Anda di halaman 1dari 13

Tingkat salinitas tanah bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, bahkan dan satu

lokasi pun bisa bervariasi. Perbedaan tingkat salinitas tanah dapat disebabkan oleh tingkat
penutupan vegetasi, pengaruh penggenangan air laut, bencana alam tsunami, tingginya
kandungan garam di dalam tanah, pengairan/irigasi dengan air yang mengandung garam-
garaman tinggi dan faktor iklim (terutama curah hujan). Untuk mengatasi dampak buruk yang
bisa ditimbulkan akibat salinitas tanah pada suatu lokasi maka perlu dilakukan pendugaan
dan pengukuran salinitas tanah. Dengan usaha ini, maka dapat ditempuh langkah-langkah
pengelolaan tanah yang tepat dan mengurangi kerugian ekonomi.

Pengukuran salinitas tanah dapat dilakukan dengan cara pengambilan sampel tanah untuk
diekstrak dan dianalisis di laboratorium dengan cara mengukur daya hantar listriknya
(electric conductivity/EC). Cara kedua adalah dengan pengukuran langsung di lapangan
menggunakan alat induksi elektromagenetik (EM38). Alat tersebut diletakkan pada tanah
dengan posisi tegak untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman lebih dari 45 cm dan
diletakkan dengan posisi tidur untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman kurang dari 45 cm.
Hasil pengukuran ini dipakai untuk menaksir tingkat salinitas di daerah tersebut (Slavish dkk,
2006). Hubungan tingkat salinitas dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh tingkat salinitas pada tanaman (Follet et al, 1981 dalam Sipayung, 2003)

o Tingkat salinitas Konduktivitas (mmhos) Pengaruh terhadap tanaman


1 Non salin 0–2 Dapat diabaikan
2 Rendah 2–4 Tanaman yaang peka terganggu
3 Sedang 4–8 Kebanyakan tanaman terganggu
4 Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum terganggu
5 Sangat tinggi > 16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran
yang dapat tumbuh

Tabel 2. Pendugaan tingginya derajat keasaman (pH), salinitas atau sodisitas di lapangan

N
Permasalahan Gejala potensial
o
Terjadi kekurangan unsur-unsur hara yang dicirikan dengan tanaman
1 Tingginya pH
tumbuh kerdil dan menguning atau hijau tua sampai keungu-unguan
Terdapat kerak berwarna putih di permukaan tanah

2 Tanah salin Tanaman mengalami cekaman air (water stress)

Bagian ujung daun seperti terbakar


Daun-daun tanaman seperti terbakar
Pengairan dengan air yang
3 Pertumbuhan sangat lambat
berkadar garam tinggi
Tanaman mengalami cekaman kelembaban (moisture stress)
Darainase tidak baik, banyak mengandung kerak

Kemampuan infiltrasi air rendah


4 Tanah sodik
Terdapat residu berbentuk tepung yang berwarna gelap pada permukaan
tanah

Tanaman kerdil dan bagian tepi daun terbakar


5 Tanah salin-sodik Umumnya menunjukkan gejala yang sama dengan tanah salin
Sumber : Waskom (2003)
Dibawah kondisi alamiah, tumbuhan tinggi daratan mendapati konsentrasi garam tinggi dekat
dengan pantai dan estuari dimana air laut dan air tawar bercampur atau saling menggantikan
sesuai pasang surut air laut. Jauh kedarat, rembesan garam alamiah dari deposit marin
geologi  dapat mengalir ke daerah didekatnya yang menjadikan daerah itu tidak dapat dipakai
untuk pertanian. Akan tetapi suatu masalah yang jauh lebih ekstensif pada pertanian adalah
akumulasi garam dari air irigasi.
            Evaporasi dan transpirasi memindahkan air murni ( sebagai uap) dari tanah, dan
kehilangan air ini mengkonsentrasian solute dalam tanah. Ketika air irigasi mengandung
konsentrasi solute yang tinggi dan ketika tidak ada peluang untuk membilas keluar garam
yang terakumulasi kepada suatu system drainase, maka garam dapat dengan cepat mencapai
tingkat mencederai pada jenis yang sensitif. Diperkirakan sepertiga dari tanah irigasi di dunia
terpengaruh oeh garam.
            Dalam seksi ini kita diskusikan bagaimana fungsi tumbuhan dipengaruhi oleh salinitas
air dan tanah, dan kita bahas proses yang membantu tumbuhan menghindari cekaman
salinitas.

Akumulasi Garam di Tanah Menganggu Fungsi Tumbuhan dan Struktur Tanah


            Dalam mendiskusikan pengaruh garam di tanah, kita membedakan antara konsentrasi
yang tinggi dari Na+, yang disebut sebagai sodisitas, dan konsentrasi yang tinggi dari garam
total, yang disebut sebagai salinitas. Dua konsep ini sering berkaitan tetapi pada beberapa
daerah Ca2+, Mg2+, dan SO42- , begitu juga NaCl dapat memberikan kontribusi substansial
pada salinitas. Konsentrasi Na+ yang tinggi dari tanah yang sodik dapat bukan saja
mencederai tumbuhan secara langsung tetapi juga mendegradasikan struktur tanah, menurun
porositas, dan permeabilitas air. Tanah liat sodik yang diketahui sebagai caliche begitu keras
dan tidak permiabel sehingga dinamit kadang2 diperlukan untuk menggali tanah ini.
            Di lapangan salinitas air tanah atau air irigasi diukur dlm konduktivitas listriknya atau
dalam potensi osmosisnya. Air murni adalah konduktor arus listrik yang buruk; konduktivitas
dari suatu sampel air disebabkan karena ion ion yang terlarut  didalamnya. Makin tinggi
konsentrasi garam dalam air, makin besar konduktan listriknya dan makin rendah potensi
osmosis ( maki tinggi tekanan osmosisnya).

Tabel 1. Sifat air laut dan air irigasi yang baik


Sifat Air Laut Air Irigasi
Konsentrasi ion (mM)
Na+ 457 ‹2.0
K+ 9.7 ‹1.0
Ca++ 10 0.5 – 2.5
Mg++ 56 0.25 – 1.0
Cl- 536 ‹2.0
SO42- 28 0.25 – 2.5
HCO3- 2.3 ‹1.5
Potensi osmotik (MPa) -2.4 -0.039
Garam total terlarut (mg l-1 atau ppm) 32,000 500

            Kualitas air irigasi di daerah semiarid dan arid sering buruk. Di Amerika Serikat
kandungan garam pada ujung alir sungai Colorado hanya 50 mgL -1, tetapi kira2 2000 km
kearah hilir , di California Selatan, kandungan garam dari sungai yang sama mencapai kira2
900 mgL-1, cukup untuk menghambat pertumbuhan beberapa tanaman yang sensitif garam;
seperti jagung. Air dari beberapa sumur yang dipakai untuk irigasi di Texas mungkin
mengandung sebanyak 2000 – 3000 mg garam L-1. Aplikasi tiap tahun dari air irigasi yang
berjumlah 1 m dari sumur yang demikan ini akan menambah 20-30 ton garam per hektar ke
tanah. Tingkat garam seperti ini sangat merusak pada tanaman budidaya kecuali beberapa
yang paling resistan.

Salinitas Menekan Pertumbuhan dan Fotosintesis pada Jenis yang Sensitif.


            Tumbuhan dapat dibagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan responnya pada 
konsentrasi tinggi garam. Halofita (Halophytes) adalah tumbuhan yang asli pada tanah2 salin
dan menyelesaikan siklus hidupnya pada lingkungan yang demikian ini. Glikofita (
Glycophytes- secara leterlek ”tumbuhan manis”) atau non halofita yang tidak mampu untuk
menahan garam sederajat  halofita. Biasanya ada ambang konsentrasi dari garam garam
diatas tadi dimana glikofita mulai menampakkan tanda hambatan pertumbuhan, perubahan
warna daun, dan kehilangan bobot kering.
            Diantara tanaman budidaya jagung, bawang merah, jeruk, pekan, selada, dan buncis
adalah sangat sensitif terhadap garam, kapas dan barley toleran moderat; dan gula bit, kurma,
adalah sangat toleran. Beberapa jenis yang sangat toleran terhadap garam seperti Suaela
maritima (tumbuhan pada air asin), dan Atriplex nummularia (semak garam), mmperlihatkan
stimulasi pertumbuhan pada konsentrasi Cl-beberapa kali lebih besar dari tingkat letal bagi
tanaman yang sensitif.
Cedera Garam Melibatkan kedua  Pengaruh Osmosis dan Ion Spesifik.
            Solut terlarut pada zona perakaran menimbulkan potensi osmosis yang rendah (lebih
negatif) yang menurunkan potensi air tanah. Keseimbangan air secara umum dari tumbuhan
dengan demikian terpengaruh sebab daun perlu untuk mengembangkan potensi air yang
bahkan lebih rendah untuk menjaga gradien yang menurun dari potensi air antara tanah dan
daun. Pengaruh dari solut terlarut ini mirip dengan pengaruh dari defisit air tanah, dan
sebagian besar tumbuhan merespon tingkat berlebihan dari salinitas tanah ini dengan jalan
yang sama seperti digambarkan sebelumnya pada defisit air.
            Suatu perbedaan besar antara lingkungan–potensi-air-rendah yang disebabkan oleh
salinitas versus desikasi tanah adalah jumlah air yang tersedia. Dalam desikasi tanah
sejumlah air tertentu dapat diperoleh dari profil tanah oleh tumbuhan yang menyebabkan
penurunan yang terus menerus dari potensi air. Pada sebagian besar lingkungan yang salin
sejumlah besar air tersedia pada potensi air yang konstan dan rendah.
            Yang sangat penting disini adalah fakta bahwa sebagian besar tumbuhan dapat
mengatur secara osmosis ketika tumbuh pada tanah salin. Pengaturan yang demikian
mencegah hilangnya turgor (yang akan memperlambat pertumbuhan sel) sementara
menghasilkan potensi air yang lebih rendah, tetapi tumbuhan2 ini sering berlanjut tumbuh
lebih lambat setelah pengaturan ini untuk alasan yang tidak diketahui, yang sangat mengusik
karena tidak terkait dengan turgor yang tidak cukup.
           
Gambar 6. Pertumbuhan beberapa species dengan perlakuan salinitas relatif terhadap kontrol yang tidak
diperlakukan dengan salinitas. Kurva yang membagi wilayah itu didasarkan pada data dari species berbeda.
Tumbuhan ditumbuhkan selama 1- 6 bulan

Disamping respon tumbuhan terhadap potensi air rendah, pengaruh toksisitas ion
spesifik juga terjadi ketika konsentrasi cedera dari ion ion terutama Na +, Cl-, atau SO42-,
terakumulasi dalam sel. Dibawah kondisi non-salin sitosol dari sel tumbuhan tinggi
mengandung 100 samai 200 mM K+ dan 1 sampai 10 mM Na+, suatu lingkungan ionik
dimana banyak ensim berfungsi optimal. Suatu rasio tinggi abnormal dari Na+ dan K+ dan
konsentrasi yang tinggi dari total garam menginaktivasi ensim dan menhambat sintesis
protein. Pada konsentrasi yang tinggi Na+ dapat mengganti Ca++ dari membran plasma 
rambut akar kapas , yang mengkibatkan suatu  perubahan  permiabilitas membran plasma
yang dapat dideteksi sebagai kebocoran K+ dari sel.
            Fotosintesis terhambat ketika konsentrasi tinggi Na+  dan/atau Cl- terakumulasi dalam
kholoplast. Karena transpor elektron fotosintesis nampaknya relatif tidak sensitif  terhadap
garam, metabolisme karbon atau fosforilisasi mungkin yang terpengaruh. Ensim yang
diekstrak dari jenis yang tahan garam, adalah sensitif pada adanya NaCl seperti ensim dari
glikofita yang sensitif terhadap garam. Olehkarena itu resistensi halofita pada garam bukan
sebagai konsekuensi dari metabolisme  resisten garam. Sebaliknya ada mekanisme lain yang
berperan penting menghindari cedera garam.

Tumbuhan menggunakan Strategi berbeda untuk Menghindari Cedera Garam


            Tumbuhan meminimalkan cedera garam dengan mengeluarkan garam dari meristem,
terutama pada tajuk, dan dari daun yang secara aktif berekspansi dan berfotosintesis. Pada
tumbuhan yang sensitif terhadap garam, resistensi terhadap level moderat dari salinitas pada
tanah tergantung sebagian pada kemampuan akar untuk mencegah ion yang secara potensial
merusak itu untuk tidak sampai tajuk.
            Ingat bahwa pita Caspari memberikan suatu hambatan pada gerakan ion kedalam
xylem. Untuk menghindari pita Caspari ion ion itu perlu bergerak dari jalur apoplast kedalam
jalur simpalst menyeberangi membran sel. Transisi ini memberikan pada tumbuhan yang
resisten terhadap garam suatu mekanisme untuk secara parsial menolak ion ion yang dapat
merusak.
            Ion sodium masuk kedalam akar secara pasif (bergerak kearah yang lebih rendah
mengikuti gradien potensi  elektrokimia ) sehingga sel akar harus menggunakan energi untuk
mengeluarkan Na+ secara aktif kembali kedalam larutan diluar sel. Sebaliknya, Cl - dicegah
masuk dengan potensi listrik negatif dari membran sel, dan permeabilitas yang rendah dari
membran plasma akar terhadap ion ini. Grakan ion Na + kedalam daun lebih lanjut
diminimalkan oleh absorpsi Na+ aliran transpirasi (cairan xylem) dalam gerakannya dari akar
ke tajuk dan daun.
            Beberapa tumbuhan resiten garam, seperti cedar garam (Tamarix sp.), dan semak
garam (Atriplex sp.) tidak mencegah masuk ion di akar, tetapi sebaliknya mempunyai
kelenjar garam pada permukaan daunnya. Ion itu ditransportasikan kekelenjar, dimana garam
itu mengkristal dan tidak berbahaya lagi. Umumnya halofita mempunyai kapasitas yang lebih
besar daripada glikofita untuk akumulasi ion pada sel tajuk.
            Meskipun beberapa tumbuhan, seperti bakau, tumbuh pada lingkungan  salin dengan
suplai air berlimpah kemampuan untuk memperoleh air demikian itu memerlukan bahwa
mereka membuat penyesuaian osmosis untuk memperoleh air dari lingkungan eksternal
dengan potensi air yang rendah. Seperti telah dikupas sebelumnya dalam kaitannya dengan
kekurangan air ( water deficit), sel tumbuhan menyesuaikan potensi airnya (Ψ w) sebagai
respon terhadap cekaman osmosis dengan menurunkan potensi solutnya (Ψs). Dua proses
interseluler memberikan kontribusi pada penurunan Ψs : akumulasi ion dalam vakuola dan
sintesis solut kompatibel dalam sitosol.
            Seperti telah disebutkan sebelumnya solut kompatibel meliputi glisin betain ( Glycine
Betaine), prolin, sorbitol, mannitol, pinitol, dan sukrosa. Famili tumbuhan tertentu cenderung
memakai satu atau dua senyawa tersebut dalam preferensinya daripada yang lain. Jumlah
karbon yang dipakai untuk sintesis dari solut organik ini dapat cukup besar ( kira2 10%dari
bobot tumbuhan). Pada vegetasi natural diversi karbon untuk menyesuaikan potensi air tidak
mempengaruhi survival, tetapi pada tanaman pertanian, ini dapat menurunkan pertumbuhan
dan karena itu biomassa total serta hasil yang dapat dipanen.
Banyak halofita menunjukkan pertumbuhan optimum pada tingkat salinitas yang moderat,
dan optimum ini berkorelasi dengan kapasitas untuk mengakumulasi ion dalam vakuola,
dimana mereka dapat memberikan kontribusi pada potensi osmosis sel tanpa merusak ensim
yang sensitif terhadap garam. Dalam derajat yang lebih kecil proses ini juga terjadi pada
glikofita yang lebih sensitif terhadap garam, tetapi penyesuaian mungkin lebih lambat.  
            Disamping membuat penyesuaian pada potensi air, tumbuhan yang menyesuaikan
pada cekaman garam mengalami aklimasi terkait dengan cekaman osmotik yang
digambarkan sebelumnya untuk kekurangan air (water deficit).  Cotohnya, tumbuhan yang
diperlakukan pada cekaman garam dapat mengurangi luas permukaan daun dan/atau
meluruhkan daun melalui absisi daun seperti episode cekaman osmotik. Disamping itu
perubahan pada ekspresi gen yang berhubungan dengan cekaman osmotik adalah sama terkait
dengan cekaman salinitas. Tetapi harus diingat, bahwa disamping aklimasi pada lingkungan
dengan potensi air rendah, tumbuhan yang mengalami cekaman salinitas harus mengatasi
toksisitas dari konsentrasi ion tinggi terkait dengan cekaman salinitas.

Eksklusi Ion adalah Kritikal untuk Aklimasi dan Adaptasi terhadap Cekaman Salinitas
            Dalam istilah energi metabolik, pemakaian ion untuk mengimbangi potensi air
jaringan pada lingkungan salin jelas mempunyai biaya energi yang lebih rendah untuk
tumbuhan daripada pemakaian karbohidrat atau asam amino, produksi mana mempunyai
biaya energi yang lebih tinggi secara signifikan. Pada sisi yang lain, konsentrasi ion yang
tinggi adalah toksik untuk banyak ensim sitosol, sehingga ion2 itu harus diakumulasi didalam
vakuola untuk meminimalkan konsentrasi toksik dalam sitosol.
            Olehkarena NaCl adalah garam yang paling melimpah yang ditemui oleh tumbuhan
dibawah cekaman garam, sistem transport yang memfasilitasi kompartemenasi dari Na +
kedalam vakuola adalah kritikal. Keduanya Ca2+ maupun K+ mempengaruhi konsentrasi Na+
intraseluler. Pada konsentrasi yang tinggi dari Na+, K+  absorpsi melalui transporter afinitas
tinggi Na+- K+ , HKTI, dihambat dan transporter beroperasi seperti sistem absorpsi Na +.
Sebaliknya kalsium memperkuat  selektivitas K+/ Na+ dan dengan demikian menambah
toleransi garam

Gambar 7.Protein transpor pada membran memediasi transpor Na, K, dan Ca selama
cekaman salinitas.  SOS1, antiport Na+/H+ membran plasma; ACA, Ca++/ATPase membran
plasma/tonoplas; KUP1/TRH1, Co-transporter afinitas tinggi K+-H+; at HKT1, transporter
masuk Na+ ; AKT1, Channel K+ masuk;  NSCC, non selective cation channel; CAX1 atau 2,
antiporter Ca++/H+; at NHX1,2 atau 5 antiporter Na+/H+ endomembran. Dalam gambar
diperlihatkan juga protein yang diimplikasikan dalam homeostasis ion, tetapi identitas
molekulnya belum diketahui atau belum dikonfirmasi. Ini meliputi protein channel Ca pada
membran plasma maupun pada tonoplas, Pompa proton ATPase vakuola, dan
pyrophosphatase. Perbedaan potensi membran pada membran plasma adalah tipial antara 120
-200 mV, negatif didalam sedang pada tnoplas 0-20 mV positif dalam vakuola.

Sodium Ditransportasikan Melewati Membran Plasma dan Tonoplas


Seperti telah didiskusikan pada bab transpor solut, pompa H+ pada membran plasma
dan tonoplas menjadikan daya pendorong (H+ potensi elektrokimia) untuk transpor sekunder
dari ion. ATPase terutama bertanggung jawab pada ∆ pH yang besar dan gradien potensi
membran pada membran plasma. H+-ATPase vakuola menimbulkan ∆ pH dan potensi
membran pada tonoplas.
Aktivitas dari pompa pompa ini diperlukan untuk transpor sekunder dari kelebihan
ion terkait dengan respon tumbuhan terhadap cekaman salinitas. Hal ini ditunjukkan oleh
penemuan bahwa aktivitas pompa H+ naik dengan salinitas dan ekspresi gen yang diindus
(induced) merupakan sebagian dari regulasi naik.
Transport (keluar) Na+ yang energy dependent  dari sitosol sel tumbuhan melewati
membran plasma dimediasikan oleh produk gen SOS1 (Salt Overly Sensitive 1) yang
berfungsi sebagai Na+- H+ antiporter. Antiporter SOS1 diregulat (regulated) oleh produk gen
dari setidaknya dua gen lainnya, yang disebut sebagai SOS2 dan SOS3. SOS2 adalah
serine/threonie kinase yang nampaknya diaktivasi oleh kalsium melalui fungsi SOS3 , 
sebuah phosphatase protein yang Ca-regulaed.
Kompartemenasi vakuola dari Na+ akibat sebagian dari aktivitas keluarga antiporter
Na+-H+, seperti AtNHX1 Arabidobsis. Arabidopsis transgenik dan tanaman tomat yang
mengekspresikan gen yang mensandi AtNHX1 memperlihatkan toleransi garam yang
diperkuat. Penemuan molekuler ini contoh lain dari begitu banyak informasi yang timbul dari
studi tumbuhan trasgenik, pengurutan (sequencing) gen, dan karakterisasi protein.
Gambar 8. Regulasi homeostasis ion dengan lintasan transduksi signal SOS, cekaman
garam, dan level kalsium. Garis panah merah menunjukkan regulasi positif dari protein
transpor yang terpengaruh, sedang panah biru mengindikasikan regulasi negatif. Protein yang
diperlihatkan dalam warna kuning diaktivasi oleh cekaman salinitas. SOS1, antiporter
Na+/H+ pada membran plasma; SOS2, serine/threonine kinase; SOS3, protein pengikat Ca++
; HKTI, transporter Na kedalam; AKTI, channel K+ masuk; NSCC, Non selestive cation
channel; NHX1,2 atau 5.transporter Na+/H+ endomembran; diperlihatkan dalam wrna orange
adalah protein channel Ca yang belum dideterminasi; Cekaman salinitas mengaktivasi
channels kalsium yang menyebabkan kenaikkan kalsium sitosol yang mengaktivasi rangkaian
SOS melaluli SOS3. Rangkaian SOS harus meregulat negatif KHTI yang berikutnya
meregulat AKTI secara sekunder. Pada saat yang sama rangkaian SOS menaikkan aktivitas
SOS1 dan AKTI. Bekerja melalui faktor transkripsi yang belum diketahui rangkaian SOS
menaikkan trnskripsi gen SOS1 sementara menurunkan transkripsi gen NHX. Pada level
kalsium rendah NSCC dapat berfungsi sebagai sistem masuk alternatif dari sodium, tetapi
transporter ini dihambat pada level kalsium tinggi. Perbedaan potensi membran pada
membran plasma tipikal 120 – 200 mV, didalam negatif, sedang tonoplast adalah 0 – 20 mV
didalam positif.

Anda mungkin juga menyukai