Anda di halaman 1dari 8

KESIMPULAN MATERI KETENAGAKERJAAN

Penggunaan Tenaga Kerja Asing oleh Perseroan Terbatas Penanam Modal Asing di
Indonesia yang dalam hal ini yaitu buruh asing. Namun penggunaan Tenaga Kerja Asing tersebut
merupakan suatu hal yang sah dan diperbolehkan oleh pemerintah jika tenaga kerja asing
tersebut bekerja di Indonesia sebagai tenaga ahli dan/atau memegang jabatan sebagai Komisaris
dan/atau Direktur suatu perusahaan. Jadi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia tidak boleh
bekerja sebagai buruh dan/atau melakukan pekerjaan kasar. Pemerintah mengizinkan suatu
Perseroan Terbatas (PT) dalam hal ini penanam modal asing untuk mempekerjakan Tenaga Kerja
Asing / bahkan tenaga kerja yang berasal dari negaranya, tentunya dengan memenuhi semua
persyaratan yang telah diatur dalam Undang-Undang. Penggunaan Tenaga Kerja Asing tersebut
jika dimanfaatkan dengan baik dan optimal akan mendatangkan keuntungan bagi perekonomian
Indonesia. Keuntungan yang didapatkan tentu saja juga berdampak terhadap peningkatan
kualitas Tenaga Kerja lokal yang tercermin dalam transfer ilmu di bidang teknologi.

Berdasarkan pembahasan dan diskusi kelompok 2 mengenai ketenagakerjaan, maka dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada Pasal 99 ayat (1) disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak
untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Apabila pasal tersebut dalam
implementasinya belum dapat berjalan dengan baik, adakah sanksi tersendiri untuk
perusahaan tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (“PP 84/2013”) menyebutkan antara lain bahwa pengusaha yang
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah paling
sedikit Rp 1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program
jaminan sosial tenaga kerja.
Selain itu , Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara
Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran
Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial menyebutkan bahwa Pemberi Kerja Selain
Penyelenggara Negara wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada BPJS secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya dan
memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya kepada BPJS
secara lengkap dan benar.
Sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan
kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta dalam program jaminan sosial yang
diselenggarakan oleh BPJS (BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan) yaitu sanksi
administratif. Sanksi administrati berupa:
a. teguran tertulis dilakukan oleh BPJS
b. denda dan atau dilakukan oleh BPJS
c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenakan bagi Pemberi
Kerja Selain Penyelenggara Negara meliputi:

a. perizinan terkait usaha


b. izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;
c. izin mempekerjakan tenaga kerja asing
d. izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh atau izin mendirikan bangunan

Dasar hukum mengenai jaminan sosial yang berlaku:

1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan
Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang,
Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial.
2. Data Organisasi Buruh Internasional atau ILO pada 2018 menunjukkan bahwa hanya
setengah dari populasi perempuan Indonesia yang memiliki pekerjaan dan jumlahnya
tidak pernah bertambah. Banyak perusahaan juga lalai menjamin keselamatan buruh
perempuan akibatnya mereka rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.
perjuangan untuk meperjuangkan hak-hak buruh perempuan tampaknya masih jauh
karena masih banyak perusahaan yang menelantarkan hak-hak buruh-buruh perempuan
mereka demi mengejar efisiensi dan efektivitas produksi perusahaan. mengenai hal
tersebut, bagaimana implementasi hukum undang undang perlindungan tenaga kerja
terhadap perempuan dan kesetaraan gender di Indonsesia, sehingga kasus kasus tersebut
bisa terjadi dan berikan opini rekomendasi, cara untuk mengatasi hal tersebut
Perlindungan mengenai ke setaraan memperoleh kesempatan kerja dan perlakuan
tanpa diskriminasi diwujudkan dalam bentuk larangan diskriminasi dalam hal
pengupahan, pekerjaan dan jabatan. Dalam hal ini, pengusaha tidak boleh membeda-
bedakan antara laki-laki dan wanita dari segi upah, promosi jabatan dan hak atas jaminan
sosial. 
1. Berdasarkan  UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja, ditemui hanya
ada 5 pasal yang mengatur secara khusus bagi pekerja wanita. Harus diakui
bahwa jumlah ini sangatlah sedikit, dan menjadi lebih baik jika dibuatkan
peraturan setingkat UU yang mengatur secara dan detail tentang perlindungan
hukum terhadap pekerja wani ta beserta permasalahannya, lengkap dengan
metode pembuktian, bahkan bentukbentuk rehabilitasi dan terapi jika
sekiranya dibutuhkan.
2. Keterlibatan yang paling utama bagi pemerintah adalah dalam bentuk
pembuatan dan penerapan berbagai bentuk peraturan yang memberi peluang
untuk dia dilinya kasus pelecehan seksual sebagai kasus pidana, setara dengan
pidana-pidana umum lainnya,
3. Penyadaran mengenai kesetaraan gender dan pandangan mengenai kedudukan
yang setara dalam kerja juga perlu ditanamkan sejak dini pada semua lapisan
dan kalangan. Selain itu perlu ditanamkan sejak tingkat pendidikan dasar
bahwa pelecehan seksual merupakan tindakan yang salah, dan dikenalkan pula
bentuk-bentuk perilaku pelecehan seksual kepada peserta didik apa, mengapa
dan bagaimana mengatasi pelecehan seksual.
3. setiap peringatan hari buruh, para buruh melakukan demo untuk kenaikan gaji mereka.
disisi lain, perusahaan telah memperhitungkan nilai input dalam kegiatan produksi
perusahaan yang dimana hal itu mencakup gaji karyawan yang harus dibayarkan oleh
perusahaan, otomatis ketika gaji karyawan naik maka nilai input perusahaan juga akan
naik, sehingga harga output yang dihasilkan juga akan bertambah. menurut kelompok
anda, apakah kenaikan gaji karyawan setiap tahun akan efektif jika diiringi dengan
kenaikan harga barang dan bagaimana peraturan tentang kenaikan gaji karyawan dalam
UU.
hal itu sangat tidak efektif. Ada beberapa sebab mengapa perusahaan menaikkan
gaji karyawannya. Pada Pasal 92  yang mengatur tentang kenaikan upah pekerja
menegaskan  bahwa :
i. Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan
golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
ii. Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan dan produktivitas.
iii. Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri

Struktur skala upah adalah tingkat upah dari nominal terkecil sampai terbesar
untuk setiap golongan jabatan dari yang terendah sampai yang tertinggi. Tujuannya
adalah menciptakan sistem pengupahan yang berkeadilan, dengan mengurangi
kesenjangan upah terendah dan tertinggi.

Struktur dan skala upah menggambarkan jenjang kenaikan upah standar berdasar
golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi masing-masing karyawan.
Sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala
Upah, Pasal 4, penyusunan struktur dan skala upah dilakukan oleh pengusaha
berdasarkan kemampuan perusahaan dan harus memperhatikan upah minimum yang
berlaku.
Laju inflasi setiap tahun bisa diimbangi dengan kenaikan upah, agar karyawan
tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, kenaikan gaji
karyawan umumnya ditetapkan di atas angka inflasi. Mengambil contoh di atas, dengan
inflasi 3 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen, kenaikan gaji sesuai inflasi adalah
sekitar 8 persen (inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi).

4. Apabila perusahaan menaikkan upah 8 persen, maka karyawan mendapat tambahan nilai
penghasilan sebesar 5 persen. Jika pengusaha memberi kenaikan upah 10 persen,
karyawan mendapat tambahan nilai gaji 7 persen, begitu seterusnya.
i. Dengan demikian, tingkat inflasi perlu menjadi perhatian perusahaan dalam
peninjauan upah Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala untuk
penyesuaian harga kebutuhan hidupdan/atau peningkatan produktivitas
kerja dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan.
ii. Peninjauan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

secara berkala. Sebab, inflasi adalah parameter yang bisa memberi gambaran
seberapa besar kenaikan harga kebutuhan hidup karyawan. Pasal 23 PP
Pengupahan mengatur tentang peninjauan upah seperti berikut:

Selain itu, kenaikan upah selayaknya berpedoman pada struktur dan skala upah
perusahaan. Gambaran jenjang upah untuk setiap golongan jabatan itu bisa disusun
menggunakan metode rangking sederhana, metode dua titik, dan metode poin faktor. 

5. Apakah tenaga kerja atau karyawan yang masih dalam status kontrak berhak untuk
memperoleh tunjangan fasilitas kerja, dan bagaimana dasar hukum yang mengatur atau
melindungi tenaga kerja yang masih dalam status kontrak tersebut.

kontrak kerja dengan perusahaan (asumsinya memang ada kontrak kerja) karena
dalam suatu hubungan perdata berlaku asas pacta sunt servanda yang artinya perjanjian
yang telah dibuat berlaku layaknya UU bagi para pihak yang membuatnya. Jadi, harus
buka-buka lagi kontrak kerja, lihat pasal-pasalnya, apakah tunjangan fasilitas yang 
maksud diatur dalam kontrak tersebut. Apabila memang hal tersebut diatur dalam
kontrak, apapun isinya harus tunduk pada kontrak. Namun begitu, bukan berarti kontrak
kerja dapat mengatur apa saja semaunya perusahaan. Pasal 54 ayat (2) Undang-undang
No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003), menegaskan bahwa kontrak
kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
dan perundang-undangan yang berlaku.

Permasalahan berikutnya dari ketiga norma tersebut mana yang didahulukan,


bagian penjelasan UU hanya menerangkan yang dimaksud dengan tidak boleh
bertentangan dalam ayat ini adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitas
tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di
perusahaan yang bersangkutan.  

Dalam UU no 24 th 2011 tentang jaminan sosiall (BPJS) pasal 14  disebtkan


bahwa  stiap orang (termasuk orang asing) yg bekerja paling singkat  6 bulan di
Indonesia  wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Berarti pekerja yg bekerja
minimal 6 bulan meskipun kontrak berhak mendapat fasilitas jaminan sosial .

Pasal 109 UU 13/2003, peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung
jawab dari pengusaha yang bersangkutan, sehingga dapat disimpulkan bahwa peraturan
perusahaan adalah norma yang dibuat secara sepihak oleh perusahaan. Sementara,
menurut Pasal 116, Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh
atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa
pengusaha. Dengan mendasarkan pada asas pacta sunt servanda, maka perjanjian kerja
bersama dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari peraturan
perusahaan (dengan asumsi serikat pekerja/buruh merupakan representasi dari
kepentingan seluruh karyawan, baik karyawan tetatp maupun kontrak). 

6. Langkah untuk mengecek pada perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, sayangnya, UU 13/2003 tidak ada


pengaturan secara spesifik mengenai hal ini. UU hanya menyatakan setiap pekerja/buruh
berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1). Sementara mengenai definisi pekerja, UU menyatakan
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain (Pasal 1 butir 3). Jadi, UU tidak menegaskan apakah yang dimaksud
pekerja meliputi karyawan permanen sekaligus karyawan kontrak.

Begitu pula dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah (PP 8/1981). Peraturan pemerintah ini yang hingga kini belum diperbarui tersebut
sebagaimana halnya UU 13/2003 hanya mengatur mengenai kewajiban pengusaha
memberikan upah. Dimana berdasarkan definisi menurut PP 8/1981 dan UU 13/2003,
upah termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

7. Perusahaan dalam menjalin kerjasama dengan perusahaan asuransi untuk menjamin


keselamatan tenaga kerja.
Program keselamatan kerja dan program kesehatan kerja mencakup dalam hal
pemeliharaan terhadap pekerja. Keselamatan dan kesehatan kerja di tmepat kerja
merupakaan salah satu aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian ecara khusus
dalam perusahaan, Karena apabila program keselamatan dan kesehatan kerja tersebut di
abaikan oleh perusahaan maka resiko terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja akan lebih
bersar, dan hal itu berpengaruh pada turunnya kualitas kerja para pekerja, sehingga segala
bentuk kegiatan yang di lakukan perusahaan tersebut akan mengalami ganggua.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk menciptakan suatu
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dalam ruang lingkup perusahaan
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang
terintregrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, serta terciptanya suasana tempat kerja yang aman dan nyaman, efisien dan
produktif.
Keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik
maupun emosional bagi tenaga kerja. Perlindungan dan keamanan tersebut bermaksud
agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari – hari untuk meningkatkan
produksi serta selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja.
terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
Dengan demikian tenaga kerja sebagai sumberdaya manusia dalam melakukan
pekerjaanya dapat terhindar dari kecelakaan kerja pada perusaahaan tempatnya bekerja,
sehingga kesehatan dan kemampuan, semangat, kreativitas, loyalitas pada perusahaan
diharapkan akan meningkat serta diharapkan dapat juga meningkatkan kualitas dan
produktvitas yang baik pada perusahaan.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja sendiri saat ini masih di anggap
sebagai beban tambahan perusahaan.Persepsi sepeti ini sangat menghambat penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja yang baik bagi perusahaan. Perlindungan dalam bidang
ketenagakerjaan khususnya dalam keselamatan dan kesehatan kerja mengacu pada pasal
27 Ayat 2 Undang – Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum peraturan perundang-
undang di Indonesia, yang menyatakan bahwa; “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Anda mungkin juga menyukai