Anda di halaman 1dari 9

MAQOM DALAM TASAWUF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu :
Dr. Sutoyo, M.Ag

Kelompok IV :
Aulia Husnul Khotimah (203200151)
Helmy Nova Cahya (203200177)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PONOROGO
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................................


A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................................. 3
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................................................................3
C. TUJUAN ......................................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................................4
A. MAQOM DALAM TASAWUF.................................................................................................................4-7
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................................................8
A KESIMPULAN .............................................................................................................................................8
B SARAN .........................................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Maqamat merupakan bentuk jamak dari maqam. Menurut bahasa, maqam artinya
kedudukan dan tempat berpijak dua telapak kaki. Dalam tasawuf, maqam adalah kedudukan
hamba dalam pandangan Allah, menurut apa tang diusahakan berupa ibadah, perjuangan, dan
perjalanan menuju Allah. Jadi, maqam sering dipahami para sufi sebagai tingkatan, yaitu
tingkatan seorang hamba dihadapan-Nya dalam hal ibadah dan latihan (riyadah) jiwa yang
dilakukannya.
Dapat disimpulkan bahwa maqam dijalani oleh seorang salik melalui usaha yang sungguh-
sungguh, dengan melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh untuk jangka waktu
tertentu. Maqam dapat diketahui berdasarkan tanda, simbol, dan amalannya. Oleh karena itu,
keberhasilan maqam adalah penilaian dari Allah sekaligus mencerminkan kedudukan seorang
salik ddalam pandangan Allah. Menurut para sufi, urutan maqam adalah rangkaian qana'ah
yaitu tanpa qana'ah (menerima apa adanya) tawakal tidak akan tercapai. Tanpa tawakal, tidak
akan ada taslim, sebagaimana tanpa tobat tidak akan ada inabah, tanpa wara tidak akan ada
zuhud.
Maqam dapat dicapai dengan kehendak dan upaya yang kyat ditandai oleh kemapanan
karena maqan diperoleh dengan disengaja melalui daya dan upaya sungguh-sungguh. Orang
yang meraih maqam akan tetap pada tingkatannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian maqam dalam tasawuf ?
2. Bagaimana tingkatan-tingkatan maqam dalam tasawuf?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ilmu-ilmu maqam tasawuf
2. Untuk mengetahui perbedaan pendapat pendapat sufi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maqam
Maqamat merupakan bentuk jamak dari maqam. Menurut bahasa, maqam artinya
kedudukan dan tempat berpijak dua telapak kaki. Dalam tasawuf, maqam adalah kedudukan
hamba dalam pandangan Allah, menurut apa tang diusahakan berupa ibadah, perjuangan, dan
perjalanan menuju Allah. Jadi, maqam sering dipahami para sufi sebagai tingkatan, yaitu
tingkatan seorang hamba dihadapan-Nya dalam hal ibadah dan latihan (riyadah) jiwa yang
dilakukannya.
Dapat disimpulkan bahwa maqam dijalani oleh seorang salik melalui usaha yang sungguh-
sungguh, dengan melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh untuk jangka waktu
tertentu. Maqam dapat diketahui berdasarkan tanda, simbol, dan amalannya. Oleh karena itu,
keberhasilan maqam adalah penilaian dari Allah sekaligus mencerminkan kedudukan seorang
salik ddalam pandangan Allah. Menurut para sufi, urutan maqam adalah rangkaian qana'ah
yaitu tanpa qana'ah (menerima apa adanya) tawakal tidak akan tercapai. Tanpa tawakal, tidak
akan ada taslim, sebagaimana tanpa tobat tidak akan ada inabah, tanpa wara tidak akan ada
zuhud.
Maqam dapat dicapai dengan kehendak dan upaya yang kyat ditandai oleh kemapanan
karena maqan diperoleh dengan disengaja melalui daya dan upaya sungguh-sungguh. Orang
yang meraih maqam akan tetap pada tingkatannya.

Al–maqam dijelaskan oleh al-thusi sebagai kedudukan seorang hamba dihadapan Allah Swt.
yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah, kesungguhan melawan hawa nafsu,
latihan-latihan kerohanian serta mengerahkan seluruh ruhani dan jasmani semata-mata untuk
mengabdi kepadanya. Pengertian itu dapat dirujuk kepada firman allah dalam surah 79 ( al-
nazi’at ) ayat 40 dan 41, artinya, Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran tuhannya
dan dapat menahan diri dari keinginan ( memperturutkan ) hawa nafsu ( ammarah, lawwama
dan musawwilah ) maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya ( telah mencapai martabat
atau maqam nafsu al-muthama’innati ).
Jumlah dan tertib al-maqamat berbeda menurut para shufi. Perbedaan ini disebabkan adanya
perbedaan pengalaman ruhani yang ditempuh oleh masing-masing shufi. Al-Thusi,
umpamanya mengemukakan 7 maqam yaitu taubat, al-zuhd, al-faqr, al-shabr, as-syukr, al-
tawakkul, dan al-ridaha.
1. Taubat

Rasa penyesalan yang tumbuh dalam hati disertai permohonan ampunan dan maaf
atas perbuatan buruk disertai berjanji tidak akan diulang lagi, dan berupaya untuk
meninggalkan segala perbuatan dosa. Menurut Dzun Nun Al-Mishri, taubat dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu :

 Orang yang bertaubat dari dosa dan keburukannya.


 Orang yang bertaubat dari kelalaian dan kealfaaan mengingat Allah.
 Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.

Al-Ghazali mengklasifikasi taubat dalam 3 hal yaitu :

 Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih untuk senantiasa


berperilaku baik karena takut terhadap siksaan dari Allah
 Beralih dari situasi yang sudah baik menuju pada yang lebih baik (Inabah).
 Rasa penyesaalan yang mendalam, hal ini dilakukan karena taat dan cinta pada yang
dicintainya (Allah)

Taubat merupakan maqam yang pertama karena Allah tidak akan mendekati
hambanya sebelum bertaubat. Dengan taubat, jiwa seorang salik akan berdih dari dosa. Tuhan
akan mendekati jiwa seseorang yang suci. Taubat adalah tingkatan menuju maqam
berikutnya.

2. Zuhud

Zuhud dipahami sebagai ketidaktertarikan pada dunia atau harta benda. Zuhud lebih
mementingkan urusan akhirat dari pada urusan dunia, urusan dunia memang penting tapi
bukan menjadi tujuan utama. Zuhud dibagi tiga tingkatan, yaitu :

 Zuhud yang terendah : Menjauhkan dunia afar terhindar dari hukuman akhirat.
 Menjauhi dunia dengan menimbang imbalan di akhirat.
 Merupakan maqam tertinggi yaitu mengucilkan dunia bukan karena atau karena
berharap, tetapi karena cinta kepada Allah. Orang pada tingkatan ini akan memandang
segala sesuatu kecuali Allah, tidak mempunyai apa-apa.

Dilihat dari maksudnya, zuhud dibagi menjadi 3 :


 Menjauhi indahnya dan gemerlapnya dunia atau kesenangan dunia agar terhindar dari
hukuman di akhirat.
 Mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan imbalan di akhirat.
 Menjuhi urusan dunia, mendekatkan diri pada Allah dan tidak mengharap imbalan,
karena cinta kepada Allah.

Dalam Da'irat Al-Ma'rifah Al-Islamiyat disebutkan keterangan Dzun Nun tentang


simbol az-zuhud, yaitu "Sedikit cita-cita, mencintai kefakiran, dan memiliki rasa cukup yang
disertai kesabaran." Orang yang berada pada tingkat tinggi (Zuhud) akan memandang sesuatu
tidak ada artinya yang berarti hanyalah Allah semata.

3. Fakir (Faqr)

Fakir diartikan sebagai kekurangan harta yang diperlakukan seseorang dalam


menjalani kehidupan dunia. Sikap fakir menjadi penting dimiliki orang yang sedang berjalan
menuju Allah, karena harta memungkinkan manusia dekat pada kejahatan dan membuta jiwa
tertambat pada selain Allah. Fakir yang sesungguhnya adalah tidak memiliki sesuatu dan
hatinya juga tidak menginginkan sesuatu.

Faqir adalah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyainya, dia merasa
puas dengan apa yang dimiliki, Sikap mental Faqir merupakan benteng yang kuat untuk
menahan  pengaruh kehidupan materi, Sikap faqir sebagai tameng dari keserakahan,
kerakusan, tamak, dan sebagainya. Fakir adalah maqam yang bertujuan membersihkan
jiwa,dan menganggap tidak ada yang lebih penting selain dekat dengan Allah

4. Sabar (Ash-Shabr)

Ash-Shabr adalah hal yang paling  mendasar dalam tasawuf karena sabar
mengandung makna keadaan jiwa yang kokoh, stabil, konsekwensi dalam pendirian,
walaupun godaan dan tantangan begitu kuat, sikap ini dilandasi satu anggapan bahwa segala
sesuatu terjadi adalah kehendak Allah dan kita  harus  menerimanya  dengan sabar disertai
ikhtiyar. Sabar diimplementasikan dalam :

 Sabar dalam beribadah (disiplin dan bergegas).


 Sabar saat tertimpa musibah, kehilangan, kebakaran, cerai, paceklik, sakit dan
sebagainya.
 Sabar menahan hawa nafsu.

5. Syukur (Asy-Syukr)

Syukur sangat diperlukan karena semua yang ada adalah karunia Allah. Syukur adalah
ungkapan rasa terima kasih atas nikmat dan kesenangan yang telah diterimanya. Syekh
Abdul Kadir Jaelani membagi syukur menjadi 3 macam, yaitu :

 Syukur dengan lisan, mengakui adanya nikmat  dan rasa tenang.


 Syukur dengan badan
 Syukur dengan hati 

Dengan demikian, syukur merupakan perpaduan antara perilaku hati, lisan, dan raga.

6. Tawakal (At-Tawakkul)

Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati manusia dalam menggantungkan diri


hanya kepada Allah. Hakekat tawakal ialah menyerahkan segala sesuatu urusan kepada
Allah, membersihkan dari Ikhtiar yang keliru. Imam Al-Ghazali mengaitkan tawakal dengan
tauhid, bahwa tauhdi berfungsi sebagai landasan tawakal.

7. Rela (Ridha)

Ridha berati menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah.
Ridha digambarkan sebagai keteguhan di hadapan qadha. Orang yang ridha mampu melihat
hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberika Allah dan tidak berburuk sangkat
terhadap ketentuan Allah, sehingga tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan-
Nya. Melainkan merasakan cobaan sebagai nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang
dicintainya.

Menurut Abd.Halim Mahmud, ridha mendorong manusia berusha sekuat tenaga untuk
mencapai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya dan merelakan akibatnya dengan menerima
dan rela segala konsekuensinya. Sedangkan menurut Dzun Nun, ridha adalah kegembiraan
hati karena berlakunya ketentuan allah. Ridha merupakan maqam terakhir maqom tertinggi
dari perjalanan salik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam ilmu tasawuf maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan allah
berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah.
Di samping itu ,maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus di tempuh oleh
seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan allah swt

B. SARAN
Untuk memahami ilmu tasawuf khususnya dalam maqamat hendaknya tidak hanya
tertumpu pada satu literature saja. Oleh karena itu makalah ini semoga menjadi pemacu
orang-orang yang belum memahami ilmu tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin nata. 1996. Akhlak tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.

Asmal may. 2001. Corak tasawuf syekh jalaliddin. Pekanbaru: Susqa Press.

A.Rifay Siregar. 2002. Tasawuf. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai