Anda di halaman 1dari 28

Biaya pembangunan dari

Holyrood, gedung parlemen Skotlandia,


membengkak dari perkiraan awal
sebesar £40 juta ketika project dimulai
menjadi lebih dari £400 juta ketika
project tersebut diselesaikan. Surat
kabar Skotlandia pada Agustus 2003
menyetakan: “Project ini telah resmi
menjadi salah satu project terburuk
dalam hal pembengkakan biaya. Surat
kabar tersebut melanjutkan: “juru
bicara parlemen Sktolandia
menyatakan: “Jelas, bahwa kita tidak berhadapan dengan sebuah project biayanya tetap,
namun para officer project bersikeras tidak mau menyerah untuk mendapatkan kembali setiap
uang yang dikeluarkan apabila hal tersebut memungkinkan”. Dia menambahkan: “Auditor
umum sejak awal tidak percaya bahwa anggaran awal sebesar £40 juta adalah anggaran yang
realistik”.

Laporan kepada parlemen Skotlandia mnyimbulkan bahwa: “biaya perkiraan yang


sebenarnya haruslah diberitahukan kepada publik, bukannya biaya yang menyesatkan ”.
Sangatlah penting untuk menyajikan informasi mengenai biaya keseluruhan project saat
informasi tersebut tersedia.

Introduction

Contoh project Holyrood menunjukkan beberapa tantangan mengenai perkiraan biaya


dan proses pelaksanaan project. Contoh menunjukan bahwa proses perencanaan biaya sangat
jarang dilakukan secara objektif akibat pengaruh stakeholder dalam menentukan hal-hal yang
dapat diterima secara politik dalam hal evaluasi biaya dan manfaat. Dalam kasus ini, bahkan
ketika estimasi biaya dan menfaat tersebut dibuat, ada sedikit pengaruh politik untuk
melakukan publikasi. Bagaimanapun, tidak ada yang namanya perkiraan yang sempurna.
Suatu estimasi merupakan sebuah percobaan untuk memprediksi pengeluaran di suatu titik di
masa yang akan datangdan hal tersebut merupakan subjek dari salah satu prinsip dasar dari
proses project yaitu ketidakpastian.
Salah satu prinsip utama ekonomi adalah keterbatasan dari sumber daya. Dalam
prkteknya, tidaklah mungkin untuk menjalankan seluruh ide atau peluang yang ada, akibat
kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Implikasi dari peryataan, sebagian hal
bisa dilakukan, ssebagian tidak” adalah perlunya pemilihan hal apa yang harus dibuat dan
mana yang tidak dalam sebuah organisasi. Pengambilan keputusan ini adalah contoh dari
project portofolio dan filtering. Dalam fase define, menjadi perlu untuk membuat perkiraan
kemungkinan biaya dan manfaat yang memungkinkan. Menyiapkan sebuah business case
sebagai suatu pedoman untuk menentukan prediksi biaya, manfaat, dan resiko merupakan
suatu proses yang umum bagi organisasi besar dan sekaligus merupakan pedoman bagi fase
design.

Tantangan dalam pembuatan business case termasuk pembuatan estimasi biaya dan
identifikasi manfaat. Hal ini menantang karena seringkali manfaat yang didapat tidaklah
sepeuhnya didapatkan dalam bentuk financial. Sebagai contoh, bangunan Holyrood
merupakan sebuah landmark yang merupakan lambang dari kemerdekaan dan warisan
Skotlandia. Hal ini pasti menjadi tantangan untuk memisahkan manfaat moneter dan manfaat
yang bersifat ikonik, berapapun biayanya.

Bab ini menjelaskan dasar mengenai cara menyusun estimasi biaya, persiapan
business case, dan melaku8kan pertimbangan secara bijaksana dalam hal ini, termasuk
beberapa masalah yang timbul dari kasus Holyrood dan kasus-kasus lainnya. Didapati juga
bahwa ada juga project-project yang tidak memenuhi persyaratan business case.

8.1 Basics of a Cost Planning Process

Sebagai sebuha proses, perencanaan biaya merupakan suatu kegiatan yang berulang-
ulang seperti halnya dengan perencaan waktu. Apabila didalam perencanaan waktu terdapat
ketidakpastian seberapa lama project dilaksanakan, dalam perencanaan biaya suatu project
sangat rentan akan perubahan biaya akigat dari adanya perubahan nilai mata uang, inflasi,
serta perubahan harga dari material yang diperlukan. Kita harus mengerti hubungan
hubungan dasar dari biaya, harga, dan keuntungan dari project yang kita lakukan.
The Role of Costing
Hubungan dasar antara hargam biayam dan keuntungan dapat dilihat memalui
beberapa pendekatan:
Price = Cost + Profit
Cost = Price – Profit Persamaan yang sama namun memiliki arti yang berbeda
Profit = Price – Cost

Ketiga formula di atas terlihat sama namun memiliki arti yang berbeda. Penentuan formula
mana yang akan dipakai tergantung dari faktor mana yang ditentukan terlebih dahulu.
Perbedaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
 Dalam kasus pertama harga ditentukan terlebih dahulu melalui legislasi, contohnya
adalah penggunaan target costing system melalui analisa pasar;
 Dalam kasus kedua biaya yang ditentukan terlebih dahulu, biasanya hal ini
dikarenakan adanya koktrak kerja sama dengan supplier yang akan menyediakan
barang dengan harga tertentu yang telah ditetapkan. Ini mengakibatkan biaya menjadi
tetap sedangkan harga jual dan keuntungan bisa berubah-ubah;
 Adanya beberapa pendapat yang menyatakan bahwa keuntungan yanga telah
ditentukan agar suatu perusuhaan dapat terus berjalan dikenal dengan cost-plus atau
reimbursable pricing.

Penggunaan target costing terus meningkat dalam industi otomotif dan penerbangan,
dibandingkan dengan sektor lain. Harga dari suatu produk jadi telah ditentukan sejak awal
sehingga menimbulkan daya saing di dalam pasar, dimana selisih antara harga jual dan biaya
ditentukan berdasarkan keputusan dari perusahan. Hal ini memunculkan figur yang disebut
target biaya (target cost). Designer kemudian nantinya bekerja berdasarkan figur tersebut
dalam merancang setiap individual component dan system cost. Pengaruh utama dari target
costing adalah terhadap supplier dari komponen yang harus menentukan target biaya dari
setiap komponen atau system yang dikerjakannya.
Dulu sangat umum bagi industri pertahanan untuk bekerja dengan menggunakan cost-
plus basis. Dalam cost-plus basis dibutuhkan estimasi yang rinci akan biaya dari waktu kerja
dan material yang digunakan dalam project, untuk kemudian diserahkan pada pembeli untuk
diperiksa. Apakah kontrak akan diberikan kepada supplier nantinya bergantung dari besarnya
direct cost ditambah persentasi overhead dan profit yang telah ditentukan. Proses ini lama,
memerlukan birokrasi yang berbelit-belit, dan tidak mendorong peningjkatan performa dari
supplier. Selain itu, apabila biaya membengkak, konsumen tetap harus membayar sesuai
harga tersebut. Saat ini kontrak antara lembaga pertahanan dan suppliernya telah berubah.
Saat ini kontrak diberikan berdasarkan tendet yang kompetitif dengan fixed cost yang telah
ditentukan. Supplier tahu berapa mereka akan dibayar apabila memenangkang kontrak, oleh
sebab iitu mereka sekarang fokus pada meminimaklan biaya.
Tidak semua pihak setuju dengan penghapusan cost-plus system. Ada pendapat yang
menyebutkan bahwa saat menggunakan cost-plus, orang-orang bekerja sebaik mungkin dan
mereka tahu bahwa mereka akan dibayar oleh karena itu. Dulu enginer yang mengontrol
sebuah project, sekarang akuntan. Cost-plus system saat ini masih digunakan dalam beberapa
sektor, terutama sektor konstruksi.
Cost planning merupakan proses yang bisa terjadi berulang-ulang yang akan terus
diperbaiki selama tahap D2 (design). Hal ini akan terus berlangsung karena cost planning
merupakan salah satu dasar dalam pelaksaan project.

Approach to Costing
Terdapat dua pendekatan dasar dalam menentukan informasi biaya:
 Ground-up costing – estimasi biaya dari setiap aktivitas dikumpulkan dan kemudian
dijumlahkan berdasarkan setiap level supervisi dalam project hierarchy , biasa
digunakan dalam reimbursable contract;
 Top-down Costing – Sejumlah uang dialokasikan untuk meneyelesaikan aktivitas
project dan harus dibagi ke dalam tiap-tiap sub aktivitas dalam project. Estimasi
anggaran biasanya ditentukan oleh senior management dengan menggunakan target
costing.

Keuntungan dari ground-up costing adalah estimasi biaya dibuat oleh orang-orang
yang menangani secara langsung setiap aktivitas yang ada. Pada prinsipnya, hal ini akan
memberikan komitmen untuk mencapai hasil maksimal apabila estimasi tersebut tidak
dipotong atau dirubah oleh project manager. Pada kenyataannya, sangat umum estimasi
tersebut dipotong oleh project menager atau pembuat keputusan. Akibatnya, biaya di level
aktivitas meningkat secara artifisial sebagai hasil dari usaha para staff untuk menghilangkan
efek dari pemotongan tersebut.
Pada top-down costing, total estimasi biaya dibuat tingkat atas kemudian estimasi
tersebut dialokasikan ke sub-sub aktivitas yang ada. Hal ini menimbulkan persaingan di
antara supervisor dari tiap aktivitas untuk memperebutkan sumber daya yang nantinya akan
dialokasiakan.

Elements of Cost
Elemen-elemen utama dari biaya adalah sebagai berikut:
 Time –waktu kerja staff dalam tiap aktivitas
 Materials – bahan-bahan yang digunakan dalam setiap proses
 Capital equipment – pembelian dari sarana-sarana penunjang, biaya pemeliharaan,
depresiasi, atau biaya-biaya lain yang merugikan aktivitas
 Indirect expense – transportasi, pelatihan
 Overheads – persediaan kantor, bantuan hukum dan financial, gaji manager atau
karyawan yang tidak terlibat langsung dalam produksi
 Contingency – margin/allowance

Material dapat ditambahkan ke dalam biaya, entah berdasarkan biaya yang


ditimbulkan terhadap perusahaan ataupun dengan ditambahkan margin. Capital equipment
yang mungkin harus dibeli secara khusus, entah itu secara keseluruhan ataupun perbagian,
harus dikompensasikan terhadap project. Equipment yang dibeli bisa saja dipakai kembali
setelah project, ini disebut nilai sisa. Indirect expense adalah biaya yang tidak ada kaitannya
dengan aktivitas penambahan nilai, namun diperlukan untuk menunjang jalannya project.
Overheads adalah biaya yang dialami keseluruhan organisasi, termasuk biaya yang muncul di
kantor pusat dan persediaannya.
Untuk beberapa industri, biaya lain-lain dimungkinkan dibawah pengawasan dari
project manager. Biaya lain-lain yang diatas 10 persen dari total biaya tidaklah masuk akal.

Estimating Techniques
Terdapat beberapa cara untuk melakukan estimasi cost, antara lain:
 Parametric estimating
 As...but...s
 Forecasts
 Synthetic estimation
 Using learning curve effects
 Wishful thinking

Parametric estimating
Cara estimasi ini bekerja dengan baik apabila sudah ada pengalaman mengenai
pelaksanaan project serupa. Dalam estimasi ini, project dibagi kedalam unit yang yang telah
siap di estimasi, misalnya biaya tiap rangkaian kode program komputer, tiap jam dalam
program pelatian, biaya tiap mil dari pembuatan jalan, atau pengganti jalur di rel kereta api.
Berikut contoh ilustrasi penggunaan parametric estimating.

Berapa banyak?

Seorang pekerja bangunan diminta untuk membuat estimasi biaya dari renovasi sebuiah rumah.
Seorang arsitek telah memperkirakan perlu adanya biaya sebesar £30.000 agar rumah tersebut
siap. Pekerja bangunan tersebut bekerja dengan biaya £1.200 untuk setiap meter persegi. Dengan
tambahan sebesar 60 meter persegi, maka dibutuhkan total biaya sebesar £72.000. Perbedaan
biaya yang begitu besar tadi membuat customer yang bersangkutan tidak puas dan mencari pihak
lain untuk melakukan estimasi. Mereka meminta pendapat dari quantity surveyor (QS). QS
merupakan spesialis dalam membuat estimasi, termasuk detail mengenai parametric. Detail
tersebut mencakup biaya tiap meter persegi dari pembuatan dinding, biaya per jam untuk
membuat fondasi, dan harga per meter dari kayu yang digunakan Hasilnya, QS tersebut setuju
dengan perhitungan dari pekerja bangunan tadi.

Parametric menyediakan saranauntuk mengestimasi biaya berdasarkan pengetahuan


terhadap program yang sedang dijalankan, dan dapat digunakan dalam berbagai level dari
product breakdown. Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa pendekatan yang berbeda yang
dilakukan oleh si pekerja bangunan berdasarkan pengalaman dan luas lahan, dan pendekatan
yang diambil oleh QS berdasarkan produk dan work breakdown. Parametric estimating
menunjukkan salah satu prinsip project yaitu sangat jarang suatu project benar-benar berbeda
dan pada level terendah dari WBS biasanya sering sekali aktivitas terjadi berulang-ulang.

As...but...s

As..but...s adalah kondisi dimana organisasi mengerjakan project yang serupa dengan
project yang pernah dilakukan sebelumnya. Penggunaan rincian biaya di program
sebelumnya sebagai dasar pembuatan estimasi untuk program di masa yang akan datang
seakan menyatakan bahwa estimasi yang kita gunakan telah disahkan oleh pengalaman masa
lalu. Di bab-bab sebelumnya telah kita dapati bahwa terkadang hasil akhir suatu program
tidak dievaluasi dengan baik. Hal ini menjadi tantangan dalam penggunaan estimasi ini.
Hedgehog syndrome bisa saja terjadi.

Forecasts

Dalam berbagai kasus, terdapat berbagai ketidak pastian dalam hal biaya, dan ketidak
pastian tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti namun bisa di ramalkan (forecast).
–“tebakan terbaik”. Dalam berbagai kasus, forecast dapat dilakukan menggunakan
paremetrics ataupun proxies, seperti contoh berikut.

Forecasting a conference

International European Operations Management Association (EurOMA) conference yang ke 8


diadakan di Bath, Uk. Biaya untuk konferensi tersebut telah disepakati melalui rapat EurOMA
tahun 1999. Meeting tersebut telah menyetujiui bahwa seluruh pendapatan akjan dinyatakan
dalam Euro sedangkan pengeluaran dinyatakan dalam Poundsterling. Pihak penyelenggara acara
memasukan biaya allowance berdasarkan variable jumlah peserta yang akan hadir, namun jumlah
tersebut tidak akan diketahui sampai pendaftaran selesai. Hal ini menimbulkan masalah dalam
penentuan berapa jumlah fixed-cost per kepala. Resiko dapat bertambah karena adanya
kemungkinan perubahan nilai tukar mata uang.

Apa yang terjadi??

Euro mengalami depresiasi sebesar 17 persen terhadap Pounds. Hal ini menyebabkan angka yang
didapat berada dibawah nilai terendah dari pendapatan per delegasi yang telah ditetapkan oleh
penyelenggara. Namun, jumlah delegasi yang datang ternyata jauh mellebihi ekspektasi dan
banyak yang terlambat mendaftar, hal ini menyebabkan munculnya biaya keterlambatan.
Ditambah lagi penyelenggara berhasil mendapatkan banyak sponsor. Hasilnya, kpnferensi ini
menghasilkan surplus dana yang kemudian dikembalikan oleh penyelenggara kepada EurOMA
untuk kegiatan EurOMA berikutnya.

Ada beberapa issue dalam kasus diatas. Yang pertama adalah perbedaan antara fixed
cost dan variable cost. Dalam kasus di atas fixed cost adalah biaya penggunaan bangunan
serta biaya administrasi. Biaya ini tidak akan berubah berapapun jumlah peserta yang hadir
(dalam rentang tertentu). Variable cost dalam konferensi ini adalah biaya makanan yang
ditentukan berdasarkan berapa jumlah peserta.
Yang kedua, tidaklah mungkin untuk menentukan berapa banyak jumlah delegasi
sebelum acara benar-benar dimulai. Sangat jarang peserta mendaftar jauh-jauh hari,
sedangkan gedung sudah harus disewa sejak jauh-jauh hari. Penyelenggara haruslah
mengikuti perkiraan kasar yang telah dibuat tahun-tahun sebelumnya dan disertakan dalam
proposal konferensi. Data tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah proxy.

Yang ketiga, ketidak pastian nilai tukar Euro dan Pounds. Tidak ada cara yang dapat
dilakukan untuk menghindari hal ini. Penyelenggara harus membuat estimasi terhadap
beberapa kemungkinan dan memperhitungkan dampaknya terhadap anggaran yang ada.
Project-project besar pada umumnya telah mengetahui bagaimana cara menghadapi hal ini,
entah dengan membeli sejumlah besar mata uang tertentu ketika potensinya baik, ataupun
mengikuti perbuhaan mata uang tertentu selama masih dalam kisaran tertentu. Apapun
masalahnya, project yang memiliki resiko perubahan mata uang haruslah melakukan analisis
terhadap seluruh kemungkinan yang ada.

Synthetic estimation

Ketika ada aktivitas yang dilakukan secaran berulang-ulang, aktivitas tersebut dapat
dianalisa untuk menentukan rangkaian tindakan dan konsekuensi waktu. Aktivitas baru dapat
di konstruksi ualng menggunakan rangkaian aktivitas yang telah pasti dan waktu
pengerjaannya dapat diketahui. Hal ini didasarkan pada praktek pengukuran kerja, dimana
dapat memberi pengetahuan mengenai tindakan atau usaha apa yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.

Time estimation – learning curve effect

Melihat seorang pengrajin ahli bekerja dapat menunjukkan bahwa pekerjaan yang
sangat rumit dapat dipelajari sehingga terlihat sangat mudah. Mendapatkan suatu keahlian
memerlukan waktu belajar dan latihan yang lama. Namun seiring waktu, pekerjaan itu akan
semakin mudah. Hal ini juga dialami oleh project ketika terjadi pengulangan aktivitas. Setiap
kai terjadi pengulangan aktivitas, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas
tersebut semakin berkurang. Hal ini diakibatkan setiap orang yang terlibat menjadi semakin
memahami metode yang dilakukan setaip ada pengulangan sehingga terjadi percepatan dalam
waktu pengerjaan. Pengurangan waktu ini dapat diukur dengan formula berikut:

Yx = Kxn
Dimana,

x = Berapa kali aktivitas dilakukan

Yx = Berapa lama waktu pengerjaan aktivitas yang ke-x

K = Waktu pengerjaan aktivitas yang untuk pertama kalinya

n = log b/log 2 dimana b = learning rate

Learning curves and learning by number projects

Sebuah tim mengerjakan quality audit untuk 10 departemen. Audit pertama membutuhkan waktu 4
hari karena auditor belum begitu memahami prosedur kerjanya. Audit kedua memakan wakti 3 hari.
Setelah beberapa audit, waktu audit minimum berhasil dicapai, dan pengingkatan yang terjadi
semakin kecil. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada figure 8.2

Apabila kita ingin menghitung waktu pengerjaan untuk setiap nomor aktivitas, harus
dihitung terlebih dahulu learning rate –nya. Nilai tersebut dapat dihitung dengan informasi
berikut

x = Berapa kali aktivitas dilakukan = 2

Yx = Berapa lama waktu pengerjaan aktivitas yang ke-x = 3

K = Waktu pengerjaan aktivitas yang untuk pertama kalinya = 4


n dapat diukur dengan perhitungan berikut:

3 = 4(2)n
2n = 3/4
n log 2 = log(3/4)
n = −0.1249/0.4149
n = log b/log 2 = −0.4149
log b = −0.1249
b = 0.75

Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa lerning rate adalah sebesar 75%.

Melalui learning rate dapat dilihat penurunan waktu kerja. Ketika jumlah aktivitas
berganda, waktu yang dibutuhkian berkurang menjadi sebesar persentasi dari learning rate
dikali dengan waktu asli. Semakin banyak aktivitas dilkakukan, waktu yang dibutuhkan akan
berkurang. Untuk contoh diatas, waktu untuk tiap aktivitas adalah:

Wishful thinking

Wishful thinking (angan-angan) tidak ada di dalam prosedur kerja organigasi namun
sangat sering terjadi di dalam sebuah organisasi. Beberapa penyebab utama dari wishful
thinking adalah:
 Optimism bias – Terkadang saat melakukan estimasi, project manager bisa terlalu
percaya diri terhadap keuntungan yang didapat atau seberapa kecil biaya yang
dibutuhkan.
 Politik – Sebagai contoh, project pembangunan Chanel Tunnel mengalami
pembengkakan biaya dari £5 milliar menjadi £10 milliar. Pihak-pihak pembuat
estimasi sudah memperkirakan biaya tersebut, namun mereka sadar bahwa biaya
sebesar itu tidak akan disetujui secara politik. Kebutuhan akan adanya jalur
transportasi padahal dianggap sebagai salah satu kunci dari penyatuan Eropa. Perlu
disadari terkadang tujuan dari ditempatkan lebih penting dari pada cost.
 Penggunaan perkiraan yang tidak tepat – Hal ini terjadi ketika “ballpark figure (angka
perkiraan)” digunakan sebagai estimasi resmi dalam sebuah project tanpa ada
pemeriksaan lebih lanjut (disebut oleh Eric Versuh dengan istilah “on the way to the
lift”). Sebagai contoh, anda diminta membuat estimasi waktu pengerjaan suatu tugas
untuk kemudian dibuat sebagai dasar estimasi biaya. Terjadi perubahan dalam tujuan
project yang bersangkutan namun anda tidak diberi tahu dan estimasi yang anda buat
tetap dipakai dalam pembuatan estimasi biaya padahal sudah tidak lagi sesuai. Sudah
terjadi perubahan dan perubahan itu tidak lagi sama dengan estimasi yang anda buat,
namun sudah terlambat untuk memperbaikinya.
 Kegagalan dalam perencanaan secara sistematik – Karena memiliki keyakinan bahwa
mereka tidak akan dipanggil untuk mempertanggungjawabkan estimasinya terhadap
project yang sedang dibahas, orang-orang cenderung membuat estimasi yang asal-
asalan dan tidak berkualitas agar pekerjaan mereka cepat selesai.

Masih banyak alasan mengapa ter jadi wishful thinking. Berbagai teknik telah
didemonstrasikan, dengan tujuan menghindari wishful thinking. Namun seperti yang telah
dikatakan sebelumnya, bahkan teknik terbaik pun hanya merupakan estimasi, dan kesalahan
yang dilakukan pada tahap ini dapat terjadi berkali-kali.

Cost Build-up

Sebuah project penelitian menyewa peneliti untuk melakukan penelitian selama 6


bulan. Biaya gaji untuk para peneliti tersebut adalah £12.000. Biaya yang keluar untuk
pelaksanaan penelitian adalah sebesar £5.000. Pada akhirnya pada saat penelitian selesai total
biaya membengkak menjadi £52.000 setelah ditambahkan dengan biaya overhead, biaya
lain-lain, biaya bantuan administrasi, dan biaya sewa kantor. Bagaimana biaya bisa
membengkak sebesar itu? Bahkan project yang kelihatannya sederhana mebunjukan biaya
yang sangat besar ketika hasil total biaya akhirnya dihitung. Penjumlahan elemen-elemen
biaya dapat dilihat dari Figure 8.3.

Contoh dibawah ini menunjukan bagaimana elemen-eleman biaya disatukan dan


digunakan untuk menentukan keuntungan yang diharapkan.

Training course – how much should I charge

Seorang koordinator kursus hendak mengiklankan kursusnya, namun ia belum yakin berapa
biaya yang akan dibebebankan kepada peserta agar kursus tersebut dapat memberikan
keuntungan. Estimasi waktu dibuat berdasarkan lama kursus tersebut – ditentukan melalui
apa yang dapat dicapai dalam kursus tersebut berdasarkan waktu yang diberikan. Hal ini
berhubungan erat dengan input tenaga kerja untuk memastikan berapa besar direct cost.
Program ini membutuhkan seorang konsultan untuk memberikan kursus selama tiga hari
yang biayanya sebesar £250 per hari, dan didukung oleh seorang administrator yang
bayarannya sebesar £90 per hari. Direct cost (tidak peduli berapapun peserta kursus) adalah
sebesar £1020. Kursus tersebut juga menyediakan bahan-bahan pembelajaran tertulis
beserta perangkatnya (merupakan variable cost) yang biayanya sebesar £60 untuk setiap
peserta. Diasumsikan bahwa kursus tersebut terbatas bagi 15 peserta, hal itu akan
menambahkan variable cost sebesar £900. Ditambah lagi biaya overhead yang merupakan
biaya tetap yang digubakan untuk menggunakan bangunan, listrik, pemanas, dan, fungsi-
funsi lainnya. Overhead cost ditambahkan ke dalam total cost sebesar 60% dari total cost.
Contoh coist build-up dapat dilihat di Figure 8.4. Fihur ini tidak memuat
keuntungan dari organisasi. Biaya kursus minimum per peserta haruslah sebesar total cost
(£4224) dibagi dengan jumlah peserta (15). Hasil yang didapat adalah £281,60. Jumlah ini
masih harus ditambah dengan profit margin dan kemungkinan biaya tambahan untuk
mengantisipasi apabila jumlah peserta tidak mencapai target

Ketergantungan terhadap bentuk pengalokasian overhead seperti ini menyebabkan


anomali dalam penetapan biaya dan dapat mempengaruhi profitabilitas organisasi secara
keseluruhan. Sebagai contoh, jika sebuah organisasi mengalokasikan overhead ke dalam
revenue, maka hanya ada sedikit dorongan untuk meningkatkan metode kerja atau
mengurangi waktu kerja, karena hal ini akan secaja jelas mengurangi pendapatan dari
departemen tersebut. Hal ini tidak mendorong adanya peningkatan. Anomali seperti ini
menimbulkan pertanyaan mengenai manfaat dari akuntansi biaya yang konvensional,
walaupun sistem ini masih paling banyak dipakai.

Use of cost estimates

Sebuah tema yang konsisten dalam perencanaan adalah itu evolusi dari rencana
tersebut atau sifatnya yang berulang. Pada awal dari sebuah project, rencana biaya awal akan
menggambarkan apakah project ini layak – return yang akan didapat menunjukkan bahwa
investasi tersebut layak. Seiring dengan project yang yang berlanjut ke tahap perencanaan
detail, estimasi yang dibuat harus terus direvisi untuk menunjukan peningkatan tingkat
pertimbangan telah berubah mengarah ke kesimpulan dari perkiraan. Bila disetujui,
pengeluaran ini akan menjadi anggaran, walaupun seringkali anggaran tesebut dipangkas.

8.2 Business Case Development

Berlawanan dengan masalah yang dialamio Holyrood, rencana awal untuk


pembangunan gedung parlemen Wales dibatalkan ketika diketahui bahwa anggaran yang
dibuat ternyata kurang. Pengakuan awal ini merupakan sebuah contoh yang bagus mengenai
aplikasi penggunaan gerbang persetujuan dalam hal penetapan cost dan benefit. Tujuan dari
bagian ini adalah menunjukjan bagaimana sebuah analisis dapat disusun dan tantangan-
tantangan yang harus dihadapi dalam pembuatanb ‘objective process’.

APM mendeskripsikan business case sebagai:

‘pembenaran dari sebuah project yang sedang dijalankan, dalam hal


evaluasi manfaat, biaya dan resiko dari alternatif-alternatif yang ada, dan
dasar pemikiran dari solusi yang diambil. Business case bertujuan untuk
mendapatkan komitmen management dan persetujuan investasi dalam sebuah
project. Business case dimiliki oleh sponsor.’

Definisi awal tersebut berguna, namun diasumsikan bahwa selalu ada uraian manfaat, biaya,
dan resiko yang dapat dianalisa, dimana dipahami bahwa permasalahan tersebut
membutuhkan solusi dan terdapat sponsor yang jelas. Ketika suatu proses dikembangkan
dengan baik dan project dilaksanakan secara rutin, hal ini merupakan contoh sebuah kasus.

Financial appraisal

Penaksiran finansial dari sebuah project akan memperhatikan potensi upah yang akan
didapatkan ketika project dapat dilaksanakan sesuai cost yang telah diperkirakan. Bentuk
evaluasi ini bergantung pada:

 Ukuran dari project yang sedang dipertimnbangkan


 Jangka waktu dimana biaya dan manfaat akan menyebar.
Ketika biaya untuk menyelesaikan sebuah project telah ditentukjan melalui WBS
(ground-up) atau senior management (top-down), dasar dari pembenaran yang ada adalah
return yang didapat setidaknya melebihi jumlah uang yang dikeluarkan. Retun atau payback
ini dapat dianalisa dengan beberapa cara:

 Payback analysis – secara sederhana memperhitungkan arus kas dari cost dan benefit
 Discounted cash flow – pertimbangan ditambah dengan memperhatikan time value
dari arus kas
 Internal rate of return – menentukan kriteria pengembalian dasar berdasarkan time
value of money

Payback

Metode palaing dasar dalam menakukan evaluasi finansial adalah secara sederhana
membandingkan perndapatan yang akan dihasilkan dengan investasi awal. Melalui metode
ini periode pengembalian dapat ditentukan., i.e, berapa lama waktu yang dibutuhkan agar
total pendapatan dapat melampaui investasi awal. Sebagai contoh, investasi awal sebesar £30
juta dapat tertutupi dalam 5 tahub apabila setiap tahunnya pendapatan yang didapat sebesar
£6 juta. Banyak perusahaan menentukan periode waktu ini sebagai tujuan dari project.
Berikut beberapa contoh dari waktu pengembalian dari sejumlah item:

Produksi hardware dari perusahaan manufaktur (Negara Barat) 5 tahun

Produksi hardware dari perusahaan manufaktur (Jepang) 5 tahun

Fasilitas komputer 3 tahun

Produksi waralaba burger McDonalds 12 tahun

Discounted cash flow

Ketika jangka waktu pelaksanaan subuah project telah melebihi satu periode financial
atau bahkan berlangsung selama beberapa tahun, time value of money perlu dimasukan ke
dalam pertimbangan, melalui teknik yang dikenal dengan nama discounting. Dasar dari
teknik ini adalah perbandingan dari nilai pengembalian investasi dan nilai dari jumlah uanga
yang sama yang didepositokan di bank dengan tingkat bunga tertentu dalam periode waktu
yang sama.. Oleh sebab itum teknik ini juga memperhitungkan opportunity cost dari sbuah
project (biaya untuk tidak melakukan kegiatan apapun dengan sumber daya yang sama).

Contoh

Proposal dari sebuah project menargetkan untuk ,engeluarkan £100.000 untuk pembelian
komputer dan £20.000 pertahun untuk perawatannya dalam jangka waktu 4 tahun. Laba
yang didapat adalah sebesar £50.000 pertahun dalam bentuk penghematan beban upah
karyawan dan pendapatan extra lainnya. Apakah project tersebut sebaiknya dilaksanakan
ataukah sebaiknya melaksanakan project lain?

Paybeck model diatas menunjukan pengembaian sebesar £200.000 sedangkan total


biaya sebesar £180.000 seingga dapat dikatakan menguntungkan. Apabila uang tersebut
didepositokan di bank dengan tingkat bunga 2, maka pada akhir dari tahun ke 4 nilai uang
tersebut adalah sebesar £194.837. Dari sini dapat dilihat bahwa return dari project lebih
besar maka oleh karena itu project tersebut layak untuk dijalankan

Konsep discounting diterapkan pada arus kas (bukan hanya profit) untuk menentukan
apakah cost dan benefit dari suatu project akan mencapai hasil yang diinginkan atau tidak.
Hal ini disebut discounted cash flow.

Compound interest or ‘to those that have shall be given...’

Ketika sejumlah uang didepositokan di bank, maka akan memperoleh bunga. Apabila
bunga dibayarkan ke rekening, maka pada periode berikut jumlah bunga yang dibayarkan
akan menjadi sebesar bunga yang dibayarkan untuk jumlah uang pada awalnya ditambah
bunga terhadap bunga yang dibayarkan pada periode pertama. Seiring berjalannya waktu
jumlah bungan yang dibayarkan akan terus bertambah, dan begitu seterusnya untuk periode-
periode berikutnya. Fenomena ini disebut dengan compound interest dan dideskribsikan
oleh Einstein sebagai salah satu dari delapan keajaiban dunia. Ketika anda menempatkan
uanga di bank, maka itu adalah penemuan yang hebat. Tentu saja sebaliknya ketika anda
meminjam uang maka yang harus anda bayrkan bukan hanya bunga dari nilai pinjaman awal,
namun juga bunga dari bunga yang belum dibayarkan.

Compounding adalah lawan dari discounting . Semua nilai dihitung berdasarkan


nilainya saat ini (present value/ PV). Kita dapat menghitung berapa nilai yang harus
didepositokan saat ini pada tingkat bunga tertentu untuk memperoleh nilai yang telah
ditetapkan di akhir periode tertentu.

Contoh
Bila anada ingin memperoleh nilai uang sebesar £2012 12 taun yang akan datang dengan
discount rate sebesar 6%, maka saat ini anda harus menyediakan uang sebesar £1000.
Anka tersebut didapat melalui perhitungan dengan formula berikut:

Cn
PV = n
(1+i)
Dimana:
Cn = Nilai yang diharapkan di n tahun yang akan datang
i = Discount rate

Aplikasi ini diterapkan ke dalam benefit, dimana nilai tersebut dikurangkan dengan biaya.
Perhitungan tersebut dikenal dengan istilah Net Present Value

Net Present value = Present value of benefit – present value of cost

Contoh
Apabila saat ini sebuah project membutuhkan investasi sebesar £100.000 dan diharapkan
akan memberikan menghasilkan £200.000 6 tahun kedepan, apakah menurut project
manager investasi ini layak dilakukan (discount rate yang berlaku sebesar 10%)?

200.000
PV dari benefit =
(1+i)n

200.000
= 6
(1+i)

= 112.800

PV dari cost = 100.000


NPV = 112.800 – 100.000 = 12.800

Kriteria minimum untuk seleksi project adalah NPV≥ 0 pada discounting rate yang telah
ditetapkan. Apabila project memenuhi kriteria ini maka project dapat dilaksanakan.

Discounting rate dapat diartikan sebagai tingkat bunga yang didapatkan dari bank.
Pada umumnya tingkat bunga disesuaikan dengan tipe project dan biasanya dihubungkan
dengan biaya dari peminjaman uanga tersebut. Sebagai akibatnya, tingkat bunga yang
ditentukan lebih tinggi dari tingkat bunga yang diberikan oleh bank, sebagai contoh sebuah
perusahaan manufaktur memiliki discounting rate sebesar 20%. Akibatnya menjadi sulit bagi
sebuah project untuk memenuhi kriteria minimumnya yaitu NPV lebih besar dari 0.

Sudah umum apabila revenue dan cost terjadi dalam periode beberapa tahun. Contoh yang
lebih kompleks dapat dianalisis sebagai berikut:

Contoh
Anda diminta untuk mengevaluasi proposal dari project berikut. Gunakan teknik discounted
cash flow untuk menilai apakah proposal tersebut layak dijalankan. Discount rate yang
berlaku adalah sebesar 12%

Berdasarkan perhitungan diatas, projectl ini layak untuk dijalankan

Future Value (FV)

Future Value (nilai di masa yang akan datang) dari sebuah investasi adalah nilai dari
uang (C) apabila didepositokan dalam periode waktu tertentu (n) pada tingkat bunga yang
telah ditentukan (i). Formula dari future value adalah sebagai berikut:

FV = C (1 + i)n

Terdapat sebuah ’hukum jempol’ yang juga dikenal dengan ‘hukum 72’. Apabila anda
berinvestasi pada tingkat bunga sebesar a% selama b tahun, dimana a x b = 72, maka uang
anda akan berganda. Sebagai contoh apabila anda menginvestasikan £1.000 pada tingkat
bunga 6%, maka pada akhir tahun ke 12 jumlah uang anda akan menjadi £2.000. Atau apabila
anda berinvestasi pada tingkat bunga 18% selama 4 tahub, nilai uang anda juga akan sebesar
itu (sebenarnya £1.938).\
The internal rate of return

Teknik yang terkait digunakan untuk menghitung IRR dari sebuah project, atau
discount rate dimana NPV = 0. Perhitungan ini dapat dilakukan secara matematis dengan
melibatkan sejumlah percobaan (menghitung NPV dengan menggunakan sejumlah tingkat
bungasampai didapatkan tingkat bunga yang menghasilkan NPV = 0), atau menggunakan
grafik. Hal ini bergantung pada pembatasan masalah yang harus diselesaikan.

Contoh
Investasi awal sebesar £100.000 diperkirakan dapat menghasilkan £200.000 pada akhir
tahun ke enam. Berapa IRR dari project tersebut? Sebagai titik awal, tingkat bunga diskonto
sebesar 10% ditetapkan di awal

200.000
NPV10% = 6 - 100000 = 112895 - 100000 = 12895
(1+0,1)

Discount rate masih terlalu rendah (PV masih terlalu tinggi); coba discount rate sebesar
14%

200.000
NPV10%  100000  - 8863
(1+0,1 4)6

Tingkat bunga diskonto sebesar 14% terlalu tinggi (PV terlalu rendah). Sudah ada bunga
diskonto dimana salah satunya NPV diatas nol dan satunya lagi NPV dibawah nol. Tingkat
bunga yang tepat berada diantara keduanya. Perhitungan ini dapat dilihat pada Figure 8.5.
Dalam figur ini dapat dilihat perubahan NPV seiring dengan perubahan tingkat bunga
diskonto dalam jarak yang relatif kecil. Figure 8.6 menunjukkan perubahan dalam NPV
dalam perubahan tingkat bunga diskonto dalam jarak yang besar. Seiring dengan
bertambahnya jumlah penerimaan dan pembayaran, sebuah project dapat memiliki
beberapa IRR. Hal ini ditunjukkan dalam Figure 8.7, dimana dapat dilihat terdapat
perubahan arah kurva untuk setiap perubahan tanda (+ ke -, atau – ke +) dalam analisis
Using IRR

Menggunakan presentasi yang didapat dari perhitunga IRR membutuhakn beberapa


pertimbangan. Sangat penting untuk memilih discount rate yang tepat untuk project untuk
menghindari perdebatan yang tidak perlu. Terkadang dua project bisa memiliki IRR yang
sama namun NPV-nya berbeda, sebagai contoh dua project memili IRR yang sama namun
salah satu project NPV-nya lebih tinggi. Dalam situasi ini project dengan NPV yang lebih
tinggi sebaiknya yang dipilih (reksiko dan ketersedian dana mengizinkan). IRR juga tidak
dapat meneyesuaikan dengan perubahan tingkat bunga seiring dengan berjalannya waktu. Hal
ini dapat menimbulkan masalah seperti yang terjadi di periode awal 1990-an ketika tingkat
bunga berubah secara cepat dan perubahan tersebut lebih dari 10%.

Using discounted cash flow (DCF)

Pada awalnya hanya akuntan yang memiliki pengetahuan dan dapat mengaplikasikan
DCF, dan menjadi pihak yang menyetujui atau menolak suatu project. Saat ini DCF telah
digunakan secara luas dan digunakan dalam banyak sistem penilaian finansial, dan beberapa
program spreadsheet (Lotus dan Excel) telah memeiliki fungsi yang dapat membantu dalam
membuat analisis ini. Hampir setiap orang dapat melewati berbagai tantangan finansial tanpa
harus memasukkan perencanaan project secara formal. Hal ini memeberikan sejumlah
manfaat bagi project manager, karena saat ini mereka tidak hanya dapat membuat model
perencaan waktu namun juga finansial. Penggunaan model finansial memiliki manfaat yang
serupa dengan perencanaan project pada umumnya, dimana:
 Model ini dapat diinterpretasikan oleh pihak-pihak yang bukan ahli finansial untuk
membuat perubahan yang diperlukan oleh komponen model dan mengevaluasi akibat
dari perubahan tersebut.
 Intervensi dari pihak-pihak ketiga tidak dibutuhkan sampai dengan saat dimana
rencana rencana telah tersusun dengan baik.

Walaupun begitu, hal ini memiliki keterbatasan yaitu:

 Bagaimana mementuka tingkat bunga yang akan digunakan – Seperti contah dari
akhir 19080-an ketika hal ini menjadi pertimbangan serius. Dalam waktu hanya 4
tahun, tingkat bunga meningkat hingga 10%.
 Proses peramalan arus kas untuk tahun-tahun ke depan melibatkan tingkat
ketidakpastian yang tinggi.
 Mengidentifikasi arus kas – mereka berbeda dengan data yang umumja disajikan di
balance sheet – sebagai contoh write-off diperlakukan dengan sangat berbeda.

Untuk banyak perusahaan, ini merupakan area persimpangan yang penting antara financial
controller, management accountant, dan project manager. Agar setiap pihak memahami
proses evaluasi finansial dari project dengan lebih baik, banyak organisasi menyediakan
paket evaluasi sederhana dengan menggunakan spreadsheet, yang tersedia melalui intranet
ataupun online, yang dapat digunakan oleh project manager untuk tujuan evaluasi finansial
awal untuk menentukan apakah project layak untuk dilaksanakan. Memiliki model yang telah
siap tersedia bagi setiap pihak agar dapat menuji idenya merupakan salah satu kunci inovasi
dalam produk maupun proses.

Determining cash flow figures for DCR and IRR calculations

Untuk memberikan gambaran paling akurat mengenai kesehatan finansial ataupoun


sebaliknya dari suatu proposal, aturan-aturan berikut perlu diperhatikan:

 Harus menggunakan cash flow, bukan gambaran net profit.


 Sunk cost (biaya yang telah terjadi) harus diabaikan.
 Hanya variable cost yang muncul secara langsung dari kegiatan project yang harus
dimasukan (fixed cost yang timbul entah project dilakukan ataupun tidak, harus
dikeluarkan).
 Opportunity cost harus dimasukan (pengembangan suatu area bisnis sehingga
merusak area bisnis lainnya).

Determining the discount rate

Lebih umum bagi project manager untuk menentukan discounbt rate sebagai bagian
dari kebijakan organisasi. Terdapat beberapa metode untuk menentukan nilai dari discount
rate – hal ini menentukan risk adjusted discount rate (RADR)

Terdapat tiga faktor yang menentukan discount rate:

a = rate yanng dibebankan untuk penggunaan modal

b = rate yang diakibatkan oleh inflasi (sehingga daya beli tidak berkurang)

c = faktor premim yang dikarenakan bahwa investor mengambil resiko modal yang
digunakan tidak akan kembali

Ketiga faktor di atas dapat disusun sebagai berikut:

(overall rate) = (1 + a) (1 + b) (1 + c)

Cash flow consideration

Penolakan atau penundaan dari proposal project tidak memiliki hubungan dengan
manfaat interinsiknya. Keputusan ini diambil berdasarkan ketersedian atau sebaliknya dari
kas dalam konteks organisasi harus memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan kebutuhan
investasi di masa yang akan datang. Sebuah project hampir pasti harus bersaing denan project
lainnya untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas, dan project manager harus
menyeimbangkan antara berbagai pilihan yang ada dalam project, sehingga para sponsor
harus menyeimbangkan pilihan-pilihan cost-benefit dari sejumlah proposal.

Dalam project-project besar, waktu pembayaran sangatlah penting baik bagi


organisasi pelaksananproject maupun pelanggan. Karena alasan ini, sangatlah penting bagi
keduanya untuk mengetaahui kapan pengeluaran harus dilakukan. Untuk melancarkan arus
kas, project mungkin saja melibatkan beberapa tahap pembayaran. Hal ini umum dilakukan
dalam constructuon project dan pembangunan dalam skala besar. Sementara semua cek kredit
dapat atau bahkan harus disediakan, masih terdapat masalah resiko bagi kedua belah pihak
ketika kontrak yang akan dibuat memiliki skala yang besar.

8.3 Challenge of the Perceived Wisdom

Sejauh ini kita telah membahas beberapa kasus sederhana dimana akan ada
keuntungan yang helas bagi project yang memiliki investasi yang jelas. Kenyataan sangat
jarang berjalan sesederhana itu dan investasi rasional yang dinilai berdasarkan “kriteria
objektif” seringkali dianggap ideal. Pada banyak kesempatan, keuntungan yang diharapkan
didapat dari sebuah investasi adalah dalam bentuk peningkatan secara kualitatif bukan dalam
bentuk angka. Secara khusus pendekatan konvestional yang mengharapkan keuntungan
dalam bentuk return nyata harus mempertimbangkan beberapa masalah berikut:

 Tidak ada jaminan adanya return


 Keuntungan yang didapat bisa saja dalam bentuk berkurangnya tenaga kerja –
beberapa perusahaan hal ini sejalan dengan filosofinya
 Project tersebut bersifat strategis
 Oraganisasi yang bersangkutan merupakan lembaga not-for-profit – misalnya
pemerintahan atau lembaga amal.

Salah satu contoh dari investasi yang strategis aalah perubahan di dalam internal
organisasi. Seringkali pertimbangan investasi dilakukan dengan mempertimbangkan akan
adanya peningkatan fleksibilitas dan kemampuan dari organisasi – biasanya sulit diukur
dengan uang. Sebagai contoh instalasi sistem komputer di dalam organisasi dapat
meningkatkan efektifitas arus informasi, namun dianggap sulit memberikan keuntungan nyata
dalam bentuk cash flow.

Beberapa negara, khususnya jerman dan jepang, tampaknya kurang memperhitungkan


criteria pengembalian modal dan lebih mengutamakan keuntungan jangka panjang dalam
membuat investasi. Berikut komentar dari Charles handy:

“Orang-orang Jepang lebih mengutamakan pertumbuhan jangka panjang


dibandingkan perkembangan jangka pendek ataupun menengah. Memang benar
bahwa profitabilitas sulit diukur dalam strategi investasi mereka. Sebagai
contoh, untuk menjauhkan IBM, Fujistsu memenangkan kontrak untuk distribusi
air di Kota Hiroshima dengan penawaran sebesar satu yen saja. Required rate of
return untuk project R&D di Jepang hanya sebesar 8,7% sedangkan di US
sebesar 20,3% dan di US sebesar 23,7%. Hasilnya, jumlah investasi di Jepang di
masa akan datang akan jauh lebih banyak dibandingkan di negara-negara lain.”

Beberapa project jagu harus memiliki suatu keyakinan. Sebagai contoh pendiri
Kentucky Fried Chicken banyak kali ditolak saat mempresentasikan rencanyanya
(ditolak lebih dari 600 bank). Pada awalnya banyak bisnis besar yang dianggap tidak
memenuhi kriteria umum. Mereka akhirnya harus berjuang untuk mendapatkan
keunggulan bersaing, hal ini diakibatkan karena solusi umum tidak akan dapat
membantu mereka.

Ketika sebuah project tidak memiliki motih keuntungan, penilaian terhadap


project tersebut jauh lebih sulit. Apa manfaat financial dari sebuah development project
seperti peningkatan kualitas hidup sekelompok orang atau pemberdayaan lingkungan?
Bagaimana cara membenarkan alasan pemilihan supplier yang lebih mahal karena
pendirian dan etika mereka meskipun hal ini akan mengakibatkan biaya lebih mahal?
Pertanyaan seperti ini menjadi semakin umum bagi project manager.

Factoring for optimism bias

Masalah lain yang dihadapi organisasi ketika menilai sebuah project ditunjukan
oleh karya dari Flyvberg, yaitu optimism bias. Judul dari karyanya memasukan unsur kritik
terhadap suatu proses persetujuan project, yaitu:

“Understaded costs + overstated benefits + understated environmental impact +


overstated economic impact = project approval”

Judul ini seakan meyalahkan pendekatan yang selama ini digunakan untuk menilai cost dan
benefit dari sebuah project. Penelitian lebih lanjut dari Kementrian Keuangan UK
menghasilkan sebuah arahan dalam penyusunan anggaran yang dapat digunakan dalam suatu
project pembangunan infrastruktur, yang ditunjukkan di tabel berikut.
Tabel 8.2 menunjukkan tingkat peningkatan anggaran yang harus ditambahkan ke
dalam sebuah project berdasarkan tingkan kepercayaan diri tertentu. Sebagai contoh, data
yang dikumpulkan dari beberapa project yang telah selesai menunjukkan bahwa apabila
sponsor project pembangunan rel kereta api menginginkan tingkat keyakinan sebesar 50%,
maka anggaran harus dinaikan sebesar 40% dari anggaran awalnya.. Apabila anggaran awal
adalah sebesar €200 juta, maka untuk tingkat keyakinan sebesar 50% anggaran harus
ditingkatkan sebesar €80 juta menjadi sebesar €280 juta. 50% bukanlah tingkat keyakinan
yang membuat orang-orang orang merasa tenang, oleh sebab itu figure tersebut juga
menyiapkan perkiraan peningkatan anggaran untuk tingkat keyakinan sebesar 80%. Tabel 8.2
menunjukkan peningkatan sebesar 57%, menghasilkan anggaran sebesar €314 juta.

Hal ini mendemonstrasikan sejumlah prinsip kunci dalam suatu analisis bisnis. Yang
pertama, pengalaman menunjukkan bahwa anggaran pada umumnya di estimasi dengan cara
biasa. Yang kedua, hasil analisis sangatlah bergantung pada resiko yang telah siap dihadapi
oleh organisasi. Yang terakhir, ketika ada peningkatan di sisi biaya, pendekatan yang sama
haruslah dilakukan di sisi benefit.
Benefit realisation analysis

Penelitian dari KPMG terhadap beberapa project menunjukkan bahwa 75% project
yang diteliti tidak memiliki business case. Diantara project-project yang meiliki business
case, 75% gagal mencapai target yang ditetapkan. Tantangan di dalam project saat ini adalah
basis apa yang sebaiknya digunakan untuk menilai suatu business case. Ketika suatu business
case diagregasikan (biasanya terjadi di level programme management), keseluruhan
kontribusi dari project yang sedang dijalankan dapat dinilai. Dengan hanya menambahkan
seluruh benefit yang ada yang diharapkan akan didapat tidak akan memberikan gambaran
terbaik mengenai keuntungan yang sebenarnya – suatu project bukanlah beberapa aktivitas
yang terpisah, dan seringkali menunjkukan keuntungan yang overstated, seperti yang
ditunjukkan di atas.

Kesimpulan mengenai optimism bias dalam cost dan benefit tidak boleh dipisahkan
dalam suatu business analysis. Tantangan bagi project manager dan appraiser adalah
bagaimana menggunakan pengalaman mengenai project serupa untuk menghasilkan
pendekatan yang kritis dalam menilai cost dan benefit, serta dalam menganalisi resiko dan
ketidak pastian yang ada.
CHAPTER 8
COST AND BENEFIT PLANNING

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUNTUTAN MATA KULIAH PROJECT APPRAISAL

(BSAD 423)

OLEH:

LOLONG, INAR

AGUSWANDI

JOCOM, NIGEL

SAULINGGI, ABRAHAM

TICOALU, GLEDIS

WORUNTU, OMEGA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KLABAT

SEPTEMBER 2013

Anda mungkin juga menyukai