Anda di halaman 1dari 25

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Transportasi Laut


Transportasi laut seperti transportasi darat dan udara, beroperasi pada ruangnya
sendiri yang terdiri dari dua elemen utama, yaitu sungat dan laut (Rodrigue dkk.,
2009). Saat ini transportasi laut tidak hanya digunakan sebagai sarana transportasi
antar pulau saja, tetapi juga sebagai sarana transportasi antar negara dan antar
benua. Transportasi ini memiliki kapasitas yang sangat besar baik untuk
penumpang maupun barang sehingga digunakan luas sebagai sarana transportasi
untuk kegiatan ekspor-impor. Namun kelemahan utama transportasi laut adalah
lamanya waktu tempuh yang diperlukan untuk berpindah dari satu lokasi awal
(start) menuju tempat tujan (finish). Moda transportasi laut dapat berupa kapal
dengan berbagai spesifikasi khusus tertentu yang didasarkan pada jenis barang
yang diangkut.

Berikut ini adalah empat klasifikasi jenis kapal yang beroperasi di dunia menurut
Rodrigue dkk.:
1. Kapal penumpang
Dapat dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu kapal feri yang berfungsi untuk
mengangkut penumpang dalam jangka waktu dan rute yang pendek, dan
kapal pesiar yang berfungsi untuk mengangkut penumpang yang melakukan
perjalanan liburan dari jangka waktu yang beragam biasanya selama beberapa
hari. Kapal feri cenderung berupa kapal berukuran kecil dan lebih cepat,
sedangkan kapal pesiar biasanya berupa kapal yang memiliki kapasitas yang
sangat besar dan memiliki berbagai macam fasilitas. Contoh kapal pesiar
dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto A.

2. Kapal bulk carriers


Adalah kapal yang dirancang untuk membawa komoditas tertentu, kapal jenis
ini dibedakan ke dalam kapal curah cair (liquid bulk) dan kapal curah kering
(dry bulk). Kapal jenis ini termasuk klasifikasi kapal-kapal dengan ukuran
besar. Kapal tanker terbesar (liquid bulk), yaitu Ultra Large Crude Carriers

6
(ULCC) memiliki bobot mencapai 500.000 deadweight tons (DWT),
sedangkan ukuran kapal jenis ini umumnya adalah antara 250.000 dan
350.000 DWT. Ukuran kapal curah kering (dry bulk) terbesar adalah sekitar
350.000 DWT, sedangkan ukuran kapal jenis ini umumnya adalah antara
100.000 dan 150.000 DWT. Munculnya teknologi gas alam cair (LNG)
memungkinkan perdagangan maritim dari gas alam dengan kapal khusus
yaitu menggunakan kapal pengangkut LNG. Contoh kapal pengangkut LNG
(liquid bulk) dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto B, sedangkan contoh kapal
curah kering (dry bulk) dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto C

3. Kapal lift-on lift-off (LOLO)


Adalah kapal yang dirancang untuk membawa kargo massal. Kapal-kapal
jenis ini umumnya berukuran kurang dari 10.000 DWT. Biasanya proses
loading dan off-loading sangat lambat karena membutuhkan bantuan alat
berat seperti crane. Salah satu contoh kapal jenis ini adalah kapal peti kemas,
baik yang telah memiliki crane sendiri maupun tidak memiliki crane sendiri.
Seperti kelas kapal lain, kapal peti kemas yang lebih besar memerlukan
rancangan yang lebih besar dengan kapal terbesar saat ini membutuhkan
kedalaman draft 15,5 meter. Contoh kapal peti kemas dapat dilihat pada
Gambar II.1 Foto D.

4. Kapal roll-on roll-off (RORO)


Adalah kapal yang dirancang untuk memungkinkan mobil, truk dan kereta api
yang akan dimuat langsung di atas kapal. Awalnya muncul sebagai feri, kapal
ini digunakan pada laut dalam perdagangan dan jauh lebih besar dari sebuah
feri yang khas. Yang terbesar adalah pembawa mobil yang mengangkut
kendaraan dari pabrik perakitan ke pasar utama.

Perbedaan dalam jenis kapal lebih lanjut dibedakan oleh jenis layanan yang
digunakan. Kapal bulk cargo cenderung untuk beroperasi pada jadwal yang
teratur antara dua pelabuhan. Dalam beberapa kasus, kapal dapat mengangkut
kargo antara pelabuhan yang berbeda berdasarkan permintaan. Kapal general

7
cargo beroperasi pada layanan liner, di mana kapal dioperasikan dengan layanan
terjadwal reguler antara pelabuhan, atau sebagai kapal bebas di mana kapal tidak
memiliki jadwal antara pelabuhan berdasarkan ketersediaan kargo.

Selain yang telah disebutkan diatas, terdapat jenis kapal lain yang mempunyai
fungsi-fungsi khusus sesuai dengan kegunaannya. Contoh kapal jenis ini adalah
drillship, kapal riset, kapal pemecah es, fireboat, tugboat, dsb. Contoh kapal
tugboat dapat dilihat pada Gambar II.1 Foto E.

Foto A

Foto B Foto C

Foto D Foto E

Gambar II.1. Jenis-jenis kapal berdasarkan klasifikasinya

8
Prasarana transportasi laut dapat berupa pelabuhan (port) atau yang lebih
sederhana berupa dermaga (harbor). Pelabuhan dapat digambarkan sebagai
terminal yang terdiri dari beberapa dermaga yang memiliki fasilitas-fasilitas
pendukung berupa peralatan yang diperlukan dalam kegiatan bongkar muat kapal,
gudang penyimpanan, sistem administrasi, dll. Sedangkan dermaga adalah suatu
bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang
melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang (Triatmodjo,
2003). Dermaga hanya berupa tempat bersandar untuk kapal agar dapat merapat
ke daratan. Ukuran kapal yang merapat di dermaga sangat bergantung pada lokasi
dan ukuran dermaga.

II.2 Pengertian dan Fungsi Pelabuhan


Pelabuhan adalah titik konvergensi antara dua domain sirkulasi barang atau
penumpang; yaitu domain tanah/land dan domain laut/sea. Istilah pelabuhan
(port) berasal dari Bahasa Latin portus, yang berarti gerbang atau gateway.
(Rodrigue dkk., 2009).

Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa pelabuhan (port) adalah daerah


perairan yang terlindungi terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas
terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat
barang (Triatmodjo, 2003).

Pelabuhan terikat oleh kebutuhan untuk melayani kapal, sehingga akses ke air
menjadi pertimbangan paling penting. Sebelum revolusi industri, kapal adalah
sarana yang paling efisien untuk mengangkut barang dan dengan demikian lokasi
pelabuhan seringkali dipilih di lokasi yang paling hulu. Kota-kota besar sekarang
pada masa lalu banyak berdasarkan fakta ini, seperti London pada Sungai
Thames, Montreal pada Sungai St. Lawrence, atau Guangzhou di Sungai Pearl.
Pada abad XVIII dikenal teknologi dermaga tertutup yang dikembangkan untuk
mengurangi masalah pasang surut air laut. Karena proses bongkar muat kapal
terhambat, dan kapal biasanya menghabiskan waktu berminggu-minggu di
pelabuhan, dibutuhkan sejumlah besar tempat bagi kapal untuk berlabuh. Hal ini

9
yang memunculkan pembangunan fasilitas dermaga, yang berfungsi untuk
meningkatkan jumlah tempat berlabuh per panjang garis pantai.

Pelabuhan dapat berupa suatu lokasi/tempat di tepi daratan (coast/shore) yang


terdiri dari satu atau lebih dermaga dimana kapal dapat merapat untuk menaikkan
orang atau barang. Dalam suatu jaringan transportasi laut, pelabuhan merupakan
komponen simpul (node) yang berfungsi sebagai tempat bagi moda transportasi
laut (kapal) untuk bersandar dan melakukan kegiatan bongkar muat. Sebagai
komponen simpul/terminal, di dalam suatu pelabuhan terjadi pertemuan antara
moda angkutan laut dengan moda yang sama atau moda lainnya yaitu moda
angkutan darat (jalan raya dan rel). Aktivitas perpindahan moda yang terjadi di
pelabuhan dapat dilihat pada Gambar II.2.

Gambar II.2. Aktivitas perpindahan moda yang terjadi di pelabuhan

Menurut pendapat Rodrigue dkk., pelabuhan memegang peranan penting dalam


suatu jaringan transportasi laut, dimana biaya yang timbul di pelabuhan
(intermodal transport cost) tergolong sangat signifikan. Akibat dari hal tersebut,

10
dapat dikatakan bahwa efisiensi pergerakan di pelabuhan dapat dilihat sebagai
efisiensi pergerakan di dalam jaringan transportasi secara keseluruhan. Hubungan
antara biaya yang timbul di pelabuhan (intermodal transport cost) akibat terjadi
perpindahan moda dapat dilihat pada Gambar II.3.

Sumber: Rodrigue, dkk. (2009)


Gambar II.3. Biaya total transportasi

Intermodal transport cost (C(T)) antara lokasi asal-tujuan dan menggunakan jalur
perantara transshipment adalah penjumlahan dari biaya muat (C(cp)), biaya moda
(C(cn)), biaya perpindahan moda (C(I)), dan biaya bongkar (C(dc)). Biaya moda
dan biaya perpindahan moda terkait dengan biaya distribusi nasional atau
internasional, sementara biaya muat dan biaya bongkar terkait dengan biaya
distribusi lokal atau regional. Signifikan pengurangan biaya dapat dicapai dengan
perbaikan teknis untuk kegiatan perpindahan moda/transshipment.

Menurut pendapat Rodrigue dkk., infrastruktur pelabuhan harus mengakomodasi


aktivitas transshipment baik pada kapal dan darat, dan dengan demikian
memfasilitasi konvergensi antara angkutan darat dan sistem maritim. Di banyak
bagian dunia, pelabuhan adalah titik konvergensi dari mana sistem transportasi

11
darat khususnya kereta api, telah dikembangkan. Mengingat karakteristik
operasional transportasi laut, lokasi pelabuhan dibatasi oleh kondisi geografi.
Pelabuhan pada umumnya, terutama pelabuhan kuno mengambil keuntungan dari
garis pantai alami atau lokasi alam di sepanjang sungai. Banyak lokasi pelabuhan
tersebut dibatasi oleh:
1. Akses laut
Mengacu pada kapasitas fisik lokasi untuk mengakomodasi operasi kapal. Ini
mencakup rentang pasang surut yang merupakan perbedaan antara pasang
tinggi dan rendah. Untuk operasi normal kapal, tidak dapat menangani variasi
lebih dari 3 meter. Channel dan kedalaman dermaga juga sangat penting
untuk mengakomodasi kapal kargo modern. Sebuah kapal Panamax standar
65.000 DWT membutuhkan lebih dari 12 meter (40 kaki) kedalaman draft.
Namun, sekitar 70% dari pelabuhan dunia memiliki kedalaman kurang dari
10 meter dan tidak dapat menampung kapal lebih dari 200 meter panjangnya.
Mengingat pembangunan kapal yang lebih besar yaitu kapal tanker dan peti
kemas, lokasi pelabuhan tradisional banyak yang tidak dapat memberikan
akses laut untuk operasi kapal kargo modern saat ini. Pelabuhan peti kemas
saat ini telah memiliki profil akses laut yang lebih baik seperti kedalaman
draft yang merupakan faktor fundamental dalam pemilihan lokasi. Banyak
pelabuhan juga dipengaruhi oleh sedimentasi, terutama pelabuhan di delta
sungai. Hal ini memerlukan operasi pengerukan terus menerus, yang
menambah biaya operasi pelabuhan. Fungsi utama dari prasarana akses sisi
laut adalah memfasilitasi pergerakan dan pengoperasian kapal baik saat
menuju ataupun keluar dari pelabuhan. Akses sisi laut merupakan komponen
yang paling signifikan dari suatu pelabuhan. Akses sisi laut harus
memperhatikan kondisi topografi (kedalaman dasar laut) dan kondisi laut
(arus, ombak, dan gelombang) sehingga akan membuat biaya konstruksi dan
perawatan (maintenance) yang kecil. Kriteria penyediaan prasarana akses sisi
laut adalah kemudahan, keamanan, dan keselamatan kapal. Pada akses sisi
laut, prasarana umum yang dibutuhkan adalah breakwater, kolam putar, dan
dermaga.

12
2. Maritime interface
Mengindikasikan jumlah ruang yang tersedia untuk mendukung akses laut,
yaitu jumlah garis pantai yang memiliki akses laut yang baik. Atribut ini
sangat penting karena pelabuhan adalah entitas linier. Bahkan jika sebuah
loaksi memiliki akses laut yang sangat baik, yaitu memiliki kedalaman draft
yang baik, mungkin tidak ada tanah cukup tersedia untuk menjamin
pembangunan pelabuhan dan ekspansi di masa depan. Penggunaan peti kemas
telah menambah kebutuhan tanah di banyak pelabuhan eksisting. Oleh karena
itu tidak mengejutkan untuk melihat bahwa proyek pelabuhan modern
melibatkan investasi modal yang besar untuk menciptakan fasilitas pelabuhan
buatan.

3. Peralatan dan infrastruktur


Lokasi pelabuhan, agar dapat digunakan secara efisien, harus memiliki
infrastruktur seperti dermaga, basins, tempat penyimpanan, gudang, dan
peralatan seperti crane, yang semuanya melibatkan tingginya tingkat
investasi modal. Pada akhirnya, infrastruktur menggunakan tanah yang
tersedia untuk menjamin perluasan pelabuhan. Menjaga investasi operasi di
pelabuhan modern telah menjadi tantangan bagi banyak pelabuhan, terutama
mengingat peti kemas yang membutuhkan sejumlah besar ruang terminal
untuk beroperasi.

4. Akses darat
Akses dari pelabuhan ke kompleks industri dan pasar menjamin pertumbuhan
pelabuhan itu sendiri. Hal ini memerlukan sistem distribusi yang efisien
seperti fluvial, kereta api (terutama untuk peti kemas) dan transportasi jalan.
Akses darat ke pelabuhan yang terletak di daerah padat penduduk
menghadapi masalah kemacetan. Misalnya, pelabuhan Los Angeles dan Long
Beach melakukan investasi besar-besaran untuk mengembangkan koridor rel
kereta api (Alameda rail) dalam upaya untuk mengurangi kemacetan truk.
Fungsi utama dari prasarana akses sisi darat adalah memfasilitasi pergerakan
moda transportasi darat berupa kendaraan, truk, atau kereta api baik saat

13
menuju ataupun keluar dari pelabuhan. Kriteria penyediaan prasarana akses
sisi darat adalah kemudahan dan keamanan. Pada akses sisi darat, prasarana
umum yang dibutuhkan adalah jalan akses, jalan akses kereta, area parkir, dan
platform kereta.

Pelabuhan di sepanjang sungai akan terus menerus menghadapi masalah


pengerukan dan lebar sungai sangat membatasi kapasitas mereka karena
memberikan kendala untuk navigasi. Sedangkan pelabuhan di pinggir laut
biasanya menghadapi penyebaran lateral infrastruktur mereka. Beberapa
pelabuhan memiliki masalah pertumbuhan yang memaksa mereka untuk
menyebarkan infrastruktur mereka jauh dari lokasi pelabuhan yang asli. Karena
pelabuhan umumnya sudah berusia tua, dan merupakan sebab berdirinya kota,
banyak pelabuhan saat ini yang berada daerah pusat kota. Hal ini menciptakan
masalah kemacetan di mana kapasitas jaringan transportasi sangat sulit untuk
ditingkatkan. Batasan-batasan dalam penentuan lokasi suatu pelabuhan menurut
pendapat Rodrigue dkk. dapat dilihat pada Gambar II.4.

Sumber: Rodrigue, dkk. (2009)


Gambar II.4. Batasan dalam penentuan lokasi pelabuhan

14
Jenis prasarana di pelabuhan disesuaikan dengan jenis barang yang ditangani.
Cara penanganan barang dapat dilakukan dengan cair (liquid), curah (dry bulk),
general cargo, dan peti kemas (kontainer). Berikut ini adalah pembagian cara
penanganan barang di pelabuhan:
1. Cair (liquid)
Barang angkut berupa cairan (tidak dikemas) dapat berupa hasil minyak
bumi, Liqiud Natural Gas (LNG), atau zat-zat kimia lainnya. Barang
golongan ini memerlukan kapal khusus dan juga prasarana transhipment
maupun tempat penyimpanan khusus di pelabuhan misalnya menggunakan
aliran pipa.

2. Curah (dry bulk)


Barang angkut berupa butiran padatan kering (tidak dikemas) dapat berupa
batu bara, biji besi, biji-bijian, padi-padian, dll. Barang golongan ini
memerlukan kapal khusus dan juga prasarana transhipment maupun tempat
penyimpanan khusus di pelabuhan misalnya menggunakan mover machine
atau conveyor belt.

3. General cargo
Barang angkut yang telah dikemas baik dengan bungkus, kotak, atau drum.
Barang-barang ini biasanya berasal dari banyak client dan dikirim kebanyak
lokasi (destination). Barang golongan ini lebih mudah untuk diangkut dan
tidak memerlukan banyak peralatan.

4. Peti kemas (kontainer)


Peti kemas merupakan unit pengangkut yang dapat digunakan pada berbagai
moda transportasi, yaitu dapat digunakan menggunakan kapal, kereta api,
maupun moda angkutan darat. Penggunaan peti kemas sangat mempermudah
proses perpindahan moda (intermodality) karena tergolong mudah untuk
ditangani. Ukuran standar peti kemas adalah 20 dan 40 ft. Barang golongan
ini sangat mudah untuk diangkut dengan menggunakan truk, loader, atau
crane.

15
Berbagai jenis pembagian cara penanganan barang (sarana dan prasarana) di suatu
pelabuhan dapat dilihat pada Tabel II.1.

Tabel II.1. Penanganan barang di pelabuhan


No. Jenis Barang Sarana Pengangkut Prasarana Akses
1. Cair (liquid) Aliran Pipa
2. Curah (dry bulk) Mover machine Conveyor belt
3. General cargo Truk atau forklift Jalan/perkerasan
4. Peti kemas (kontainer) Truk, loader, atau crane Jalan/perkerasan

II.3 Pelabuhan Peti Kemas


Pelabuhan peti kemas merupakan pelabuhan khusus yang melayani barang peti
kemas (kontainer) pada suatu pelabuhan. Secara umum suatu pelabuhan peti
kemas terdiri dari tiga zona yaitu:
1. Zona operasional (loading-unloading)
Merupakan suatu area yang terletak diantara tempat bersandarnya kapal
(dermaga) dan zona penyimpanan (storage). Fasilitas yang dibutuhkan berupa
alat-alat berat yang dibutuhkan dalam proses bongkar muat barang kapal
seperti fixed atau mobile crane.

2. Zona penyimpanan (storage)


Merupakan suatu area yang terletak diantara zona penyimpanan (storage) dan
zona pelayanan (service). Zona penyimpanan biasanya dibagi menjadi area-
area khusus untuk melayani kegiatan ekspor, impor, transit, dan tempat untuk
kontainer kosong. Fasilitas yang dibutuhkan berupa alat bantu pengangkut
peti kemas (kontainer) seperti transtrainer dan straddle carrier.

3. Zona pelayanan (service)


Merupakan suatu area khusus di dalam pelabuhan yang digunakan sebagai
tempat untuk berbagai kegiatan administrasi sebelum peti kemas dapat
meninggalkan pelabuhan. Pada zona ini berlangsung aktivitas seperti proses

16
administrasi, penimbangan peti kemas, pembersihan peti kemas, perbaikan
peti kemas, dsb.

Peti kemas (kontainer) banyak digunakan dalam kegiatan ekspor-impor barang


dalam perdagangan global karena memiliki banyak keuntungan. Keuntungan
dengan adanya penggunaan peti kemas dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2. Keuntungan dari penggunaan peti kemas


No. Keuntungan
1. Produk transport standar
 Dapat ditangani oleh pelabuhan diseluruh dunia karena sudah
terdapat standar ISO
 Sudah dikenal luas di sektor perdagangan dan industri
 Banyak moda yang khusus dirancang untuk peti kemas
2. Fleksibilitas
 Dapat digunakan pada banyak angkutan moda lain selain kapal,
yaitu dengan truk atau kereta
 Dapat digunakan untuk mengemas mulai dari barang baku,
barang manufaktur, produk barang jadi, dll.
3. Manajemen
 Tiap-tiap peti kemas memiliki nomor identifikasi yang unik
 Pengelolaan didasarkan pada unit peti kemas, tidak pada jenis
muatan atau berat muatan
4. Biaya total transportasi
 Dapat menurunkan komponen biaya transit yang harus
dibayarkan di terminal
 Biaya total transportasi per satuan jarak menjadi lebih murah
5. Kecepatan pelayanan
 Dapat mempercepat proses transhipment barang
 Memudahkan proses identifikasi dan pelayanan barang

17
Tabel II.2. Keuntungan dari penggunaan peti kemas (cont.)
No. Keuntungan
6. Pergudangan
 Dengan penggunaan peti kemas maka tidak memerlukan gudang
 Peti kemas dapat ditumpuk
7. Keamanan
 Dengan menggunakan peti kemas maka isi barang yang
diangkut tidak diketahui oleh pemilik kapal
 Hanya dapat dibuka di tempat asal barang dan tempat tujuan
 Dapat meminimalkan kerugian seperti kerusakan atau
kehilangan barang

Selain adanya keuntungan dengan penggunaan peti kemas yang telah disebutkan
diatas, kerugian dengan adanya penggunaan peti kemas dapat dilihat pada Tabel
II.3.

Tabel II.3. Kerugian dari penggunaan peti kemas


No. Kerugian
1. Biaya infrastruktur
 Membutuhkan fasilitas/infrastruktur penanganan khusus
 Infrastruktur penanganan peti kemas seperti crane, prasarana
jalan, dan rel membutuhkan investasi yang cukup mahal
2. Membutuhkan ruang yang cukup luas
 Peti kemas membutuhkan lapangan penumpukan
 Penanganan untuk kontainer kosong
3. Dimanfaatkan untuk perdagangan dan kegiatan ilegal
 Dapat digunakan untuk kegiatan teroris
 Sering digunakan untuk perdagangan barang-barang ilegal
seperti narkoba, dll.

18
II.4 Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal
(JICT) Tanjung Priok
Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok resmi dibentuk
pada Bulan April 1999. JICT dibentuk dengan tujuan untuk mengoperasikan
Terminal Peti Kemas 1 dan 2 di Pelabuhan Tanjung Priok. Sebelum itu, Terminal
Peti Kemas 1 dan 2 dioperasikan penuh oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II
yang memulai operasi pertama pada tahun 1978. JICT merupakan perusahaan
gabungan antara Hutchison Port Holdings (HPH) dan PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia II. Saat ini HPH memiliki hak beroperasi di total 292 dermaga di 46
pelabuhan dan memiliki sejumlah transportasi terkait perusahaan jasa. Pada tahun
2006, Grup HPH menangani gabungan dari 59,3 juta TEU di seluruh dunia. PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia II adalah perusahaan milik negara, yang
mengoperasikan 12 pelabuhan terbesar di Indonesia di 10 provinsi. Ini termasuk
Tanjung Priok, pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Selain itu Pelindo II
memiliki anak perusahaan dan afiliasinya seperti Terminal Peti Kemas Koja, PT.
Electronic Data Interchange, PT. Rumah Sakit Pelabuhan dan PT. Multi Terminal
Indonesia. JICT meliputi total luas pelabuhan ±100 hektar dan merupakan
terminal peti kemas terbesar di Indonesia. JICT menangani lebih dari 1,7 juta
TEUs. JICT diakreditasi dengan ISO 9002 standar dan bertujuan untuk
memberikan layanan terbaik melalui dedikasi tenaga kerja yang berpengalaman
dan penerapan teknologi terbaru. Logo JICT dapat dilihat pada Gambar II.5.

Gambar II.5. Logo Jakarta International Container Terminal (JICT)

Presiden Direktur JICT saat ini adalah Albert Pang, yang menjabat sebagai
Direktur Utama Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok
sejak Januari 2012. Sebelumnya beliau adalah Manajer Operasional Umum di

19
Hongkong International Terminal (HIT). Sedangkan Direktur Komersial dijabat
oleh M. Adji yang menjabat sebagai Direktur Komersial JICT sejak Oktober
2011. Sebelumnya beliau menjabat Kepala Biro Strategi Perusahaan di Pelindo I.
Selain itu beberapa jabatan lainnya adalah Ari Henryanto (Direktur SDM), Zas
Ureawan (Direktur Keuangan), dan Kim Changsu (Direktur Operasi dan Teknik).
Lokasi denah Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal
(JICT) Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar II.6.

Gambar II.6. Lokasi Terminal JICT Tanjung Priok

Sebagai salah satu operator di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok, Jakarta
International Container Terminal (JICT) sudah selayaknya memiliki fasilitas-
fasilitas, infrastrukstur, dan peralatan yang digunakan untuk menunjang
kelancaran proses bongkar muat peti kemas baik dari kapal ke pelabuhan atau
sebaliknya. Fasilitas dan infrastruktur yang tersedia di Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok antara lain seperti dermaga, lapangan
penumpukan peti kemas (container yard), gudang, kantor, dsb. Sedangkan
peralatan yang tersedia antara lain adalah crane, forklift, stacker, dsb. Daftar
fasilitas dan peralatan yang tersedia di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok dapat dilihat pada Tabel II.4.

20
Tabel II.4. Fasilitas dan peralatan di JICT Tanjung Priok
Terminal I Terminal II Total
Dermaga
- Panjang 1640 m 510 m 2150 m
- Lebar 26,5 – 34,9 m 16 m
- Draft 11 – 14 m 8,6 m
Container yard
- Luas 40 Ha 9,24 Ha 42,9 Ha
- Kapasitas 35.399 TEUs 5.894 TEUs 41.293 TEUs
- Ground slot 8.931 TEUs 1.944 TEUs 10.875 TEUs
Peralatan
- Quay crane 16 unit 3 unit 19 unit
- Rubber tyred 63 unit 11 unit 74 unit
- Head truck 129 unit 13 unit 142 unit
- Chassis 112 unit 21 unit 133 unit
- Forklift 8 unit 6 unit 14 unit
- Stacker 4 unit 1 unit 5 unit
- Slide loader 6 unit - 6 unit
Sumber: Jakarta International Container Terminal (JICT)

II.5 Kegiatan Impor Barang di Pelabuhan Peti Kemas JICT Tanjung Priok
Sebelum mengetahui langkah-langkah dan proses yang terjadi dalam kegiatan
impor barang di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal
(JICT) Tanjung Priok, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pihak-pihak yang
terlibat di dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai No. P-08/BC/2009, berikut ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan impor barang di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container
Terminal (JICT) Tanjung Priok:
1. Operator terminal/JICT, sebagai penyedia jasa fasilitas bongkar muat barang
2. Bea Cukai, sebagai pelayanan bidang kepabeanan dan cukai barang
3. Importir, adalah pihak yang melakukan kegiatan impor barang

21
Ketiga pihak tersebut memiliki wewenang dan tugas masing-masing yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006
Tentang Kepabeanan, secara umum proses kegiatan impor barang di Pelabuhan
Peti Kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok adalah
sebagai berikut:
1. Kedatangan sarana pengangkut (kapal)
Proses pertama yang terjadi adalah kedatangan sarana pengangkut barang peti
kemas, yaitu kapal di pelabuhan. Sebelum kedatangan sarana pengangkut
(kapal) di pelabuhan, kapal wajib memberikan dokumen rencana kedatangan
kepada otoritas pelabuhan (port authority) paling lama dalam waktu 24 jam
sebelum kedatangan sarana pengangkut. Dokumen-dokumen yang diperlukan
antara lain adalah nomor pengangkutan, pelabuhan asal, pelabuhan yang
disinggahi, pelabuhan tujuan, perkiraan kedatangan kapal, rencana jumlah
barang peti kemas yang akan dibongkar.

2. Kegiatan bongkar barang


Setelah dokumen rencana kedatangan telah dipenuhi dan disetujui oleh
otoritas pelabuhan (port authority) maka kapal dapat masuk ke pelabuhan dan
selanjutnya merapat ke dermaga. Di dermaga akan dilakukan proses bongkar
barang yang telah disetujui di dokumen. Barang impor harus dibongkar
dikawasan pabean. Dalam hal tertentu pembongkaran barang impor dapat
dilakukan di tempat lain setelah mendapat izin dari kantor kepabeanan yang
mengawasi seperti dalam keadaan darurat, terdapat kendala teknis, ataupun
karena kendala kepadatan (congestion). Proses bongkar barang dari kapal ke
pelabuhan dilakukan dengan menggunakan bantuan fasilitas-fasilitas bongkar
muat yang telah disediakan oleh operator terminal, seperti crane. Mulai disini
juga dibutuhkan dokumen-dokumen pengurusan barang yang akan diberikan
kepada operator terminal dan pihak Bea Cukai. Dokumen-dokumen yang
diperlukan antara lain adalah persetujuan atas kapal dan pelayanan dari
operator terminal, dan dokumen manifest tentang barang impor yang
diangkutnya kepada pihak Bea Cukai.

22
3. Penimbunan barang peti kemas
Selanjutnya dilakukan penimbunan barang peti kemas di tempat penimbunan
sementara (TPS) atau container yard. Disini barang peti kemas diletakkan
untuk menunggu proses administrasi (penyelesaian dokumen-dokumen,
pemeriksaan fisik, pembayaran, dll.) selesai. Penimbunan barang impor hanya
dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara. Dalam hal tertentu barang
impor dapat ditimbun di tempat lain selain di tempat penimbunan sementara
atas persetujuan kantor kepabeanan seperti dalam keadaan darurat, terdapat
kendala teknis, kendala kepadatan (congestion), barang baku dan mesin untuk
industri, barang kebutuhan pokok, dan barang impor untuk keperluan proyek
yang mendesak. Dokumen-dokumen yang diperlukan antara lain adalah
discharge list, stowage plan, dan dokumen manifest Bea Cukai.

4. Pemeriksaan oleh pihak Bea Cukai


Proses pemeriksaan oleh pihak Bea Cukai dilakukan setelah peti kemas
selesai dibongkar dan ditumpuk di tempat penimbunan sementara. Proses
pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Bea Cukai dapat meliputi
pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik barang, atau tidak dilakukan
pemeriksaan sama sekali. Perbedaan dalam proses pemeriksaan Bea Cukai
dapat dilihat pada Tabel II.5. Hal ini tergantung pada penetapan jalur kriteria
yang ditentukan berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
No. P-08/BC/2009 yaitu:
a. Jalur merah
Yang termasuk dalam jalur merah contohnya adalah importir baru,
importir yang termasuk dalam kategori resiko tinggi, barang impor
sementara, barang re-impor, barang impor yang termasuk dalam
komoditi beresiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang beresiko
tinggi. Pada jalur merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan
fisik barang.

23
b. Jalur kuning
Yang termasuk dalam jalur kuning contohnya adalah barang tertentu
yang memiliki spesifikasi dokumen khusus atau importir dengan resiko
kemampuan finansial yang rendah. Pada jalur kuning dilakukan
pemeriksaan dokumen menyeluruh.

c. Jalur hijau
Yang termasuk dalam jalur hijau adalah importir dan importasi yang
tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana tersebut dalam jalur merah.
Misalnya importir dengan jenis barang beresiko rendah dan memiliki
kecukupan kemampuan finansial. Pada jalur hijau hanya dilakukan
pemeriksaan dokumen, pemeriksaan dokumen pada bagian akhir proses
pengeluaran barang, barang dapat dikeluarkan langsung.

d. Jalur Mitra Utama (MITA) Non-Prioritas


Yang termasuk dalam jalur MITA Non-Prioritas contohnya adalah
importir yang ditetapkan sebagai importir jalur prioritas oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai atas permohonan yang bersangkutan, setelah
memenuhi persyaratan tertentu seperti memiliki bidang usaha (nature of
business) yang jelas, dengan catatan yang baik dengan sistem manajemen
yang bisa diandalkan. Pada jalur MITA Non-Prioritas dilakukan
intervensi minimal, tanpa pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen
kecuali barang ekspor yang diimpor kembali/terkena pemeriksaan acak.

e. Jalur Mitra Utama (MITA) Prioritas


Yang termasuk dalam jalur MITA Prioritas contohnya adalah importir
yang ditetapkan sebagai importir jalur prioritas oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai atas permohonan yang bersangkutan, setelah memenuhi
persyaratan tertentu seperti memiliki bidang usaha (nature of business)
yang jelas, dengan catatan yang baik dengan sistem manajemen yang bisa
diandalkan, dan memiliki aset yang menjadi pertanggungan pada Dirjen
Bea Cukai. Pada jalur MITA Prioritas dilakukan tanpa intervensi, dapat

24
mengirim dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tanpa manifest,
pembayaran dilakukan berkala dan dapat dilakukan secara deffered
payment.

5. Pengeluaran barang peti kemas


Barang impor dapat dikeluarkan dari terminal peti kemas apabila pemeriksaan
atas dokumen-dokumen dan pemeriksaan fisik barang (bila diperlukan) serta
pembayaran telah selesai dilakukan. Dokumen-dokumen yang diperlukan
antara lain adalah dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dokumen
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT), customs declaration,
dokumen Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP) untuk barang
impor melalui pos, atau dokumen pemberitahuan lintas batas untuk barang
impor pelintas batas.

Berdasarkan penjelasan diatas, alur proses impor barang di Pelabuhan Peti Kemas
Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok dapat dilihat pada
Gambar II.7.

Sumber: KPU Bea Cukai Tanjung Priok


Gambar II.7. Impor barang di JICT Tanjung Priok

25
Tabel II.5. Pemeriksaan Bea Cukai berdasarkan jenis jalur

Sumber: KPU Bea Cukai Tanjung Priok

Perbedaan dalam proses tahapan pemeriksaan barang berdasarkan jenis jalur yang
ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok dapat
dilihat pada Gambar II.8.

Sumber: KPU Bea Cukai Tanjung Priok


Gambar II.8. Proses tahapan impor barang di Bea Cukai Tanjung Priok

26
II.6 Import Container Dwelling Time
Import container dwelling time adalah waktu yang dihitung mulai dari suatu peti
kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti
kemas tersebut meninggalkan terminal melalui pintu utama (World Bank, 2011).

Sedangkan standar internasional import container dwell time adalah lama waktu
peti kemas (kontainer) berada di pelabuhan sebelum memulai pejalanan darat baik
menggunakan truk atau kereta api (Nicoll, 2007).

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, perhitungan dwell time di Pelabuhan Peti


Kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok dalam
penelitian ini lebih cocok dengan definisi dari World Bank yaitu sejak unloading
sampai keluar dari pintu utama terminal, yaitu pintu JICT. Perhitungan ini tidak
bisa dibandingkan langsung dengan standar internasional yaitu sejak unloading
sampai keluar dari pintu pelabuhan dan memulai perjalanan darat. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa peti kemas yang dipindahkan keluar (overbrengen)
dari lahan JICT dan ditumpuk disana menunggu untuk diangkut tidak dimasukkan
dalam analisis perhitungan.

Selama berada di pelabuhan, peti kemas mengalami berbagai proses seperti yang
telah disebutkan di sub-bab sebelumnya. Secara garis besar proses yang
menentukan lamanya import container dwelling time di pelabuhan adalah:
1. Pre-clearance
a. Peti kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat dari kapal
b. Peti kemas diletakkan di tempat penimbunan sementara (TPS)
c. Penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)

2. Customs clearance
a. Pemeriksaan fisik peti kemas (khusus untuk jalur merah)
b. Verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea Cukai
c. Pengeluaran Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)

27
3. Post-clearance
a. Peti kemas (kontainer) diangkut oleh truk
b. Pembayaran ke operator pelabuhan

Sumber: Cubillos, dkk. (2011)


Gambar II.9. Import container dwelling time di JICT Tanjung Priok

Berdasarkan penjelasan pada Gambar II.9. maka import container dwelling time
dapat dihitung sebagai berikut:
DT = TP + TCC + TPC

DT = Import container dwelling time


TP = Lama waktu pre-clearance
TCC = Lama waktu customs clearance
TPC = Lama waktu post-clearance

Import container dwelling time merupakan salah satu dari dua hal yang dapat
mempengaruhi tingkat kinerja pelayanan suatu pelabuhan peti kemas, selain

28
waktu transit/total transit time (Nicoll, 2007). Semakin pendek/singkat import
container dwelling time mengindikasikan tingkat kinerja pelabuhan peti kemas
yang efektif dimana barang-barang peti kemas yang diimpor lebih cepat sampai ke
tujuan. Lama waktu import container dwelling time untuk peti kemas sebaiknya
tidak melebihi 5 hari (Fourgeaud, 2000).

Selain itu, dampak dari dwell time di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok sangat penting bagi ekonomi,
perdagangan, dan lalu lintas kota Jakarta karena dapat mempengaruhi aktivitas
produksi (termasuk kegiatan ekspor). Letak pelabuhan Tanjung Priok yang berada
di daerah kota yang padat dan mendekati kapasitas maksimal dapat mengganggu
perdagangan dan lingkungan pelabuhan dan kota. Dapat dibayangkan bagaimana
yang akan terjadi di masa depan apabila dengan jumlah peti kemas yang ada saat
ini saja, lingkungan pelabuhan Tanjung Priok sudah tergolong padat. Proyeksi
pertumbuhan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat pada Gambar
II.10.

Millions of 163%
Containers

72%

2900%
150%

Sumber: Cubillos, dkk. (2011)


Gambar II.10. Proyeksi jumlah peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok

29
Berdasarkan data dari World Bank, proyeksi pertumbuhan peti kemas (kontainer)
di Pelabuhan Tanjung Priok untuk tahun 2015 adalah total terjadi peningkatan
jumlah peti kemas sebesar 163% dibandingkan tahun 2008. Dengan rincian
peningkatan peti kemas untuk pelayaran domestik adalah sebesar 150%,
peningkatan peti kemas untuk pelayaran internasional (ekspor-impor) adalah
sebesar 72%, dan peningkatan peti kemas transit (transhipment) adalah sebesar
2900%. Peningkatan jumlah peti kemas dapat terjadi akibat meningkatnya volume
perdagangan ke atau dari Indonesia di masa depan. Hal ini tentunya akan
berdampak pada tingkat pelayanan Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, apabila dwell time untuk peti kemas
impor dapat dikurangi seminimal mungkin maka akan terjadi pergerakan peti
kemas yang efektif dan efisien di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International
Container Terminal (JICT) Tanjung Priok khususnya dan Pelabuhan Tanjung
Priok umumnya.

30

Anda mungkin juga menyukai