Anda di halaman 1dari 4

BAKSO DAGING AYAM

Daging ayam merupakan salah satu jenis daging yang dapat diolah
menjadi bakso, sosis, abon, dendeng maupun daging panggang. Pengolahan
daging ayam dengan berbagai cara bertujuan meningkatkan nilai tambah,
memperpanjang masa simpan, dan meningkatkan penerimaan terhadap produk.
Proses pengolahan daging ayam dengan berbagai cara juga dapat meningkatkan
daya cerna protein dan menurunkan nilai gizinya. Terdenaturasinya protein dan
terhentinya aktivitas senyawa-senyawa anti nutrisi saat proses pemasakan dapat
meningkatan daya cerna protein dan suhu yang tidak terkontrol saat proses
pemasakan dapat merusak asam-asam amino protein daging sehingga nilai gizi
protein daging menurun (Bahar, 2012). Daging ayam segar memiliki lemak yang
berbeda dengan daging ayam yang telah diolah seperti bakso. Daging ayam yang
telah diolah mengandung lebih sedikit protein dan air serta lebih banyak lemak
dan mineral. Penambahan bumbu-bumbu dan garam saat proses pengolahan
daging ayam dapat menyebabkan kenaikan mineral pada daging ayam yang telah
diolah sedangkan penambahan karbohidrat dan protein dari biji-bijian, tepung,
dan susu skim dapat menyebabkan kenaikan nilai kalori pada daging ayam yang
telah diolah (Soeparno, 2009).
Bakso merupakan jenis makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari
daging dan tepung. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah
daging, bahan perekat, bumbu, dan air es (Wibowo, 2009). Bakso memiliki
kandungan protein dan kadar air tinggi serta pH netral, sehingga rentan terhadap
kerusakan dan daya awet maksimal satu hari pada suhu kamar. Kualitas bakso
sangat ditentukan oleh kualitas daging, jenis tepung yang digunakan,
perbandingan banyaknya daging dan tepung yang digunakan untuk membuat
adonan, dan pemakaian jenis bahan tambahan yang digunakan (Putri, 2009).
Tekstur kenyal pada bakso ditentukan oleh daging yang digunakan sebagai bahan
utama dalam pembuatan bakso. Kandungan kolagen pada daging yang digunakan
akan mempengaruhi tingkat kekenyalan bakso yang dihasilkan. Kadar kolagen
daging dipengaruhi oleh aktivitas ternak (Soeparno, 2009). Cara paling mudah
untuk menilai kualitas bakso yang baik yaitu dengan menilai mutu sensoris atau
mutu organoleptiknya. Bakso yang berkualitas baik dapat dilihat dari tekstur,
warna dan rasa. Teksturnya yang halus atau permukaan irisannya rata, seragam,
dan serat dagingnya tidak tampak, serta kompak, kenyal, dan empuk (Yunarni,
2012).
Bahan baku dalam pembuatan bakso yaitu daging ayam dan bahan
tambahan lainnya seperti tepung tapioka, garam, air es, Sodium Tripolyposphat
(STPP), dan bumbu-bumbu penyedap (Sari dan Widjanarko, 2015). Selain garam
dan tepung, pada proses pembuatan bakso juga digunakan bawang merah, bawang
putih, dan merica (Yunarni, 2012). Proses pembuatan bakso terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan
pemasakan bakso.
Proses penghancuran daging ayam dilakukan menggunakan mesin giling
(chopper) untuk mendapatkan daging giling yang siap digunakan dalam
pembuatan bakso. Penghancuran daging bertujuan memperluas permukaan daging
sehingga protein larut garam dapat ditarik keluar yang kemudian akan
menyebabkan perubahan jaringan lunak pada daging menjadi mikropartikel. Pada
proses penggilingan, dilakukan penambahan air es yang berfungsi untuk
mempertahankan suhu akibat gesekan mesin giling dan menghasilkan emulsi yang
baik.
Proses selanjutnya yaitu pembuatan adonan yang dilakukan dengan cara
daging ayam yang telah dihancurkan dicampur dengan garam, bumbu, dan STTP
secukupnya kemudian ditambahkan dengan tepung tapioka sedikit demi sedikit
sambil diaduk dan dilumatkan hingga homogen (Yunarni, 2012). Proses
pembuatan adonan bakso juga memerlukan air es yang berfungsi membentuk
emulsi yang baik, mencegah kenaikan suhu akibat gesekan, dan mempertahankan
adonan agar tidak kering serta rendemennya tinggi (Widayat, 2011). Penambahan
air es juga berfungsi untuk melarutkan bahan-bahan dan bumbu sehingga dapat
tercampur merata dengan daging serta mempermudah ekstraksi protein.
Penambahan tepung tapioka dalam pembuatan bakso berfungsi meningkatkan
daya ikat air karena mempunyai kemampuan menahan air selama proses
pengolahan dan pemanasan serta dapat membuat adonan bakso menjadi lebih
besar karena daya mengabsorbsi air dua sampai tiga kali dari berat semula.
Penambahan garam pada pembuatan adonan bakso sebaiknya tidak kurang dari
2% karena dapat menyebabkan rendahnya protein terlarut pada bakso.
Penambahan garam berfungsi sebagai bahan penyedap rasa dan bahan pengawet
bagi jenis mikroba yang tidak tahan kadar garam tinggi. Penambahan garam juga
berfungsi mengekstraksi protein dan penguraian miofibril sehingga berperan
dalam proses emulsi. Penambahan bumbu pada pembuatan adonan bakso
berfungsi meningkatkan citarasa dan sebagai bahan pengawet alami (Wibowo,
2013). Penambahan STTP dalam pembuatan adonan bakso berfungsi menurunkan
penyusutan makanan, meningkatkan daya ikat air, dan bersifat sebagai
antioksidan.
Proses selanjutnya yaitu pencetakan bakso yang dapat dilakukan dengan
tangan ataupun menggunakan alat pencetak bakso. Bakso yang telah dicetak
selanjutnya akan dilakukan proses pemasakan dengan cara perebusan pada suhu
70-800C dan ditambahkan beberapa sendok minya goreng yang bertujuan agar
bakso tidak saling menempel satu sama lainnya. Suhu pemasakan adalah faktor
yang mempengaruhi perubahan warna bakso. Pada suhu pemasakan antara 80-
850C mioglobin mengalami denaturasi sehingga terjadi perubahan warna bakso.
Proses perebusan akan dihentikan bila baksonya mengapung ke permukaan. Hal
ini menunjukkan bahwa bakso telah matang. Proses perebusan juga dapat
dilakukan kembali apabila bakso yang dihasilkan kurang matang.
DAFTAR PUSTAKA

Bahar, I. 2012. Teknologi Pengolahan Pangan. Padang: Politeknik ATI Padang.


Putri, A. F. E. 2009. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi Pada Lama
Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Skripsi. Bogor:
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sari, H.A. dan S.B. Widjanarko. 2015. Karakteristik Kimia Bakso Sapi (kajian
Proporsi Tepung Tapioka: Tepung Porang dan Penambahan NaCl). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 3(3): 784-792.
Soeparno, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan V. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Perss.
Wibowo, P. D. K. 2013. Variasi Karagenan (Eucheuma cottoni Dotty) Pada
Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Bahan Pengawet Tanin dari
Pisang Kluthuk. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi Universitas
Atma Jaya.
Wibowo, S. 2009. Membuat Bakso Sehat dan Enak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Widayat, D. 2011. Uji kandungan boraks pada bakso (Studi pada warung bakso di
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember). Skripsi. Jember: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Yunarni. 2012. Studi Pembuatan Bakso Ikan Dengan Tepung Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam). Skripsi. Makasar: Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin Makasar.

Anda mungkin juga menyukai