lokasi pun bisa bervariasi. Perbedaan tingkat salinitas tanah dapat disebabkan oleh tingkat
penutupan vegetasi, pengaruh penggenangan air laut, bencana alam tsunami, tingginya
kandungan garam di dalam tanah, pengairan/irigasi dengan air yang mengandung garam-
garaman tinggi dan faktor iklim (terutama curah hujan). Untuk mengatasi dampak buruk yang
bisa ditimbulkan akibat salinitas tanah pada suatu lokasi maka perlu dilakukan pendugaan
dan pengukuran salinitas tanah. Dengan usaha ini, maka dapat ditempuh langkah-langkah
pengelolaan tanah yang tepat dan mengurangi kerugian ekonomi.
Pengukuran salinitas tanah dapat dilakukan dengan cara pengambilan sampel tanah untuk
diekstrak dan dianalisis di laboratorium dengan cara mengukur daya hantar listriknya
(electric conductivity/EC). Cara kedua adalah dengan pengukuran langsung di lapangan
menggunakan alat induksi elektromagenetik (EM38). Alat tersebut diletakkan pada tanah
dengan posisi tegak untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman lebih dari 45 cm dan
diletakkan dengan posisi tidur untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman kurang dari 45 cm.
Hasil pengukuran ini dipakai untuk menaksir tingkat salinitas di daerah tersebut (Slavish dkk,
2006). Hubungan tingkat salinitas dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh tingkat salinitas pada tanaman (Follet et al, 1981 dalam Sipayung, 2003)
Tabel 2. Pendugaan tingginya derajat keasaman (pH), salinitas atau sodisitas di lapangan
N
Permasalahan Gejala potensial
o
Terjadi kekurangan unsur-unsur hara yang dicirikan dengan tanaman
1 Tingginya pH
tumbuh kerdil dan menguning atau hijau tua sampai keungu-unguan
Terdapat kerak berwarna putih di permukaan tanah
Kualitas air irigasi di daerah semiarid dan arid sering buruk. Di Amerika Serikat
kandungan garam pada ujung alir sungai Colorado hanya 50 mgL -1, tetapi kira2 2000 km
kearah hilir , di California Selatan, kandungan garam dari sungai yang sama mencapai kira2
900 mgL-1, cukup untuk menghambat pertumbuhan beberapa tanaman yang sensitif garam;
seperti jagung. Air dari beberapa sumur yang dipakai untuk irigasi di Texas mungkin
mengandung sebanyak 2000 – 3000 mg garam L-1. Aplikasi tiap tahun dari air irigasi yang
berjumlah 1 m dari sumur yang demikan ini akan menambah 20-30 ton garam per hektar ke
tanah. Tingkat garam seperti ini sangat merusak pada tanaman budidaya kecuali beberapa
yang paling resistan.
Disamping respon tumbuhan terhadap potensi air rendah, pengaruh toksisitas ion
spesifik juga terjadi ketika konsentrasi cedera dari ion ion terutama Na +, Cl-, atau SO42-,
terakumulasi dalam sel. Dibawah kondisi non-salin sitosol dari sel tumbuhan tinggi
mengandung 100 samai 200 mM K+ dan 1 sampai 10 mM Na+, suatu lingkungan ionik
dimana banyak ensim berfungsi optimal. Suatu rasio tinggi abnormal dari Na+ dan K+ dan
konsentrasi yang tinggi dari total garam menginaktivasi ensim dan menhambat sintesis
protein. Pada konsentrasi yang tinggi Na+ dapat mengganti Ca++ dari membran plasma
rambut akar kapas , yang mengkibatkan suatu perubahan permiabilitas membran plasma
yang dapat dideteksi sebagai kebocoran K+ dari sel.
Fotosintesis terhambat ketika konsentrasi tinggi Na+ dan/atau Cl- terakumulasi dalam
kholoplast. Karena transpor elektron fotosintesis nampaknya relatif tidak sensitif terhadap
garam, metabolisme karbon atau fosforilisasi mungkin yang terpengaruh. Ensim yang
diekstrak dari jenis yang tahan garam, adalah sensitif pada adanya NaCl seperti ensim dari
glikofita yang sensitif terhadap garam. Olehkarena itu resistensi halofita pada garam bukan
sebagai konsekuensi dari metabolisme resisten garam. Sebaliknya ada mekanisme lain yang
berperan penting menghindari cedera garam.
Eksklusi Ion adalah Kritikal untuk Aklimasi dan Adaptasi terhadap Cekaman Salinitas
Dalam istilah energi metabolik, pemakaian ion untuk mengimbangi potensi air
jaringan pada lingkungan salin jelas mempunyai biaya energi yang lebih rendah untuk
tumbuhan daripada pemakaian karbohidrat atau asam amino, produksi mana mempunyai
biaya energi yang lebih tinggi secara signifikan. Pada sisi yang lain, konsentrasi ion yang
tinggi adalah toksik untuk banyak ensim sitosol, sehingga ion2 itu harus diakumulasi didalam
vakuola untuk meminimalkan konsentrasi toksik dalam sitosol.
Olehkarena NaCl adalah garam yang paling melimpah yang ditemui oleh tumbuhan
dibawah cekaman garam, sistem transport yang memfasilitasi kompartemenasi dari Na +
kedalam vakuola adalah kritikal. Keduanya Ca2+ maupun K+ mempengaruhi konsentrasi Na+
intraseluler. Pada konsentrasi yang tinggi dari Na+, K+ absorpsi melalui transporter afinitas
tinggi Na+- K+ , HKTI, dihambat dan transporter beroperasi seperti sistem absorpsi Na +.
Sebaliknya kalsium memperkuat selektivitas K+/ Na+ dan dengan demikian menambah
toleransi garam
Gambar 7.Protein transpor pada membran memediasi transpor Na, K, dan Ca selama
cekaman salinitas. SOS1, antiport Na+/H+ membran plasma; ACA, Ca++/ATPase membran
plasma/tonoplas; KUP1/TRH1, Co-transporter afinitas tinggi K+-H+; at HKT1, transporter
masuk Na+ ; AKT1, Channel K+ masuk; NSCC, non selective cation channel; CAX1 atau 2,
antiporter Ca++/H+; at NHX1,2 atau 5 antiporter Na+/H+ endomembran. Dalam gambar
diperlihatkan juga protein yang diimplikasikan dalam homeostasis ion, tetapi identitas
molekulnya belum diketahui atau belum dikonfirmasi. Ini meliputi protein channel Ca pada
membran plasma maupun pada tonoplas, Pompa proton ATPase vakuola, dan
pyrophosphatase. Perbedaan potensi membran pada membran plasma adalah tipial antara 120
-200 mV, negatif didalam sedang pada tnoplas 0-20 mV positif dalam vakuola.