NIM : 1801035139
Mata Kuliah : Akuntansi Perpajakan
Kelas : AK/B
Prodi : Akuntansi
TUGAS PERTEMUAN 1
1. Apakah tahun fiskal sama dengan tahun kalender atau tahun buku?
Jawaban :
Tidak sama, tahun fiskal adalah periode bulan dimana sebuah perusahaan memilih
awal dan akhir periode sesuai dengan yang mereka inginkan, misalnya sebuah
perusahaan menetapkan periode laporan keuangannya tanggal 1 Juli 2019 hingga 30 Juni
2020 maka tanggal 30 Juni 2020 merupakan tahun fiskal akhir 2019. Sedangkan tahun
kalender adalah tahun yang terdiri dari 12 bulan berturut-turut yang selalu dimulai pada 1
Januari dan berakhir pada 31 Desember. Tahun buku juga tidak sama dengan tahun
fiskal, tahun buku merupakan tahun pembukuan yang dipergunakan oleh Wajib Pajak
dan biasanya Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang sama dengan tahun kalender.
3. Mengapa Laporan Keuangan Komersial tidak dapat secara langsung untuk melaporkan
SPT?
Jawaban:
Karena dalam pelaporan SPT, Laporan Keuangan yang diperlukan adalah Laporan
Keuangan sistem fiskal. Laporan keuangan komersial umumnya dibuat berdasarkan SAK
yang belum tentu sama dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Oleh
karena itu, laporan keuangan komersial harus melalui koreksi fiskal atau biasa disebut
dengan rekonsiliasi fiskal. Hal ini bertujuan untuk mencocokkan perbedaan yang terdapat
dalam laporan keuangan komersial yang disusun berdasarkan SAK dengan laporan
keuangan yang disusun berdasarkan fiskal, karena nantinya laporan keuangan tersebut
akan dijadikan dasar untuk membuat SPT yang akan dilaporkan ke kantor pajak.
4. Jelaskan perbedaan temporer dan permanen! Berikan masing-masing 5 contoh!
Jawaban:
A. Perbedaan Permanen adalah perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara
Standar Akuntansi Keuangan (Komersial) dengan Ketentuan Perpajakan yang
berlaku umum (Fiskal). Dalam perbedaan permanen timbul dikarenakan secara
perpajakan tidak mengakui adanya biaya-biaya dan pendapatan yang bersifat accrual
(dimana pajak menganut kas basis). Contoh biaya-biaya atau pendapatan yang
termasuk dalam perbedaan permanen adalah sebagai berikut:
a. Natura (Benefit in Kind), pemberian atau imbalan yang diberikan kepada
karyawan berupa barang (dapat dinikmati oleh karyawan), tidak dalam bentuk
uang. Pajak tidak mengakui adanya pemberian natura kepada karyawan.
Contoh: sewa rumah, sembako, seragam, dsb.
b. Sumbangan yang boleh dikurangkan dalam perhitungan pajak penghasilan adalah
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c. Penurunan Nilai Aset, pajak tidak pernah mengakui adanya penurunan nilai aset,
sikarenakan rugi atas penurunan aset tersebut belum benar-benar terjadi (masih
bersifat estimasi atau pencadangan).
d. Pendapatan Bunga, tidak akui oleh pajak atau dikoreksi fiskal dikarenakan pajak
atas pendapatan bunga adalah bersifat final sehingga pendapatan bunga dan pajak
pendapatan bunga tersebut harus dikoreksi secara fiskal dan tidak boleh
diperhitungkan lagi dalam penghasilan kena pajak.
e. Biaya Promosi, yang dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak penghasilan
adalah biaya promosi yang didukung bukti pemasangan iklan untuk promsi,
pembuatan barang-barang untuk promosi, dsb.
Kas biasanya ditempatkan pada urutan teratas dari aset karena kas adalah alat
pembayaran dan bagian dari aktiva yang paling likuid, yang dapat dipergunakan segera untuk
memenuhi kewajiban finansial perusahaan. Kas dapat berupa uang tunai atau simpanan pada
Bank yang dapat digunakan dengan segera dan diterima sebagai alat pembayaran sebesar
nilai nominalnya, seperti uang kertas dan logam, check dan bilyet giro, simpanan di Bank
dalam bentuk giro dan lain-lain. Dalam PSAK No 2 dijelaskan bahwa seara kas adalah
investasi yang sifatnya likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas
dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Pada
umumnya, hanya investasi dengan jauh tempo asli tiga bulan kurang yang memenuhi syarat
sebagai setara kas.
Untuk tujuan pengendalian kas, perusahaan bianya melakukan pemisahan dana antara
kas kecil dan kas besar. Dalam kas kecil dikenal dua sistem, yaitu:
1. Imprest fund system, yaitu sistem dana tetap dengan pencatatan transaksi dan mutasi
dana kas kecil dilakukan pada saat penggantian dana.
2. Fluctuating fund system, yaitu sistem dana berfluktuasi dengan pencatatan transaksi dan
mutasi dana setiap saat.
Wajib Pajak dapat memilih salah satu dari kedua sistem di atas dan semua itu
diserahkan sepenuhnya pada praktik pembukuan Wajib Pajak. Yang tidak termasuk dalam kas
dan setara kas, baik menurut akuntansi komersial dan akuntansi perpajakam adalah sebagai
berikut
1. Deposito yang jatuh temponya lebih dari tiga bulan.
2. Perangko dan materai.
3. Kas bon atau uang muka.
4. Cek mundur atau cek kosong.
Untuk keperluan penyusunan neraca komersial dan neraca fiskal, kas dilaporkan
sebesar nilai nominal. Kas di perlakukan tidak jauh berbeda baik menggunakan akuntansi
komersial maupun perpajakan. Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci mengenai
teknik dan metode pembukuan kas dan bank. Oleh karena itu, praktik akuntansi komersial
yang mengatur tentang teknik dan metode pembukuan kas dapat diikuti sepenuhnya.
INVESTASI PADA EFEK TERTENTU
Menurut SAK ETAP efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi
kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Efek utang adalah efek
yang menunjukkan hubungan hutang piutang antara kreditor dengan entitas yang menerbitkan
efek. Efek ekuitas adalah efek yang menunjukkan hak kepemilikan atas suatu ekuitas, atau
hak untuk memperoleh (misalnya: waran, opsi beli) atau hak untuk menjual (misalnya opsi
jual) kepemilikan tersebut dengan harga yang telah atau akan ditetapkan.
Pada saat pemerolehan, perusahaan harus mengklasifikasikan efek utang dan efek
ekuitas ke dalam salah satu dari tiga kelompok berikut ini:
a. Dimiliki hingga jatuh tempo (held to maturity)
Surat berharga utang yang diklasifikasi sebagai HTM hanya apabila perusahaan
mempunyai niat untuk memiliki efek tersebut sampai dengan jatuh tempo. Jika perusahaan
mempunyai maksud untuk memiliki efek utang hingga jatuh tempo, maka investasi dalam
efek utang tersebut harus diklasifikasikan dalam kelompok “dimiliki hingga jatuh tempo” dan
disajikan dalam neraca sebesar biaya perolehan setelah amortisasi premi atau diskonto
(Kieso, Weygand, dan Warfield, 2007:840-841).
b. Efek “diperdagangkan” (trading)
Efek “diperdagangkan” adalah surat berharga dalam bentuk utang ataupun saham yang
dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali dalam periode singkat (kurang dari 3 bulan atau
mungkin diukur dalam hitungan hari). Investasi utang yang dikelompokkan dalam kelompok
“trading” diukur sebesar nilai wajarnya dalam neraca. Efek yang dibeli dan dimiliki untuk
dijual kembali dalam waktu dekat, harus diklasifikasikan dalam kelompok Efek
“diperdagangkan” (SAK-ETAP, 2009:46-47).
c. Efek “tersedia untuk dijual” (available for sale)
Efek “tersedia untuk dijual” adalah investasi dalam bentuk utang maupun ekuitas yang
termasuk dalam kategori AFS dilaporkan sebesar fair values dalam neraca.
Keuntungan/kerugian yang belum direalisasi terkait perubahan fair value akan dicatat dalam
akun unrealizes gain or losses (bagian dari Laporan Laba Rugi dilaporkan dalam ekuitas).
Perubahan fair value itu tiak akan dilaporkan sebagai bagian dari net income sampai investasi
tersebut dijual. Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009:47) efek yang diklasifikasikan dalam
kelompok “trading” dan dalam kelompok HTM, maka harus di klasifikasikan kedalam
kelompok AFS.
Penyajian Efek dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo dan efek dalam kelompok
tersedia untuk dijual disajikan sebagai aktiva lancar atau aktiva tidak lancar berdasarkan
keputusan manajemen. Khusus untuk efek utang dalam kelompok dimiliki hingga jatuh
tempo dan kelompok tersedia untuk dijual yang jatuh tempo pada tahun berikutnya harus
dikelompokkan sebagai aktiva lancar. Sedangkan pengungkapannya Efek dalam kelompok
tersedia untuk dijual dan kelompok dimiliki hingga jatuh tempo.
Sesuai dengan penjelasan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 10 ayat (6) penilaian
investasi pada efek tertentu menurut perpajakna didasarkan pada perolehannya, ditentukan
bahwa penilaian sekuritas hanya boleh menggunakan harga perolehan. Sedangkan keunungan
atau kerugian karena penjualan/pengalihan saham hendaknya berpegang kepada keentuan UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1), yaitu sebesar selisih antara harga jual dengan
harga perolehan.