Anda di halaman 1dari 75

MODUL

GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Konsep Dasar Profesi
Dosen Pengampu: TIM

Disusun Oleh :

Ichsan Nur Fajar JNR0200107

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan
modul yang berjudul “Gagal Ginjal Akut Dan Kronis”.
Penulis sadar, bahwa modul ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan setulus hati
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Dewi Lailatul Badriah, M.Kes., AIFO selaku Ketua Yayasan
Pendidikan Bhakti Husada Kuningan (YPBHK).
2. Abdal Rohim, S.Kp., M.H selaku Ketua STIKes Kuningan.
3. Aria Pranatha, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Prodi Profesi Ners STIKes
Kuningan dan Pembimbing Departemen Konsep Dasar Profesi.
4. H. Kanapi, S.Kep., Ners., M.M.Kes selaku Koordinator Kampus 2 STIKKU.
5. Yana Hendriana, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Pembimbing dan Koordinator
Departemen Konsep Dasar Profesi.
6. Ega Lestari, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Departemen Konsep Dasar
Profesi.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan moral dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam
menyusun modul ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan modul ini.

Cirebon, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi
MODUL GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIS
I. Tujuan Umum............................................................................ 1
II. Tujuan Khusus........................................................................... 1
III. Anatomi Fisiologi....................................................................... 1
1. Anatomi................................................................................ 1
2. Fisiologi................................................................................ 4
IV. Gagal Ginjal............................................................................... 6
1. Definisi Gagal Ginjal............................................................ 6
2. Definisi GGA....................................................................... 8
3. Definisi GGK....................................................................... 9
4. Etiologi................................................................................. 11
1. Etiologi GGA................................................................ 11
2. Etiologi GGK................................................................ 13
5. Tanda dan Gejala.................................................................. 14
6. Klasifikasi............................................................................. 16
1. Klasifikasi GGA............................................................ 16
2. Klasifikasi GGK............................................................ 17
7. Patofisiologi.......................................................................... 21
1. Patofisiologi GGA......................................................... 21
2. Patofisiologi GGK......................................................... 26
8. Pathways.............................................................................. 27
1. Pathways GGA.............................................................. 27
2. Pathways GGK.............................................................. 28
9. Manifestasi klinis................................................................. 29
1. Manifestasi klinis GGA................................................. 29
2. Manifestasi klinis GGK................................................. 30
10. Komplikasi........................................................................... 31
1. Gagal Ginjal Akut......................................................... 31
2. Gagal Ginjal Kronis...................................................... 31
11. Pemeriksaan Diagnostik....................................................... 32
1. Pemeriksaan diagnostik GGA....................................... 32
2. Pemeriksaan diagnostik GGK....................................... 32
12. Terapi Farmakologi.............................................................. 32
13. Asuhan Keperawatan............................................................ 35
1. Pengkajian..................................................................... 35
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan........................................ 36
3. Pemeriksaan Fisik......................................................... 39
4. Pemeriksaan Penunjang................................................. 41
5. Analisa Data.................................................................. 42
6. Diagnosa Keperawatan Sesuai Dengan Prioritas.......... 42
7. Perencanaan Tindakan Keperawatan............................ 43
8. Implementasi Keperawatan........................................... 51
9. Evaluasi Keperawatan................................................... 55
V. Berfikir Kritis..................................................................... 56
1. Studi Kasus.................................................................... 56
2. Pertanyaan Terkait Kasus.............................................. 57
VI. Keterampilan Klinik Tindakan Hemodialisa.................. 60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Stadium Gagal Ginjal Kronis...........................................................


31
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Ginjal..............................................................................


2
Gambar 2. Pathways GGA..............................................................................
28
Gambar 3. Pathways GGK..............................................................................
28
MODUL
GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIS

I. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam membuat modul ini, yaitu mahasiswa diharapkan
mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah gagal ginjal akut & kronis.

II. Tujuan Khusus


Tujuan khusus dalam membuat modul ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu menguraikan anatomi dan fisiologi ginjal.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi gagal ginjal akut & kronis.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian pada klien dengan masalah
gagal ginjal akut & kronis.
4. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan masalah
gagal ginjal akut & kronis.
5. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan dengan
masalah gagal ginjal akut & kronis.
6. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
dengan masalah gagal ginjal akut & kronis.
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan dengan
masalah gagal ginjal akut & kronis.
8. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan daftar tilik hemodialisa dan
video hemodialisa.

III. Anatomi Fisiologi


1. Anatomi
Ginjal adalah organ ekskresi yang berbentuk seperti kacang merah
dan berukuran sekitar 11 x 7 x 6 cm 3. Organ ini berfungsi menyaring
kotoran, terutama urea dari dalam darah sekaligus membuangnya
bersama dengan air dalam bentuk urine. Selain itu, ginjal juga berfungsi
menjaga keseimbangan asam dan basa, serta menghasilkan hormon
(Muhammad, 2012).
Ginjal adalah bagian tubuh yang sangat penting. Fungsi ginjal
sebagai penyaring darah dari sisa-sisa metabolisme menjadikan
keberadaanya tidak bisa tergantikan oleh organ tubuh lainnya. Kerusakan
atau gangguan pada ginjal menimbulkan masalah pada kemampuan dan
kekuatan tubuh. Akibatnya, aktivitas kerja terganggu dan tubuh jadi
mudah lelah dan lemas (Colvy, 2010).
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam
mempertahankan keseimbangan internal dengan menjaga komposisi
cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk
seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan (Brunner & Suddarth,
2013).
Ukuran ginjal pada manusia sangat kecil, anatomi juga sangat
sederhana, akan tetapi tanggung jawab nya terhadap kesehatan tubuh
sangat besar. Jadi jagalah selalu kesehatan ginjal agar aktivitas anda
lancar. Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar
11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat 150 gram. Ginjal memiliki
bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap
ginjal terdapat bukaan yang di sebut hilus yang menghubungkan arteri
renal, vena renal dan ureter (Colvy, 2010).
Gambar 1. Anatomi Ginjal
(Sumber: https://dedaunan.com/wp-content/uploads/2015/03/kidney-anatomy-
min.jpg)
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, berwarna
merah tua, terletak dikedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal terlindungi
dengan baik dari trauma langsung karena disebelah posterior dilindungi
oleh tulang kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan dibagian
anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati
(Syaifuddin, 2012).
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk
mempertahankan homeostasis dengan mengatur volume cairan,
keseimbangan osmotik, asam basa, ekskresi sisa metabolisme, sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak dalam rongga
abdomen, retroperitoneal primer kiri dan kanan kolumna vertebralis,
dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum
(Syaifuddin, 2012).
Ginjal berfungsi atas dua area besar, yaitu area berwarna cerah di
bagian luar yang dikenal dengan renal cortex dan area berwarna pekat di
bagian dalam yang dikenal dengan istilah renal medulla. Di dalam
medulla terdapat delapan atau lebih cone-shaped sections yang disebut
sebagai renal pyramids. Area di antara piramid disebut renal columns
(Colvy, 2010).
Struktur paling mendasar pada ginjal adalah nephrons. Masing-
masing ginjal memiliki satu juta struktur mikroskopis. Itulah yang
berfungsi menyaring darah dan membuang limbah buangan. Pembuluh
darah arteri menyalurkan darah ke ginjal setiap hari, 180 liter atau sekitar
50 galon. Ketika darah memasuki ginjal, maka ia akan disaring dan
dikembalikan ke jantung melalui pembuluh darah vena (Colvy, 2010).
Proses penyaringan terjadi pada bagian kecil dalam ginjal, yang
disebut dengan nefron. Setiap ginjal memiliki sekitar satu miliar nefron.
Pada nefron ini terdapat pembuluh darah kecil-kecil (kapiler) yang saling
jalin menjalin dengan saluran-saluran yang kecil, yaitu tubulus (Colvy,
2010).
Tubuluslah yang pertama kali menerima gabungan antara zat-zat
buangan dan berbagai zat kimia hasil metabolisme yang masih bisa
digunakan tubuh. Ginjal akan memilih zat-zat kimia yang masih berguna
bagi tubuh dan mengembalikannya ke peredaran darah dan mengeluarkan
lagi kembali ke dalam tubuh. Dengan cara itulah ginjal mengatur kadar
zat-zat kimia dalam tubuh (Colvy, 2010).
Selain membuang sampah-sampah yang tidak terpakai lagi, ginjal
juga berfungsi menjadi pabrik penghasil tiga hormon penting, yaitu
eritropoietin (EPO), renin dan bentuk aktif vitamin D (kalsitriol).
Eritropoietin (EPO) adalah hormon yang merangsang sumsum tulang
membuat sel-sel darah merah (eritrosit). Renin adalah membantu
mengatur tekanan darah dan bentuk aktif vitamin D (kalsitriol) yang
membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan kimia dalam
tubuh (Colvy, 2010).
2. Fisiologi
Ginjal adalah organ penting yang memiliki peran cukup besar dalam
pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi
ginjal yaitu sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam
darah, pengatur keseimbangan asam basa darah dan pengatur eksresi
bahan buangan atau kelebihan garam. Proses pengaturan kebutuhan
keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian glomerulus
sebagai penyaring cairan. Cairan yang tersaring kemudian mengalir
melalui tubulus renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang
dibutuhkan (Damayanti, 2015).
Ginjal yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan
penyakit gagal ginjal. Gagal ginjal (kidney failure) adalah kasus
penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun
kronis (menahun). Gagal ginjal akut apabila terjadi penurunan fungsi
ginjal berlangsung secara tiba-tiba, tetapi kemudian dapat kembali
normal, maka penyebabnya dapat segera diatasi. Sedangkan gagal ginjal
kronis gejalanya muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan
gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut tidak
dirasakan dan berlanjut hingga ke tahap parah (Damayanti, 2015).
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresi
zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan
filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorbsi sejumlah zat
terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal.
Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urine
melalui sistem pengumpulan urine (Price & Wilson, 2012). Ginjal
mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan
mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urine. Urine lalu akan dikumpulkan dan
dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urine akan ditampung terlebih dahulu
di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih
dan keadaan memungkinkan, maka urine yang ditampung di kandung
kemih akan dikeluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urine,
yaitu filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Pembentukan urine dimulai dengan
filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler
glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma kecuali
protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.
Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi
tidak difiltrasi kemudian direabsorpsi parsial, reabsorbsi lengkap dan
kemudian akan dieksresi (Sherwood, 2011). Dibawah ini merupakan
fungsi ginjal, yaitu:
1) Mengatur keseimbangan pH darah.
2) Meregulasi tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin yang
berfungsi mengontrol tekanan darah dan keseimbangan elektrolisis.
3) Renin mengubah protein dalam darah menjadi hormon angiotensis.
Selanjutnya angiotensis akan diubah menjadi aldosteron yang
mengabsorbsi sodium dan air ke dalam darah.
4) Memproses vitamin D, sehingga dapat distimulasi oleh tulang.
5) Membuang racun dan produk buangan/limbah dari darah. Racun di
dalam darah diantaranya urea dan uric acid. Jika kandungan kedua
racun ini terlalu berlebihan, akan mengganggu metabolisme tubuh.
6) Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan (air dan
garam) di dalam tubuh.
7) Memproduksi hormon erythropoiethin yang bertugas memproduksi
sel darah merah di tulang (Colvy, 2010).

IV. Gagal Ginjal


1. Definisi gagal ginjal
Gagal ginjal adalah sebuah penyakit di mana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama
sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di
dalam darah atau produksi urine (Colvy, 2010).
Gagal ginjal adalah ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi di urine menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Price & Wilson, 2012).
Bisa jadi, ginjal menjadi tidak berfungsi secara mendadak. Kondisi
ini disebut acute renal failure. Biasanya, penyakit tersebut dapat
disembuhkan dengan obat-obatan dan dialisis atau cuci darah. Jika proses
pembersihan ginjal berhasil dilakukan, penderita bisa sembuh kembali
dan ginjal pun berfungsi secara normal. Pada umumnya, gagal ginjal
terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun. Dengan begitu, bila tanda-
tanda penyakit ini terdeteksi secara dini, penderita dapat ditolong dengan
segera (Muhammad, 2012).
Penyakit ginjal tidak menular, namun menyebabkan kematian.
Bahkan, sebagian besar penderita tidak merasakan keluhan apapun
sebelum ia kehilangan 90% fungsi ginjalnya. Penyakit ini dapat
menyerang pada siapapun, terlebih penderita penyakit serius atau luka
yang berdampak terhadap fungsi ginjal secara langsung. Penyakit gagal
ginjal lebih sering dialami oleh kaum dewasa, terutama orang-orang
berusia lanjut (Muhammad, 2012).
Penyakit gagal ginjal termasuk salah satu penyakit ginjal yang paling
berbahaya. Bahkan, penderita gagal ginjal berat harus menjalani cuci
darah reguler (hemodialisis). Sementara itu, penyakit gagal ginjal
dibedakan menjadi dua, yaitu gagal ginjal akut (GGA) dan gagal ginjal
kronis (GGK) (Muhammad, 2012).
Gagal ginjal akut biasanya terjadi secara tiba-tiba. Pada kasus ini
fungsi ginjal mengalami penurunan secara mendadak. Meskipun begitu,
bila ditangani dengan baik, penderita GGA dapat sembuh dengan
sempurna. Beberapa penyebab GGA antara lain adalah penyakit
glomerulonephritis akut, perdarahan ataupun sumbatan saluran kemih
karena batu, tumor atau bekuan darah (Colvy, 2010).
Berbeda dengan GGA, GGK terjadi perlahan-lahan, bisa dalam
hitungan bulan, bahkan dalam hitungan tahun. Sifatnya GGK tidak dapat
disembuhkan. Memburuknya fungsi ginjal bisa dihambat apabila
penderita melakukan pengobatan secara teratur. Penyebabnya GGK ini
beragam seperti diabetes mellitus, hipertensi, batu ginjal, obat-obatan dan
penyakit glomerulonephritis kronis (Colvy, 2010).
Bila fungsi ginjal telah menurun hingga mencapai kurang dari 10%,
maka kondisi ini disebut gagal ginjal terminal (GGT). GGT ini terjadi
karena racun-racun sisa metabolisme tubuh yang seharusnya dibuang
oleh ginjal menjadi tertimbun di dalam tubuh. Jika kondisi itu terus
berlanjut, kematian dapat terjadi dalam waktu singkat (Colvy, 2010).
2. Definisi GGA
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak
dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan
homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan
metabolik persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin, serta
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya
dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA, yaitu terjadinya
peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari.
Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari,
kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL
per hari (Price & Wilson, 2012).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah kemunduran yang cepat dari
kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun,
yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah. GGA
bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan seperti berkurangnya aliran
darah ke ginjal, penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal
atau trauma pada ginjal (Colvy, 2010).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah akibat dari adanya kelainan ginjal
secara kompleks, sehingga kemampuannya dalam membersihkan bahan-
bahan racun di dalam darah menjadi menurun. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya penimbunan limbah metabolis di dalam darah. Penyakit ini
juga disebabkan oleh berbagai kondisi yang mengakibatkan aliran darah
ke ginjal menjadi berkurang, aliran kemih dari ginjal tersumbat dan
trauma pada ginjal. Kondisi tersebut ditandai dengan terjadinya
peningkatan kreatinin darah sebanyak 0,5 mg/dl per-hari dan peningkatan
ureum sebanyak 10-20 mg/dl per-hari. Hanya dalam hitungan jam,
penderita penyakit GGA ini menjadi semakin parah. Karena terjadi
peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma, pengeluaran urine dapat
berkurang dari 40 ml per-jam (oliguria), bertambah dan kadang kala tetap
normal (Muhammad, 2012).
3. Definisi GGK
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah proses kerusakan ginjal selama
rentang waktu lebih dari tiga bulan. GGK dapat menimbulkan simtoma,
yaitu laju filtrasi glomerular berada dibawah 60 ml/men/1.73 m2 atau di
atas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine. Selain itu
adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi GGK pada penderita
kelainan bawaan, seperti hioreksaluria dan sistinuria (Muhammad, 2012).
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible (tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit). Sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). GGK merupakan perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun)
(Brunner & Suddarth, 2013).
Gagal ginjal kroník (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible. Saat ginjal sudah tidak mampu menjalankan
fungsinya akan menyebabkan kegagalan ginjal. Penyakit ginjal juga
didefinisikan sebagai kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul
akibat berbagai faktor misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan,
penyakit metabolik atau degeneratif, dan lain-lain (Aditya, Udiyono,
Saraswati & Setyawan, 2018).
Gagal ginjal kronis (GGK) menjadi masalah besar dunia karena sulit
disembuhkan dan prevalensi gagal ginjal kronis terus meningkat setiap
tahunnya. Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian
gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan yang
harus hidup dengan menjalani hemodialisis sekitar 1,5 juta orang.
Berdasarkan data Indonesia Renal Registri (2015), tercatat 30.554 pasien
aktif dan 21.050 pasien baru yang menjalani terapi hemodialisis.
Pengguna HD adalah pasien dengan diagnosis GGK (89%). Urutan
penyebab gagal ginjal pasien yang mendapatkan hemodialisis
berdasarkan data Indonesia Renal Registri tahun 2015, karena hipertensi
(44%), penyakit diabetes mellitus atau nefropati diabetik (22%), kelainan
bawaan atau glomerulopati primer (8%), pielonefritis kronis/PNC (7%),
gangguan penyumbatan saluran kemih atau nefropati obstruksi (5%),
karena asam urat (1%), penyakit lupus (1%) dan penyebab lainnya (8%)
(Kurniawati & Asikin, 2018).
Ginjal merupakan salah satu organ penting di dalam tubuh kita, yang
berfungsi untuk menyaring (filtrasi) dan mengeluarkan zat-zat sisa
metabolisme (racun) dari darah menjadi urine. Pada keadaan gagal ginjal
kronis (Chronic Renal Failure) terjadi penurunan fungsi ginjal secara
progresif dan tidak dapat pulih kembali (Kurniawati & Asikin, 2018).
Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mempertahankan fungsi
ginjal, yaitu dengan terapi hemodialisis atau lebih dikenal dengan istilah
cuci darah, yang dapat mencegah kematian tetapi tidak dapat
menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara keseluruhan.
Selain itu pengobatan yang diperlukan oleh pasien gagal ginjal selain
hemodialisis adalah transplantasi ginjal dan dialisis peritoneal
(Kurniawati & Asikin, 2018).
Kondisi ginjal penderita gagal ginjal akut dapat dipulihkan kembali,
sedangkan proses pengobatan bagi penderita gagal ginjal kronis hanya
berfungsi menghambat laju tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut agar
tidak menjadi gagal ginjal terminal (GGT), yaitu ginjal hampir tidak
dapat berfungsi lagi. Biasanya, penyakit GGK timbul secara perlahan-
lahan dan bersifat menahun. Bahkan, awalnya kebanyakan penderita
tidak merasakan gejala apapun, hingga ia mengalami sekitar 25%
kelainan dari normal. Sementara itu, ada beberapa penyakit yang memicu
timbulnya penyakit ginjal kronis, diantaranya yaitu penyakit diabetes,
hipertensi dan batu ginjal (Muhammad, 2012).
Dari beberapa definisi GGK diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pada penderita penyakit ginjal kronis telah terjadi penurunan fungsi
ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan
stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu, penderita harus
menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (hemodialisis) atau
cangkok ginjal yang memerlukan biaya mahal (Muhammad, 2012).
4. Etiologi
1. Etiologi GGA
Berikut ini adalah beberapa penyebab penyakit gagal ginjal akut
(GGA) secara umum, yaitu:
1. Berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1) Kekurangan darah akibat perdarahan dan dehidrasi atau
cedera fisik yang menyebabkan tersumbatnya pembuluh
darah.
2) Daya pompa jantung menurun (kegagalan jantung).
3) Tekanan darah sangat rendah (shock).
4) Kegagalan fungsi hati (sindroma hepatorenalis).
2. Terjadi penyumbatan aliran kemih. Terjadinya penyumbatan
pada aliran kemih ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
pembesaran prostat dan adanya tumor yang menekan saluran
kemih.
3. Trauma pada ginjal, yang disebabkan adanya reaksi alergi, zat-
zat racun, keadaan yang mempengaruhi unit penyaringan ginjal
(nefron), penyumbatan arteri atau vena di ginjal dan adanya
kristal, protein atau bahan lainnya yang berada di dalam ginjal
(Muhammad, 2012).
Berikut ini adalah penyebab penyakit gagal ginjal akut (GGA)
yang dibagi dalam beberapa kategori, yaitu pre-renal, intra-renal dan
post-renal.
1. Pre-renal
Pre-renal termasuk salah satu jenis penyakit GGA yang
paling umum ditemui. Penyebabnya adalah darah yang diterima
oleh ginjal tidak cukup untuk menyaring molekul-molekul yang
tidak perlukan tubuh (misalnya toksin) karena penderita
mengalami dehidrasi, muntah, diare atau kehilangan darah
(Muhammad, 2012).
Penyakit pre-renal berhubungan dengan masalah aliran
darah sebagai akibat hipoperfusi ginjal dan menurunnya laju
filtrasi glomerulus. Secara umum, penderita mengalami
penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui
saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif atau shock kardiogenik) (Muhammad, 2012).
2. Intra-renal
Intra-renal merupakan salah satu penyakit GGA akibat
adanya kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal.
Cedera karena terbakar dan akibat benturan, infeksi, serta agen
nefrotoksik bisa menyebabkan akut tubular nekrosis (ATN) dan
berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan
menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein
yang dilepaskan oleh otot saat cedera) sehingga terjadi toksik
renal iskemik atau keduanya (Muhammad, 2012).
Reaksi transfusi yang parah juga menyebabkan gagal intra-
renal. Hemoglobin yang dilepaskan melalui mekanisme
hemolisis dan melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi
di tubulus ginjal merupakan salah satu faktor pencetus
terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian
obat-obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) terutama pada
pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang
secara normal melindungi aliran darah renal, sehingga
menyebabkan iskemia ginjal (Muhammad, 2012).
3. Post-renal
Post-renal termasuk salah stau jenis kelainan organ ginjal
yang dapat mempengaruhi gerakan keluarnya urine dan ginjal.
Selain itu, gagal ini juga disebabkan oleh terhalangnya
penghapusan urine (obstruksi) yang diproduksi oleh ginjal.
Namun, hal ini merupakan penyebab GGA yang paling langka.
Obstruksi pada salah satu atau kedua ureter bisa disebabkan oleh
adanya batu ginjal, kanker organ saluran kemih, atau struktur
yang berada di dekat saluran kemih, sehingga menghambat arus
urine, obat-obatan dan faktor predisposisi lainnya (Muhammad,
2012).
Sekitar 55-70% kasus GGA mempunyai etiologi pre-renal
yang disebabkan oleh menurunnya volume intravaskular
(hipovimemia) kurangnya curah jantung, atau gagal vaskular
akibat vasodilatasi. Kurang lebih 25-40% kasus gagal ginjal akut
mempunyai etiologi gagal intra-renal. Gagal intra-renal
disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan ginjal, termasuk
nekrosis tubular, nefrotoksisitas dan perubahan sirkulasi darah
ginjal. Sedangkan, kasus gagal post-renal yang disebabkan oleh
obstruksi urine di antara ginjal dan meatus uretra hanya
mencapai 5% (Muhammad, 2012).
2. Etiologi GGK
Berikut ini adalah beberapa penyebab penyakit gagal ginjal
kronis (GGK), yaitu:
1. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
2. Penyumbatan saluran kemih.
3. Kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikistik.
4. Diabetes mellitus (kencing manis).
5. Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik.
6. Penyakit pembuluh darah.
7. Bekuan darah pada ginjal.
8. Cedera pada jaringan ginjal dan sel-sel.
9. Glomerulonefritis.
10. Nefritis interstisial akut.
11. Akut tubular nekrosis (ATN) (Muhammad, 2012).
Dari total kasus penyakit gagal ginjal, sebanyak 65% disebabkan
oleh penyakit diabetes dan hipertensi. Dengan begitu, dapat
disimpulkan bahwa kedua penyakit ini merupakan penyebab utama
gagal ginjal kronis. Selain itu, penyakit gagal ginjal kronis juga
disebabkan oleh beberapa penyakit lain, seperti glomerulonefritis,
ginjal polikistik atau penyakit yang menyebabkan penyumbatan pada
ginjal. Infeksi pada ginjal dan batu ginjal juga dapat menyebabkan
penyakit gagal ginjal kronis (GGK) (Muhammad, 2012).
Sama seperti hipertensi, penyakit GGK termasuk silent killer,
yaitu penyakit mematikan yang tidak menimbulkan gejala-gejala
peringatan sebelumnya. Awalnya, penyakit ini bisa berawal dari hal-
hal sepele, misalnya dehidrasi (kurang minum) sehingga membuat
tubuh rawan terkena infeksi saluran kemih. Lalu, kondisi tersebut
berkembang menjadi infeksi ginjal. Perlu diingat bahwa kaum
wanita sangat rawan terkena infeksi saluran kemih (dalam istilah
kedokteran disebut sistitis) karena konstruksi alat kelaminnya yang
terbuka (Muhammad, 2012).
5. Tanda dan Gejala
Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit gagal ginjal akut (GGA) ini
sangat bergantung pada tingkat keparahan, progresivitas dan penyebab
penyakit. Biasanya, adanya kerusakan pada ginjal juga menunjukkan
gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal, seperti
demam tinggi, shock, kegagalan jantung dan kegagalan hati (Muhammad,
2012).
Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal ginjal akut juga
mempengaruhi bagian tubuh penderita yang lain, misalnya
granulomatosis wegener yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah
ginjal dan paru-paru, sehingga penderita mengalami batuk darah. Ruam
kulit merupakan gejala khas yang ditimbulkan oleh beberapa penyebab
gagal ginjal akut, yaitu poliarteritis, lupus erimatosus sistemik dan
beberapa obat yang bersifat racun (Muhammad, 2012).
Hidronefrosis menyebabkan penyumbatan aliran kemih, sehingga
mengakibatkan gagal ginjal akut. Arus balik dari kemih di dalam ginjal
menyebabkan daerah pengumpul kemih di ginjal (pelvis renalis)
teregang, sehingga timbul nyeri kram (bisa ringan atau sangat hebat)
pada sisi yang terkena. Pada sekitar 10% penderita GGA ditemukan
kandungan darah dalam air seninya (Muhammad, 2012).
Berikut ini adalah tanda dan gejala gagal ginjal akut (GGA), yaitu:
1. Oliguria (volume air kemih berkurang) atau anuria (sama sekali tidak
terbentuk air kemih).
2. Nokturia (berkemih pada malam hari).
3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki.
4. Pembengkakan secara menyeluruh karena terjadi penimbunan cairan.
5. Berkurangnya rasa, terutama dibagian tangan atau kaki.
6. Terjadi perubahan mental atau suasana hati.
7. Kejang.
8. Tremor tangan.
9. Mual dan muntah (Muhammad, 2012).
Berikut ini adalah tanda dan gejala gagal ginjal kronis (GGK), yaitu:
1. Gangguan sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah akibat adanya gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat-zat toksit.
2) Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur, yang kemudian diubah menjadi ammonia bakteri, sehingga
napas penderita berbau ammonia.
3) Cegukan (belum diketahui penyebabnya).
2. Gangguan sistem hematologi dan kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan
urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksis uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
3. Gangguan sistem saraf dan otak
1) Miopati, kelainan dan hipertropi otot.
2) Ensilopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur dan konsentrasi
terganggu.
4. Gangguan sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema.
5. Gangguan sistem endokrin
1) Gangguan seksual/libido, fertilitas dan penurunan seksual pada
laki-laki serta gangguan menstruasi pada wanita.
2) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin.
6. Gangguan pada sistem lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik (Muhammad, 2012).
6. Klasifikasi
1. Klasifikasi GGA
Klasifikasi gagal ginjal akut (GGA) dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap inisiasi
Tahap inisiasi (awal) merupakan kejadian awal yang menyebabkan
nekrosis tubulus yang berbelit-belit (kusut). Kemudian,
perkembangan penyakit gagal ginjal akut dipengaruhi oleh akibat
awal, periode hipotensi dan lamanya hemodinamik.

2. Tahap maintenance
Tahap maintenance ditandai oleh oliguria dan ketidakseimbangan
elektrolit. Apabila produksi urine berhenti (anuria) dapat
menyebabkan obstruksi ginjal bilateral. Setelah mengalami 2-3 hari
gagal ginjal akut, penderita kerap mengalami anemia sedang hingga
berat, karena adanya penekanan eritropoesis (kemungkinan
disebabkan oleh kekurangan eritopoirtin dan toksin uremik).
Sementara itu, penderita juga mengalami peningkatan kreatinin,
fosfat dan urea akibat dari pemecahan protein otot dan
ketidakmampuan untuk mengeksresikan metabolik. Peningkatan
urea dan sisa niterogen lain dalam tubuh ini menyebabkan azotemia.
3. Tahap pemulihan
Tahap pemulihan ditandai dengan peningkatan haluaran urine secara
bertahap. Diuresis terjadi sekitar 24 jam setelah awitan gaga, yaitu
ginjal akut atau lama. Perlu diketahui bahwa peningkatan haluaran
urine sebanyak 6 liter/hari tidak menunjukkan kembalinya fungsi
ginjal total. Sebab, fungsi tubular tetap berubah karena sejumlah
besar natrium dan kalium dalam urine hilang. Sebesar 30-60% kasus
kematian disebabkan oleh penyakit gagal ginjal akut ini
(Muhammad, 2012).
2. Klasifikasi GGK
Klasifikasi gagal ginjal kronis (GGK) dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
di antaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal.
3) BUN dan kreatinin serum masih normal.
4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang
paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh
karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan,
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa faal ginjal
masih berada dalam batas normal (Muhammad, 2012).
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea
nitrogen) masih berada dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien
diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam
waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti (Muhammad, 2012).
2. Indufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal terjadi dalam tubuh penderita, di
antaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan.
5) Nokturia dan poliuria.
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas
seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasai
kekurangan cairan, kekurangan garam dan gangguan jantung. Selain
itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal
ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan
tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat
dicegah (Muhammad, 2012).
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi
telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai
meningkat melampaui batas normal (Muhammad, 2012).
3. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di
antaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia dan asidosis metabolik.
4) Poliuria dan nokturia.
5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejala, antara lain
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit
kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Oleh karena itu,
penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari (Muhammad,
2012).
4. End-stage meal disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di
antaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia dan asidosis metabolik.
5) Berat jenis urine tetap 1,010.
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah
hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan kadar kreatinin
hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu,
peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara
mencolok (Muhammad, 2012).
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit di dalam tubuh.
Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih kurang dari
500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis (Muhammad, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya
penderita penyakit gagal ginjal tidak menunjukkan gejala apapun.
Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan. Kelainan
fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada
tahap ringan dan sedang, penderita penyakit gagal ginjal kronis masih
menunjukkan gejala-gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea di
dalam darahnya (Muhammad, 2012).
Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih,
sehingga volume air kemih bertambah. Oleh karena itu, penderita
mengalami nokturia (sering berkemih pada malam hari). Selain itu,
penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak
mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah yang memicu
penyakit stroke atau gagal jantung (Muhammad, 2012).
Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun di dalam darah
semakin banyak. Maka, penderita menunjukkan berbagai macam gejala,
seperti mudah lelah, letih, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan otot,
kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum dan hilangnya rasa pada
daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun,
merasa mual dan muntah, terjadi peradangan lapisan mulut (stomatitis),
rasa tidak enak dimulut dan penderita mengalami penurunan berat badan
dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi, penderita akan kejang. Dan
kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak penderita
(Muhammad, 2012).
Pada stadium yang lebih lanjut, penderita mengalami ulkus dan
pendarahan saluran pencernaan serta kulit berwarna kuning kecoklatan.
Terkadang, konsentrasi urea sangat tinggi, sehingga terkristalisasi dari
keringat dan membentuk serbuk putih pada kulit (bekuan uremik),
sehingga beberapa penderita merasa seluruh tubuhnya gatal (Muhammad,
2012).
7. Patofisiologi
1. Patofisiologi GGA
1) GGA pra-renal
Oleh karena berbagai sebab pra-renal, volume sirkulasi darah
total atau efektif menurun, curah jantung menurun, dengan akibat
aliran darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi glomerulus
(LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan
garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA pra-renal
ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urine yang tinggi > 300
mOsm/kg dan konsentrasi natrium urine yang rendah < 20 mmol/L
serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah (< 1%). Sebaliknya
bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA renal) maka daya reabsorbsi
tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urine yang
rendah < 300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urine tinggi > 20
mmol/L dan FENa urine juga tinggi (> 1%). Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk membedakan apakah pasien GGA pra-renal yang
terjadi sudah menjadi GGA renal. GGA renal terjadi apabila
hipoperfusi pra-renal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi
kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini penting karena GGA pra-
renal memberi respon diuresis pada pemberian cairan adekuat
dengan atau tanpa diuretik, sedangkan pada GGA renal tidak (Price
& Wilson, 2012).
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan
pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerularis menyebabkan
peningkatan produksi aldosteron, di mana terjadi peningkatan
reabsorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan,
penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan
hormon antidiuretik (ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di
medulla. Hasil akhirnya adalah penurunan volume urine, penurunan
kadar natrium urine, yang semuanya adalah karakteristik dari GGA
pra-renal. Penyebab tersering GGA pra-renal pada anak adalah
dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar,
shock septic, sindrom nefrotik, pembedahan jantung, dan gagal
jantung (Price & Wilson, 2012).
2) GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus,
tubulus, interstisial, dan anomali kongenital. Tubulus ginjal yang
merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah
mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik.
Oleh karena itu, kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah
penyebab tersering dari GGA renal (Price & Wilson, 2012).
a. Kelainan Tubulus (Nekrosis Tubular Akut/NTA)
NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat
pada GGA. Bentuk nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama
terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya merkuriklorida, terjadi
kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi membran
basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami
nekrosis masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen.
Tipe kedua akibat iskemia, kerusakan terjadi lebih distal dan
setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal tubulus
(tubuloreksis) (Price & Wilson, 2012).
NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis
dehidrasi, sindrom nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif
dan asfiksia perinatal, sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan
akibat karbon tetraklorida, hemoglobin, atau mioglobinuria, obat
aminoglikosida (Price & Wilson, 2012).
Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA masih belum
jelas. Beberapa mekanisme yang dianggap berperan adalah
perubahan hemodinamik intra-renal, obstruksi tubulus oleh sel
dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat tubulus
melalui dinding tubulus yang rusak masuk ke jaringan
interstisial dan peritubular. Pada GGA aliran darah ginjal
menurun 40-50%, daerah korteks lebih terkena daripada
medulla. Beberapa mediator diduga berperan sebagai penyebab
vasokonstriksi ginjal, yaitu angiotensin II, menurunnya
vasodilator prostaglandin, stimulasi saraf simpatis, vasopresin,
dan endotelin (Price & Wilson, 2012).
b. Kelainan Vaskular
Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa
trombosis atau vaskulitis. Trombosis arteri atau vena renalis
dapat terjadi pada neonatus yang mengalami kateterisasi arteri
umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan kelainan
jantung bawaan sianotik. Pada anak besar kelainan vaskular
yang menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom
Hemolitik Uremik (SHU). SHU adalah penyebab GGA intrinsik
tersering yang dikarenakan kerusakan kapiler glomerulus, paling
sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang disebabkan
oleh strain enteropatogen (Price & Wilson, 2012).
c. Escherichia coli
Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin
yang tampaknya diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel
endotel. Pada SHU terjadi kerusakan sel endotel glomerulus
yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombosit-
fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel
darah merah eritrosit yang melalui jaring-jaring fibrin dan
obliterasi kapiler glomerulus, kelainan ini disebut
mikroangiopati. Kelainan vaskular yang lain yang dapat terjadi
adalah vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh penurunan
aliran darah ginjal karena terjadi peningkatan resistensi akibat
kerusakan pembuluh darah dan penurunan permukaan filtrasi
(Price & Wilson, 2012).
d. Kelainan Glomerulus
GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada:
a) Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokok (GNAPS).
b) Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense
deposit).
c) Glomerulonefritis kresentik idiopatik.
d) Sindrom Goodpasture (Price & Wilson, 2012).
Pada GNAPS terjadi pada < 1% pasien dan disebabkan
karena menyempitnya kapiler-kapiler glomerulus, terhimpit oleh
proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler sendiri (Price &
Wilson, 2012).
e. Kelainan interstisial
Ditemukan pada:
a) Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis
rheumatoid juvenil atau pemakaian obat-obatan.
b) Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus
dan sering disertai sepsis (Price & Wilson, 2012).
f. Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA adalah:
a) Agenesis ginjal bilateral.
b) Ginjal hipoplastik.
c) Ginjal polikistik infantil. Hal ini terjadi karena jumlah
populasi nefron sedikit atau tidak ada sama sekali (Price &
Wilson, 2012).
3) GGA pasca-renal
Obstruksi aliran urine dapat bersifat kongenital atau didapat.
Istilah obstruksi pasca-renal adalah obstruksi yang terjadi distal dari
nefron. GGA pasca-renal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua
ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Kelainan
kongenital yang paling sering menyebabkan GGA pasca-renal
adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pasca-renal didapat
biasanya adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi
jengkol). Mirip dengan GGA pra-renal, kerusakan parenkim ginjal
dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung
serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pasca-renal biasanya
reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini (Price &
Wilson, 2012).
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan
dengan waktu. Pada stadium awal, aliran darah ginjal biasanya
meningkat walaupun LFG dan volume urine menurun. Osmolalitas
urine dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urine yang rendah
seperti yang terlihat pada GGA pra-renal. Stadium ini berlangsung
cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan
penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga
menghasilkan urine yang encer dengan peningkatan konsentrasi
natrium (Price & Wilson, 2012).
Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan
diuresis yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam
ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria.
Makin lama obstruksi, makin sedikit kemungkinan LFG untuk pulih
kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin dapat
mengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama
kemungkinan ini bertambah sedikit (Price & Wilson, 2012).
Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jangka
pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan permanen
pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibat dari
hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan
durasi obstruksi, pengeluaran urine dapat bervariasi dari tidak sama
sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urine saja
tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pasca-renal dari GGA
pra-renal dan GGA renal/intrinsik (Price & Wilson, 2012).
4) GGA pada Gagal Ginjal Kronis (GGK)
Salah satu yang harus dicari dan disingkirkan dalam
menghadapi pasien GGA adalah apakah pasien tidak menderita
GGA pada GGK atau bahkan suatu gagal ginjal terminal. GGA pada
GGK terjadi apabila pasien GGK mengalami diare akut dengan
dehidrasi, infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih. Untuk
mencari kedua kemungkinan tersebut maka perlu ditanyakan riwayat
dan gejala penyakit gagal ginjal kronis sebelumnya, antara lain:
a. Apakah ada riwayat atau gejala penyakit ginjal sebelumnya
seperti hematuria, bengkak, sering sakit kencing, dll.
b. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ginjal yang
membuat kita berpikir ke arah nefropati herediter misalnya:
Syndrom Alport, ginjal polikistik, dll.
c. Adanya hambatan pertumbuhan.
d. Bila pasien hipertensi, apakah ada tanda-tanda retinopati
hipertensif kronis.
e. Adanya anemia berat juga merupakan tanda dari GGK, akan
tetapi penilaian harus hati-hati, karena prevalensi anemia di
Indonesia cukup tinggi, dan adanya hemodilusi pada pasien
GGA yang mendapat pemberian cairan berlebih sebelumnya.
f. Bila perlu dilakukan bone survey untuk menemukan tanda
osteodistrofi ginjal.
g. Pemeriksaan radiologi ginjal (USG, foto polos abdomen) untuk
melihat pengerutan kedua ginjal dan hidronefrosis bilateral
lanjut (Price & Wilson, 2012).
2. Patofisiologi GGK
Perjalanan umum GGK menurut Price & Wilson (2012), melalui 3
stadium, yaitu:
1. Stadium I: Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal.
b. Asimptomatik.
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, dan tes
GFR.
2. Stadium II: Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein
dalam diet).
b. Kadar kreatinin serum meningkat.
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan).
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal.
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal.
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal.
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat.
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit.
c. Air kemih/urine isoosmotis dengan plasma, dengan BJ
1,010.
8. Pathways
1. Pathways GGA (terlampir)
Gambar 2. Pathways GGA
(Sumber: https://imgv2-2-
f.scribdassets.com/img/document/280135602/original/2fbba48c9f/1605336412?
v=1)
2. Pathways GGK

Gambar 3. Pathways GGK


(Sumber: https://2.bp.com/-W3ECe31pC-
4/T28uXuxDI9I/AAAAAAAAAVY/BWJDM5LWdVo/s1600/PATHWAYS+Ga
gal+Ginjal+Kronik+%28GGK%29.PNG)
9. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis GGA
Hampir semua sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi
kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak
sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan
diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi dan napas
mungkin berbau urine (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf pusat
mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang
(Brunner & Suddarth, 2013).
a. Perubahan haluran urine
Haluran urine sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas
spesifiknya rendah (0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-
0,025).
b. Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju
peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum
kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
c. Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus
tidak mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan
tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K +
tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d. Asidosis metabolik.
e. Abnormalitas Ca++ dan PO4-
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi,
serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap
penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme
kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.

f. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan
kondisi yang tidak dapat dihindarkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran GI (Brunner & Suddarth, 2013).
2. Manifestasi klinis GGK
a. Manifestasi klinis GGK pada sistem saraf meliputi letargi,
kejang dan koma, yang menunjukkan ensepalopati uremik.
Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah lemah tersebab oleh
neuropati uremik. Dialisis perlu dilakukan untuk mengurangi
masalah neurologis. Jika tidak diatasi, dapat terjadi gangguan
fungsi motorik.
b. Manifestasi klinis GGK pada sistem kardiovaskular meliputi
kelebihan volume cairan, hipertensi, gagal jantung, perikarditis
uremik dan disritmia tersebab oleh induksi kalium. Overload
cairan dapat menyebabkan edema paru, gagal jantung, edema
perifer dan hipertensi.
c. Manifestasi klinis GGK pada sistem pernapasan meliputi uremik
fetor, takipnea, pernapasan kussmaul tersebab oleh asidosis
metabolik berat, pneumonitis uremik, napas pendek, edema
paru, ronki tersebab oleh kelebihan cairan, refleks batuk lemah
dan efusi pleura.
d. Manifestasi klinis GGK pada sistem gastrointestinal meliputi
anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare dan gastritis kronis
dan stomatitis.
e. Manifestasi klinis pada sistem perkemihan meliputi poliuri,
nokturi, proteinuri dan hematuria.
f. Manifestasi klinis pada kulit meliputi turgor kulit buruk, kulit
kering, pruritus, ekimosis, purpura dan uremic frost.
g. Manifestasi klinis pada sistem reproduksi meliputi penurunan
kesuburan, menstruasi berhenti, libido menurun dan impotensi
(Bayhakki, 2013).
Menurut National Kidney Foundation classification of chronic
kidney disease, GGK dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:
Tabel 1. Stadium Gagal Ginjal Kronis
Stadium Deskripsi Istilah Lain GFR
(ml/mnt/1,73
m2)
I Kerusakan ginjal dengan Berisiko > 90
GFR normal
II Kerusakan ginjal dengan Insufisiensi ginjal 60-89
GFR turun ringan kronis (IGK)
III GFR turun sedang IGK, gagal ginjal 30-59
kronis
IV GFR turun berat Gagal ginjal 15-29
kronis
V Gagal ginjal Gagal ginjal tahap < 15
akhir (End Stage
Renal Disease)
Sumber: (Bayhakki, 2013).
10. Komplikasi
1. Gagal Ginjal Akut
Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya
gagal ginjal kronis, infeksi, dan sindrom uremia. Komplikasi infeksi
sering merupakan penyabab kematian pada GGA, dan harus segera
diberantas dengan antibiotika yang adekuat. Bila LFG menurun 5-
10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan
menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi
akibat atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen karena gagal
ginjal. Sindrom uremia ditangani secara simtomatik (Price &
Wilson, 2012).
2. Gagal Ginjal Kronis
a. Hipertensi.
b. Hiperkalemia.
c. Anemia.
d. Asidosis metabolik.
e. Osteodistropi ginjal.
f. Sepsis dan neuropati perifer.
g. Hiperuremia (Price & Wilson, 2012).
11. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik GGA
1. Analisis urine.
2. Penentuan indikator urine.
3. Pemeriksaan pencitraan.
4. Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi (Muhammad, 2012).
2. Pemeriksaan diagnostik GGK
1. Pemeriksaan urine.
2. Pemeriksaan darah.
3. Pemeriksaan pielografi intravena.
4. Sistouretrogram berkemih.
5. Ultrasono ginjal.
6. Biopsi ginjal.
7. Endoskopi ginjal nefroskopi.
8. EKG (Muhammad, 2012).
12. Terapi Farmakologi
Tujuan pengobatan gagal ginjal, baik akut maupun kronis adalah
mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi dan menghambat
perkembangan penyakit. Setelah mengetahui penyebab penyakit ini,
secara otomatis seorang dokter tentu juga mengetahui dampaknya. Oleh
karena itu, ia kemudian memberikan obat-obatan atau terapi untuk
mengatasi penyakit tersebut, misalnya pemberian obat untuk mengatasi
hipertensi, anemia dan kolesterol tinggi (Muhammad, 2012).
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa pengobatan gagal ginjal
didasarkan pada penyebab kegagalan fungsi ginjal. Pengobatan ini
dilakukan dengan cara membatasi jumlah cairan. Selain itu, pasien juga
harus mengurangi makanan yang mengandung protein, garam dan fosfat.
Apabila penyakit yang diderita oleh pasien tidak dapat diatasi secara
konservatif, maka harus dilakukan cuci darah (dialisis). Sementara itu,
penderita gagal ginjal kronis harus melakukan cuci darah seumur hidup
atau menjalani transplantasi ginjal (Muhammad, 2012).
Selanjutnya, penderita pemasukan (intake) dan pengeluaran (output)
cairan penderita gagal ginjal perlu dimonitor secara terus-menerus
supaya dapat ditangani dengan baik. Dalam beberapa kasus serius, pasien
disarankan untuk melakukan cuci darah (hemodialisis) atau
pencangkokan (transplantasi) ginjal. Sedangkan, pencegahan penyakit
gagal ginjal dapat dilakukan dengan cara mengatasi penyebab penyakit
(Muhammad, 2012).
Apabila pasien gagal ginjal juga menderita diabetes atau hipertensi,
ia harus segera mendapatkan perawatan untuk mengeluarkan batu ginjal
dari dalam tubuhnya. Selain itu, ia juga harus menerapkan pola hidup
sehat, mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang,
menjaga berat badan ideal, tidak mengkonsumsi alkohol, diet sodium,
menghindari asupan asam lemak jenuh dan kolesterol, mengatur asupan
kalium dan magnesium, serta meningkatkan aktivitas fisik dan
menghindari paparan rokok (Muhammad, 2012).
Sebuah sumber menyebutkan, bahwa penderita gagal ginjal harus
selalu manjaga pola makan. Penderita sakit ginjal tidak bisa
mengkonsumsi buah dan sayur sesuka hatinya seperti orang sehat, karena
beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan berpotensi memperparah
kondisi kesehatan penderita. Oleh karena itu, penderita gagal ginjal harus
mengetahui kandungan buah dan sayur yang dikonsumsi. Sebaiknya,
penderita gagal ginjal mengkonsumsi buah yang kadar kalium atau
potassiumnya tinggi (Muhammad, 2012).
Kadar kalium yang sangat tinggi (hiperkalemia) dapat menyebabkan
irama jantung terganggu. Oleh karena itu, pernderita harus membatasi
konsumsi makanan jenis tertentu. Misalnya, penderita ginjal hanya bisa
mengkonsumsi buah apel setengah porsi dari porsi orang normal. Namun,
apabila penderita ginjal sudah tidak bisa berkemih, sebaiknya ia
menghentikan konsumsi buah dan sayur hingga lancar berkemih
(Muhammad, 2012).
Sementara itu, penderita yang belum menjalani cuci darah
dianjurkan untuk melakukan diet rendah protein 40-45 g/hari. Tentunya,
hal ini bergantung pada fungsi ginjal penderita yang dapat diketahui dari
hasil pemeriksaan laboratorium. Jika fungsi ginjal kurang dari 15%,
maka penderita perlu melakukan cuci darah. Sedangkan, penderita gagal
ginjal kronis (GGK) atau menahun harus menjalani diet ketat. Adapun
tujuannya adalah untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh serta menjaga agar penderita dapat beraktivitas seperti orang
normal (Muhammad, 2012).
Selain dengan terapi cuci darah dan cangkok ginjal diatas, gagal
ginjal juga dapat diatasi dengan obat-obatan tertentu. Obat-obatan
bermanfaat untuk mengatasi gejala-gejala dan komplikasi penyakit ginjal
kronis serta membantu memperlambat proses kerusakan fungsi ginjal
(Colvy, 2010).
Berikut ini adalah macam-macam pengobatan yang dapat diberikan
oleh penderita gagal ginjal menurut Colvy (2010), yaitu:
1. Diuretik
Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan
pengeluaran urine. Obat ini akan membantu pengeluaran kelebihan
cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu
menurunkan tekanan darah.
2. Obat antihipertensi
Salah satu dampak yang diakibatkan oleh gagal ginjal adalah
penyakit darah tinggi atau hipertensi. Oleh karena itu, penderita
gagal ginjal memerlukan obat antihipertensi untuk mempertahankan
agar tekanan darah tetap dalam batas normal dan dengan demikian
akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
tingginya tekanan darah.
3. Eritropoietin (Epo)
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia.
Hal ini terjadi karena salah satu fungsi ginjal, yaitu menghasilkan
hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja
merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah.
Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo
mengalami penurunan, sehingga pembentukan sel darah merah
menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia (kekurangan
darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi
anemia yang diakibatkan oleh penyakit ginjal kronis. Epo biasanya
diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali/minggu.
4. Zat besi
Anemia (penyakit kekurangan darah) juga disebabkan karena
tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal ginjal konsumsi zat
besi (ferrous sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu
mengatasi anemia. Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam
bentuk tablet (ditelan) atau injeksi (disuntik).
5. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronis, kadar kalsium dalam darah
menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu
tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen, yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif)
dan kalsium.
13. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, alamat, tanggal
masuk rs, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan nomer rekam
medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, alamat dan
hubungan dengan klien.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh
pasien sebelum masuk ke rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal
kronis biasanya didapatkan keluhan utama bervariasi, mulai dari
urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (ureum) dan
gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien gagal ginjal kronis biasanya mengalami penurunan
frekuensi urin, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau
ammoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan kabur,
perasaan tidak berdaya dan perubahan pemenuhan kebutuhan
nutrisi (Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Biasanya pasien gagal ginjal kronis berkemungkinan
mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
berulang, penyakit diabetes mellitus dan hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
(Muttaqin, 2011).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit ginjal pada keluarga atau
penyakit turunan seperti penyakit infeksi saluran kemih,
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi
faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronis
(Muttaqin, 2011).
5) Riwayat Alergi
Tanyakan pada pasien apakah mempunyai riwayat alergi,
contohnya seperti alergi obat-obatan antibiotik. Tanyakan juga
contoh obat nya apa (Muttaqin, 2011).
6) Pengkajian Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pengkajian pola persepsi dan penanganan kesehatan pada
pasien gagal ginjal kronis menurut Darmawan, (2019), yaitu:
a. Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronis
mengalami kecemasan yang tinggi. Biasanya pasien
mempunyai kebiasaan merokok, alkohol dan obat-obatan
dalam kesehari-hariannya.
b. Pola Nutrisi/Metabolisme
a) Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat
(edema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia,
nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b) Pola Minum
Biasanya pasien minum kurang dari kebutuhan
tubuh akibat rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia).
c. Pola Eliminasi
a) BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi.
b) BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin < 400
ml/hari sampai anuria, warna urin keruh atau berwarna
coklat, merah dan kuning pekat.
d. Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan
diri terganggu dan biasanya membutuhkan pertolongan atau
bantuan orang lain. Biasanya pasien kesulitan menentukan
kondisi, contohnya tidak mampu bekerja dan
mempertahankan fungsi serta peran dalam keluarga.
e. Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah
adanya nyeri panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki
(memburuk pada malam hari).
f. Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pada pasien gagal ginjal
kronis berada pada level sedang sampai berat.
g. Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau
tugasnya sehari-hari karena perawatan yang lama.
h. Pola Seksualitas/Reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual yang berhubungan
dengan penyakit yang diderita pasien.
i. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
a) Body Image/Gambaran Diri
Biasanya mengalami perubahan ukuran fisik,
fungsi alat terganggu, keluhan karena kondisi tubuh,
pernah operasi, kegagalan fungsi tubuh dan prosedur
pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh.
b) Role/peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena
penyakit yang diderita.

c) Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa
terkekang, tidak mampu menerima perubahan dan
merasa kurang mampu memiliki potensi.
d) Self Esteem/Harga Diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal
kepuasan diri, mengucilkan diri serta keluhan fisik.
e) Self Ideal/Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah
pada nasib, merasa tidak memiliki kemampuan, tidak
memiliki harapan dan merasa tidak berdaya.
j. Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh
finansial, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak
ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah
tersinggung, perubahan kepribadian dan perilaku serta
perubahan proses kognitif.
k. Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan
kepercayaan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dan TTV pada pasien gagal ginjal kronis
menurut Darmawan, (2019), yaitu:
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a. Keadaan umum: pasien terlihat lemah, letih dan terlihat
sakit berat.
b. Tingkat kesadaran: tingkat kesadaran pasien bisa menurun
sesuai dengan tingkat uremia, dimana dapat mempengaruhi
sistem syaraf pusat.
c. TTV: RR meningkat dan TD meningkat.

2) Kepala
a. Rambut: biasanya pasien berambut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b. Wajah: biasanya pasien berwajah pucat.
c. Mata: biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d. Hidung: biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien
bernapas pendek.
e. Bibir: biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi
gusi, perdarahan gusi dan napas berbau.
f. Gigi: biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g. Lidah: biasanya tidak terjadi perdarahan.
3) Leher: biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening.
4) Dada/Thorak
a. Inspeksi: biasanya pasien dengan napas pendek, kussmaul
(cepat/dalam).
b. Palpasi: biasanya fremitus kiri dan kanan.
c. Perkusi: biasanya sonor.
d. Auskultasi: biasanya vesikuler.
5) Jantung
a. Inspeksi: biasanya iktus kordis tidak terlihat.
b. Palpasi: biasanya iktus kordis teraba di ruang interkosta 2
linea dekstra sinistra.
c. Perkusi: biasanya ada nyeri.
d. Auskultasi: biasanya terdapat irama jantung yang cepat.
6) Perut/Abdomen
a. Inspeksi: biasanya terjadi distensi abdomen, asites atau
penumpukan cairan, pasien tampak mual dan muntah.
b. Palpasi: biasanya asites, nyeri tekan pada bagian pinggang
dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c. Perkusi: biasanya terdengar pekak karena terjadinya asites.
d. Auskultasi: biasanya bising usus normal, antara 5-35
kali/menit.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,
distensi abdomen, diare atau konstipasi serta perubahan warna
urin menjadi kuning pekat.
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada
ekstremitas, kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada
telapak kaki dan keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan
bersisik, adanya area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan
memori, penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati
kejang serta terdapat neuropati perifer.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien gagal ginjal kronis (GGK), pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Pemeriksaan urine.
2) Pemeriksaan darah.
3) Pemeriksaan pielografi intravena.
4) Sistouretrogram berkemih.
5) Ultrasono ginjal.
6) Biopsi ginjal.
7) Endoskopi ginjal nefroskopi.
8) EKG (Muhammad, 2012).
5. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS: Pasien mengatakan Gangguan Hipervolemia
lemas, pasien mengatakan mekanisme regulasi
BAK jarang dan sedikit
dan pasien mengatakan
kaki terasa berat saat
dibawa jalan.
DO: Turgor kulit pasien
kering dan pucat dan
terdapat edema di
ekstremitas.
2 DS: Pasien mengatakan Gangguan Nausea
mual dan merasa ingin biokimiawi uremia
muntah.
DO: Pasien tampak cemas
dan pucat, pasien
mengalami
diaforesis/berkeringat
dingin dan pasien
mengalami
takikardi/denyut jantung
cepat.
3 DS: Pasien mengatakan Kelebihan volume Gangguan
badannya terasa gatal. cairan Integritas
DO: Pasien terlihat Kulit/Jaringan
menggaruk dan keadaan
kulit pasien terlihat lecet
akibat bekas garukan.
4 DS: Pasien mengatakan Ketidakseimbangan Intoleransi
badan terasa lemas, letih antara suplai darah Aktivitas
dan mudah lelah. dan kebutuhan
DO: Gambaran EKG oksigen
menunjukkan iskemia dan
gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah beraktivitas
dan produksi Hb pasien
menurun.

6. Diagnosa Keperawatan Sesuai Dengan Prioritas


1) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d pasien
mengatakan lemas, pasien mengatakan BAK jarang dan sedikit
dan pasien mengatakan kaki terasa berat saat dibawa jalan.
Turgor kulit pasien kering dan pucat dan terdapat edema di
ekstremitas.
2) Nausea b.d gangguan biokimiawi uremia d.d pasien mengatakan
mual dan merasa ingin muntah. Pasien tampak cemas, pasien
mengalami diaforesis/berkeringat dingin dan pasien mengalami
takikardi/denyut jantung cepat.
3) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelebihan volume cairan
d.d pasien mengatakan badannya terasa gatal. Pasien terlihat
menggaruk dan keadaan kulit pasien terlihat lecet akibat bekas
garukan.
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai darah
dan kebutuhan oksigen d.d pasien mengatakan badan terasa
lemas, letih dan mudah lelah. Gambaran EKG menunjukkan
iskemia dan gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah
beraktivitas dan produksi Hb pasien menurun.
7. Perencanaan Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 Hipervolemia b.d Setelah diberikan Manajemen
gangguan mekanisme intervensi selama 1 hipervolemia
regulasi d.d pasien x 24 jam maka Observasi:
mengatakan lemas, pasien keseimbangan 1. Periksa tanda dan
mengatakan BAK jarang cairan dapat gejala
dan sedikit dan pasien meningkat, dengan hipervolemia.
mengatakan kaki terasa kriteria hasil: 2. Identifikasi
berat saat dibawa jalan. 1. Asupan cairan penyebab
Turgor kulit pasien kering meningkat. hipervolemia.
dan pucat dan terdapat 2. Haluaran urine 3. Monitor status
edema di ekstremitas. meningkat. hemodinamik.
Kode SDKI: D.0022 3. Kelembaban 4. Monitor intake
membran dan output cairan.
mukosa 5. Monitor tanda
meningkat. hemokonsentrasi.
4. Edema 6. Monitor tanda
menurun. peningkatan
5. Dehidrasi tekanan onkotik
menurun. plasma.
6. Tekanan darah 7. Monitor
membaik. kecepatan infus
7. Denyut nadi secara ketat.
membaik. 8. Monitor efek
8. Membran samping diuretik.
mukosa Terapeutik:
membaik. 1. Timbang berat
9. Berat badan badan setiap hari
membaik. pada waktu yang
Kode SLKI: sama.
L.05020 2. Batasi asupan
cairan dan garam.
3. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-
40o.
Edukasi:
1. Anjurkan melapor
jika haluaran
urine < 0,5
mL/kg/jam dalam
6 jam.
2. Anjurkan melapor
jika BB
bertambah > 1 kg
dalam sehari.
3. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran
cairan.
4. Ajarkan cara
membatasi cairan.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
diuretik.
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan
kalium akibat
diuretik.
3. Kolaborasi
pemberian CRRT,
bila perlu.
Pemantauan cairan
Observasi:
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan
nadi.
2. Monitor frekuensi
napas.
3. Monitor tekanan
darah.
4. Monitor berat
badan.
5. Monitor waktu
pengisian kapiler.
6. Monitor turgor
kulit.
7. Monitor jumlah,
warna dan berat
jenis urine.
8. Monitor kadar
albumin dan
protein total.
9. Monitor hasil
pemeriksaan
urine.
10. Monitor intake
dan output cairan.
11. Identifikasi tanda-
tanda
hipervolemia.
12. Identifikasi faktor
risiko
ketidakseimbanga
n cairan.
Terapeutik:
1. Atur interval
waktu
pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil pemantauan,
jika perlu.
Kode SIKI: I.03114
2 Nausea b.d gangguan Setelah diberikan Manajemen mual
biokimiawi uremia d.d intervensi selama 1 Observasi:
pasien mengatakan mual x 24 jam maka 1. Identifikasi
dan merasa ingin muntah. tingkat nausea pengalaman mual.
Pasien tampak cemas dan dapat menurun, 2. Identifikasi
pucat, pasien mengalami dengan kriteria isyarat non-verbal
diaforesis/berkeringat hasil: ketidaknyamanan
dingin dan pasien 1. Nafsu makan (misalnya, bayi,
mengalami meningkat. anak-anak dan
takikardi/denyut jantung 2. Keluhan mual mereka yang
cepat. menurun. tidak dapat
Kode SDKI: D.0076 3. Perasaan ingin berkomunikasi
muntah secara efektif).
menurun. 3. Identifikasi
4. Perasaan asam dampak mual
di mulut terhadap kualitas
menurun. hidup (misalnya,
5. Pucat nafsu makan,
membaik. aktivitas, kinerja,
6. Takikardia tanggung jawab
membaik. peran dan tidur).
7. Dilatasi pupil 4. Identifikasi faktor
membaik. penyebab mual
Kode SLKI: (misalnya,
L.12111 pengobatan dan
prosedur).
5. Identifikasi
antimetik untuk
mencegah mual
(kecuali mual
pada kehamilan).
6. Monitor mual
(misalnya,
frekuensi, durasi
dan tingkat
keparahan).
7. Monitor asupan
nutrisi dan kalori.
Terapeutik:
1. Kendalikan faktor
lingkungan
penyebab mual
(misalnya, bau tak
sedap, suara dan
rangsangan visual
yang tidak
menyenangkan).
2. Kurangi atau
hilangkan
keadaan penyebab
mual (misalnya,
kecemasan,
ketakutan dan
kelelahan).
3. Berikan makanan
dalam jumlah
kecil dan
menarik.
4. Berikan makanan
dingin, cairan
bening, tidak
berbau dan tidak
berwarna, jika
perlu.
Edukasi:
1. Anjurkan istirahat
dan tidur yang
cukup.
2. Anjurkan sering
membersihkan
mulut, kecuali
jika merangsang
mual.
3. Anjurkan
makanan tinggi
karbohidrat dan
rendah lemak.
4. Ajarkan
penggunaan
teknik non-
farmakologis
untuk mengatasi
mual (misalnya,
biofeedback,
hipnosis,
relaksasi, terapi
musik dan
acupressure).
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
antimetik, jika
perlu.
Kode SIKI: I.03117
3 Gangguan integritas Setelah diberikan Perawatan Integritas
kulit/jaringan b.d intervensi selama 1 Kulit
kelebihan volume cairan x 24 jam maka Observasi:
d.d pasien mengatakan integritas 1. Identifikasi
badannya terasa gatal. kulit/jaringan dapat penyebab
Pasien terlihat menggaruk meningkat, dengan gangguan
dan keadaan kulit pasien kriteria hasil: integritas kulit
terlihat lecet akibat bekas 1. Elastisitas (misalnya,
garukan. meningkat. perubahan
Kode SDKI: D.0129 2. Hidrasi sirkulasi,
meningkat. perubahan status
3. Perfusi nutrisi, penurunan
jaringan kelembaban, suhu
meningkat. lingkungan
4. Kerusakan ekstrim dan
jaringan penurunan
menurun. mobilitas).
5. Kerusakan Terapeutik:
lapisan kulit 1. Ubah posisi tiap 2
menurun. jam jika tirah
Kode SLKI: baring.
L.14125 2. Lakukan
pemijatan pada
area penonjolan
tulang, jika perlu.
3. Bersihkan
perineal dengan
air hangat,
terutama selama
periode diare.
4. Gunakan produk
berbahan
petrolium atau
minyak pada kulit
kering.
5. Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif.
6. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering.
Edukasi:
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab
(misalnya, lotion,
serum).
2. Anjurkan minum
air yang cukup.
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur.
5. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrim.
6. Anjurkan
menggunakan
tabir surya SPF
minimal 30 menit
saat berada di luar
rumah.
7. Anjurkan mandi
dan menggunakan
sabun
secukupnya.
Kode SIKI: I.11353
4 Intoleransi aktivitas b.d Setelah diberikan Manajemen energi
ketidakseimbangan antara intervensi selama 1 Observasi:
suplai darah dan x 24 jam maka 1. Identifikasi
kebutuhan oksigen d.d toleransi aktivitas gangguan fungsi
pasien mengatakan badan dapat meningkat, tubuh yang
terasa lemas, letih dan dengan kriteria mengakibatkan
mudah lelah. Gambaran hasil: kelelahan.
EKG menunjukkan 1. Frekuensi nadi 2. Monitor kelelahan
iskemia dan gambaran meningkat. fisik dan
EKG menunjukkan aritmia 2. Saturasi emosional.
saat/setelah beraktivitas. oksigen 3. Monitor pola dan
Kode SDKI: D.0056 meningkat. jam tidur.
3. Kemudahan 4. Monitor lokasi
dalam dan
melakukan ketidaknyamanan
aktivitas selama
sehari-hari melakukan
meningkat. aktivitas.
4. Kecepatan Terapeutik:
berjalan 1. Sediakan
membaik. lingkungan
5. Kekuatan nyaman dan
tubuh bagian rendah stimulus
atas (misalnya,
meningkat. cahaya, suara dan
6. Kekuatan kunjungan).
tubuh bagian 2. Lakukan latihan
bawah rentang gerak
meningkat. pasif atau aktif.
7. Keluhan lelah 3. Berikan aktivitas
menurun. distraksi yang
8. Perasaan menenangkan.
lemah 4. Fasilitasi duduk
menurun. di sisi tempat
9. Aritmia saat tidur, jika tidak
aktivitas dapat berpindah
menurun. atau berjalan.
10. Aritmia setelah Edukasi:
aktivitas 1. Anjurkan tirah
menurun. baring.
11. Sianosis 2. Anjurkan
menurun. melakukan
12. Warna kulit aktivitas secara
membaik. bertahap.
13. Tekanan darah 3. Anjurkan
membaik. menghubungi
14. Frekuensi perawat jika tanda
napas dan gejala
membaik. kelelahan tidak
15. EKG iskemia berkurang.
membaik. 4. Ajarkan strategi
Kode SLKI: koping untuk
L.05047 mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan.
Kode SIKI: I.05178

8. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Hari, Tindakan Keperawatan TTD &
Keperawatan Tanggal Respon/Hasil Nama
Prioritas dan Perawat
Jam
Hipervolemia Tindakan: Fajar
b.d gangguan 1. Melakukan monitoring TTV pasien.
mekanisme 2. Memeriksa tanda dan gejala
regulasi. hipervolemia.
3. Mengidentifikasi penyebab
hipervolemia.
4. Melakukan monitoring status
hemodinamik.
5. Melakukan monitoring intake dan
output cairan.
6. Melakukan monitoring tanda
hemokonsentrasi.
7. Melakukan monitoring tanda
peningkatan tekanan onkotik plasma.
8. Melakukan monitoring kecepatan
infus secara ketat.
9. Melakukan monitoring efek samping
diuretik.
10. Menimbang berat badan pasien
setiap hari pada waktu yang sama.
11. Membatasi asupan cairan dan garam.
12. Meninggikan kepala tempat tidur
pasien 30-40o.
13. Mengajarkan pasien cara mengukur
dan mencatat asupan dan haluaran
cairan.
14. Berkolaborasi pemberian diuretik.
Respon/Hasil:
1. TTV pasien dalam keadaan normal.
2. Pasien telah menimbang berat badan
setiap hari pada waktu yang sama.
3. Pasien telah membatasi asupan
cairan dan garam yang masuk
kedalam tubuh.
4. Tempat tidur pasien telah di
tinggikan ke 30-40o.
5. Pasien dapat mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan secara
mandiri.
6. Pasien telah diberikan obat diuretik.
Nausea b.d Tindakan: Fajar
gangguan 1. Mengidentifikasi pengalaman mual.
biokimiawi 2. Mengidentifikasi dampak mual
uremia. terhadap kualitas hidup (misalnya,
nafsu makan, aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran dan tidur).
3. Mengidentifikasi faktor penyebab
mual (misalnya, pengobatan dan
prosedur).
4. Mengidentifikasi antimetik untuk
mencegah mual (kecuali mual pada
kehamilan).
5. Melakukan monitoring mual
(misalnya, frekuensi, durasi dan
tingkat keparahan).
6. Melakukan monitoring asupan
nutrisi dan kalori.
7. Mengendalikan faktor lingkungan
penyebab mual (misalnya, bau tak
sedap, suara dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan).
8. Mengurangi atau menghilangkan
keadaan penyebab mual (misalnya,
kecemasan, ketakutan dan
kelelahan).
9. Memberikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik.
10. Anjurkan istirahat dan tidur yang
cukup.
11. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual.
12. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak.
13. Ajarkan penggunaan teknik non-
farmakologis untuk mengatasi mual
(misalnya, biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik dan
acupressure).
14. Berkolaborasi pemberian antimetik.
Respon/Hasil:
1. Pengalaman mual dan faktor
penyebab mual pasien telah berhasil
diidentifikasi.
2. Pasien sudah mau makan dalam
porsi kecil.
3. Waktu istirahat dan tidur pasien
telah cukup.
4. Pasien telah mengkonsumsi
makanan tinggi karbohidrat dan
rendah lemak.
5. Pasien telah melakukan teknik non-
farmakologis relaksasi dan terapi
musik secara mandiri.
6. Pasien telah diberikan obat
antimetik.
Gangguan Tindakan: Fajar
integritas 1. Mengidentifikasi penyebab
kulit/jaringan gangguan integritas kulit (misalnya,
b.d kelebihan perubahan sirkulasi, perubahan
volume cairan. status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan
ekstrim dan penurunan mobilitas).
2. Mengubah posisi pasien tiap 2 jam
jika tirah baring.
3. Menganjurkan pasien untuk
menggunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada kulit
kering.
4. Menganjurkan pasien untuk
menggunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif.
5. Menganjurkan pasien untuk
menghindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering.
6. Menganjurkan pasien untuk
menggunakan pelembab (misalnya,
lotion, serum).
7. Menganjurkan pasien untuk minum
air yang cukup.
8. Menganjurkan pasien untuk
meningkatkan asupan nutrisi.
8. Menganjurkan pasien untuk
meningkatkan asupan buah dan
sayur.
9. Menganjurkan pasien untuk
menghindari terpapar suhu ekstrim.
10. Menganjurkan pasien untuk
menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 menit saat berada di luar
rumah.
11. Menganjurkan pasien untuk mandi
dan menggunakan sabun
secukupnya.
Respon/Hasil:
1. Penyebab gangguan integritas kulit
pasien (misalnya, perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrim dan penurunan
mobilitas) telah berhasil
diidentifikasi.
2. Pasien telah mengubah posisi tiap 2
jam ketika tirah baring.
3. Pasien telah menggunakan pelembab
kulit seperti lotion atau serum.
4. Pasien telah menghindari produk
berbahan dasar alkohol pada kulit
kering.
5. Pasien telah minum air yang cukup.
6. Pasien telah meningkatkan asupan
nutrisi, buah dan sayur.
7. Pasien telah mandi dan
menggunakan sabun secukupnya.
Intoleransi Tindakan: Fajar
aktivitas b.d 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi
ketidakseimba tubuh yang mengakibatkan
ngan antara kelelahan.
suplai darah 2. Melakukan monitoring kelelahan
dan kebutuhan fisik dan emosional.
oksigen. 3. Melakukan monitoring pola dan jam
tidur.
4. Melakukan monitoring lokasi dan
ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas.
5. Menyediakan lingkungan yang
nyaman dan rendah stimulus
(misalnya, cahaya, suara dan
kunjungan).
6. Melakukan latihan rentang gerak
pasif atau aktif untuk pasien.
7. Memberikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.
8. Memfasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.
9. Menganjurkan tirah baring.
10. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap.
11. Menganjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
12. Mengajarkan pasien strategi koping
untuk mengurangi kelelahan.
13. Berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
Respon/Hasil:
1. Gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan telah
berhasil diidentifikasi.
2. Pasien telah melakukan latihan
rentang gerak pasif atau aktif secara
mandiri.
3. Pasien telah melakukan aktivitas
distraksi yang menenangkan secara
mandiri.
4. Pasien telah melakukan tirah baring
secara mandiri.
5. Pasien telah melakukan aktivitas
secara bertahap.
6. Pasien telah menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang.
7. Pasien telah melakukan strategi
koping untuk mengurangi kelelahan
secara mandiri.
8. Asupan makanan pasien telah
meningkat karena telah
berkolaborasi dengan ahli gizi.

9. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Hari, Evaluasi TTD &
Keperawatan Tanggal Nama
Prioritas dan Perawat
Jam
Hipervolemia b.d S: Pasien mengatakan BAK jadi Fajar
gangguan lebih sering dan berat badan pasien
mekanisme menurun.
regulasi. O: Turgor kulit pasien baik dan
edema di ekstremitas jadi berkurang.
A: Masalah teratasi.
P: Pertahankan intervensi.
I: -
E: -
R: -
Nausea b.d S: Pasien mengatakan mual sudah Fajar
gangguan berkurang.
biokimiawi O: Pasien sudah tidak cemas, pasien
uremia. sudah tidak berkeringat dingin dan
TTV pasien dalam batas normal.
A: Masalah teratasi.
P: Pertahankan intervensi.
I: -
E: -
R: -
Gangguan S: Pasien mengatakan gatal pada Fajar
integritas kulit sudah berkurang.
kulit/jaringan b.d O: Pasien sudah tidak terlihat
kelebihan volume menggaruk kulit, pasien telah
cairan. menggunakan pelembab kulit dan
kulit pasien terlihat lembab.
A: Masalah teratasi.
P: Pertahankan intervensi.
I: -
E: -
R: -
Intoleransi S: Pasien mengatakan badan sudah Fajar
aktivitas b.d tidak lemas dan letih.
ketidakseimbanga O: TTV pasien dalam batas normal,
n antara suplai muka pasien tampak ceria dan
darah dan gambaran EKG pasien tidak
kebutuhan menunjukkan adanya tanda-tanda
oksigen. terjadi iskemia.
A: Masalah teratasi.
P: Pertahankan intervensi.
I: -
E: -
R: -
V. Berfikir Kritis
1. Studi Kasus
Ny. D, 52 tahun masuk rumah sakit tanggal 20 Januari 2021 dengan
keluhan utama badan lemas dan tidak nafsu makan sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit, mual (+), muntah (+). Klien menyandang
diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu. Klien berobat secara teratur ke
poli endokrin di rumah sakit swasta dan minum obat glibenclamid, tetapi
tidak teratur. Riwayat penyakit jantung (+) beberapa bulan yang lalu dan
minum tensivask tidak teratur.
Riwayat batuk-batuk sebelumnya (+), pernah berobat ke poli paru
dan dikatakan ada cairan dalam paru dan disedot, tetapi hasil
pemeriksaan belum ada. Riwayat DM dalam keluarga (+), yaitu ayah,
riwayat penyakit jantung dalam keluarga (-), hipertensi (-). Klien tidak
memiliki riwayat menderita penyakit batu ginjal dan tidak ada riwayat
demam lama serta tidak pernah mengalami kencing berpasir atau
berdarah. Klien mengatakan sebelum sakit minum tidak banyak, sekitar 5
gelas/hari. Klien jarang minum jamu, kopi atau minuman penambah
tenaga lain. Klien seorang ibu rumah tangga. Saat ini keluhan klien
merasa sesak dan badan terasa lemas. Klien mengatakan berobat
menggunakan asuransi kesehatan dan memiliki anak yang sudah dewasa,
sudah menikah semua. Klien sering mengeluh ingin ditemani anak atau
keluarga di dalam ruangan. Saat ini, klien terpasang kateter urine dan
mendapatkan oksigen nasal kanul 2 liter/menit.
2. Pertanyaan Terkait Kasus
1. Dibawah ini merupakan pengertian ginjal, yaitu...
a. Ginjal adalah organ terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh secara baik.
b. Ginjal adalah organ ekskresi yang berbentuk seperti kacang
yang berwarna coklat.
c. Ginjal adalah suatu organ yang tidak dapat menyaring kotoran
dalam darah.
d. Ginjal adalah suatu organ yang dapat menghasilkan hormon
endorfin.
e. Ginjal adalah suatu organ yang memiliki panjang 30 cm pada
orang dewasa.
2. Dibawah ini merupakan pengertian gagal ginjal akut (GGA),
kecuali...
a. Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal
mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.
b. Gagal ginjal akut (GGA) adalah kemunduran yang cepat dari
kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan
racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di
dalam darah.
c. Gagal ginjal akut (GGA) adalah akibat dari adanya kelainan
ginjal secara kompleks, sehingga kemampuannya dalam
membersihkan bahan-bahan racun di dalam darah menjadi
menurun.
d. Gagal ginjal akut (GGA) adalah kondisi yang ditandai dengan
terjadinya peningkatan kreatinin darah sebanyak 0,5 mg/dl per-
hari dan peningkatan ureum sebanyak 10-20 mg/dl per-hari.
e. Gagal ginjal akut (GGA) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible.
3. Dibawah ini merupakan pengertian gagal ginjal kronis (GGK),
kecuali...
a. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah proses kerusakan ginjal
selama rentang waktu lebih dari tiga bulan.
b. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu penyakit yang tidak
memerlukan tindakan hemodialisis.
c. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah penyakit renal tahap akhir
(ESRD).
d. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah penyakit yang sulit
disembuhkan.
e. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu penyakit dengan laju
filtrasi glomerular berada dibawah 60 ml/men/1.73 m2.

4. Dibawah ini merupakan etiologi gagal ginjal akut (GGA), kecuali...


a. Kekurangan darah akibat perdarahan dan dehidrasi.
b. Terjadi penyumbatan aliran kemih.
c. Trauma pada ginjal, yang disebabkan adanya reaksi alergi dan
zat-zat racun.
d. Penyumbatan arteri atau vena di ginjal.
e. Terjadi kerusakan struktur penglihatan.
5. Dibawah ini merupakan etiologi gagal ginjal kronis (GGK),
kecuali...
a. Tekanan darah tinggi.
b. Diabetes mellitus.
c. Glomerulonefritis.
d. Penyakit pre-renal, intra-renal dan post-renal.
e. Akut tubular nekrosis (ATN).
6. Dibawah ini merupakan fungsi ginjal, yaitu...
a. Membuang racun dan produk buangan/limbah dari darah.
b. Membuang lemak pada tubuh.
c. Menghasilkan enzim ptialin.
d. Memproses vitamin C.
e. Memproduksi hormon estrogen.
7. Dibawah ini merupakan tanda dan gejala gagal ginjal akut (GGA),
yaitu...
a. Nokturia.
b. Gatal-gatal akibat toksis uremik.
c. Napas berbau ammonia.
d. Anemia.
e. Asidosis metabolik.
8. Dibawah ini merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (GGK),
kecuali...
a. Hipertensi.
b. Diabetes mellitus.
c. Trombositopenia.
d. Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
e. Oliguria.
VI. Keterampilan Klinik Tindakan Hemodialisa
Datar tilik terlampir.
DAFTAR TILIK HEMODIALISA

1. Pengertian
Hemodialisa adalah tindakan pengobatan dengan tujuan
mengeluarkan sisa metabolisme melalui proses pertukaran antara bahan
yang ada di dalam darah dan dialisat melewati membran semi permeabel
secara difusi konveksi dan ultrafiltrasi.
2. Tujuan
Menolong penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang sudah tidak
bisa diobati dengan terapi konservatif.
3. Kebijakan
Dilakukan pada setiap pasien gagal ginjal terminal serta pasien gagal
ginjal kronis. Dengan hemodialisa, dapat membantu mempertahankan
fungsi ginjal pasien secara optimal.
Nama Mahasiswa:
NIM:
Nama Pasien:
No. Rekam Medis:
Tanggal:
Ruangan:
Tindakan Prosedur
No.
A. Persiapan Sebelum Hemodialisa Keterangan
1 Persiapan pasien
a. Surat dari dokter penanggung jawab Ruang HD
untuk tindakan HD (instruksi dokter).
b. Apabila dokter penanggung jawab HD tidak
berada ditempat atau tidak bisa dihubungi, surat
permintaan tindakan hemodialisa diberikan oleh
dokter spesialis penyakit dalam yang diberi
delegasi oleh dokter penanggung jawab HD.
c. Apabila pasien berasal dari luar RS (traveling)
disertai dengan surat traveling dari RS asal.
d. Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan
HD.
e. Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit
lain).
f. Keadaan umum pasien.
g. Keadaan psikososial.
h. Keadaan fisik (ukur TTV, BB, warna kulit,
ekstremitas edema +/-).
i. Data laboratorium: darah rutin, GDS, ureum,
creatinin, HBsAg, HCV, HIV, CT, BT.
j. Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk
dilakukan HD.
2 Persiapan mesin
a. Listrik.
b. Air yang sudah diubah dengan cara:
- Filtrasi.
- Softening.
- Deionisasi.
- Reverse osmosi.
c. Sistem sirkulasi dialisat
- Sistem proporsioning.
- Acetate/bicarbonate.
d. Sirkulasi darah
- Dializer/hollow fiber.
- Priming.
3 Persiapan alat
a. Dializer.
b. Transfusi set.
c. Normal saline 0.9%.
d. AV blood line.
e. AV fistula.
f. Spuit.
g. Heparin.
h. Lidocain.
i. Kassa steril.
j. Duk.
k. Sarung tangan.
l. Mangkok kecil.
m. Desinfektan (alkohol/betadin).
n. Klem Matikan.
o. Timbangan.
p. Tensimeter.
q. Termometer.
r. Plastik.
s. Perlak kecil.
4 Langkah-langkah:
a. Setting dan priming
1) Mesin dihidupkan.
2) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dializer
dan AV blood line dari bungkusnya, juga slang
infus/transfusi set dan NaCl (perhatikan
sterilitasnya)
3) Sambungkan normal saline dengan set infus, set
infus dengan selang arteri, selang darah arteri
dengan dializer, dializer dengan selang darah
venous.
4) Masukan selang segmen ke dalam pompa darah,
putarlah pump dengan menekan tombol tanda V
atau Λ (pompa akan otomatis berputar sesuai
arah jarum jam).
5) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal
saline ke selang darah arteri dan tampung cairan
ke dalam gelas ukur.
6) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang
arteri diklem.
b. Lakukan priming dengan posisi dializer biru
(outlet) di atas dan merah (inlet) di bawah
1) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan
tombol V atau Λ untuk menentukan angka yang
diinginkan (dalam posisi priming sebaiknya
kecepatan aliran darah 100 rpm).
2) Setelah selang darah dan dializer terisi semua
dengan normal saline, habiskan cairan normal
sebanyak 500 cc.
3) Lanjutkan priming dengan normal saline
sebanyak 1000 cc. Putarlah Qb dan rpm.
4) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung
selang darah venous.
5) Semua klem dibuka kecuali klem heparin.
6) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialisis,
start layar menunjukkan “preparation”, artinya:
consentrate dan RO telah tercampur dengan
melihat petunjuk conductivity telah mencapai
(normal: 13.8-14.2). Pada keadaan
“preparation”, selang concentrate boleh
disambung ke dializer.
7) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung
ujung blood line arteri vena.
a) Ganti cairan normal saline dengan yang baru
500 cc.
b) Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit.
c) Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm.
d) Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan
otomatis melakukan ultrafiltrasi (cairan normal
saline akan berkurang sebanyak 500 cc dalam
waktu 10 menit.
e) Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada
layar “UFG reached” artinya UFG sudah
tercapai.
8) Pemberian heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai
2000 unit pada selang arteri. Lakukan sirkulasi
selama 5 menit agar heparin mengisi ke seluruh
selang darah dan dializer, berikan kecepatan 100
rpm.
c. Dializer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat
agar concentrate tidak boros.
Catatan: jika dializer reuse, priming 500 cc
dengan Qb 100 rpm sirkulasi untuk membuang
formalin (UFG: 500, time life 20 menit dengan
Qb 350 rpm). Bilaslah selang darah dan dializer
dengan normal saline sebanyak 2000 cc.
B. Punksi Akses Vaskuler
1. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat
shunt.
2. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi.
3. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien
(alat-alat steril dimasukkan ke dalam bak steril).
4. Cuci tangan, bak steril dibuka dan memakai
handscoon.
5 5. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi.
6. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah
yang akan dipunksi dengan betadine dan
alcohol.
7. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu.
Bila perlu lakukan anestesi lokal, kemudian
desinfeksi.
8. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian
difiksasi.
C. Memulai Hemodialisa
Sebelum dilakukan punksi dan memulai
hemodialisa, ukur tanda-tanda vital dan berat badan
pre-hemodialisa.
1. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan,
pompa dimatikan, ujung AV blood line diklem.
2. Lakukan reset data untuk menghapus program
yang telah dibuat, mesin otomatis menunjukkan
angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan time left.
3. Tentukan program pasien dengan menghitung
BB datang - BB standar + jumlah makan saat
hemodialisa.
4. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan
ditarik.
5. Tekan tombol time left = waktu yang akan
diprogram.
6. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien
(jangan merubah Base Na + karena teknisi sudah
mengatur sesuai dengan angka yang berada di
gallon. Na = 140 mmol).
7. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 36oC –
37oC).
8. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan
pasien.
9. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm.
10.Menyambung selang fistula inlet dengan selang
darah arteri
- Matikan (klem) selang infus.
- Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri
(inlet).
- Masing-masing kedua ujung selang darah arteri
dan fistula di swab dengan kassa betadine
sebagai desinfektan.
- Ujung selang darah venous masukkan dalam
gelas ukur.
- Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V
atau Λ 100 rpm.
6 - Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fiksasi
dengan micropore. Jika aliran tidak lancar,
rubahlah posisi jarum fistula.
- Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh
(kosong), sebaiknya terisi ¾ bagian.
- Cairan normal saline yang tersisa ditampung
dalam gelas ukur namanya cairan sisa priming.
- Setelah darah mengisi semua selang darah dan
dializer, matikan pompa darah.
11.Menyambung selang darah venous dengan
fistula outlet
- Sambung selang darah venous ke ujung AV
fistula outlet (kedua ujungnya diberi kassa
betadine sebagai desinfektan). Masing-masing
sambungan dikencangkan).
- Klem pada selang arteri dan venous dibuka,
sedangkan klem infus ditutup.
- Pastikan pada selang venous tidak ada udara,
lalu hidupkan pompa darah dari 100 rpm sampai
dengan yang diinginkan.
- Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca
“dialisis”.
- Selama proses hemodialisa, ada 7 lampu hijau
yang menyala (lampu monitor, on, dialysis start,
pompa, heparin, UF dan Flow).
- Rapikan peralatan.
4. Penatalaksanaan Selama Hemodialisa
1. Memprogram dan memonitor mesin
hemodialisa
a. Lamanya HD.
b. QB (kecepatan aliran darah) 150-250 cc/menit.
c. QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit.
d. Temperatur dialisat 37oC.
e. UFR dan TMP otomatis.
f. Heparinisasi
1) Dosis awal: 25-50 unit/kgBB.
a) Diberikan pada waktu punksi.
b) Sirkulasi extra corporeal 1500 unit.
c) Dosis maintenance 500-2000 unit/jam diberikan
pada waktu HD berlangsung.
2) Dosis maintenance 500-2000 u/jam
Diberikan pada waktu HD berlangsung.
Cara pemberian dosis maintenance:
a) Kontinyu: diberikan secara terus menerus
dengan bantuan pompa dari awal HD sampai
7 dengan 1 jam sebelum HD berakhir.
b) Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD
berlangsung dan pemberian selanjutnya
dimasukan tiap selang waktu 1 jam.
c) Minimal heparin: heparin dosis awal kurang
lebih 200 unit, selanjutnya diberikan kalau perlu.
g. Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll).
h. Pemberian obat-obatan, transfusi, dll.
i. Monitor tekanan
1) Fistula pressure.
2) Arterial pressure.
3) Venous pressure.
4) Dialisat pressure.
5) Detektor (udara blood leak detector).
2. Observasi pasien
a. Tanda-tanda vital (TD, N, S, RR, kesadaran).
b. Fisik.
c. Perdarahan.
d. Sarana hubungan sirkulasi.
e. Posisi dan aktivitas.
f. Keluhan dan komplikasi hemodialisa
5. Mengakhiri Hemodialisa
1. Persiapan alat
a. Piala ginjal.
b. Kassa steril.
c. Betadine solution.
d. Sarung tangan tidak steril.
e. Perban gulung.
f. Band aid (pelekat).
g. Gunting.
h. Nebacetin powder antibiotic.
i. Termometer.
j. Micropore.
2. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan.
b. Perawat memakai sarung tangan.
c. Mesin menggunakan UFG reached = UFG
sudah tercapai (angka UV = angka UF).
d. Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi
8 mesin akan terbaca “Reinfusion”.
e. Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi
tanda-tanda vital.
f. Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah)
sampai 100 rpm, lalu matikan.
g. Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri.
h. Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas
tusukan dengan kassa betadine, tutuplah bekas
tusukan dengan kassa betadine.
i. Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan
normal saline secukupnya sampai bersih dan
gunakan kecepatan aliran darah 100 rpm.
j. Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas
tusukan dengan kassa betadine.
k. Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah
nebacetin powder dan tutuplah bekas tusukan
dengan Band Aid (dibalut dengan perban
gulung)
l. Berilah fiksasi dengan micropore pada perban
gulung.
m. Observasi tanda-tanda vital pasien.
n. Kembalikan alat-alat ke tempat semula.
o. Perawat melepas sarung tangan.
p. Perawat mencuci tangan.
Sumber: (Pertiwi, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, A, Udiyono, A, Saraswati, D.L & Setyawan, H. (2018). Screening Fungsi


Ginjal Sebagai Perbaikan Outcome Pengobatan Pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe II (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep). Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Volume 6, Nomer 1. (Internet). Available from:
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm. (Diakses pada tanggal 20 Januari
2021).

Bayhakki. (2013). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronis. Jakarta:
EGC.

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta: EGC.

Colvy, J. (2010). Gagal Ginjal: Tips Cerdas Mengenali & Mencegah Gagal
Ginjal. Yogyakarta: DAFA Publishing.

Damayanti, S. (2015). Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Darmawan. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Chronic Kidney


Disease (CKD) Dengan Pemberian Inovasi Intervensi Terapi Musik Di
Ambun Suri Lantai IV Achmad Mochtar Bukit Tinggi. Karya Ilmiah Akhir
Ners. (Internet). Available from:
http://repo.stikesperintis.ac.id/939/1/42%20DARMAWAN.pdf. (Diakses
pada tanggal 26 Januari 2021).

Kurniawati, A & Asikin, A. (2018). Gambaran Tingkat Pengetahuan Penyakit


Ginjal Dan Terapi Diet Ginjal Dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Amerta Nutr (2018) 125-135. DOI:
10.2473/amnt.v2i2.2018.125-135. (Internet). Available from: https://e-
journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/5906. (Diakses pada tanggal 20
Januari 2021).

Muhammad, A. (2012). Serba Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: DIVA Press.


Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Pertiwi, P.R. (2017). Daftar Tilik Tindakan Hemodialisa. (Internet). Available


from: https://ratuputripertiwi.com/2017/12/daftartilik-
tindakanhemodialisa.html. (Diakses pada tanggal 20 Januari 2021).

Price, S.A & Wilson, L.M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:


EGC.

Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Edisi 1 Cetakan 3. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

https://dedaunan.com/wp-content/uploads/2015/03/kidney-anatomy-min.jpg.
(Diakses pada tanggal 20 Januari 2021).

https://imgv2-2-
f.scribdassets.com/img/document/280135602/original/2fbba48c9f/160533641
2?v=1. (Diakses pada tanggal 20 Januari 2021).

https://2.bp.com/-W3ECe31pC-
4/T28uXuxDI9I/AAAAAAAAAVY/BWJDM5LWdVo/s1600/PATHWAYS
+Gagal+Ginjal+Kronik+%28GGK%29.PNG. (Diakses pada tanggal 20
Januari 2021).

Anda mungkin juga menyukai