitu Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok
lansia dengan usia antara 45-59 tahun. Lanjut usia (elderly) yaitu usia 60-74 tahun,
Lanjut usia tua (old) yaitu antara 75-90 tahun, Usia sangat tua (very old) yaitu usia
lebih dari 90 tahun, Sedangkan Nugroho (2000) menurut beberapa ahli, bahwasanya
lanjut usia yaitu orang yang telah berumur 65 tahun keatas.

Menurut UU No. 4 Tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dikatakan jompo atau
lanjut usia apabila yang bersangkutan telah berumur 55 tahun, tidak mempunyai atau
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehar-hari dan
menerima nafkah dari orang lain. Sedangkan menurut UU No. !3 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang telah berumur 65 tahun
keatas (Azizah,2011).

3. Perubahan Pada Lanjut Usia


Pada usia lanjut terjadi proses penuaan secara alami dan setiap individu
mengalami proses tersebut secara berbeda-beda . walaupun idividu memiliki usia
kronologi yang sama, namun setiap individu memiliki proses menua yang tidak sama
dalam level fungsi organ. Semakin bertambahnya umur seorang manusia, akan terjadi
proses penuaan secara degenerative yang akan terjadi perubahan - perubahan pada diri
manusia meliputi fisik, sosial, kognitif, perasaan dan seksual (Azizah, 2011).

4. Perubahan Fisik
1. Sel
Perubahan sel, sel akan menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar
ujurannya, jumlah sel otak menurun, dan terganggunya perbaikan mekanisme sel.

2. Sistem Indra
Pada lansia akan mengalami penurunan fungsi indra, yang pertama yaitu
perubahan sistem penglihatan, pada lansia cenderung akan mengalami presbiopi,
dimana lensa kehingan elastisitas dan kaku serta daya akomodasi dari jarak jauh
dan dekat berkurang. Sistem pendengaran mengalami penurunan kemampuan daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama pada nada - nada yang tidak jelas, 50%
terjadi pada lansia berumur 60 tahun keatas. Sistem intergumen mengalami atrofi,
kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan dan akan
menimbulkan bercak.
3. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia diantaranya perubahan pada
kolagen dan elastin menyebabkan turunya fleksibilitas pada lansia sehingga
menimbulkan dampak berupa nyeri. Jaringan kartilago pada persendian lunak dan
mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, sehingga
kartilago pada pada persendian rentan terhadap gesekan, perubahan ini akan
mengakibatkan sendi akan mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,keterbatasan
gerak, dan terganggunya aktivitas sehari - hari. Atrofi otot, serabut - serabut otot
mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, Otot - otot kram dan
menjadi tremor.
4. Sistem Persarafan Pada lansia akan mengalami penurunan berat otak 10 – 20%,
lambat dalam merespon dan waktu untuk bereaksi, khususnya terhadap stres, dan
kurang sensitif terhadap sentuhan.
5. Sistem Kadiovaskuler
Pada lansia jantung akan mengalami penurunan elastisitas dinding aorta, katub
jantung menjadi tebal dan kaku, kemampuan darah menurun saat memompa darah
1% setiap tahun setelah berumur 20 tahun keatas, tekanan darah meninggi
diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pemblu perifer, sistolik kurang lebih
160 mmHg dan diastolik kurang lebih 90 mmHg. Penurunan kadar Hb pada lansia
mengakibatkan penurunan pada konsentrasi oksigen menjadi tidak adekuat,
ditambah lagi dengan masukan diet yang buruk, kondisi psikologis seperti
kesepian, serta adanya penyakit kronis dapat menjadi pemberat penyakit jantung.
Perubahan normal pada jantung diantaranya yaitu penurunan kekuatan otot
jantung, perubahan pembuluh darah yang menurun dan kemampuan memompa
dari jantung harus kerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi (maryam, 2008).
6. Sistem Respirasi
Pada sistem organ paru pada lansia, otot - otot pernafasan krhilangan kekuatan dan
menjadi kaku, menurunya aktivitas dari silia, paru - paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat,menarik napas menjadi lebih bera, alveoli
ukuranyamelebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

7. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh


Pada lansia hipotalamus mengalami kemunduran yang disebabkan berbagai faktor
sehingga akan ditemui fenomena sebagai berikut, temperatur tubuh pada lansia
akan menurun yaitu kurang lebih 35 drajat celcius hal ini karena
penurunanmetabolisme, pada lansia juga terjadi keterbatasan respon menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas secara maksimal sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
8. Sistem Gastrointestinal
Pada lansia sistem pencernaan mengalami penurunan diantaranya hilangnya gigi,
biasnya karena gigi ompong sehingga akan mempengaruhi indra pengecap, rasa
lapar menurun hal ini karena asam lambung menurun dan pengosongan lambung,
peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
9. Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihan mengalami kemunduran terutama pada laju filtrasi,
ekskresi, reabsorbsi oleh ginjal. Pada lansia akan mengalami pola perkemihan yang
tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari dan kadang tidak mampu
menahan kencing.
10. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia di tandai dengan mencintainya ovaridan uterus,
terjadi atrofi payudara, pada laki - laki testis masih dapat membentuk spermatozoa
meskipun ada penurunan secara berangsur -angsur, dorongan seksual menetap
sampai umur diatas 70 tahun, selaput lendir vagina menjadi menurun dan sekresi
menjadi berkurang.
11. Sistem Indokrin
Produksi dari semua hormon menurun, menurunya aktifitas tiroid, menurunya
basal metabolisme rate, dan menurunya sekresi hormon kelamin seperti
progesterone, esterogen, dan testosteron.

5. Perubahan Mental
Perubahan kepribadian pada lansia biasanya tidak nampak secara drastis
melainkan lebih sering lansia mengungkapan secara tulus mengenai keadaannya,
meskipun kadang ada kekakuan dalam mengungkapkan perasaannya. Pada lansia
biasanya akan memiliki daya ingat yang baik mengenai masalahnya, sedangkan
ingatan jangka pendeknya akan sedikit terganggu. Lansia juga akan mengalami
perubahan penampilan, persepsi dan daya membayangkan karena tekanan-tekanan
dari faktor waktu.
6. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialami lansia yaitu, lansia akan mengalami yang
namanya pensiun, lansia akan mulai kehilangan pekerjaan, finansial, status, dan
teman. Tidak hanya itu lansia juga akan merasakan akan datangnya kematian,
perubahan dalam cara hidup, penyakit kronis dan ketidakmampuan, gangguan gizi,
kehilangan anggota keluarga, serta hilanggnya kekuatan dan ketegapan fisik.
A. Pengkajian umum asuhan keperawatan lansia
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar
diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga.
Sumber informasi dari tahapan pengkaajian dapat menggunakan metode
wawancara keluarga, observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik pada anggota
keluarga dan data sekunder. Hal - hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah
a. Data Umum
Nama :
Umur :
Alamat :
No telepon :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Tipe keluarga :
Suku bangsa :
Agama :
Status sosial ekonomi :

2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d trauma
b. Nyeri akut b/d fisiologis
c. Intoleransi aktivitas b/d tirah baring
d. Gangguan pola tidur b/d hanbtan lingkungan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
Keperawatan
1. Resiko perfusi Perfusi jaringan serebral Perfusi jaringan selebral
jaringan cerebral Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda –
tidak efektif keperawatan 1x8 jam tanda vital
diharapkan masalah resiko  Pantau adanya sakit
parfusi jaringan cerebral kepala, tingkat
tidak efektif dapat teratasi kesadaran dan
dengan kriteria hasil : orientasi
 Pasien bebas dari sakit  Minimalkan stimulus
kepela lingkungan
 Pasien bebas dari  Berikan posisi
kegelisahan senyaman mungkin
 Pasien bebas dari  Kolaborasi
muntah pemberian diuretic
 Pasien bebas dari dan obat – obatan
demam untuk meningkatkan
 Pasien bebas dari volume
penurunan tingkat intaravaskuler
kesadaran
2. Nyeri akut Status nyeri Manajeman nyeri
Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengakajian
keperawatan 1x8 jam nyeri konmprensif
diharapkan masalah nyeri yang meliputi lokasi,
dapat teratasi dengan karakteristik, dan
kriteria hasil : durasi, frekuensi
 Pasien melaporkan kualitas, intensitas,
nyeri terkontrol dan faktor pencetus.
 Pasieng mengenali  Berikan infotmasi
kapan nyeri terjadi mengenai nyeri
 Pasien menggunakan seperti penyebab
tindakan nyeri tanpa nyeri, berapa lama
analgetik akan dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
 Ajarkan penggunaan
teknik non
faramakologi (teknik
relaksasi napas
dalam, terapi musik)
 Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian teraphy
3. Intoleransi aktifitas Toleransi terhadap Manajeman lingkungan
aktifitas  Ciptakan lingkungan
Saturasi oksigen ketika yang aman bagi
beraktifitas dalam batas pasien dampingi
norml (99%) frekuensi pasien selama tidak
nadi ketika beraktifitas ada kegiatan bangsal,
dalam batas normal dengan tepat.
(16x/menit) pasien dapat  Monitor kemampuan
melaporkan kemudahan perawatan diri secra
dalam melakukan ADL. mandiri
 Ajarkan keluarga
untuk mendukung
kemandirian dengan
membantu hanya
ketika pasie tidak
mampu melakukan
(perawatan diri)

4. Gangguan pola Tidur Peningkatan tidur


tidur Setelah dilakukan tindakan  Tentukan pola
keperawatan 1x8 jam tidur/aktivitas pasien
diharapkan masalah  Jelaskan pentingnya
gangguan pola tidur dapat tidur yang cukup
teratasi dengan kriteria terhadap psikososial
hasil :  Monitor pola tidur
1. Pasien dapat pasien
melaporkan perasaan  Sesuaikan
segar setelah tidur lingkungan
2. Pasien dapat (misalnya, cahaya)
melaporkan kualitas  Kolaborasi dengan
tidur terpenuhi dokter dalam
3. Tempat tidur yang pemberian teraphy
nyaman

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membatu klien dalam mencapai
tujuan yang telah diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Bursalam: 2015)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilain dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Nursalam, 2015).

B. Pengkajian status fungsional, Kognitif, Afektif dan sosial


a. Pengkajian Status Fungsional
Pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari – hari
Penentuan kemandirian mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan
klien dan menciptakan pemilihan intervensi yang tepat.
Meliputi : Indeks Katz, Barthel Indeks, Sullivan

INDEKS KATZ
Alat yg digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut
usia dan penyakit kronis
Meliputi keadekuatan 6 fungsi : mandi, berpakaian, toileting, berpindah,
kontinen dan makan
Untuk mendeteksi tingkat fungsional klien (mandiri atau tergantung)
Mandiri dilakukan sendiri

b. Pengkajian Status Kognitif / Afektif


Pemeriksaan status mental memberikan sampel perilaku dan kemampuan
mental dlm fungsi intelektual.
Pemeriksaan status mental pengkajian pada tingkat kesadaran, perhatian,
keterampilan berbahasa, ingatan interpretasi bahasa, keterampilan menghitung
dan menulis, kemampuan konstruksional
Pengujian status mental bisa digunakan klien yang beresiko delirium
MELIPUTI :
 Short Portable Mental Status Questionnaire ( SPMSQ )
 Mini Mental State Exam ( MMSE )
 Inventaris Depresi Beck ( IDB )
 Skala Depresi Geritrik Yesavage

Short Portable Mental Status Questionnaire ( SPMSQ )


Untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual
Terdiri dari 10 pertanyaan tentang : orientasi, riwayat pribadi, memori dalam
hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan
kemampuan matematis
Rusak/salah nilai 1
Tidak rusak/benar nilai 0

Mini - Mental State Exam ( MMSE )


Menguji aspek kognitif dari fungsi mental : orientasi, registrasi, perhatian,
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa
Pemeriksaan bertujuan untuk melengkapi dan nilai, tetapi tidak dapat
digunakan untuk tujuan diagnostik.
Berguna untuk mengkaji kemajuan klien

Pengkajian Fungsi Sosial


Hub. Lansia dengan keluarga sebagai peran sentral
Menghasilkan informasi tentang jaringan pendukung
Perawatan jangka panjang butuh dukungan fisik dan emosional keluarga
Meliputi :
APGAR Keluarga ( Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve)
Alat skrining singkat untuk mengkaji fungsi sosial lanjut usia

Instrumen APGAR

Saya puas bisa kembali pada keluarga saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya (adaptasi)
Saya puas dengan cara keluarga saya membicarakan sesuatu dan
mengungapkan masalah dengan saya (hubungan)
Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas (pertumbuhan)
Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan afek dan berespons
terhadap emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai (afek)
Saya puas dengan cara teman saya dan saya menyediakan waktu bersama -
sama
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Ade Dian, et.al (2012). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipetensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poli Klinik Dewasa Puskesmas Bangkinan
Periode Januari Sampai Juni 2011. Diakses 20 september 2017: Http//yayanakhyar.com

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2013). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A +Plus Books,
Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2014). The 4th Scientific Meeting on Hypertension.
Di akses 20 September 2017 : http ://www.dinkes jateng prov.go.id

Elsan, Salma (2011). Panduan Hidup Sehat: Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta.

Ganong, William F (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2012:33:613-23

Vaidya CK, Oullette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2009:43-50

Anda mungkin juga menyukai