Anda di halaman 1dari 10

PENETAPAN PAJAK OLEH DIREKTUR JENDERAL PAJAK

JENIS-JENIS PENETAPAN PAJAK DAN ATURAN UMUM

1. SKPKB adalah SKP yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. SKPKBT adalah SKP yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
sudah ditentukan.
3. SKPN adalah SKP yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
4. SKPLB adalah SKP yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.

SKP diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak. SKP untuk suatu Masa Pajak diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak yang
tercakup dalam SPT masa PPh atau PPN. SKP untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak diterbitkan sesuai dengan SPT tahunan PPh. Untuk PPh pasal 21, SKP
diterbitkan sesuai dengan Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang mencakup
seluruh SPT Masa PPh pasal 21 untuk Bagian Tubuh Pajak atau Tahun Pajak yang
bersangkutan.

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP dan/atau STP untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum WP diberikan atau diterbitkan
NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, apabila diperoleh data dan/atau informasi
yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP dan/atau STP untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan
NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan NPWP atau
pencabutan pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan
adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.

SKP dan/atau STP diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak kecuali terhadap WP dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat mengakibatkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

SKP harus disampaikan kepada WP dengan cara:

a. Pengiriman langsung
b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat.

Dalam hal SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB diketahui rusak, tidak terbaca, hilang
atau tidak diketemukan lagi, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya, dapat
menerbitkan kembali SKP tersebut sebagai pengganti asli SKP yang asli. SKPKB,
SKPKBT, SKPN, SKPLB hasil penerbitan kembali mempunyai kedudukan hukum
yang sama dengan SKP yang asli.

SKPKB - PASAL 13 & 13A KUP

1. Sebab SKPKB diterbitkan

Sebagai tindak lanjut pengawasan dan penilaian pelaksanaan self assessment


oleh WP, dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jemderal Pajak dapat
menerbitkan SKPKB dalam kasus-kasus tertentu sebagai berikut:

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi keterangan lain pajak


yang terutang tidak atau kurang dibayar. Keterangan lain tersebut adalah data
konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain
berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan PPh. SKPKB
dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data di luar
data yang disampaikan oleh WP sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan
bahwa WP tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya;
b. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang diterapkan dan
setelah ditegur secara tertulis tetap tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang menerbitkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan, yaitu
perhitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari WP
saja. Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan
secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada WP;
c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN
dan PPn.BM ternyata tidak seharusnya dikompemsasikan selisih lebih pajak
atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% yang mengakibatkan pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
d. Apabila kewajiban pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan data dan
informasi sehubungan pelaksanaan pemeriksaan pajak oleh DJP tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, maka
Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan SKPKB dengan perhitungan
secara jabatan yaitu perhitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya
diperoleh dari WP saja. Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan
dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan
kepada WP. Sebagai contohnya:
 Pembukuan tidak lengkap sehingga penghitungan laba rugi atau
peredaran tidak jelas;
 Dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka
dalam pembukuan tidak dapat diuji; atau
 Dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar
dugaan dokumen atau data pendukung lain disembunyikan di suatu
tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas WP tidak
menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya
pemeriksaan; atau
e. Apabila WP yang tidak mendaftarkan diri pada saat kewajiban subjektif dan
kewajiban objektif telah terpenuhi, kepada WP diterbitkan NPWP dan/atau
dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan. Pajak-pajak yang terutang sejak
kewajiban subjektif dan kewajiban objektif telah terpenuhi dapat ditetapkan
dengan SKPKB secara jabatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007, dinyatakan


bahwa dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal
Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang
dibayar berdasarkan:

a) Hasil verifikasi terhadap keterangan lain. Pada pasal 13 ayat (1) butir c UU
KUP disebutkan keterangan lain adalah data konkret yang diperoleh atau
dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi
faktur pajak dan bukti pemotongan PPh. SKPKB dapat juga diterbitkan dalam
hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data di luar data yang disampaikan oleh
WP sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa WP tidak memenuhi
kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 tahun 2011, keterangan lain termasuk:
1) Risalah mengenai data perpajakan terkait dengan WP yang tidak
menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang ditentukan atau dalam
jangka waktu untuk perpanjangan penyampaian SPT dan setelah ditegur
secara tertulis SPT tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran.
2) Risalah mengenai temuan Pemriksaan Bukti Permulaan terkait dengan
pembuatan laporan sumir dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti
Permulaan tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan;
3) Risalah mengenai temuan penyidikan tindak pidana perpajakan dalam hal
penyidikan dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana perpajakan atau karena
peristiwanya telah daluarsa atau tersangka meninggal dunia.
4) Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
terhadap WP yang dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan
atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara;

b) Hasil pemeriksaan terhadap:


1) SPT; atau
2) Kewajiban perpajakan WP karena WP tidak menyampaikan SPT dalam
jangka waktu yang ditentukan atau dalam jangka waktu untuk
perpanjangan penyampaian SPT, dan setelah ditegur secara tertulis SPT
tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran;
c) Hasil pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap:
1) WP yang melakukan perbuatan yang untuk pertama kalinya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar
atau tidak lengkap atau dengan melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara;
2) WP badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan karena tidak
memenuhi kewajiban dalam rangka pemeriksaan pajak, tetapi tidak
ditemukan bukti permulaan bahwa WP melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan.

Walaupun jangka waktu 5 tahun lewat Direktur Jenderal Pajak tetap dapat
menerbitkan SKPKB berdasarkan hasil verifikasi terhadap putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap WP yang dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.

2. Sanksi Administrasi pada SKPKB

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB yang diterbitkan karena:

 WP diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan


 Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain menunjukkan adanya
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

Ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun
pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, terhadap WP yang tidak


mendaftarkan diri pada saat kewajiban subjektif dan kewajiban objektif telah
terpenuhi, dapat diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.
Pajak-pajak yang terutang sejak kewajiban subjektif dan kewajiban objektif telah
terpenuhi dapat ditetapkan dengan SKPKB secara jabatan. Kemudian dalam hal
pengusaha tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,
selain itu harus menyetor PPN yang terutang, pengusaha tersebut juga dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar yang
dihitung sejak berakhirnya masa pajak untuk paling lama 24 bulan.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB yang diterbitkan karena:

 Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan
setelah ditegur secara tertulis tetap tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN
dan PPn.BM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak
atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% yang mengakibatkan pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar
 Apabila kewajiban pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan data dan
informasi sehubungan pelaksanaan pemeriksaan pajak oleh DJP tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

Ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:

 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak
 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut,
tidak atau kurang disetor dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang
disetor
 100% dari PPN dan PPn.BM yang tidak atau kurang dibayar

Penerapan sanksi kenaikan 100% adalah karena beban pajak tersebut sebenarnya
bukan beban WP yang dikenakan sanksi atau dengan kata lain WP yang dikenakan
sanksi tidak menjalankan fungsinya sebagai pemungut atau pemotong pajak.

3. Batas waktu penerbitan SKPKB

Undang-undang menetapkan besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan WP


dalam SPT Masa atau Tahunan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan perpajakan
apabila dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak tidak diterbitkan SKP. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi WP berkenaan dengan
pelaksanaan perpajakan dengan sistem self assessment. SKP adalah surat ketetapan
yang meliputi SKPKB, SKPKBT, SKPN atau SKPLB.

4. Pengecualian batas waktu penerbitan SKPKB

Jumlah pajak yang terutang belum dikeluarkan SKP ketika WP dilakukan penyidikan
tindak pidana perpajakan guna menentukan kerugian penerimaan Negara karena
untuk mengetahui bahwa WP memang benar melakukan tindak pidana perpajakan
harus dibuktikan melalui pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari 5
tahun. Selain itu, ada kemungkinan bahwa WP yang disidik tindak pidana
perpajakannya oleh penyidik PNS di DJP, tetapi di pengadilan tidak dituntut oleh
jaksa penuntut umum dengan sanksi pidana perpajakan. Misalnya WP yang dijatuhi
pidana oleh pengadilan karena melakukan penyelundupan dimana dalam putusan
pengadilan tersebut menunjukkan adanya suatu jumlah obyek pajak yang belum
dikenai pajak.

Apabila WP dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan atau tindak pidana
lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara bedasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam rangka
memperoleh kembali pajak yang terutang, SKPKB masih dibenarkan untuk
diterbitkan, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 tahun telah lampau.

5. SKPKB untuk kealpaan yang pertama kali

WP yang karena kealpaannya:

 Tidak menyampaikan SPT atau


 Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
 Melampirkan keterangan yang isinya tidak benar

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi
pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP tetapi WP tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar
yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB.

Terhadap SKPKB tersebut, WP tidak dapat mengajukan:

 Keberatan
 Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; dan
 Pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar.

Ketetapan pajak ini merupakan ketetapan yang diterbitkan karena kealpaan yang
pertama kali dilakukan WP sehingga bukan merupakan ketetapan pajak hasil
pemeriksaan berdasarkan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan seperti lazimnya
untuk penerbitan SKP dalam pasal 13 dan pasal 15 UU KUP. Oleh karena itu,
ketetapan pajak ini tidak dapat diajukan keberatan ataupun diajukan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi serta pengurangan atau pembatalan SKP yang
tidak benar.

SKPKBT – PASAL 15 KUP

1. Sebab SKPKBT diterbitkan

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5


tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak:

 Apabila ditentukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak


yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan SKPKBT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2011, tindakan pemeriksaan yang menerbitkan SKPKBT termasuk
pemeriksaan ulang terhadap data baru yang semula belum terungkap.
Pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap WP untuk
jenis pajak dan Masa/Tahun Pajak yang telah diperiksa pada pemeriksaan
sebelumnya.
 SKPKBT dapat diterbitkan berdasarkan hasil verifikasi atau Putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap WP yang
dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan atau tindak pidana
lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
 SKPKBT dapat diterbitkan berdasarkan hasil penelitian terhadap keterangan
tertulis dari WP atas kehendak WP itu sendiri dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (3) UU KUP.
 Hasil verifikasi atas data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi faktur pajak
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu SKPKB yang ternyata telah


ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu SKPN ditetapkan lebih
rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya sebagaimana
telah ditetapkan dalam SKPLB, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk
menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

SKPKBT merupakan koreksi atas SKP sebelumnya. SKPKBT baru


diterbitkan apabila sudah pernah diterbitkan SKP. Pada prinsipnya untuk menerbitkan
SKPKBT perlu dilakukan pemeriksaan. Jika SKP sebelumnya diterbitkan
berdasarkan pemeriksaan, perlu dilakukan pemeriksaan ulang sebelum menerbitkan
SKPKBT. Dalam hal SKP sebelumnya diterbitkan berdasarkan keterangan lain,
SKPKBT juga harus diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, tetapi bukan pemeriksaan
ulang. Dengan demikian, SKPKBT tidak akan mungkin diterbitkan sebelum
didahului dengan penerbitan SKP. Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan syarat
adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan pajak yang terutang dalam SKP sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai