Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DENGAN HEPATITIS

Oleh :
MUHAMMAD RAFI RAUF ( P17210171021 )
KELOMPOK 6A D3 KEPMA 3A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D3 KEPERAWATAN MALANG
APRIL 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ( LP)

HEPATITIS

Definisi Hepatitis

Hepatitis adalah infeksi virus pada hati yang berhubungan dengan manifestasi klinis
berspektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikteri sampai nekrotik hati.
Baru-baru ini telah ditemukan lima bentuk hepatitis virus. Secara medis, hepatitis virus
didefinisikan sebagai infeksi sistemik oleh virus yang disertai nekrosis dan inflamasi pada
sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang
khas. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir
semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus, yaitu virus
hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C ( HCV),virus D (HDV) dan
virus hepatitis E (HEV) (Adriansyah,M, 2012). Hepatitis adalah penyakit radang hati
yang disebabkan oleh virus hepatitis. Sebelumnya hepatitis dibedakan menjadi tiga, yaitu
hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis non-A non-B. Saat ini, sudah ditemukan virus
hepatitis C, D, E, F, G, dan lainya. Virus hepatitis G ditemukan pada tahun 1996
(Widoyono, 2011).

Anatomi dan Fisiologi

1) Definisi Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, dan beberapa diantaranya berhubungan dangan pencernaan. Hati adalah
kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen
sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Hati terbagi dalam
dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas terbentuk cembung dan terletak di
bawah diafagma; Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura
tanfersus. Permukaannya dilintasi berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati.
Fisura Longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan
ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati.
Hati di bagi dalam empat belahan yaitu (Kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata). Dan
setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polihedral (segi
banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah
diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu yang
datang melalui arteri hepatika dan melalui vena porta . Hati merupakan organ yang
berperan penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk
penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari
makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang keci-kecil
(kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena
yang lebih besar dan pada akhirnya masuk kedalam hati sebagai vena porta. Vena porta
terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan
zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum .

2) Pembuluh darah pada hati ialah:

a) Arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya
kepada hati: darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%.

b) Vena porta, yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 4/5 darahnya ke hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70%
sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah vena ini membawa kepada hati
zat makanan yang telah diabsorpsi mukosa usus halus.

c) Vena hepatika, mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam
vena hepatika tidak terdapat katup.

d) Saluran empedu, bentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang


mengumpulkan empedu dari sel hati. Maka terdapat empat pembuluh darah yang
menjelajahi seluruh hati, dua yang maduk, yaitu arteri hepatika dan vena aorta,dan dua
yang keluar, yaitu vena hepatika dan saluran empedu.

3) Sruktur halus

Sel hati adalah sel polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar
enzim. Massa sel ini bebentuk lobula hepatika yang berbentuk heksagonal kasar kira-kira
berdiameter 1ml dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-
cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati.
4) Fungsi Hati

a) Hati merupakan pabrik kimia terbesat dalam tubuh, dalam hal menjadi “perantara
metabolisme”, artinya hati mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang
disimpan di suatu tempat di dalam tubuh, guna dibuat sesuai pemakaiannya di dalam
jaringan.

b) Hati juga mengubah zat buangan dan bahan racun agar mudah untuk ekskresi ke
dalam empedu dan urine.

c) Fungsi glikogenik karena dirangsang kerja suatu enzim, sel hati menghasilkan
glikogen (yaitu zat tepung hewani) dari konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan
hidrat karbon.

d) Hati juga dapat mengubah asam amino menjadi glukosa.

e) Sekresi empedu, Beberapa unsur susunan empedu, misalnya garam empedu,


dibuat dalam hati unsur lain, misalnya pigmen empedu, dibentuk di dalam system
retikulo-endotelium dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati.

f) Penyimpanan dan penyebaran berbgai bahan, termasuk glikogen lemak, vitamin,


dan besi. Vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati, maka
itulah mengapa minyak hati merupakan sumber vitamin yang begitu baik.

g) Pertahanan suhu tubuh, Hati membantu mempertahankan susu tubuh sebab


luasnya organ itu dan banyaknya kegiatan metabolik yang berlangsung mengakibatkan
darah yang mengalir melalui organ itu naik suhunya.

h) Kerja melindungi hati juga disebut sebagai detoksikasi (mengamankan racun).


Beberapa obat tidur dan alkohol dapat dimusnahkan sama sekali oleh hati; Demikian pula
hanya dengan beberapa bahan kimia yang digunakan dalam industri, seperti tetrakliorida,
mengakibatkan kerusakan, maka diadakan pengawasan ketat atas pengaruh preparat kimia
dan obat bius yang dijual dipasaran, mengingat akibatnya atas hati .
Klasifikasi Hepatitis

1) Hepatitis A

Virus hepatitis A merupakan virus RNA family picarnovirus banyak menyerang


anak-anak. Hepatitis ini biasanya mengenai masyarakat golongan ekonomi lemah dan
tinggal dilingkungan yang tidak bersih. Penularan melalui fecal-oral dan kontaminasi
pada minuman dan makanan yang tercemas virus hepatitis A. Hepatitis A dibedakan
menjadi 4 stadium yaitu stadium masa inkubasi, praikterik (prodromal), ikterik dan masa
penyembuhan. Masa inkubasi berlangsung selama 5-45 hari, dengan rata-rara kurang
lebih 25 hari. Masa prodromal terhadi selama 4 sampai 1 minggu atau lebih. Gejala masa
prodromal adalah fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak
nyaman di daerah perut kanan atas, demam (biasanya < 390C), merasa dingin, sakit
kepala, gejala seperti flu, nasal discharge, sakit tenggorokan, dan batuk. Masa ikterik
dimulai dengan urin berwarna kuning tua, seperti teh, atau gelap, di ikuti oleh feses yang
berwarna dempul (clay-coloured feaces) kemudian warna sclera dan kulit perlahan-lahan
menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, lelah, mual, dan muntah dan bertambah berat
untuk sementara waktu. Masa penyembuhan diawali dengan ikterik menghilang dan
warna feses kembali normal dalam 4 minggu setelah serangan.

2) Hepatitis B

Hepatitis B (HVB) merupakan virus DNA family hepadnavirus yang terdiri dari
sebuah protein selubung luar virus (mengandung antigen permukaan hepatitis B atau
HBsAg). HBsAg membungkus nucleocapsid yang tersusun dari antigen hepatitis B atau
HBsAg terdeteksi dalam semua serum penderita HBV akut dan kronis. HBcAg tidak
dapat di sirkulasi hanya dapat dideteksi dengan radio immunoassay atau enzym
immunoassay dalam sel hati bila terdapat replikasi virus yang aktif. Antibodi terhadap
antigen permukaan hepatitis B (anti HBs) dapat dideteksi dalam dua fraksi yaitu anti-
HBclgM (infeksi akut dan masa replikasi viral penyakit kronis).

Penularan melalui parenteral saliva, semen, air mata, keringat, darah, dan jarang
terdapat pada feses dan urine. Hindari penggunaan barang bersaamaan dengan pasien ini.
Masa inkubasi virus ini 6-8 minggu. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai adalah
malaise, anoreksia, rasa tidak enak perut biasanyan mendahului timbulnya ikterus ,
peningkatan kadar SGPT, hepatomegaly, atrlgia, dan kemerahan pada kulit.

3) Hepatitis C

Hepatitis C diisebabkan oleh virus hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). Hepatitis


C masuk ke sel hati dan mereplekasikan diri dengan menggunakan material yang terdapat
dalam sel dan menginfeksi banyak sel lainnya. 85% kasus infeksi hepatitis C berkembang
menjadi kronis dan merusak hati bertahun-tahun. Hati dapat menjadi sirosis atau
berkembang ke arah keganasan. Terdapat enam tipe genotype virus hepatitis C dan lebih
dari 50 subtipenya. Masa inkubasi hepatitis C sekitar 7 minggu (3-20 minggu).

Penularan melalui kontak langsung dengan darah atau produknya dan jarum atau
alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Resiko terinfeksi hepatitis C melalui hubungan
seksual lebih tinggi pada oang yang mempunyai pada orang yang mempunyai lebih dari
satu pasangan. Menyusui tidak menularkan hepatitis C.

4) Hepatitis D

Hepatitis D (dulu virus delta) adalah virus tak sempurna yang mengandung RNA.
Agar infeksi dan replikasi virus ini dapat terjadi, diperlukaan kehadiran HBV. Jadi infeksi
delta hanya dapat terjadi apabila seorang pembawa HBsAg kemudian terpapar pada virus
delta atau bila seseorang terinfeksi secara simultan oleh HBV dan virus hepatitis D.
Infeksi hepatitis D endemic di daerah seluruh laut tengah dan di daerah-daerah tertentu di
Timur Tengah dan Amerika Selatan. Infeksi terjadi paling sering pada para pecandu obat
bius dan penderita yang melakukan transfusi darah berulang- ulang. HDV akut didignosis
dari adanya HDV Ag dan anti IgM dalam serum.

5) Hepatitis E

Hepatitis E banyak terjadi di negara berkembang terutama yang airnya


terkontaminasi kelompok resiko: turi / pelancong di Asia Selatan dan Afrika Utara. Kasus
jarang terjadi di Amerika Serikat dengan tidak ada riwayat perjalanan ke Negara
endemik. Penyebabnya virus hepatitis E, tanda dan gejala hepatitis meliputi jaundice,
lemah, nyeri abdomen, kurang napsu makan, mual, dan munta, urin berwarna gelap. Efek
jangka panjang tanpa vaksinasi: tidak ada infeksi kronik, lebih berat pada wanita hamil
khususnya trimester III, Transmisi ditemukan pada feses manusia dan binatang dengan
hepatitis E. Disebarkan oleh makanan dam minuman yang terkontaminasi, transmisi dari
orang ke orang kurang lazim tidak seperti hepatitis A .

Etiologi

1) Virus

a) Type A: Fekal oral, transmisi melalui orang lain, tak ikterik da


asimtomatik,sumber melalui darah,veses,saliva.

b) Type B: Parenteral, transmisi seksual,perinatal,parah,sumber melalui darah,


saliva, semen, sekresi vagina.

c) Type C: Perenteral jarang, transmisi melalui seksual, orang ke orang, perinatal


menyebar luas, dapat berkembang sampai kronis, sumber terutama melalui darah.

d) Type D: Parenteral perinatal, transmisi memerlukan ko- infeksi dengan type B,


keperahan peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut, sumber melalui darah.

e) Type E: Fekal-Oral, keparahan sama den gan D, sumber melalui darah, feses,
saliva.

2) Alkohol

Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.

3) Obat-obatan

Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis
akut.

Patofisiologi

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat- obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit karena memiliki suplai darah sendiri.
Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.
Gangguan terhadap suplai darah suplai normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan
nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan diganti oleh sel-sel hepar baru
yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kaplusa hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada
perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di
ulu hati.

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk kedalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tesebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya bilirubin tidak sempurna di keluarkan melalui duktus hepatikus, Karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu, belum
mengalami konjugasi (bilirubin indirek) maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan Karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan ekskresi bilirubin.

Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka billirubun dapat diekskresi kedalam
kemih, sehingga menimbulkan billirubun urin dan kemih berwarna gelap. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai penuingkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus .

Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada
hepatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini menyebabkan degenerative dan nekrosis sel
perechyn hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dalam memblokir sistem
drainage hati, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine
sebagai urobilinoge dan kulit hepatocellular jaundice.

Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit dengan
gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2-3 bulan lebih gawat
bila dengan nekrosis hati dan bahkan mematikan. Hepatitis dengan sub akut dan kronik
dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik
akan sebaagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati
dan kanker hati.
Manifestasi Klinis

1) Fase pre ikterik

Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus


berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea,
vomisa, perut kanan atas (ulu hati ) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal- pegal terutama
di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat
sekitar 390C berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhsn gatal-atal
mencolok pada hepatitis virus B.

2) Fase ikterik

Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan
disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sclera yang terus meningkat pada
minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang
disertai gatal-gatal pada seluruh badan, rasa lesu dan lekas capek diraskan selama 1-2
minggu.

3) Fase penyembuhan

Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa, mual, rasa sakit di ulu hati,
disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik.
Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan
lekas capek (Haryono,R, 2012).

g. Pemeriksaan penunjang

1) Enzim-enzim serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH: meningkat pada


kerusakan sel hati dan pada keadaan lain terutama infarkmiokardium.

2) Billirubin direk : meningkat pada gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.

3) Billirubin indirek : menigkat pada gangguan henolitik dan sindrom gilbert.


4) Billirubin serum total : meningkat pada penyakit hepatoseluler.

5) Protein serum total : kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.

6) Masa protrombin : eningkat pada penurunan sintetis protrombin akibat kerusakan


sel hati.

7) Kolesterol serum : menurun pada kerusakan hati, meningkat pada obstruksi duktus
biliaris .

Penatalaksanaan

1) Penanganan pada hepatitis A

Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A diharapkan untuk tidak banyak


beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat unruk
mendapatkan pengobatan dai gejala yang timbul. Dapat diberikan pengobatan
simptomatik seperti antipiretik dan analgetik serta vitamin untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan muntah.

2) Hepatitis B akut

Umumnya bersifat suportif, meliputi tirah baring, serta menjaga agar asupan nutrisi dan
cairan tetap adekuat. Sekitar 95% hasus hepatitis B akut akan mengalami resolusi dan
serokonversi spontan tanpa terapi antiviral. Bila terjadi komplikasi Hepatitis filminan,
maka dapat diberikan lamivudine 100-150 mg/hari hingga 3 bulan setelah serokonversi
atau setelah muncul anti-HBe pada pasien HBsAg positif.

3) Hepatitis B kronis

a) Tujuan terapi

Hingga saat ini, pengobatan Hepatitis B hanya bersifat penekanan dan stimulasi system
imunitas, namun tidak menghilangkan (eradikasi) VHB sehingga pasien membutuhkan
pengobatan jangka panjang, bahkan seumur hidup. Oleh sebab itu, tujuan terapi jangka
panjang ialah meningkatkan kualitas hidup dan survival, mencegah progresi penyakit
serosis, serosis dekompesanta, dan kasinoma hepatoseluler (KHS). Sementara tujuan
terapi jangka pendek ialah menekan replikasi virus menurunkan jumlah DNA VHB serta
serokoversi HBEAg menjadi anti- HBe.
b) Insiasi terapi

Pengobatan harus segera dimulai pada pasien dengan penyakit yang aktif (ditandai dengn
peningkatan ALT >2 nilai batas atas normal: dalam dua kali pengukuran yang berbeda
dengan selang waktu minimal 1 bulan), atau bila biopsy hati menunjukkan kerusakan
yang signifikan (skor inflamasi: sedang-berat, skor fibrosis METAVIR >F2). Sebaliknya,
pengobatan dapat ditunda pada fase imunotoleransi, serta diduga memiliki resiko kecil
untuk menjadi sirosis KHS.

Berdasakan konsensus himpunan peneliti hati Indonesi (PPHI) tahun 2012, algoritme
terapi hepatitis B kronis dibagi menjadi 2 kelompok pasien dengan HBeAg positif dan
HBeAg negatif. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal perja;anan penyakit, prognosis,
terapi ditujukan agar terjadi serokonversi menjadi HBeAg negatif. Dan pada kelompok
HBeAg negatife, terapi diberikan hinggga DNA- VHB tidak terdeteksi lagi selama selang
waktu 6 bulan.

c) Pilihan dan regimen terapi

Modalitas terapi yang tersedia berupa pegylated- interferon (peg-IFN) dan analog nukleos
(t) ida. Keduanya bekerja sebagai anti-virus sekaligus imunomodulator, namun memiliki
keunggulan dan efek samping yang berbeda. Secara umum, peg-IFN memiliki waktu
pemberian yang pasti dan tidak menimbulkan resistensi, namun pemberian dilakukan
secra injeksi subkutan, memiliki banyak efek samping dan kontra indikasi. Sebaliknya,
analog nukleos (t) ida diberikan secara oral dengan efek samping minimal, terapi dirasi
terapi lebih panjang dan memiliki resiko resistensi obat, termasuk resistensi silang.
Kontrindikasi penggunaan peg-interferon, antara lain:

(1) Psikosis atau depresi tidak terkontrol, epilepsi, penyakit autoimun;

(2) Serosis dekompensata (skor child-pugh >7 pada koinfeksi hepatitis C atau HIV);

(3) Hamil atau tidak ingin menggunakan kontrasepsi, sementara menyusui;

(4) Infeksi berat;

(5) Hipertensi, gagal jantung, diabetes, PPOK yang tidak terkontrol; serta

(6) Akan menjalani transplantasi organ, kecuali transportasi hati.


d) Pemantauan dan penghentian terapi

Pada prinsipnya, pengobatan diberikan hingga tujuan terapi jangka pendek tercapai.
Penghentian pengobatan yang tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya relapsvirus
(peningkatan >1 log IU/ml DNA VHB setelah 1 menjadi terapi) dan hepatitis flare
(peningkatan mendadak ALT >5x batas atas normal).

Pemberian interferon dilakukan dalam periode yang sudah dipastikan dan tidak
tergantung pada hasil pengobatan karena pengaruh imunologis dari interferon dapat
menetap setelah terapi dihentikan. Saat ini, peg- interferon umumnya diberikan selama 12
bulan, baik untuk kasus HBeAg positif maupun HBeAg negatif. Sementara pada
pemberian analog nukleos (t) ida, konsensus Asia Pasifik merekomendasikan penghentian
terapi pada kasus HBeAg negatif dan anti-Hbe positif bila kadar DNA VHB tidak
terdeteksi (dengan pemeriksaan PCR) selama 3 kali berturut-turut dengan selang 6 bulan.

e) Terapi pada polulasi khusus

(1) Perempuan hamil

Terapi sebaiknya ditunda hingga trimester 3 untuk menghindari teransimi perinatal. Agen
terapi yang direkomendasikan ialah telbuvudin dan (kategori keamanan kelas B).
Sementara lamivudine, entecavir, dan adefovir masuk dalam kategori keamanan kelas C
penggunaan peg-interferon dikontraindikasikan pada kehamilan.

Pencegahan transmisi perintal dilakukan dengan pemberian HBIg 0,5 mg pada fetus
dalam 12 jam setelah lahir, yang dikombinasikan dengan 3 dosis vaksinasi hepatitis B
peremuan yang sedang menjalani terapi hepatitis B sebaiknya tidak menyusui.

(2) Petugas kesehatan

Insiasi terapi antiviral pada petugas kesehatan menggunakan cut-off yang lebih rendah,
yakni bila HBsAg positif dan kadar DNA VHB >2.000 IU/mL. Selain itu,
direkomendasikan agar diberikan antiviral dengan potensi yang rendah, seperti entecavir
dan tenofovir, untuk mencegah transmisi VHB melalui prosedur medis.

(3) Ko-infeksi dengan HIV

Ko-infeksi VHB-HIV memerlukan perhatian khusus karena replikasi VHB denan


progresivitas penyakit menjadi lebih tinggi, serta resiko hepatitis flare selama pengobatan
juga menjadi meningkat. Adanya ko-infeksi hepatitis B dengan penyakit hati kronis pada
pasein HIV dengan indikasi terapi antiretroviral (ARV) menurut WHO tahun 2014.

Pada pasien yang belum mendapat ARV, pilihan utama terapi VHB ialah Peg-interferon
atau adefovir. Sementara, pemberian Antecavir, lamivudine, dan tenofovir monoterapi
dikontraindikasikan karena dapat meningkatkan resiko resistensi HIV. Pada pasien yang
telah mendapat ARV, pilihan utama pengobatan VHB adalah tenofovir yang
dikombinasikan dengan lamivudine, regimen terapi anti-HIV ditambahkan tenofovir atau
mengganti salah satu agen nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTI) dengan
tenofovir.

(4) Pencegahan khusus pasca pajanan

Pada individu yang tidak divaksinasi dan terpajan hepatitis B segera berikan kombinasi
HBIg (untuk mencapai kadar anti HBs yang tinggi dalam waktu singkat) dan vaksinasi
Hepatitis B. Pada individu yang terpajan secara perkutaneus atau seksual, status HBsAg
dan anti-HBs sumber pajanan dan orang yang terpajan harus diperiksa:

(a) Bila sumber pajanan terbukti HBsAg negatif dan orang yang terpajan memiliki
kekebalan terhadap Hepatitis B, profilaksis jangka panjang tidak diperlukan;

(b) Bila sumber pajanan terbukti HBsAg positif dan orang yang terpajan tidak
memiliki kekebalan, berikan HBIg 0.06 ml/kg diikuti vaksinasi;

(c) Bila status HBsAg sumber pajanan tidak diketahui, harus tetap dianggap positif;

(d) Sebaiknya pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs dilakukan 2 bulan setelah pajanan.

Selain upaya penapisan.populasi dengan resiko tinggi tersebut perlu mendapatkan


vaksinasi hepatitis B, yang diberikan dalam 3 dosis terpisah:0.1, dan 6 bulan. Vaksinasi
hepatitis B memberikan perlindungan selama >20 tahun. Di Indonesia, seluruh bayi yang
baru lahir telah diwajibkan untuk mendapat imunisasi hepatitis B pada bulan ke-2, 4, dan
6. Namun, titer anti bodi akan menurun >90% ketika dewasa usia >40 tahun dan menjadi
<75% pada usia 60 tahun (Arifputera,A,et al, 2014).

4) Penanganan dan pengobatan pada hepatitis C

Saat ini penanganan hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon alfa,
pegylated interferon alfa dan ribavirin. Pengobatan pada penderita hepatitis C
memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat
menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya (Nurarif, A,H & Kusuma,H,
2015).

Komplikasi

Pada seseorang dengan hepatitis kronik aktif (CAH) kerusakan liver yang
meningkat dan dikarakteristikkan oleh nekrosis hepatitis secara terus-menerus, inflamasi
akut dan fibrosis. pasien mungkin tidak ada gejala untuk waktu yang lama dari proses
penyakit liver atau fibrosis yang terus-menerus mungkin menuju ke kerusakan liver,
sirosis, dan kematian . Ensefalopati hepatik terjadi pada kegagalan hati berat yang
disebabkan oleh akumulasi ammonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan perenkim hati yang meluas akan menyebabkan
sirosis hepatitis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik .
Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Biodata pasien

2) Riwayat kesehatan

a) Data demografi

Apakah pasien tinggal / bekerja di lingkungan yang terpapar dengan infeksi virus dan
bahan-bahan kimia.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien biasa datang dengan keluhan: demam, sakit kepala, nyeri pada kuadran kanan atas,
mual, muntah, ikterik, lemah, letih, lesu, dan anoreksia.

c) Riwayat kesehatan dahulu

(1) Penyakit apa yang pernah diderita pasien

(2) Kebiasaan minum alkohol

(3) Pernah mengalami operasi batu empedu

d) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit hepatitis dan penyakit infeksi lain.

3) Aktifitas/istirahat

Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise umum

4) Sirkulasi

Tanda:
a) Bradikardi (hiperbilirubinemia berat)

b) Ikterik pada skelera, kulit, membrane mukosa

5) Eliminasi

Gejala:

a) Urine gelap

b) Diare / konstipasi: feses warna tanah liat

c) Adanya / berutang hemodialisa

6) Makanan / cairan

Gejala:

a) Hilangnya nafsu makan (anoreksia)

b) Penurunan BB / meningkat (edema)

c) Mual, muntah Tanda: Asitesi

7) Neurosensoris

Tanda:

a) Peka rangsang

b)Cenderung tidur

c)Letargi

d)Asteriksis

8)Nyeri / kenyamanan

Gejala:

a) Keram abdomen, nyeri tekan kuadran kanan atas

b)Mialgia, arthralgia, sakit kepala

c)Gatal (proritasi) Tanda: Otot tegang dan gelisah

9)Pernafasan

Gejala:
Tidak minat / dengan merokok (perokok)

10) Keamanan

Gejala:

Adanya transfusi darah

Tanda:

a) Demam

b) Urtikaria, lesi makulopapular,eritema tidak beraturan

c) Eksaserbasi jerawat

d) Angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia

e) Spenomegal

11) Seksualitas

Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpejan (contoh homoseksual aktif / biseksual


pada wanita).

12) Penyuluhan / pembelajaran

Riwayat diketahui/mungkin terpejan pada virus bakteri atau toksin (makanan kontaminasi
air, jarum, alat bedah atau darah); pembawa (simtomatik atau asimtomatik); adanya
prosedur bedah dengan anastesia haloten; terpajan pada kimia toksik (contoh karbon
tetraklorida, vinil, klorida) obat resep (contohsulfonamid, fenotiazid,isoniazid). Obat
jalanan atau penggunaan alcohol, diabetes, GJK, atau penyakit ginjal, adanya infeksi
seperti flu pada pernapasan atas.
POHON MASALAH

Pengaruh alcohol, virus Inflamasi pada hepar


hepatis, toksin

Gangguan suplai darah Hipertermi Peregangan kapsula


normal pada sel-sel hati
hepar
Perasaan tidak nyaman Hepatomegali
dikuadan kanan atas
Kerusakan pada
perenkim, sel hati dan
duktuli empedu Anoreksia
intrahepatik Nyeri akut
Ketidakseimbangan
Gangguan nutrisi kurang dari
metabolisme Ostruksi kebutuhan tubuh
karbohidrat lemak
Gangguan ekskresi
dan protein Kerusakan konjugasi
empedu

Glikogenesis
menurun Retensi bilirubin Bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui
duktus hapatikus
Glukoneogenesis Regurgitasi pada duktuli
menurun empedu direk meningkat
Bilirubin direk
Glikogen dalam
hepar berkurang Bilirubin direk
meningkat Ikterus
Glikogenesis
menurun
Peningkatan garam Larut dalam air
empedu dalam darah
Glukosa dalam darah
berkurang
Pruritus Ekskresi kedalam kemih

Resiko
Bilirubinuria dan kemih
ketidakstabilan Perubahan kenyamanan
berwarna gelap
kadar glukosa darah

Intoleransi aktivitas Resiko gangguan fungsi


Cepat lelah hati
Diagnosa keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada Hepatitis menurut


(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015).

1. Hipertermia b.d invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap


inflamasi hepar.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perasaan tidak
nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metablisme pencernan
makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi metabolik anoreksia, mual,
muntah.
3. Nyeri akut b.d pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan
bedungan vena aorta.
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko gangguan fungsi hati b.d penurunan fungsi hati dan terinfeksi virus
hepatitis.
6. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan metabolisme
karbohidrat lemak dan protein, kurang penerimaan terhadapdiagnostik dan
asupan diet yang tepat.
Intervensi keperawatan

a. Hipertermia b.d invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder

terhadap inflamasi hepar.

Tabel 2.1
Rencana keperawatan diagnosa 1
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)

Hipertermia NOC NIC


Definisi : Peningkatan Thermoregulation Fever treatment
suhu tubuh diatas kidaran Kriteria hasil : 1. Monitor suhu
normal. 1. Suhu tubuh dalam sesering mungkin
Batasan karakteristik : rentang normal 2. Monitor IWL
1. Konvulsi 2. Nadi dan RR dalam 3. Monitor warna dan
2. Kulit kemerahan rentang normal suhu kulit
3. Peningkatan suhu 3. Tidak ada perubahan 4. Monitor tekanan
tubuh diatas kisaran warna kulitdan tidak darah, nadi dan RR
normal ada pusing 5. Monitor penurunan
4. Kejang tingkat kesadaran
5. Takikardi 6. Monitor WBC, Hb,
6. Takipnea dan Hct
7. Kulit terasa hangat 7. Monitor intake dan
Faktor-faktor yang output
berhubungan : 8. Berikan anti piretik
1. Anastesia 9. Berikan
2. Penurunan respirasi pengobatan untuk
3. Dehidasi mengatasi
4. Pemajanan penyebab demam
lingkungan yang 10. Selimuti pasien
panas 11. Lakukan tapid
5. Penyakit sponge
6. Pemakaian pakaian 12. Kolaborasi
yang tidak sesuai pemberian ciran
dengan suhu interavena
lingkungan 13. Kompres pasien
7. Peningkatan laju pda lipatan paha
metabolisme dan aksila
8. Medikasi 14. Tingkatkan
9. Trauma sirkulasi udara
10. Aktivitas berlebihan 15. Berikan
pengobatan untuk
mencegahterjadiny
a menggigil
Temperature
regulation
1. Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi,
dan RR
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
selimuti pasien
untuk mencegh
hilangnya
kehangatan tubuh
7. Ajarkan pasien cara
mencegah keletihan
akibat panas
8. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negaif dari
kedinginan
9. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya keletihan
dan penanganan
emergency yang
diperlukan
10. Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
11. Berikan anti piretik
jika perlu
Vital sign monitoring
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas
dari nadi
7. Monitor frakuensi
dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, brikardi,
peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi
penyebab &
perubahan vitalsign

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi

dan metablisme pencernan makanan, kegagalan masukan untuk

memenuhi metabolik anoreksia, mual, muntah

Tabel 2.2
Rencana keperawatan diagnosa 2
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari NOC NIC
kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi 1. Nutritional status: Nutrition
tidak cukup untuk 2. Nutritional status: management :
memenuhi kebutuhan food and fluid 1. Kaji adanya elergi
metabolic 3. Intake makanan
Batasan karakteristik : 4. Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan
1. Keram abdomen nutrient intake ahli gizi untuk
2. Nyeri abdomen 5. Weight control menentukan
3. Menghindari Kriteria hasil : jumlah kalori dan
makanan 1. Adanya peningkatan nutrisi yang
4. Berat badan 20% berat badan sesuai dibutuhkan pasien
atau lebih dibawah dengan tujuan 3. Anjurkan pasien
berat badan ideal 2. Berat badan ideal untuk
5. Kerapuhan kapiler sesuai dengan tinggi meningkatkan
6. Diare badan intake Fe
7. Kehilangan rambut 3. Mampu 4. Najurkan pasien
berlebihan mengidenntifikasi untuk
8. Bising usus kebutuhan nutrisi meningkatkan
hiperaktif 4. Tidak ada tanda-tanda protein dan vitamin
9. Kurang makanan malnutrisi C
10. Kurang informasi 5. Menunjukkan 5. Berikan substansi
11. Kurang minat pada peningkatan fungsi gula
makanan pangecapan dari 6. Yakinkan diet yang
12. Penurunan berat menelan dimakan
badan dengan 6. Tidak terjadi mengandung
asupan makanan penurunan berat tingkat serat untuk
adekuat badan yang berarti mencegah
13. Kesalahan konsepsi konstipasi
14. Kesalahan informasi 7. Berikan makanan
15. Membrane mukos yang terpilih
pucat (sudah
16. Ketidakmampuan dikonsultasikan
memakan makanan dengan ahlii gizi)
17. Tonus otot menurun 8. Ajarkan pasien
18. Mengeluh bagaimana
mengguunakan membuat catatan
sensasi rasa makanan harian
19. Mengeluh asupan 9. Monitor jumlah
makanan kurang dari nutrisi dan
RDA (recommended kandungan kalori
daily allowance) 10. Berikan informasi
20. Cepat kenyang tentang kebutuhan
setelah makan nutrisi
21. Sariawan rongga 11. Kaji kemampuan
mulut pasien untuk
22. Steatorea mendapatkan
23. Kelemahan otot nutrisi yang
pengunyah dibutuhkan
24. Kelemahan otot Nutrition monitoring
untuk menelan 1. BB pasien dalam
Faktor-faktor yang batas normal
berhubungan : 2. Monitor adanya
1. Faktor biologis penurunan berat
2. Faktor ekonomi badan
3. Ketidakmampuan 3. Monitor tipe dan
untuk mengabsorbsi jumlah aktivitas
nutrient yang bisa
4. Ketidakmampuan dilakukan
untuk mencerna 4. Monitor interaksi
makanan anak atau orang tua
5. Ketidakmampuan selama makan
menelan makanan 5. Monitor
6. Faktor psikologis lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit
kering atau
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papilla
lidah cavitas oral
Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

c. Nyeri akut b.d pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi

hati dan bedungan vena aorta.

Table 2.3
Rencana keperawatan diagnosa 3
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)
Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman 1. Pain level Pain management:
sensori dan emosional 2. Pain control 1. Lakukan
yang tidak menyenangkan 3. Comfort level pengkajian nyeri
yang muncul akibat Kriteria hasil : nyeri secara
kerusakan jaringan yang 1. Mampu mengontrol komprehensif
aktual atau potensial atau nyeri termasuk lokasi,
digambarkan dalam hal (tahu penyebab nyeri, karakteristik,
kerusakan sedemikian mampu durasi, frekuensi,
rupa (international menggunakan tehnik kualitas dan faktor
Association of the study nonfarmakologi presipitasi
of pain) : awitan yang untuk mengurangi 2. Observasi reaksi
tiba-tiba atau lambat dari nyeri, mencari nonverbal dari
ansietas ringan hingga bantuan) ketidaknyamanan
berat dengan akhir yang 2. Melaporkan bahwa 3. Gunakan teknik
dapat diantisipasi atau nyeri berkurang komunikasi
diprediksi dan dengan terapeutik untuk
berlangsung <6 bulan menggunakan mngetahui
Batasan karakteristik : manajemen nyeri pengalaman nyeri
1. Perubahan selera 3. Mampu mengenali pasien
makan nyeri (skala, 4. Kaji kultur yang
2. Perubahan tekanan intensitas, frekuensi mempengaruhi
darah dan tanda nyeri) respon nyeri
3. Perubahan frekwensi 4. Menyatakan rasa 5. Evaluasi
jantung nyaman setelah nyeri pengalaman nyeri
4. perubahan frekwensi berkurang masa lampau
pernapasan 6. Evaluasi bersama
5. laporan isyarat pasien dan tim
6. diaphoresis kesehatan lain
7. perilaku distraksi tentang
(mis., Bejalan ketidakefektifan
monad-mandir kntrol nyeri masa
mencari orang lain lampau
dan atau aktivitas 7. Bantun pasien dan
lain, aktivitas yang keluarga untuk
berulang) mencari dan
8. mengekspresikan menemukan
perilaku (mis., dukungan
Gelisah, merengek, 8. Kontrol lingkungan
menangis) yang dapat
9. masker wajah (mis., mempengaruhi
mata kurang nyeri seperti suhu
bercahaya, tampak ruangan,
kacau, gerakan mata pencahayaan, dan
berpencar, atau tetap kebisingan
pada satu fokus 9. Kurangi faktor
meringis) presipitasi nyeri
10. sikap melindungi 10. Pilih dan lakukan
area nyeri penanganan nyeri
11. fokus menyempit (farmakologi, non
(mis., gangguan farmakologi dan
persepsi nyeri, interpersonal)
hambatan proses 11. Kaji tipe dan
berfikir, penurunan sumber nyeri untuk
interaksi dengan menentukan
orang dan intervensi
lingkungan) 12. Ajarkan tentang
12. indikasi nyeri yang tehnik non
dapat diamati farmakologi
13. perubahan posisi 13. Berikan analgetik
untuk menghindari untuk mengurangi
nyeri nyeri
14. sikap tubuh 14. Evaluasi
melindungi keefektifan kontrol
15. dilatasi pupil nyeri
16. melaporkan nyeri 15. Tingkatkan
yang dapat diamati istirahat
secara verbal 16. Kolaborasikan
17. gangguan tidur dengan dokter jika
faktor yang ada keluhan dan
berhubungan : tindakan nyeri yang
1. agen cedera (mis., tidak berhasil
biologis, zat kimia, 17. Monitor
fisik, psikologis) penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic
administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tetang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic
yang diperlukan
ataukombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih
dari Satu
5. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektifitas
enalgesik, tanda
dan gejala

d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Table 2.4
Rencana keperawatan diagnosa 4
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)

Intoleransi aktivitas NOC NIC


Definisi : ketidakcukupan 1. Energy conservation Activity therapy
energi psikologis atau 2. Activity tolerance 1. Kolaborasi dengan
fisiologis untuk 3. Self care : ADLs tenaga rehabilitas
melanjutkan atau Kriteria hasil : medik dalam
menyelesaikan aktivitas 1. Berpartisifasi dalam merencanakan
kehidupan sehari-hari aktifitas fisik tanpa program terapi
yang harus atau yang disertai peningkatan yang tepat
ingin dilakukan. tekanan darah, nadi, 2. Bantu klien untuk
Batasan karakteristik : dan RR mengidentifikasi
1. Respon tekanan 2. Mampu melakukan aktivitas yang
darah abnormal aktivitas sehari-hari mampu dilakukan
terhadap aktivitas (ADLs) secara 3. Bantu klien untuk
2. Respon frekuensi mandiri memilih aktivitas
jantung abnormal 3. Tanda-tanda vital konsisten yang
terhadap aktivitas normal sesuai dengan
3. Perubahan EKG 4. Level kelemahan kemampuan fisik,
yang mencerminkan 5. Mampu berpindah, psikologis, dan
aritma dengan atau tanpa social
4. Perubahan EKG bantuan alat 4. Bantu klien untuk
yang mencerminkan 6. Status mrngidenfitikasi
iskemia kardiopulmunari dan mendapatkan
5. Ketidaknyamanan adekuat sumber yang
setelah beraktivitas 7. Sirkulasi status baik diperlukan untuk
6. Dispnea setelah 8. Status respirasi aktivitas yang
beraktivitas pertukaran gas dan diinginkan
7. Menyatakan ras letih ventilasi adekuat 5. Bantu klien umtuk
8. Menyatakan rasa mendapatkan alat
lemah bantu aktivitas
Faktor yang seperti kursi roda,
berhubungan : krek
1. Tirah baring atau 6. Bantu klien untuk
imobilisasi mengidentifikasi
2. Kelemahan umun aktivitas yang
3. Ketidakseimbangan disukai
antara suplei dan 7. Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen membuat jadwal
4. Imobilisasi latihan diwaktu
5. Gaya hidup monoton luang
8. Bantu klien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
10. Monitor respon
fisik, emosi,
social, dan
spiritual
e. Resiko gangguan fungsi hati b.d penurunan fungsi hati dan

terinfeksi virus hepatitis

Table 2.5
Rencana keperawatan diagnosa 5
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)

Resiko gangguan NOC NIC


fungsi hati
Definisi : beresiko 1. Liver function, Risk Teaching: Disese process
pada penurunan fungsi for impaired 1. Beritahukan
hati yang mungkin 2. Risk control alkohol pengetahuan tentang
mengganggu fungsi use proses penyakit
hati. 3. Risk control: sexually 2. Kaji pengetahuan
Faktor resiko transmitted pasien tentang
1. Medikasi 4. Disease (STD) kondisinya
hepatotoksik (mis., Kriteria hasil: 3. Identifikasi
asetaminofen, 1. Penghentian perilaku kemungkinan
stanin) 2. Penyalagunaan penyebab
2. Ko-invfeksi HIV alkohol 4. Jelaskan perjalanan
3. Penyalagunaan zat 3. Pembekuan darah penyakit dan
(mis., alcohol, 4. Elektrolit & asam / bagaimana
kokain) keseimbangan basa hubungannya dengan
Infeksi virus (mis., 5. Pengtahuan: anatomi dan fisiologi
hepatitis A, pengobatan 5. Berikan medikasi dan
hepatitis B, 6. Respon terhadap terapi untuk proses
hepatitis C, pengobatan penyakit yang
Epstein-barr) 7. Pengendalian resiko mendasari, untuk
8. Pengendalian resiko: menurunkan resiko
penggunaan alkohol gangguan fungsi hati
9. Pengendalian resiko: 6. Berikan instruksi
penggunaan narkoba kepada pasien
10. Pengendalian resiko: tentang tanda dan
proses menular gejala yang
11. Pengendalian resiko: menyertai penyakit
penyakit menular 7. Dorong pasien untuk
seksual (PMS) mengemukakan
12. Deteksi resiko pilihan atau
13. Zat penarikan mendapatkan pilihan
keparahan kedua
14. Peerfusi jaringan: 8. Identifikasi
selular perubahan kondisi
fisik pasien
9. Deskripsikan
kemungkin
komplikasi kronik
10. Memberikan
informasi kepada
keluarga tentang
kemajuan kesehatan
klien
Surveillance
1. Mengumpulkan,
mengintrepretasi dan
mensintesis data
pasien secara terarah
dan kontinyu untuk
mengambil
keputusan klinis

f. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan

metabolisme karbohidrat lemak dan protein, kurang penerimaan

terhadap diagnostik dan asupan diet yang tepat.

Table 2.6
Rencana keperawatan diagnosa 6
(Nurarif,A,H & Kusuma,H, 2015)

Resiko ketidakstabilan NOC NIC


kadar glukosa darah
Definisi : resiko terhadap 1. Blood glucose, Risk Hyperglikemia
variasi kadar glukosa / For Unstable management
gula darah dari rentang 2. Diabetes Self 1. Memantau kadar
normal. Management glukosa darah,
Faktor resiko Kriteria hasil: seperti yang
1. Kurang pengetahuan 1. Penerimaan: kondisi ditunjukkan
tentang manajemen kesehatan 2. Pantau tanda-tanda
diabetes (mis., 2. Kepatuhan perilaku: dan gejala
rencana tindakan) diet sehat hiperglikemia:
2. Tingkat 3. Dapat mengontrol poliuria,
terkembangan kadar glukosa darah polydipsia,
3. Asupan diet 4. Dapat mengontrol polifagia, lemah,
Penentuan glukosa stress kelesuan, malaise,
darah tidak tidak 5. Dapat memanajemen mengaburkan visi,
tepat dan mencegh atau sakit kepala
4. Kurang penerimaan penyakit semakin 3. Memantau keto
terhadap diagnosis parah urin, seperti yang
5. Kurang kepatuhan 6. Tingkat pemahaman ditunjukkan
pada rencana untuk dan 4. Memantau abg,
manjemen diabetik pencegahan elektrolit, dan
(mis., rencana komplikasi tingkat
tindakan) 7. Dapat meningkatkan betahydroxybutyrat
6. Manajemen istirahat e, sebagai tersedia
medikasi 8. Mengontrol perilaku 5. Memantau tekanan
7. Status kesehatan berat badan darah dan denyut
mental pemahaman nadi ortostatik,
8. Tingkat aktivitas manajemen diabetes seperti yang
fisik 9. Status nutrisi adekuat ditunjukkan
9. Status kesehatan 10. Olahraga teratur 6. Mengelola insulin,
fisik seperti yang
10. Kehamilan ditentukan
11. Periode perumbuhan 7. Mengelola insulin,
cepat stress seperti yang
12. Penambahan berat ditentukan
badan 8. Mendorong asupan
13. Penurunan berat cairan oral
badan 9. Menjaga akses iv
10. Memberikan cairan
iv sesuai kebutuhan
11. Mengelola kalium,
seprti yang
ditentukan
12. Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda dan gejala
hiperglikemia
menetap atau
memburuk
13. Membantu
ambulasi jika
hipotensi ortostatik
hadir
14. Menyedikan
kebersihan mulut,
jika perlu
15. Mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab
hiperglikemia
16. Mengantisipasi
situasi dimana
kebutuhan insulin
akan meningkat
(misalnya, penyakit
kambuhan)
17. Batasi latihan
ketika kadar
glukosa darah
adalah >250 mg/dl,
terutama jika
ketonurin yang
hadir
18. Menginstruksikan
orang lain pasien
dan signifikan
terhadap
pencegahan,
pengenalan
manajemen, dan
heperglikemia
19. Mendorong
pemantauandiri
kadar glukosa
darah
20. Membantu pasien
untuk menafsirkan
kadar glukosa
darah
21. Tinjau catatan
glukos darah
dengan pasien dan /
keluraga
22. Instruksikan tes
urin keton, yang
sesuai
23. Anjurkan pasien
untuk melaporkan
tingkat urin keton
sedang atau tinggi
untuk kesehatan
profesional
24. Menginstruksikan
orang lain pasien
dan signifikan
terhadap
manajemen
diabetes selama
sakit, termasuk
penggunaan insulin
dan / organ oral /
mulut, asupan
cairan pemantauan,
pengganti
karbohidrat, dan
kapan harus
mencari bantuan
kesehatan
professional, sesuai
25. Memberikan
bantuan dalam
menyesuaikan
rejimenuntuk
mencegahdan
mengobati
hiperglikemia
(misalnya,
peningkatan
insulinatau agen
oral), seperti
ditunjukkan
26. Memfasilitasi
kepatuhan terhadap
diet dan latihan
27. Uji kadar glukosa
darah anggota
keluarga
e. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan meliputi tindakan

mandiri dan kolaborasi perawat (Nuari,N,A, 2015).

f. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperwatan pada pasien dengan hepatitis meliputi

evaluasi / catatan perkembangan yang dialami oleh pasien setelah

diberikan implementasi keperawatan (Nuari,N,A, 2015).

Anda mungkin juga menyukai