Berikut ini adalah empat klasifikasi jenis kapal yang beroperasi di dunia menurut
Rodrigue dkk.:
1. Kapal penumpang
Dapat dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu kapal feri yang berfungsi untuk
mengangkut penumpang dalam jangka waktu dan rute yang pendek, dan
kapal pesiar yang berfungsi untuk mengangkut penumpang yang melakukan
perjalanan liburan dari jangka waktu yang beragam biasanya selama beberapa
hari. Kapal feri cenderung berupa kapal berukuran kecil dan lebih cepat,
sedangkan kapal pesiar biasanya berupa kapal yang memiliki kapasitas yang
sangat besar dan memiliki berbagai macam fasilitas. Contoh kapal pesiar
dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto A.
6
(ULCC) memiliki bobot mencapai 500.000 deadweight tons (DWT),
sedangkan ukuran kapal jenis ini umumnya adalah antara 250.000 dan
350.000 DWT. Ukuran kapal curah kering (dry bulk) terbesar adalah sekitar
350.000 DWT, sedangkan ukuran kapal jenis ini umumnya adalah antara
100.000 dan 150.000 DWT. Munculnya teknologi gas alam cair (LNG)
memungkinkan perdagangan maritim dari gas alam dengan kapal khusus
yaitu menggunakan kapal pengangkut LNG. Contoh kapal pengangkut LNG
(liquid bulk) dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto B, sedangkan contoh kapal
curah kering (dry bulk) dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto C
Perbedaan dalam jenis kapal lebih lanjut dibedakan oleh jenis layanan yang
digunakan. Kapal bulk cargo cenderung untuk beroperasi pada jadwal yang
teratur antara dua pelabuhan. Dalam beberapa kasus, kapal dapat mengangkut
kargo antara pelabuhan yang berbeda berdasarkan permintaan. Kapal general
7
cargo beroperasi pada layanan liner, di mana kapal dioperasikan dengan layanan
terjadwal reguler antara pelabuhan, atau sebagai kapal bebas di mana kapal tidak
memiliki jadwal antara pelabuhan berdasarkan ketersediaan kargo.
Selain yang telah disebutkan diatas, terdapat jenis kapal lain yang mempunyai
fungsi-fungsi khusus sesuai dengan kegunaannya. Contoh kapal jenis ini adalah
drillship, kapal riset, kapal pemecah es, fireboat, tugboat, dsb. Contoh kapal
tugboat dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto E.
Foto A
Foto B Foto C
Foto D Foto E
8
Prasarana transportasi laut dapat berupa pelabuhan (port) atau yang lebih
sederhana berupa dermaga (harbor). Pelabuhan dapat digambarkan sebagai
terminal yang terdiri dari beberapa dermaga yang memiliki fasilitas-fasilitas
pendukung berupa peralatan yang diperlukan dalam kegiatan bongkar muat kapal,
gudang penyimpanan, sistem administrasi, dll. Sedangkan dermaga adalah suatu
bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang
melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang (Triatmodjo,
2003). Dermaga hanya berupa tempat bersandar untuk kapal agar dapat merapat
ke daratan. Ukuran kapal yang merapat di dermaga sangat bergantung pada lokasi
dan ukuran dermaga.
Pelabuhan terikat oleh kebutuhan untuk melayani kapal, sehingga akses ke air
menjadi pertimbangan paling penting. Sebelum revolusi industri, kapal adalah
sarana yang paling efisien untuk mengangkut barang dan dengan demikian lokasi
pelabuhan seringkali dipilih di lokasi yang paling hulu. Kota-kota besar sekarang
pada masa lalu banyak berdasarkan fakta ini, seperti London pada Sungai
Thames, Montreal pada Sungai St. Lawrence, atau Guangzhou di Sungai Pearl.
Pada abad XVIII dikenal teknologi dermaga tertutup yang dikembangkan untuk
mengurangi masalah pasang surut air laut. Karena proses bongkar muat kapal
terhambat, dan kapal biasanya menghabiskan waktu berminggu-minggu di
pelabuhan, dibutuhkan sejumlah besar tempat bagi kapal untuk berlabuh. Hal ini
9
yang memunculkan pembangunan fasilitas dermaga, yang berfungsi untuk
meningkatkan jumlah tempat berlabuh per panjang garis pantai.
10
dapat dikatakan bahwa efisiensi pergerakan di pelabuhan dapat dilihat sebagai
efisiensi pergerakan di dalam jaringan transportasi secara keseluruhan. Hubungan
antara biaya yang timbul di pelabuhan (intermodal transport cost) akibat terjadi
perpindahan moda dapat dilihat pada Gambar II.3.
Intermodal transport cost (C(T)) antara lokasi asal-tujuan dan menggunakan jalur
perantara transshipment adalah penjumlahan dari biaya muat (C(cp)), biaya moda
(C(cn)), biaya perpindahan moda (C(I)), dan biaya bongkar (C(dc)). Biaya moda
dan biaya perpindahan moda terkait dengan biaya distribusi nasional atau
internasional, sementara biaya muat dan biaya bongkar terkait dengan biaya
distribusi lokal atau regional. Signifikan pengurangan biaya dapat dicapai dengan
perbaikan teknis untuk kegiatan perpindahan moda/transshipment.
11
darat khususnya kereta api, telah dikembangkan. Mengingat karakteristik
operasional transportasi laut, lokasi pelabuhan dibatasi oleh kondisi geografi.
Pelabuhan pada umumnya, terutama pelabuhan kuno mengambil keuntungan dari
garis pantai alami atau lokasi alam di sepanjang sungai. Banyak lokasi pelabuhan
tersebut dibatasi oleh:
1. Akses laut
Mengacu pada kapasitas fisik lokasi untuk mengakomodasi operasi kapal. Ini
mencakup rentang pasang surut yang merupakan perbedaan antara pasang
tinggi dan rendah. Untuk operasi normal kapal, tidak dapat menangani variasi
lebih dari 3 meter. Channel dan kedalaman dermaga juga sangat penting
untuk mengakomodasi kapal kargo modern. Sebuah kapal Panamax standar
65.000 DWT membutuhkan lebih dari 12 meter (40 kaki) kedalaman draft.
Namun, sekitar 70% dari pelabuhan dunia memiliki kedalaman kurang dari
10 meter dan tidak dapat menampung kapal lebih dari 200 meter panjangnya.
Mengingat pembangunan kapal yang lebih besar yaitu kapal tanker dan peti
kemas, lokasi pelabuhan tradisional banyak yang tidak dapat memberikan
akses laut untuk operasi kapal kargo modern saat ini. Pelabuhan peti kemas
saat ini telah memiliki profil akses laut yang lebih baik seperti kedalaman
draft yang merupakan faktor fundamental dalam pemilihan lokasi. Banyak
pelabuhan juga dipengaruhi oleh sedimentasi, terutama pelabuhan di delta
sungai. Hal ini memerlukan operasi pengerukan terus menerus, yang
menambah biaya operasi pelabuhan. Fungsi utama dari prasarana akses sisi
laut adalah memfasilitasi pergerakan dan pengoperasian kapal baik saat
menuju ataupun keluar dari pelabuhan. Akses sisi laut merupakan komponen
yang paling signifikan dari suatu pelabuhan. Akses sisi laut harus
memperhatikan kondisi topografi (kedalaman dasar laut) dan kondisi laut
(arus, ombak, dan gelombang) sehingga akan membuat biaya konstruksi dan
perawatan (maintenance) yang kecil. Kriteria penyediaan prasarana akses sisi
laut adalah kemudahan, keamanan, dan keselamatan kapal. Pada akses sisi
laut, prasarana umum yang dibutuhkan adalah breakwater, kolam putar, dan
dermaga.
12
2. Maritime interface
Mengindikasikan jumlah ruang yang tersedia untuk mendukung akses laut,
yaitu jumlah garis pantai yang memiliki akses laut yang baik. Atribut ini
sangat penting karena pelabuhan adalah entitas linier. Bahkan jika sebuah
loaksi memiliki akses laut yang sangat baik, yaitu memiliki kedalaman draft
yang baik, mungkin tidak ada tanah cukup tersedia untuk menjamin
pembangunan pelabuhan dan ekspansi di masa depan. Penggunaan peti kemas
telah menambah kebutuhan tanah di banyak pelabuhan eksisting. Oleh karena
itu tidak mengejutkan untuk melihat bahwa proyek pelabuhan modern
melibatkan investasi modal yang besar untuk menciptakan fasilitas pelabuhan
buatan.
4. Akses darat
Akses dari pelabuhan ke kompleks industri dan pasar menjamin pertumbuhan
pelabuhan itu sendiri. Hal ini memerlukan sistem distribusi yang efisien
seperti fluvial, kereta api (terutama untuk peti kemas) dan transportasi jalan.
Akses darat ke pelabuhan yang terletak di daerah padat penduduk
menghadapi masalah kemacetan. Misalnya, pelabuhan Los Angeles dan Long
Beach melakukan investasi besar-besaran untuk mengembangkan koridor rel
kereta api (Alameda rail) dalam upaya untuk mengurangi kemacetan truk.
Fungsi utama dari prasarana akses sisi darat adalah memfasilitasi pergerakan
moda transportasi darat berupa kendaraan, truk, atau kereta api baik saat
13
menuju ataupun keluar dari pelabuhan. Kriteria penyediaan prasarana akses
sisi darat adalah kemudahan dan keamanan. Pada akses sisi darat, prasarana
umum yang dibutuhkan adalah jalan akses, jalan akses kereta, area parkir, dan
platform kereta.
14
Jenis prasarana di pelabuhan disesuaikan dengan jenis barang yang ditangani.
Cara penanganan barang dapat dilakukan dengan cair (liquid), curah (dry bulk),
general cargo, dan peti kemas (kontainer). Berikut ini adalah pembagian cara
penanganan barang di pelabuhan:
1. Cair (liquid)
Barang angkut berupa cairan (tidak dikemas) dapat berupa hasil minyak
bumi, Liqiud Natural Gas (LNG), atau zat-zat kimia lainnya. Barang
golongan ini memerlukan kapal khusus dan juga prasarana transhipment
maupun tempat penyimpanan khusus di pelabuhan misalnya menggunakan
aliran pipa.
3. General cargo
Barang angkut yang telah dikemas baik dengan bungkus, kotak, atau drum.
Barang-barang ini biasanya berasal dari banyak client dan dikirim kebanyak
lokasi (destination). Barang golongan ini lebih mudah untuk diangkut dan
tidak memerlukan banyak peralatan.
15
Berbagai jenis pembagian cara penanganan barang (sarana dan prasarana) di suatu
pelabuhan dapat dilihat pada Tabel II.1.
16
administrasi, penimbangan peti kemas, pembersihan peti kemas, perbaikan
peti kemas, dsb.
17
Tabel II.2. Keuntungan dari penggunaan peti kemas (cont.)
No. Keuntungan
6. Pergudangan
Dengan penggunaan peti kemas maka tidak memerlukan gudang
Peti kemas dapat ditumpuk
7. Keamanan
Dengan menggunakan peti kemas maka isi barang yang
diangkut tidak diketahui oleh pemilik kapal
Hanya dapat dibuka di tempat asal barang dan tempat tujuan
Dapat meminimalkan kerugian seperti kerusakan atau
kehilangan barang
Selain adanya keuntungan dengan penggunaan peti kemas yang telah disebutkan
diatas, kerugian dengan adanya penggunaan peti kemas dapat dilihat pada Tabel
II.3.
18
II.4 Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal
(JICT) Tanjung Priok
Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok resmi dibentuk
pada Bulan April 1999. JICT dibentuk dengan tujuan untuk mengoperasikan
Terminal Peti Kemas 1 dan 2 di Pelabuhan Tanjung Priok. Sebelum itu, Terminal
Peti Kemas 1 dan 2 dioperasikan penuh oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II
yang memulai operasi pertama pada tahun 1978. JICT merupakan perusahaan
gabungan antara Hutchison Port Holdings (HPH) dan PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia II. Saat ini HPH memiliki hak beroperasi di total 292 dermaga di 46
pelabuhan dan memiliki sejumlah transportasi terkait perusahaan jasa. Pada tahun
2006, Grup HPH menangani gabungan dari 59,3 juta TEU di seluruh dunia. PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia II adalah perusahaan milik negara, yang
mengoperasikan 12 pelabuhan terbesar di Indonesia di 10 provinsi. Ini termasuk
Tanjung Priok, pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Selain itu Pelindo II
memiliki anak perusahaan dan afiliasinya seperti Terminal Peti Kemas Koja, PT.
Electronic Data Interchange, PT. Rumah Sakit Pelabuhan dan PT. Multi Terminal
Indonesia. JICT meliputi total luas pelabuhan ±100 hektar dan merupakan
terminal peti kemas terbesar di Indonesia. JICT menangani lebih dari 1,7 juta
TEUs. JICT diakreditasi dengan ISO 9002 standar dan bertujuan untuk
memberikan layanan terbaik melalui dedikasi tenaga kerja yang berpengalaman
dan penerapan teknologi terbaru. Logo JICT dapat dilihat pada Gambar II.5.
Presiden Direktur JICT saat ini adalah Albert Pang, yang menjabat sebagai
Direktur Utama Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok
sejak Januari 2012. Sebelumnya beliau adalah Manajer Operasional Umum di
19
Hongkong International Terminal (HIT). Sedangkan Direktur Komersial dijabat
oleh M. Adji yang menjabat sebagai Direktur Komersial JICT sejak Oktober
2011. Sebelumnya beliau menjabat Kepala Biro Strategi Perusahaan di Pelindo I.
Selain itu beberapa jabatan lainnya adalah Ari Henryanto (Direktur SDM), Zas
Ureawan (Direktur Keuangan), dan Kim Changsu (Direktur Operasi dan Teknik).
Lokasi denah Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal
(JICT) Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar II.6.
Sebagai salah satu operator di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok, Jakarta
International Container Terminal (JICT) sudah selayaknya memiliki fasilitas-
fasilitas, infrastrukstur, dan peralatan yang digunakan untuk menunjang
kelancaran proses bongkar muat peti kemas baik dari kapal ke pelabuhan atau
sebaliknya. Fasilitas dan infrastruktur yang tersedia di Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok antara lain seperti dermaga, lapangan
penumpukan peti kemas (container yard), gudang, kantor, dsb. Sedangkan
peralatan yang tersedia antara lain adalah crane, forklift, stacker, dsb. Daftar
fasilitas dan peralatan yang tersedia di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok dapat dilihat pada Tabel II.4.
20
Tabel II.4. Fasilitas dan peralatan di JICT Tanjung Priok
Terminal I Terminal II Total
Dermaga
- Panjang 1640 m 510 m 2150 m
- Lebar 26,5 – 34,9 m 16 m
- Draft 11 – 14 m 8,6 m
Container yard
- Luas 40 Ha 9,24 Ha 42,9 Ha
- Kapasitas 35.399 TEUs 5.894 TEUs 41.293 TEUs
- Ground slot 8.931 TEUs 1.944 TEUs 10.875 TEUs
Peralatan
- Quay crane 16 unit 3 unit 19 unit
- Rubber tyred 63 unit 11 unit 74 unit
- Head truck 129 unit 13 unit 142 unit
- Chassis 112 unit 21 unit 133 unit
- Forklift 8 unit 6 unit 14 unit
- Stacker 4 unit 1 unit 5 unit
- Slide loader 6 unit - 6 unit
Sumber: Jakarta International Container Terminal (JICT)
II.5 Kegiatan Impor Barang di Pelabuhan Peti Kemas JICT Tanjung Priok
Sebelum mengetahui langkah-langkah dan proses yang terjadi dalam kegiatan
impor barang di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal
(JICT) Tanjung Priok, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pihak-pihak yang
terlibat di dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai No. P-08/BC/2009, berikut ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan impor barang di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container
Terminal (JICT) Tanjung Priok:
1. Operator terminal/JICT, sebagai penyedia jasa fasilitas bongkar muat barang
2. Bea Cukai, sebagai pelayanan bidang kepabeanan dan cukai barang
3. Importir, adalah pihak yang melakukan kegiatan impor barang
21
Ketiga pihak tersebut memiliki wewenang dan tugas masing-masing yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006
Tentang Kepabeanan, secara umum proses kegiatan impor barang di Pelabuhan
Peti Kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok adalah
sebagai berikut:
1. Kedatangan sarana pengangkut (kapal)
Proses pertama yang terjadi adalah kedatangan sarana pengangkut barang peti
kemas, yaitu kapal di pelabuhan. Sebelum kedatangan sarana pengangkut
(kapal) di pelabuhan, kapal wajib memberikan dokumen rencana kedatangan
kepada otoritas pelabuhan (port authority) paling lama dalam waktu 24 jam
sebelum kedatangan sarana pengangkut. Dokumen-dokumen yang diperlukan
antara lain adalah nomor pengangkutan, pelabuhan asal, pelabuhan yang
disinggahi, pelabuhan tujuan, perkiraan kedatangan kapal, rencana jumlah
barang peti kemas yang akan dibongkar.
22
3. Penimbunan barang peti kemas
Selanjutnya dilakukan penimbunan barang peti kemas di tempat penimbunan
sementara (TPS) atau container yard. Disini barang peti kemas diletakkan
untuk menunggu proses administrasi (penyelesaian dokumen-dokumen,
pemeriksaan fisik, pembayaran, dll.) selesai. Penimbunan barang impor hanya
dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara. Dalam hal tertentu barang
impor dapat ditimbun di tempat lain selain di tempat penimbunan sementara
atas persetujuan kantor kepabeanan seperti dalam keadaan darurat, terdapat
kendala teknis, kendala kepadatan (congestion), barang baku dan mesin untuk
industri, barang kebutuhan pokok, dan barang impor untuk keperluan proyek
yang mendesak. Dokumen-dokumen yang diperlukan antara lain adalah
discharge list, stowage plan, dan dokumen manifest Bea Cukai.
23
b. Jalur kuning
Yang termasuk dalam jalur kuning contohnya adalah barang tertentu
yang memiliki spesifikasi dokumen khusus atau importir dengan resiko
kemampuan finansial yang rendah. Pada jalur kuning dilakukan
pemeriksaan dokumen menyeluruh.
c. Jalur hijau
Yang termasuk dalam jalur hijau adalah importir dan importasi yang
tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana tersebut dalam jalur merah.
Misalnya importir dengan jenis barang beresiko rendah dan memiliki
kecukupan kemampuan finansial. Pada jalur hijau hanya dilakukan
pemeriksaan dokumen, pemeriksaan dokumen pada bagian akhir proses
pengeluaran barang, barang dapat dikeluarkan langsung.
24
mengirim dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tanpa manifest,
pembayaran dilakukan berkala dan dapat dilakukan secara deffered
payment.
Berdasarkan penjelasan diatas, alur proses impor barang di Pelabuhan Peti Kemas
Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok dapat dilihat pada
Gambar II.7.
25
Tabel II.5. Pemeriksaan Bea Cukai berdasarkan jenis jalur
Perbedaan dalam proses tahapan pemeriksaan barang berdasarkan jenis jalur yang
ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok dapat
dilihat pada Gambar II.8.
26
II.6 Import Container Dwelling Time
Import container dwelling time adalah waktu yang dihitung mulai dari suatu peti
kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti
kemas tersebut meninggalkan terminal melalui pintu utama (World Bank, 2011).
Sedangkan standar internasional import container dwell time adalah lama waktu
peti kemas (kontainer) berada di pelabuhan sebelum memulai pejalanan darat baik
menggunakan truk atau kereta api (Nicoll, 2007).
Selama berada di pelabuhan, peti kemas mengalami berbagai proses seperti yang
telah disebutkan di sub-bab sebelumnya. Secara garis besar proses yang
menentukan lamanya import container dwelling time di pelabuhan adalah:
1. Pre-clearance
a. Peti kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat dari kapal
b. Peti kemas diletakkan di tempat penimbunan sementara (TPS)
c. Penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
2. Customs clearance
a. Pemeriksaan fisik peti kemas (khusus untuk jalur merah)
b. Verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea Cukai
c. Pengeluaran Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)
27
3. Post-clearance
a. Peti kemas (kontainer) diangkut oleh truk
b. Pembayaran ke operator pelabuhan
Berdasarkan penjelasan pada Gambar II.9. maka import container dwelling time
dapat dihitung sebagai berikut:
DT = TP + TCC + TPC
Import container dwelling time merupakan salah satu dari dua hal yang dapat
mempengaruhi tingkat kinerja pelayanan suatu pelabuhan peti kemas, selain
28
waktu transit/total transit time (Nicoll, 2007). Semakin pendek/singkat import
container dwelling time mengindikasikan tingkat kinerja pelabuhan peti kemas
yang efektif dimana barang-barang peti kemas yang diimpor lebih cepat sampai ke
tujuan. Lama waktu import container dwelling time untuk peti kemas sebaiknya
tidak melebihi 5 hari (Fourgeaud, 2000).
Selain itu, dampak dari dwell time di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok sangat penting bagi ekonomi,
perdagangan, dan lalu lintas kota Jakarta karena dapat mempengaruhi aktivitas
produksi (termasuk kegiatan ekspor). Letak pelabuhan Tanjung Priok yang berada
di daerah kota yang padat dan mendekati kapasitas maksimal dapat mengganggu
perdagangan dan lingkungan pelabuhan dan kota. Dapat dibayangkan bagaimana
yang akan terjadi di masa depan apabila dengan jumlah peti kemas yang ada saat
ini saja, lingkungan pelabuhan Tanjung Priok sudah tergolong padat. Proyeksi
pertumbuhan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar
II.10.
Millions of 163%
Containers
72%
2900%
150%
29
Berdasarkan data dari World Bank, proyeksi pertumbuhan peti kemas (kontainer)
di Pelabuhan Tanjung Priok untuk tahun 2015 adalah total terjadi peningkatan
jumlah peti kemas sebesar 163% dibandingkan tahun 2008. Dengan rincian
peningkatan peti kemas untuk pelayaran domestik adalah sebesar 150%,
peningkatan peti kemas untuk pelayaran internasional (ekspor-impor) adalah
sebesar 72%, dan peningkatan peti kemas transit (transhipment) adalah sebesar
2900%. Peningkatan jumlah peti kemas dapat terjadi akibat meningkatnya volume
perdagangan ke atau dari Indonesia di masa depan. Hal ini tentunya akan
berdampak pada tingkat pelayanan Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, apabila dwell time untuk peti kemas
impor dapat dikurangi seminimal mungkin maka akan terjadi pergerakan peti
kemas yang efektif dan efisien di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok khususnya dan Pelabuhan Tanjung
Priok umumnya.
30