Anda di halaman 1dari 5

Management Diabetic Peripheral Neuropathy: Focus on pregabalin

Em Yunir
Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUPN-Cipto Mangunkusumo
Jakarta

Neuropati diabetik adalah kumpulan gejala dan tanda disfungsi saraf perifer pada
pasien diabetes setelah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain. Sebanyak 30-60% pasien
diabetes disertai neuropati diabetik dan 10-20% diantaranya dengan nyeri neuropatik. Pada
populasi umum geriatri, kejadian neuropati diabetik lebih tinggi yaitu 31%, jika disertai
dengan diabetes maka prevalensi meningkat sampai 67,5%. Lamanya menderita diabetes
serta usia merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya kejadian nyeri neuropatik pada
diabetes dan kondisi ini akan mempengaruhi kualitas hidup.1
Hiperglikemia dapat menyebabkan gangguan metabolisme asam lemak, peningkatan
aktivitas jalur metabolisme polyol, penurunan uptake dari mio-inositol pada sel saraf serta
terjadinya glikosilasi protein pada sel-sel saraf. Faktor-faktor tersebut diatas akan
menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dari sel saraf, sehingga menyebabkan
terjadinya neuropati diabetik. Selain itu, kondisi ini diperburuk dengan terbentuknya antibodi
neural. Hiperglikemia selain meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) yang
membentuk radikal bebas juga akan meningkatkan sintesis faktor-faktor inflamasi seperti IL-
1, interferon-gamma (IFN-γ), yang kemudian akan menyebabkan kerusakan struktural dan
fungsional dari serat saraf.2
Pada keadaan normal, nyeri neuropatik dimulai dari adanya input saraf perifer berupa
sensitisasi perifer atau eksitabilitas ektopik yang kemudian akan dihantarkan melalui medula
spinalis ke susunan saraf pusat sehingga timbul sensitisasi sentral berupa inhibisi atau
eksitasi.3
Manifestasi klinis dari neuropati sensorik dibedakan menjadi gejala negatif berupa
baal, luka tanpa nyeri, kehilangan keseimbangan, dan gejala positif berupa nyeri, rasa
terbakar atau tersetrum dan hipersensitivitas dengan gambaran distribusi glove and stocking
pada ekstremitas distal. Adanya neuropati perifer dapat ditentukan dengan adanya kelainan
fisik seperti kulit kering, adanya deformitas, rambut kaki yang sudah menipis, kelainan
bentuk kuku, dan callus. Selain itu dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan
menggunaakan garpu tala, refleks tendon, monofilamen Simmes Weinstein 10g atau tinel test.
Untuk diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan nerve conduction study (NCS)
dengan elektromiografi yang menentukan kecepatan dan amplitudo saraf perifer.2
Berdasarkan lokasi, neuropati diabetik dibedakan menjadi neuropati fokal dan
neuropati difus. Neuropati fokal berupa neuropati iskemik yang terjadinya mendadak,
asimetris, yang terjadi akibat proses iskemik akut, namun bersifat self-limiting. Contoh
neuropati iskemik antara lain mononeuropati, neuropati femoral, radikulopati, pleksopati,
serta neuropati kranial (lagoftalmos). Selain neuropati iskemik, neuropati perifer pada
diabetes dapat berupa entrapment neuropathies, yang bersifat gradual, asimetri, yang terjadi
akibat adanya proses inflamasi yang menyebabkan kompresi yang progresif, contohnya
carpal tunnel syndrome, tennis elbow, lateral cutaneous femoral nerve entrapment, serta
tarsal tunnel syndrome. Neuropati difus memiliki onset perlahan-lahan, simetris, dimulai dari
bagian paling distal dari serabut saraf. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya sumbatan pada
pembuluh darah kecil di serabut saraf (vasa nervorum), metabolik, struktural dan gangguan
autoimunitas yang bersifat progresif. Contoh neuropati difus antara lain distal-symmetrical
polyneuropathy dan neuropati otonom.2
Stadium pada neuropati diabetik terdiri dari: stadium 0 pada sistim saraf yang masih
normal, stadium 1 berupa neuropati subklinis belum menimbulkan manifestasi klinis tetapi
sudah terdapat kelainan pada pemeriksaan NCS, stadium 2 sudah memberikan gejala klinis
dan dikonfirmasi melalui pemeriksaan neurologis seperti pemeriksaan dengan garpu tala serta
monofilamen, dan stadium 3 sudah terjadi manifestasi klinis neuropati perifer berupa
perubahan pola berjalan (gait), ulkus neuropatik, deformitas dan gangguan mobilisasi sendi.2
Pengelolaan neuropati diabetik termasuk nyeri neuropatik meliputi modifikasi faktor
risiko seperti hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, merokok, konsumsi alkohol dan
pemberian obat-obat untuk mengatasi nyeri. Menurut konsensus, untuk mengatasi nyeri
neuropati diabetik dapat diberikan obat lini pertama berupa gabapentin 900-3.600 mg/hari,
pregabalin 300-600 mg/hari dan amitriptyline 25-100 mg/hari, lini kedua berupa duloxetine
60-120 mg/hari dan carbamazepine, lini ketiga berupa fenitoin, lamotrigine, topiramate, dan
lini keempat berupa venlafaxine, levetiracetam, oxcarbaxepine, zonisamide, mexiletine serta
lini kelima berupa krim capsaicin 0,075% 4 kali/hari, krim lidokain, sports creams. Menurut
evidence-based guideline, pregabalin 300-600 mg/hari termasuk dalam level A. Pregabalin
bekerja melalui ikatan pada subunit alpha 2-delta voltage gated calcium channels, sehingga
pengikatan ini akan menyebabkan hambatan masuknya kalsium pada neuron yang mengalami
hipereksitasi, yang akan menurunkan produksi neurotransmitter yang menghantarkan rasa
nyeri.4,5
Penelitian yang dilakukan oleh Freeman et al.6 1.510 pasien DNP (557 placebo, 953
pregabalin dengan dosis yang bervariasi dari 75 mg, 150 mg, 300 mg, hingga 600 mg)
dengan rata-rata berat badan pasien 93 kg. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan
skor nyeri yang sebanding dengan dosis yang dikonsumsi. Penelitian ini juga menunjukkan
perbaikan skor nyeri lebih dari 30 persen dengan dosis 600 mg/hari, 300 mg, 150 mg, dan
placebo masing-masing dicapai pada hari ke-4, 5, 13, dan 60 pada placebo. Terhadap kualitas
tidur, pregabalin juga menunjukkan perbaikan yang signifikan pada dosis 150 mg, 300 mg,
600 mg, serta placebo dengan penurunan skor sebesar -1,92; -2,32; -2,26 dan -1,32. Terkait
dengan efek samping, sebagian besar terjadi berupa dizziness, edem perifer, jam tidur lebih
panjang, dan kenaikan berat badan, umumnya lebih banyak dijumpai pada subjek dengan
dosis 600 mg. Penghentian pengobatan akibat efek samping pada dosis 600 mg, 300 mg, 150
mg, dan placebo masing-masing sebesar 4,9%; 2,3%; 3,4%; dan 3,4%. Sedangkan kenaikan
berat badan pada dosis 600 mg, 300 mg, 150 mg dibandingkan dengan placebo masing-
masing sebesar 6,2 kali (2,04 kg); 2,8 kali (1,86 kg); dan 2,3 kali (0,76 kg).
Selain pregabalin, gabapentin juga diketahui bermanfaat dalam terapi neuropati
diabetik. Gabapentin memiliki mekanisme menghambat potassium-evoked calcium influx
melalui kanal kalsium reseptor GABA, namun hal ini masih kontroversial, karena gabapentin
diketahui tidak berikatan dengan reseptor GABA, tidak dikonversi menjadi GABA, dan
bukan merupakan sebuah substrat atau memberi pengaruh langsung kepada transport GABA,
namun memiliki efek meningkatkan ekspresi GABA pada otak sehingga menghambat
rangsang nyeri secara sentral.5
Terdapat obat lain yang tidak bekerja pada reseptor GABA yaitu amitriptyline dan
tramadol, dimana kedua pengobatan ini termasuk dalam rekomendasi terapi neuropati
diabetik kelas B. Amitriptyline menginhibisi reuptake dari noradrenalin, dan serotonin, dan
merupakan antagonis dari N-methyl-D-aspartate, 5-HT, histamin, muskarinik dan reseptor α-
adrenergik sehingga mengakibatkan blockade rangsang nyeri. Tramadol akan mempengaruhi
reseptor opioid dan non-opioid, secara spesifik terhadap µ-opioid dan k-opioid yang akan
menimbulkan efek agonis lemah, dan blockade norepinefrin dan serotonin (5-HT) reuptake
yang akan menginhibisi transmisi nyeri pada medula spinalis.7,8
Dalam algoritma, pengobatan dapat dimulai dengan pemberian lini pertama, namun
apabila gejala belum membaik, dapat dilakukan penambahan dosis hingga maksimal atau
penambahan lini kedua.4
Terdapat beberapa efek samping yang perlu diperhatikan pada saat menggunakan
obat-obat terutama lini pertama dan lini kedua berupa pusing dan lebih banyak tidur
(somnolen) sehingga sebagian pengguna menghentikan pengobatan. Risiko efek samping
placebo berbanding pregabalin adalah: risiko pusing 6,4 kali lipat dengan placebo, 21,7 kali
lipat dengan pregabalin, somnolen 3,8 kali lipat pada placebo, 13,8 kali lipat pada pregabalin.
Obat-obat tersebut hanya bersifat simptomatik, sehingga pengobatan utama tetap
mengendalikan faktor risiko yaitu hiperglikemia seoptimal mungkin.4
Berdasarkan meta analisis tahun 2013 yang mengevaluasi penurunan tingkat nyeri
sebesar 50% terhadap gabapentin, pregabalin dan amitriptilyne menunjukkan hasil sebagai
berikut: gabapentin 3,98 kali lebih unggul dari placebo dan 1,44 kali lebih unggul dari
pregabalin. Amitriptyline memiliki efektivitas 0,49 kali gabapentin, 1,95 kali placebo dan
0,71 kali pregabalin.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Pataky Z, Vischer U. Diabetic foot disease in the elderly. Diabetes Metab. 2007;33
Suppl 1:S56–65.
2. Bowker J, Pfeifer M. Levin and O’Neal’s: The diabetic foot. Mosby; 2007.
3. Marchand F, Perretti M, McMahon SB. Role of the immune system in chronic pain.
Nat Rev Neurosci [Internet]. 2005;6(7):521–32. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15995723
4. Bril V, England J, Franklin G, Backonja M, Cohen J, Del Toro D, et al. Evidence
based guideline: Treatment of painful diabetic neuropathy. Report of the American
Academy of Neurology, the American Association of Neuromuscular and
Electrodiagnostic Medicine, and the American Academy of Physical Medicine and
Rehabilitation. Neurology. 2011;76(20):1758–65.
5. Sills GJ. The mechanisms of action of gabapentin and pregabalin. Curr Opin
Pharmacol. 2006;6:108–13.
6. Freeman R, Durso-DeCruz E, Emir B. Efficacy, safety, and tolerability of pregabalin
treatment for painful diabetic peripheral neuropathy. Diabetes Care. 2008;31(7):1448–
54.
7. Vazzana M, Andreani T, Fangueiro J, Faggio C, Silva C, Santini A, et al. Tramadol
hydrochloride: Pharmacokinetics, pharmacodynamics, adverse side effects, co-
administration of drugs and new drug delivery systems. Biomed Pharmacother
[Internet]. 2015;70(C):234–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.biopha.2015.01.022
8. Javed S, Alam U, Malik RA. Burning through the pain: Treatments for diabetic
neuropathy. Diabetes, Obes Metab. 2015;17(12):1115–25.
9. Rudroju N, Bansal D, Teja Talakokkula S, Gudala K, Hota D, Bhansali A, et al.
Comparative efficacy and safety of six antidepressants and anticonvulsants in painful
diabetic neuropathy: A network meta-analysis. Pain Physician [Internet].
2013;16(6):E705–14. Available from: http://www.embase.com/search/results?
subaction=viewrecord&from=export&id=L370322216%5Cnhttp://sfx.library.uu.nl/utr
echt?
sid=EMBASE&issn=15333159&id=doi:&atitle=Comparative+efficacy+and+safety+o
f+six+antidepressants+and+anticonvulsants+in+painful+diabetic+

Anda mungkin juga menyukai