Oleh :
MUHAMMAD RAFI RAUF ( P17210171021 )
KELOMPOK 6A D3 KEPMA 3A
HEPATITIS
Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah infeksi virus pada hati yang berhubungan dengan manifestasi klinis
berspektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikteri sampai nekrotik hati.
Baru-baru ini telah ditemukan lima bentuk hepatitis virus. Secara medis, hepatitis virus
didefinisikan sebagai infeksi sistemik oleh virus yang disertai nekrosis dan inflamasi pada
sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang
khas. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir
semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus, yaitu virus
hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C ( HCV),virus D (HDV) dan
virus hepatitis E (HEV) (Adriansyah,M, 2012). Hepatitis adalah penyakit radang hati
yang disebabkan oleh virus hepatitis. Sebelumnya hepatitis dibedakan menjadi tiga, yaitu
hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis non-A non-B. Saat ini, sudah ditemukan virus
hepatitis C, D, E, F, G, dan lainya. Virus hepatitis G ditemukan pada tahun 1996
(Widoyono, 2011).
1) Definisi Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, dan beberapa diantaranya berhubungan dangan pencernaan. Hati adalah
kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen
sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Hati terbagi dalam
dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas terbentuk cembung dan terletak di
bawah diafagma; Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura
tanfersus. Permukaannya dilintasi berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati.
Fisura Longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan
ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati.
Hati di bagi dalam empat belahan yaitu (Kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata). Dan
setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polihedral (segi
banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah
diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu yang
datang melalui arteri hepatika dan melalui vena porta . Hati merupakan organ yang
berperan penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk
penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari
makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang keci-kecil
(kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena
yang lebih besar dan pada akhirnya masuk kedalam hati sebagai vena porta. Vena porta
terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan
zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum .
a) Arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya
kepada hati: darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%.
b) Vena porta, yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 4/5 darahnya ke hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70%
sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah vena ini membawa kepada hati
zat makanan yang telah diabsorpsi mukosa usus halus.
c) Vena hepatika, mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam
vena hepatika tidak terdapat katup.
3) Sruktur halus
Sel hati adalah sel polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar
enzim. Massa sel ini bebentuk lobula hepatika yang berbentuk heksagonal kasar kira-kira
berdiameter 1ml dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-
cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati.
4) Fungsi Hati
a) Hati merupakan pabrik kimia terbesat dalam tubuh, dalam hal menjadi “perantara
metabolisme”, artinya hati mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang
disimpan di suatu tempat di dalam tubuh, guna dibuat sesuai pemakaiannya di dalam
jaringan.
b) Hati juga mengubah zat buangan dan bahan racun agar mudah untuk ekskresi ke
dalam empedu dan urine.
c) Fungsi glikogenik karena dirangsang kerja suatu enzim, sel hati menghasilkan
glikogen (yaitu zat tepung hewani) dari konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan
hidrat karbon.
1) Hepatitis A
2) Hepatitis B
Hepatitis B (HVB) merupakan virus DNA family hepadnavirus yang terdiri dari
sebuah protein selubung luar virus (mengandung antigen permukaan hepatitis B atau
HBsAg). HBsAg membungkus nucleocapsid yang tersusun dari antigen hepatitis B atau
HBsAg terdeteksi dalam semua serum penderita HBV akut dan kronis. HBcAg tidak
dapat di sirkulasi hanya dapat dideteksi dengan radio immunoassay atau enzym
immunoassay dalam sel hati bila terdapat replikasi virus yang aktif. Antibodi terhadap
antigen permukaan hepatitis B (anti HBs) dapat dideteksi dalam dua fraksi yaitu anti-
HBclgM (infeksi akut dan masa replikasi viral penyakit kronis).
Penularan melalui parenteral saliva, semen, air mata, keringat, darah, dan jarang
terdapat pada feses dan urine. Hindari penggunaan barang bersaamaan dengan pasien ini.
Masa inkubasi virus ini 6-8 minggu. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai adalah
malaise, anoreksia, rasa tidak enak perut biasanyan mendahului timbulnya ikterus ,
peningkatan kadar SGPT, hepatomegaly, atrlgia, dan kemerahan pada kulit.
3) Hepatitis C
Penularan melalui kontak langsung dengan darah atau produknya dan jarum atau
alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Resiko terinfeksi hepatitis C melalui hubungan
seksual lebih tinggi pada oang yang mempunyai pada orang yang mempunyai lebih dari
satu pasangan. Menyusui tidak menularkan hepatitis C.
4) Hepatitis D
Hepatitis D (dulu virus delta) adalah virus tak sempurna yang mengandung RNA.
Agar infeksi dan replikasi virus ini dapat terjadi, diperlukaan kehadiran HBV. Jadi infeksi
delta hanya dapat terjadi apabila seorang pembawa HBsAg kemudian terpapar pada virus
delta atau bila seseorang terinfeksi secara simultan oleh HBV dan virus hepatitis D.
Infeksi hepatitis D endemic di daerah seluruh laut tengah dan di daerah-daerah tertentu di
Timur Tengah dan Amerika Selatan. Infeksi terjadi paling sering pada para pecandu obat
bius dan penderita yang melakukan transfusi darah berulang- ulang. HDV akut didignosis
dari adanya HDV Ag dan anti IgM dalam serum.
5) Hepatitis E
Etiologi
1) Virus
e) Type E: Fekal-Oral, keparahan sama den gan D, sumber melalui darah, feses,
saliva.
2) Alkohol
3) Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis
akut.
Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat- obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit karena memiliki suplai darah sendiri.
Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.
Gangguan terhadap suplai darah suplai normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan
nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan diganti oleh sel-sel hepar baru
yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kaplusa hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada
perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di
ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk kedalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tesebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya bilirubin tidak sempurna di keluarkan melalui duktus hepatikus, Karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu, belum
mengalami konjugasi (bilirubin indirek) maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan Karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka billirubun dapat diekskresi kedalam
kemih, sehingga menimbulkan billirubun urin dan kemih berwarna gelap. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai penuingkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus .
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada
hepatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini menyebabkan degenerative dan nekrosis sel
perechyn hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dalam memblokir sistem
drainage hati, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine
sebagai urobilinoge dan kulit hepatocellular jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit dengan
gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2-3 bulan lebih gawat
bila dengan nekrosis hati dan bahkan mematikan. Hepatitis dengan sub akut dan kronik
dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik
akan sebaagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati
dan kanker hati.
Manifestasi Klinis
2) Fase ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan
disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sclera yang terus meningkat pada
minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang
disertai gatal-gatal pada seluruh badan, rasa lesu dan lekas capek diraskan selama 1-2
minggu.
3) Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa, mual, rasa sakit di ulu hati,
disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik.
Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan
lekas capek (Haryono,R, 2012).
g. Pemeriksaan penunjang
7) Kolesterol serum : menurun pada kerusakan hati, meningkat pada obstruksi duktus
biliaris .
Penatalaksanaan
2) Hepatitis B akut
Umumnya bersifat suportif, meliputi tirah baring, serta menjaga agar asupan nutrisi dan
cairan tetap adekuat. Sekitar 95% hasus hepatitis B akut akan mengalami resolusi dan
serokonversi spontan tanpa terapi antiviral. Bila terjadi komplikasi Hepatitis filminan,
maka dapat diberikan lamivudine 100-150 mg/hari hingga 3 bulan setelah serokonversi
atau setelah muncul anti-HBe pada pasien HBsAg positif.
3) Hepatitis B kronis
a) Tujuan terapi
Hingga saat ini, pengobatan Hepatitis B hanya bersifat penekanan dan stimulasi system
imunitas, namun tidak menghilangkan (eradikasi) VHB sehingga pasien membutuhkan
pengobatan jangka panjang, bahkan seumur hidup. Oleh sebab itu, tujuan terapi jangka
panjang ialah meningkatkan kualitas hidup dan survival, mencegah progresi penyakit
serosis, serosis dekompesanta, dan kasinoma hepatoseluler (KHS). Sementara tujuan
terapi jangka pendek ialah menekan replikasi virus menurunkan jumlah DNA VHB serta
serokoversi HBEAg menjadi anti- HBe.
b) Insiasi terapi
Pengobatan harus segera dimulai pada pasien dengan penyakit yang aktif (ditandai dengn
peningkatan ALT >2 nilai batas atas normal: dalam dua kali pengukuran yang berbeda
dengan selang waktu minimal 1 bulan), atau bila biopsy hati menunjukkan kerusakan
yang signifikan (skor inflamasi: sedang-berat, skor fibrosis METAVIR >F2). Sebaliknya,
pengobatan dapat ditunda pada fase imunotoleransi, serta diduga memiliki resiko kecil
untuk menjadi sirosis KHS.
Berdasakan konsensus himpunan peneliti hati Indonesi (PPHI) tahun 2012, algoritme
terapi hepatitis B kronis dibagi menjadi 2 kelompok pasien dengan HBeAg positif dan
HBeAg negatif. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal perja;anan penyakit, prognosis,
terapi ditujukan agar terjadi serokonversi menjadi HBeAg negatif. Dan pada kelompok
HBeAg negatife, terapi diberikan hinggga DNA- VHB tidak terdeteksi lagi selama selang
waktu 6 bulan.
Modalitas terapi yang tersedia berupa pegylated- interferon (peg-IFN) dan analog nukleos
(t) ida. Keduanya bekerja sebagai anti-virus sekaligus imunomodulator, namun memiliki
keunggulan dan efek samping yang berbeda. Secara umum, peg-IFN memiliki waktu
pemberian yang pasti dan tidak menimbulkan resistensi, namun pemberian dilakukan
secra injeksi subkutan, memiliki banyak efek samping dan kontra indikasi. Sebaliknya,
analog nukleos (t) ida diberikan secara oral dengan efek samping minimal, terapi dirasi
terapi lebih panjang dan memiliki resiko resistensi obat, termasuk resistensi silang.
Kontrindikasi penggunaan peg-interferon, antara lain:
(2) Serosis dekompensata (skor child-pugh >7 pada koinfeksi hepatitis C atau HIV);
(5) Hipertensi, gagal jantung, diabetes, PPOK yang tidak terkontrol; serta
Pada prinsipnya, pengobatan diberikan hingga tujuan terapi jangka pendek tercapai.
Penghentian pengobatan yang tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya relapsvirus
(peningkatan >1 log IU/ml DNA VHB setelah 1 menjadi terapi) dan hepatitis flare
(peningkatan mendadak ALT >5x batas atas normal).
Pemberian interferon dilakukan dalam periode yang sudah dipastikan dan tidak
tergantung pada hasil pengobatan karena pengaruh imunologis dari interferon dapat
menetap setelah terapi dihentikan. Saat ini, peg- interferon umumnya diberikan selama 12
bulan, baik untuk kasus HBeAg positif maupun HBeAg negatif. Sementara pada
pemberian analog nukleos (t) ida, konsensus Asia Pasifik merekomendasikan penghentian
terapi pada kasus HBeAg negatif dan anti-Hbe positif bila kadar DNA VHB tidak
terdeteksi (dengan pemeriksaan PCR) selama 3 kali berturut-turut dengan selang 6 bulan.
Terapi sebaiknya ditunda hingga trimester 3 untuk menghindari teransimi perinatal. Agen
terapi yang direkomendasikan ialah telbuvudin dan (kategori keamanan kelas B).
Sementara lamivudine, entecavir, dan adefovir masuk dalam kategori keamanan kelas C
penggunaan peg-interferon dikontraindikasikan pada kehamilan.
Pencegahan transmisi perintal dilakukan dengan pemberian HBIg 0,5 mg pada fetus
dalam 12 jam setelah lahir, yang dikombinasikan dengan 3 dosis vaksinasi hepatitis B
peremuan yang sedang menjalani terapi hepatitis B sebaiknya tidak menyusui.
Insiasi terapi antiviral pada petugas kesehatan menggunakan cut-off yang lebih rendah,
yakni bila HBsAg positif dan kadar DNA VHB >2.000 IU/mL. Selain itu,
direkomendasikan agar diberikan antiviral dengan potensi yang rendah, seperti entecavir
dan tenofovir, untuk mencegah transmisi VHB melalui prosedur medis.
Pada pasien yang belum mendapat ARV, pilihan utama terapi VHB ialah Peg-interferon
atau adefovir. Sementara, pemberian Antecavir, lamivudine, dan tenofovir monoterapi
dikontraindikasikan karena dapat meningkatkan resiko resistensi HIV. Pada pasien yang
telah mendapat ARV, pilihan utama pengobatan VHB adalah tenofovir yang
dikombinasikan dengan lamivudine, regimen terapi anti-HIV ditambahkan tenofovir atau
mengganti salah satu agen nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTI) dengan
tenofovir.
Pada individu yang tidak divaksinasi dan terpajan hepatitis B segera berikan kombinasi
HBIg (untuk mencapai kadar anti HBs yang tinggi dalam waktu singkat) dan vaksinasi
Hepatitis B. Pada individu yang terpajan secara perkutaneus atau seksual, status HBsAg
dan anti-HBs sumber pajanan dan orang yang terpajan harus diperiksa:
(a) Bila sumber pajanan terbukti HBsAg negatif dan orang yang terpajan memiliki
kekebalan terhadap Hepatitis B, profilaksis jangka panjang tidak diperlukan;
(b) Bila sumber pajanan terbukti HBsAg positif dan orang yang terpajan tidak
memiliki kekebalan, berikan HBIg 0.06 ml/kg diikuti vaksinasi;
(c) Bila status HBsAg sumber pajanan tidak diketahui, harus tetap dianggap positif;
(d) Sebaiknya pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs dilakukan 2 bulan setelah pajanan.
Saat ini penanganan hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon alfa,
pegylated interferon alfa dan ribavirin. Pengobatan pada penderita hepatitis C
memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat
menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya (Nurarif, A,H & Kusuma,H,
2015).
Komplikasi
Pada seseorang dengan hepatitis kronik aktif (CAH) kerusakan liver yang
meningkat dan dikarakteristikkan oleh nekrosis hepatitis secara terus-menerus, inflamasi
akut dan fibrosis. pasien mungkin tidak ada gejala untuk waktu yang lama dari proses
penyakit liver atau fibrosis yang terus-menerus mungkin menuju ke kerusakan liver,
sirosis, dan kematian . Ensefalopati hepatik terjadi pada kegagalan hati berat yang
disebabkan oleh akumulasi ammonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan perenkim hati yang meluas akan menyebabkan
sirosis hepatitis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik .
Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata pasien
2) Riwayat kesehatan
a) Data demografi
Apakah pasien tinggal / bekerja di lingkungan yang terpapar dengan infeksi virus dan
bahan-bahan kimia.
Pasien biasa datang dengan keluhan: demam, sakit kepala, nyeri pada kuadran kanan atas,
mual, muntah, ikterik, lemah, letih, lesu, dan anoreksia.
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit hepatitis dan penyakit infeksi lain.
3) Aktifitas/istirahat
4) Sirkulasi
Tanda:
a) Bradikardi (hiperbilirubinemia berat)
5) Eliminasi
Gejala:
a) Urine gelap
6) Makanan / cairan
Gejala:
7) Neurosensoris
Tanda:
a) Peka rangsang
b)Cenderung tidur
c)Letargi
d)Asteriksis
8)Nyeri / kenyamanan
Gejala:
9)Pernafasan
Gejala:
Tidak minat / dengan merokok (perokok)
10) Keamanan
Gejala:
Tanda:
a) Demam
c) Eksaserbasi jerawat
e) Spenomegal
11) Seksualitas
Riwayat diketahui/mungkin terpejan pada virus bakteri atau toksin (makanan kontaminasi
air, jarum, alat bedah atau darah); pembawa (simtomatik atau asimtomatik); adanya
prosedur bedah dengan anastesia haloten; terpajan pada kimia toksik (contoh karbon
tetraklorida, vinil, klorida) obat resep (contohsulfonamid, fenotiazid,isoniazid). Obat
jalanan atau penggunaan alcohol, diabetes, GJK, atau penyakit ginjal, adanya infeksi
seperti flu pada pernapasan atas.
POHON MASALAH
Glikogenesis
menurun Retensi bilirubin Bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui
duktus hapatikus
Glukoneogenesis Regurgitasi pada duktuli
menurun empedu direk meningkat
Bilirubin direk
Glikogen dalam
hepar berkurang Bilirubin direk
meningkat Ikterus
Glikogenesis
menurun
Peningkatan garam Larut dalam air
empedu dalam darah
Glukosa dalam darah
berkurang
Pruritus Ekskresi kedalam kemih
Resiko
Bilirubinuria dan kemih
ketidakstabilan Perubahan kenyamanan
berwarna gelap
kadar glukosa darah
Tabel 2.1
Rencana keperawatan diagnosa 1
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
Tabel 2.2
Rencana keperawatan diagnosa 2
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari NOC NIC
kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi 1. Nutritional status: Nutrition
tidak cukup untuk 2. Nutritional status: management :
memenuhi kebutuhan food and fluid 1. Kaji adanya elergi
metabolic 3. Intake makanan
Batasan karakteristik : 4. Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan
1. Keram abdomen nutrient intake ahli gizi untuk
2. Nyeri abdomen 5. Weight control menentukan
3. Menghindari Kriteria hasil : jumlah kalori dan
makanan 1. Adanya peningkatan nutrisi yang
4. Berat badan 20% berat badan sesuai dibutuhkan pasien
atau lebih dibawah dengan tujuan 3. Anjurkan pasien
berat badan ideal 2. Berat badan ideal untuk
5. Kerapuhan kapiler sesuai dengan tinggi meningkatkan
6. Diare badan intake Fe
7. Kehilangan rambut 3. Mampu 4. Najurkan pasien
berlebihan mengidenntifikasi untuk
8. Bising usus kebutuhan nutrisi meningkatkan
hiperaktif 4. Tidak ada tanda-tanda protein dan vitamin
9. Kurang makanan malnutrisi C
10. Kurang informasi 5. Menunjukkan 5. Berikan substansi
11. Kurang minat pada peningkatan fungsi gula
makanan pangecapan dari 6. Yakinkan diet yang
12. Penurunan berat menelan dimakan
badan dengan 6. Tidak terjadi mengandung
asupan makanan penurunan berat tingkat serat untuk
adekuat badan yang berarti mencegah
13. Kesalahan konsepsi konstipasi
14. Kesalahan informasi 7. Berikan makanan
15. Membrane mukos yang terpilih
pucat (sudah
16. Ketidakmampuan dikonsultasikan
memakan makanan dengan ahlii gizi)
17. Tonus otot menurun 8. Ajarkan pasien
18. Mengeluh bagaimana
mengguunakan membuat catatan
sensasi rasa makanan harian
19. Mengeluh asupan 9. Monitor jumlah
makanan kurang dari nutrisi dan
RDA (recommended kandungan kalori
daily allowance) 10. Berikan informasi
20. Cepat kenyang tentang kebutuhan
setelah makan nutrisi
21. Sariawan rongga 11. Kaji kemampuan
mulut pasien untuk
22. Steatorea mendapatkan
23. Kelemahan otot nutrisi yang
pengunyah dibutuhkan
24. Kelemahan otot Nutrition monitoring
untuk menelan 1. BB pasien dalam
Faktor-faktor yang batas normal
berhubungan : 2. Monitor adanya
1. Faktor biologis penurunan berat
2. Faktor ekonomi badan
3. Ketidakmampuan 3. Monitor tipe dan
untuk mengabsorbsi jumlah aktivitas
nutrient yang bisa
4. Ketidakmampuan dilakukan
untuk mencerna 4. Monitor interaksi
makanan anak atau orang tua
5. Ketidakmampuan selama makan
menelan makanan 5. Monitor
6. Faktor psikologis lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit
kering atau
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papilla
lidah cavitas oral
Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
Table 2.3
Rencana keperawatan diagnosa 3
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman 1. Pain level Pain management:
sensori dan emosional 2. Pain control 1. Lakukan
yang tidak menyenangkan 3. Comfort level pengkajian nyeri
yang muncul akibat Kriteria hasil : nyeri secara
kerusakan jaringan yang 1. Mampu mengontrol komprehensif
aktual atau potensial atau nyeri termasuk lokasi,
digambarkan dalam hal (tahu penyebab nyeri, karakteristik,
kerusakan sedemikian mampu durasi, frekuensi,
rupa (international menggunakan tehnik kualitas dan faktor
Association of the study nonfarmakologi presipitasi
of pain) : awitan yang untuk mengurangi 2. Observasi reaksi
tiba-tiba atau lambat dari nyeri, mencari nonverbal dari
ansietas ringan hingga bantuan) ketidaknyamanan
berat dengan akhir yang 2. Melaporkan bahwa 3. Gunakan teknik
dapat diantisipasi atau nyeri berkurang komunikasi
diprediksi dan dengan terapeutik untuk
berlangsung <6 bulan menggunakan mngetahui
Batasan karakteristik : manajemen nyeri pengalaman nyeri
1. Perubahan selera 3. Mampu mengenali pasien
makan nyeri (skala, 4. Kaji kultur yang
2. Perubahan tekanan intensitas, frekuensi mempengaruhi
darah dan tanda nyeri) respon nyeri
3. Perubahan frekwensi 4. Menyatakan rasa 5. Evaluasi
jantung nyaman setelah nyeri pengalaman nyeri
4. perubahan frekwensi berkurang masa lampau
pernapasan 6. Evaluasi bersama
5. laporan isyarat pasien dan tim
6. diaphoresis kesehatan lain
7. perilaku distraksi tentang
(mis., Bejalan ketidakefektifan
monad-mandir kntrol nyeri masa
mencari orang lain lampau
dan atau aktivitas 7. Bantun pasien dan
lain, aktivitas yang keluarga untuk
berulang) mencari dan
8. mengekspresikan menemukan
perilaku (mis., dukungan
Gelisah, merengek, 8. Kontrol lingkungan
menangis) yang dapat
9. masker wajah (mis., mempengaruhi
mata kurang nyeri seperti suhu
bercahaya, tampak ruangan,
kacau, gerakan mata pencahayaan, dan
berpencar, atau tetap kebisingan
pada satu fokus 9. Kurangi faktor
meringis) presipitasi nyeri
10. sikap melindungi 10. Pilih dan lakukan
area nyeri penanganan nyeri
11. fokus menyempit (farmakologi, non
(mis., gangguan farmakologi dan
persepsi nyeri, interpersonal)
hambatan proses 11. Kaji tipe dan
berfikir, penurunan sumber nyeri untuk
interaksi dengan menentukan
orang dan intervensi
lingkungan) 12. Ajarkan tentang
12. indikasi nyeri yang tehnik non
dapat diamati farmakologi
13. perubahan posisi 13. Berikan analgetik
untuk menghindari untuk mengurangi
nyeri nyeri
14. sikap tubuh 14. Evaluasi
melindungi keefektifan kontrol
15. dilatasi pupil nyeri
16. melaporkan nyeri 15. Tingkatkan
yang dapat diamati istirahat
secara verbal 16. Kolaborasikan
17. gangguan tidur dengan dokter jika
faktor yang ada keluhan dan
berhubungan : tindakan nyeri yang
1. agen cedera (mis., tidak berhasil
biologis, zat kimia, 17. Monitor
fisik, psikologis) penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic
administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tetang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic
yang diperlukan
ataukombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih
dari Satu
5. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektifitas
enalgesik, tanda
dan gejala
Table 2.4
Rencana keperawatan diagnosa 4
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
Table 2.5
Rencana keperawatan diagnosa 5
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
Table 2.6
Rencana keperawatan diagnosa 6
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
f. Evaluasi keperawatan