Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis (UU RI No. 36 Tahun 2009).
Kesehatan dapat dipengaruhi oleh cara individu melaksanakan kesehatan,
misalnya kebiasaan makan yang buruk dan sedikit atau tidak pernah
berolahraga. Selain cara individu melaksanakaan kesehatan, kesehatan
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain.

Faktor lain yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor lingkungan,


faktor keturunan, faktor pelayanan kesehatan, faktor perilaku. Faktor
perilaku mempunyai dampak yang begitu besar bagi kesehataan manusia
(Unicef, 2010). Meningkatnya pemahaman penduduk tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan, menyebakan derajat kesehatan penduduk
mengalami peningkatan.

Seiring dengan meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan


penduduk, maka struktur umur penduduk Indonesia juga mengalami
peningkatan sebagai dampak meningkatnya usia harapan hidup. Hal ini
berpengaruh terhadap jumlah dan persentase penduduk lanjut usia yang
terus meningkat. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia
membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lanjut usia (B2P3KS
Yogyakarta, 2015).

1
2

Pertumbuhan lansia di Indonesia lebih cepat dibandingkan negara-negara


lain. Diperkirakan Indonesia akan mengalami aged population boom pada
dua dekade permulaan abad 21 ini. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
jumlah dan proporsi penduduk lansia secara signifikan. Menurut Data
BPS, pada tahun 1970 populasi penduduk lansia 5,3 juta jiwa (4,48% dari
total penduduk), pada tahun 1990 meningkat menjadi 12,7 juta jiwa (6,29
%), tahun 2010 menjadi 23 juta (10%). Diperkirakan pada tahun 2020,
jumlah lansia akan meningkat menjadi 28,8 juta orang (11,34%). Pada
tahun 2012, Indonesia termasuk negara Asia ketiga dengan jumlah absolut
populasi di atas 60 tahun terbesar,setelah China (200 juta), India (100 juta)
dan menyusul Indonesia (25 juta). Bahkan diperkirakan, pada tahun 2050
jumlah lanjut usia Indonesia mencapai 100 juta (B2P3KS Yogyakarta,
2015). Mengenai Peningkatan jumlah penduduk lansia, terdapat faktor-
faktor yang beperan penting dalam peningkatan jumlah lansia tersebut.

Fatmah (2010), mengatakan perbaikan status kesehatan akibat kemajuan


teknologi dan penelitian-penelitian kedokteran, perbaikan status gizi,
peningkatan usia harapan hidup, pergeseran gaya hidup dan peningkatan
pendapatan perkapita menjadi faktor yang berperan dalam peningkatan
jumlah lansia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi
dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif yang salah satunya
adalah penyakit sistem kardiovaskular. Salah satu penyakit sistem
kardiovaskular adalah hipertensi.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah


sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes, 2014). Selain faktor usia
hipertensi yang terjadi pada lansia dipengaruhi juga oleh perilaku. Perilaku
penduduk merupakan salah satu faktor resiko yang dapat diubah pada
3

penyakit hipertensi. Perilaku tersebut berhubungan dengan pola hidup dan


kebiasaan (Rusdi, 2009). Perkembangan zaman yang semakin pesat
mengubah perilaku dan gaya hidup manusia. Perilaku dan gaya hidup
disebabkan karenan arus globalisasi.

Meningkatnya arus globalisasi disegala bidang dengan perkembangan


teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan
gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup, sosial ekonomi,
industralisasi dapat memacu meningkatnya penyakit seperti hipertensi
(Brunner & Suddarth, 2002). Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan
darah mengalami peningkatan yang memberikan gejala berlanjut pada
suatu organ target di tubuh. Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada
orang yang sudah berusia lebih dari 40 tahun. Hipertensi masih menjadi
masalah kesehatan pada kelompok lansia. Prevalensi hipertensi
berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat
meningkat dengan bertambahnya umur (Riskesdas, 2013).

Faktor usia juga pemicu terjadinya hipertensi (Rusdi, 2009). Ketika usia
bertambah elastisitas arteri menunjukkan 2 perubahan fisik utama seiring
bertambahnya usia tersebut. Arteri membesar dan menegang. Penuaan
akan menyebabkan perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebih lebar
dan kaku yang mengakibatkan kapasitas dan rekoil darah yang
diakomodasikan melalui pembuluh darah menjadi berkurang. Pengurangan
ini menyebabkan tekanan sistol menjadi bertambah dan tekanan diastol
menurun. Kekakuan arteri juga dapat disebabkan oleh adanya mediator
vasoaktif yang bekerja di pembuluh darah (Lionakis et al, 2012). Sampai
saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Dunia dan
Indonesia khususnya pada penduduk lansia
4

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah


sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes, 2014). Hipertensi disebut
sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang hipertensi tidak
menampakkan gejala (Brunner & Suddarth, 2002). Hal ini dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada
otak dan menyebabkan kematian yang cukup tinggi), penyakit jantung
koroner (terjadi kerusakan pembuluh darah jantung), dan hipertrofi
ventrikel kiri (terjadi pada otot jantung). Hipertensi juga dapat
menyebabkan penyakit gagal ginjal, penyakit pembuluh lain dan penyakit
lainnya (Syahrini, et all, 2012). Hingga saat ini hipertensi masih menjadi
masalah bagi kesehatan di negara berkembang dikarenakan presentase
yang masih tinggi di negara-negara tersebut.

Presentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara


berkembang. Data Global Status Report Noncommunicable Disease 2010
dari WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki
penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika
memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46%. Sementara
kawasan Amerika sebanyak 35%, 36% terjadi pada orang dewasa
menderita hipertensi. Menurut American Heart Association (AHA) dalam
Kemenkes (2014), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun
menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun
hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Masalah
hipertensi bukan hanya terjadi di Amerika dan Afrika tetapi juga di
kawasan Asia.

Kawasan Asia Tenggara 36% usia dewasa menderita penyakit hipertensi.


Penyakit ini juga telah membunuh 1,2 juta orang setiap tahunnya di
5

kawasan Asia. WHO mencatat ada satu miliar orang di dunia ini terkena
hipertensi pada tahun 2011. Indonesia merupakan salah satu negara yang
masuk dalam kawasan Asia dan mengalami peningkatan kasus hipertensi
(Global Status Report on Noncommunicable Disesases, 2010).

Hasil Riskesdas 2013 Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat


melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di
Bangka Belitung (30,9%),diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan
Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat
sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.
Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum
obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia
sebesar 26,5 persen (25,8%+0,7%) (Riskesdas, 2013). Prevalensi
hipertensi di Indonesia 2013 yang terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar
9,4 mengalami peningkatan dibandingkan dengan 2007 yaitu 7,6%.
Prevalensi tersebut terjadi pada umur >18 tahun. Peningkatan usia
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.

Bersumber dari Sistem Informasi Kesehatan Haji Indonesia (Siskohatkes)


tahun 2012, jemaah haji lansia yang di embarkasi penyakit yang terbanyak
berdasarkan hasil pemeriksaan terakhir adalah Essential (primary)
hypertension (40,12%) (Kementrian Kesehatan, 2013). Usia merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Sejalan dengan pendapat
Lionakis et al (2012), bertambahnya usia menyebabkan tekanan sistol
menjadi bertambah dan tekanan diastol menurun. Kekakuan arteri juga
dapat disebabkan oleh adanya mediator vasoaktif yang bekerja di
pembuluh darah, sehingga meningkatkan tekanan darah.
6

Berdasarkan laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit


(SIRS) tahun 2010 (rumah sakit yang mengirim laporan untuk rawat jalan
(RL2B) adalah 41,05% dari total jumlah RS yang teregistrasi dalam
SIRS), 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh
penyakit rawat jalan pada kelompok usia 45-64 tahun dan 65+ tahun yang
paling tingggi adalah hipertensi esensial sedang (Kementrian Kesehatan,
2013). Menempati posisi 10 terbesar penyakit penyebab rawat jalan dari
seluruh penyakit rawat jalan, hipertensi juga terjadi di Kota Bandung.

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Bandung 2012 Hipertensi masuk


20 kategori penyakit terbanyak di puskesmas dan urutan ketiga sebesar
6.86% setelah Nasofaringitis Akuta (Common Cold) 14,24% dan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik sebesar 14,17%
(Profil Kesehatan Kota Bandung, 2012). sedangkan berdasarkan pola
penyakit penderita rawat jalan di Puskesmas umur >70 tahun Kota
Bandung hipertensi menempati urutan pertama dengan jumlah kasus
hipertensi 12.325 (21,78%) (Profil Kesehatan Kota Bandung, 2012).
Peningkatan kasus hipertensi dapat dilihat meningkatnya kasus hipertensi
di puskesmas yang ada di Kota Bandung.

Berdasarkan data profil kesehatan Kota Bandung tentang kasus hipertensi


di wilayah kerja puskesmas Caringin kejadian penyakit hipertensi
berdasarkan kasus hipertensi dan pengukuran sebanyak 1,176 (1,10%)
(Profil Kesehatan Kota Bandung, 2014).

Berdasarkan data hasil survei mawas diri (SMD) mahasiswa SB Konversi


2016 yang dilakukan di Kelurahan Margahayu Utara RW 02 Kecamatan
Bababan Ciparay Kota Bandung terdapat 66 orang dari 145 lansia yang
mengalami keluhan penyakit dan dari 66 orang yang mengeluhkan
penyakit tersebut terdapat 44 orang (66.6%) yang menderita hipertensi.
7

Sedangkan untuk wilayah RT 02 RW 02 Margahayu Utara jumlah


penderita hipertensi pada lansia tercatat 9 orang (69,2%) dari 13 orang
yang mengalami masalah kesehatan dan masih mengalami hipertensi yang
tidak terkontrol. Meningkatnya kasus hipertensi menjadi masalah yang
cukup besar dan perlu melakukan penanggulangan masalah.

Pemerintah mengadakan penanggulangan hipertensi bekerjasama dengan


Perhimpunan hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of
Hypertension membuat kebijakan berupa pedoman penanggulangan
hipertensi sesuai kemajuan tekhnologi dan kondisi daerah (local area
specific), memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor
resiko penyakit jantung dan hipertensi, mengembangkan SDM dan
sistem pembiayaan serta memperkuat jejaring serta memonitoring dan
evaluasi pelaksanaan (Depkes, 2010). Di sisi lain pemerintah harus
memiliki cara dalam mengatasi masalah tersebut.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah kesehatan adalah dengan


pencegahan terjadinya hipertensi bagi masyarakat secara umum dan
pencegahan kekambuhan pada penderita hipertensi pada khususnya.
Pencegahan hipertensi perlu dilakukan oleh semua penderita hipertensi
agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah yang lebih parah. Tetapi
sayangnya tidak semua penderita hipertensi dapat melakukan pencegahan
terhadap penyakitnya. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan
penderita hipertensi tentang pencegahan kekambuhan penyakitnya tidaklah
sama. Masalah gaya hidup menjadi penyebab kekambuhan penyakit
hipertensi.

Berkaitan dengan gaya hidup, maka pengetahuan dan sikap menjadi faktor
utama agar penyakit hipertensi ini tidak berkembang menjadi komplikasi
yang lebih parah. Kepatuhan terhadap diet yang meliputi diet rendah
8

garam, rendah kolesterol dan rendah lemak sangat diperlukan. Kepatuhan


sendiri sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap penderita.
Pengetahuan akan mempengaruhi kompetensi perasaan dalam mengatur
gejala. Seseorang yang faham tentang hipertensi dan berbagai
penyebabnya maka akan melakukan tindakan sebaik mungkin agar
penyakitnya tidak berlanjut (Schere dan Bruce, 2001). Pengetahuan yang
buruk dapat mempengaruhi sikap seseorang.

Penelitian Mardiyati (2009), menunjukkan bahwa penderita hipertensi


mempunyai sikap yang buruk dalam menjalani diet hipertensi hal tersebut
disebabkan oleh faktor pengetahuan penderita hipertensi. Sikap merupakan
suatu tindakan aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi dari perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku seseorang adalah penyebab utama
menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga merupakan kunci utama
pemecahan.

Sikap menjadi faktor yang paling kuat, karena dengan sikap ingin sembuh
dan keinginan untuk menjaga kondisi tubuh tetap sehat akan berpengaruh
terhadap penderita untuk mengontrol diri dalam berperilaku sehat
(Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Beigi, Ziba, Aghasadeghi, Jokar,
Skekar dan Lehazraei (2014) mengatakan pengetahuan tentang hipertensi
dan modifikasi gaya hidup menjadi kunci sukses terhadap pengontrolan
hipertensi. Dengan demikian peran intervensi edukasi dengan partisipasi
aktif dari pasien sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, dan pengontrolan hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian menurut Gu, Xiang, Tian, Yuan dan Chen (2013), Salah satu
upaya untuk melakukan pencegahan komplikasi Hipertensi perlu adanya
peningkatan pencegahan tentang hipertensi yaitu dengan modifikasi
perilaku sehat seperti pembatasan natrium, berhenti merokok, pembatasan
berat badan dan konsumsi alkohol, dan peningkatan diet masukan kalium
9

dan aktivitas fisik, dianjurkan untuk mencegah atau mengurangi risiko


hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu cara pengontrolan
tekanan darah yang dapat diperoleh melalui pengetahuan individu.

Pengetahuan dan kesadaran pasien tentang hipertensi merupakan faktor


penting dalam mencapai kontrol tekanan darah (Alexander et al, 2003).
Pengetahuan individu mengenai hipertensi membantu dalam pengendalian
hipertensi karena dengan pengetahuan ini individu akan sering
mengunjungi dokter dan patuh pada pengobatan (Elhadi, 2007). Pada
hipertensi, pengetahuan dan sikap pasien bisa mempengaruhi kepatuhan,
pengendalian tekanan darah, morbiditas dan mortalitas pasien (Busari et al,
2010).

Beberapa alasan yang berpengaruh pada kurangnya pengenalan dan


kontrol pada hipertensi adalah kurangnya pengetahuan orang-orang
mengenai berbagai macam aspek dari tekanan darah tinggi. Diketahui
bahwa 26% responden tidak tahu bahwa mereka menderita hipertensi. Dua
puluh persen tidak yakin apakah ada yang bisa dilakukan untuk mencegah
tekanan darah tinggi atau percaya bahwa tidak ada yang bisa dilakukan.
Sembilan belas persen percaya menjalani pengobatan akan
menyembuhkan tekanan darah tinggi. Dua puluh dua persen responden
secara keseluruhan mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai
hipertensi (Viera et al, 2008). Pengetahuan dan kesadaran pasien mengenai
tekanan darah memegang peranan penting pada kemampuan untuk
mencapai kesuksesan pengendalian tekanan darah pada hipertensi (Ragot
et al, 2005).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 lansia


di Kelurahan Margahayu Utara RW 02 Kecamatan Babakan Ciparay pada
tanggal 25 Oktober 2017 mengenai hal apa yang dilakukan dalam
10

mengatasi hipertensi didapatkan hasil 5 dari 10 lansia mengatakan tidak


mengerti tindakan yang harus dilakukan ketika mengalamai masalah
hipertensi.

Berdasarkan uraian masalah diatas penting bagi lansia untuk


meningkatkan pengetahuan sehingga melalui pengetahuan lansia dapat
mengubah perilaku terhadap penyakit hipertensi maka penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan tingkat
pengetahuan dengan sikap lansia tentang penyakit hipertensi di Kelurahan
Margahayu Utara RW 02 Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan
dengan sikap lansia tentang penyakit hipertensi di Kelurahan
Margahayu Utara RW 02 Kecamatan Babakan Ciparay Kota
Bandung ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap lansia
tentang penyakit hipertensi di Kelurahan Margahayu Utara RW 02
Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan lansia tentang hipertensi di
Kelurahan Margahayu Utara RW 02 Kecamatan Babakan Ciparay
Kota Bandung.
b. Mengidentifikasi sikap lansia tentang hipertensi di Kelurahan
Margahayu Utara RW 02 Kecamatan Babakan Ciparay Kota
Bandung.
11

c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap lansia


tentang penyakit hipertensi di Kelurahan Margahayu Utara RW 02
Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan landasan untuk
pengembangan ilmu dan pengetahuan khususnya dibidang
keperawatan untuk lebih mengenal masalah dan fenomena yang terjadi
terkait dengan masalah hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Institusi pendidikan keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
pendidikan kesehatan yang berguna dalam meningkatkan
pengetahuan lansia tentang hipertensi dan sarana dokumentasi
pembuktian teori dari ilmu keperawatan sehingga dapat
menjelaskan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi peneliti
selanjutnya untuk meneliti tentang variabel yang belum diteliti
oleh penulis bahkan dalam lingkup yang lebih luas yang
berhubungan dengan penyakit hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai