Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN TUGAS

MASYARAKAT MEI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA

MALARIA

Disusun oleh:
Eli Ezer Simangunsong
(2017-84-043)

PEMBIMBING

dr. Ritha Tahitu, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas guna penyelesaian
kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Masyarakat dengan judul
“Malaria”.
Dalam penyusunan Tugas ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. dr. Ritha Tahitu, M.Kes dan Ibu Risa Lating, selaku dokter dan penanggung
jawab sub bidang penyakit menular malaria di Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku yang membimbing penulisan tugas ini sampai selesai.
2. Orangtua dan semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan
satu persatu.

Penulis menyadari bahwa sesungguhnya tugas ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan diwaktu yang akan
datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tugas ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Ambon, 16 Mei 2019

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan

di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih

dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran

malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara lain dan dari satu

kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Menurut WHO, pada tahun

1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran

malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri

Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium

Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru

pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam

tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan

malaria menjadi prioritas global.1

Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian

bayi, anak balita, ibu melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia.

Saat ini ditemui 15 juta penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu

orang setiap tahun, sehingga pemerintah memprioritaskan penangulangan

penyakit menular dan penyehatan Lingkungan.1

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan

melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain

meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan

2
pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukàn untuk memutus mata

rantai penularan malaria.2

Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P.

falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus

resistensi terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas Tahun 1990,

dilaporkan telah terjadi resistensi parasit P. falciparum terhadap klorokuin

dan seluruh provinsi di Indonesia selain itu, dilaporkan juga adanya kasus

resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa

tempat di Indonesia Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas akibat penyakit malaria OIeh sebab itu, upaya untuk

menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs resistance), maka

pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan

Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) terhadap P. falciparum dengan terapi

kombinasi artemisinin (artemisinin combination therapy).

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,
anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria
merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh
infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam,
menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.

B. Penyakit Malaria Yang Terjadi Pada Manusia

Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan

oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa

meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus

yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara

periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang

disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi

setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2

minggu setelah infeksi).

Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut

juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan

penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini

sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau,

serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium

4
malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria

tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai

40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang

kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang

paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip

dengan malaria tertiana.

Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati;

beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang

dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka,

sehingga menyebabkan demam.

C. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria
yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles
betina. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca penularan
transplasenta atau sesudah transfuse darah yang terinfeksi, dimana keduanya
melewati fase pre-eritroser perkembangan parasit dalam hati. Malaria
disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada
manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan
langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari
ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau
malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan
P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika.

5
Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya
dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit
dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam
organ-organ tubuh

D. Gejala Parasit Malaria


Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk
kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya
menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk
anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat
menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit
malaria yang berbeda, yaitu:
1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika),
merupakan jenis penyakit malaria yang terberat atau paling ganas,
kadar parasitemia paling tinggi. Satu-satunya parasit malaria yang
menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena dapat menyebabkan
berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak),
anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.

2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 –
3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah
penyakit awal.

3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama.

6
4. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
Pasifik Barat. Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan.4
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection).
Biasanya campuran P.Falciparum dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi
campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis ini biasanya
terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria yang disebabkan
oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik.
Malaria yang disebabkan oleh spesies selain P.Falciparum jarang berakibat
fatal, namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil dan demam yang
biasanya berlangsung 10-14 hari.

E. Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan
dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat
dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan
resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang
terinfeksi malaria adalah :
1. Ras atau suku bangsa

Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup

tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS

dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum.

2. Kekurangan enzim tertentu

Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase

(G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum

7
yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik

dengan manifestasi utama pada wanita.

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan

Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi

perkembangannya.

Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam

darahnya dapat menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak

mungkin terutama penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi pada

kebanyakan daerah tropis dan subtropics, walaupun Amerika Serikat,

Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas malaria local, wabah

setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh wisatawan yang

datang dari daerah endemis.

Gambar 1. Peta Distribusi Malaria di Dunia

O, daerah dimana malaria tidak ditemukan, telah berhasil dieradikasi atau tidak
pernah ada; +, daerah dengan risiko rendah; ++, daerah dimana transmisi terjadi

8
Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui

barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan

dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan

darah bayi selama proses kelahiran.

Gambar 2. Peta penyebaran API Indonesia Tahun 2008-2009

Gambar 3. Peta penyebaran API Indonesia Tahun 2016

9
10
11
Gambar 3. Annual Parasite Insidence (API) Maluku Tahun 2014-2018

F. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit,
inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya
peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi
intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka
akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia
menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam
makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit
diserta peningkatan makrofag.

12
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan
invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang
mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel
untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi
mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi
dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan
kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak
terinfeksi sehingga terbentuk roset. .
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit
yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau
lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana
terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai
reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.
1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi
Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat
mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia
falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain,
dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan
plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang
umur, plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan
plasmodium malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat
ini yang cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir
diatas sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi
falsifarum pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga
500.000 parasit/mm3. 5

13
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan
depresi sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan
dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup
kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever).
Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh
parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan
ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit,
apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh
kuinin atau primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-
fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah
merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana
folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam
sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain.
Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan
warna abu-abu kebiruan pada organ.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan
kompleks imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :


a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan
resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E, thallasemin alafa-beta,
defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan darah duffy negative kebal
terhadap infeksi plasmodium vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan
terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon imun non
spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan

14
sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara langsung
menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik). 5
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat
spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. 5
4. Anoxia jaringan
parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah merah
berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-parasitized red cells ke
sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang terkena lainnya à obstruksi aliran
darah & kerusakan kapiler à leakage protein dan cairan vaskular, edema, serta
anoxia jaringan otak, jantung, paru, usus, ginjal.
 P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur
 P. malariae: menyerang eritrosit matur
 P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur à parasitemia lebih berat
 Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah merah:
 Hemoglobin S
 Hemoglobin F
 Thalassemia
 Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum. 5

G. Manifestasi Klinis
Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis:
1. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan
penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang
utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang
timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan
gejala spesifik dari mana parasit berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga

15
berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau
skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau
terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita,
demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak
orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegaly.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari

spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga

untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan

sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga

cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara

induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium

aseksual).

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya

demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang,

nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare

ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan

prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.

falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria

proxym) secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :

16
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam.
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi
gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat
kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai
muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa
kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan
sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa
sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC
atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi
dapat menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat
sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang
sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita
beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita
merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat
kembali melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya


dialami oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria,
penderita yang belum mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria
atau penderita yang baru pertama kali menderita malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai
kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan,
bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit
dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan
sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam,

17
tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini
disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria
vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat
berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat
periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria
falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria
malariae. Perbedaan kurva suhu tubuh penderita malaria fasciparum, malaria
vivax, dan malaria malariae dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 1. Kurva temperatur pada penderita malaria falciparum.

Grafik 2. Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.

Grafik 3. Kurva temperatur pada penderita malaria malariae.

18
A. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya
ditemukan parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah
Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau
beberapa gejala/komplikasi berikut ini:
1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai
penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau,
bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah) 4
2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3) Kejang-kejang
4) Panas sangat tinggi
5) Mata atau tubuh kuning
6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang,
bibir kering, produksi air seni berkurang)
7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8) Nafas cepat atau sesak nafas
9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.
1. Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera
dibawah ini:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister


amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan
blister artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral
selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.

19
Primakuin tidak boleh diberikan kepada:
 lbu hamil
 Bayi < 1 tahun
 Penderita defisiensi G6-PD 2

Tabel 4. Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat
0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun ≥15 Tahun
1 Artesunat  1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin   1/4 1/2 1 2 3 4
Primakuin  *) *) ¾ 1 1/2 2 2-3
2 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3 Artesunat    1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
 
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini
pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). 2

Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama
7(tujuh) hari. 2

Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang
dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun.
Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. 2

Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5
mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada
anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.

20
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.

Penilaian Situasi Malaria


Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan surveilans
(pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus
menerus atas distribusi dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data
yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangan yang setepat-tepatnya.
Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection) oleh
fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case
Detection) oleh petugas khusus seperti PMD (Pembantu Malaria Desa) di Jawa-Bali.
Di daerah luar Jawa-Bali yang tidak pernah mengalami program pembasmian malaria
dan tidak mempunyai PMD sehingga pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan,
penularan malaria dilakukan melalui survey malariomatrik (MS), mass blood
survey (MBS), mass fever survey (MFS) dan lain-lain. 1
Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter sebagai berikut:
Annual Parasite Incidence (API)
Kasus malaria yang dikonfirmasikan dalam 1 tahun
API = x1000
Jumlah penduduk daerah tersebut
Kasus malaria ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan mikroskopik. 1
Annual Blood Examination Rate (ABER)
Jumlah sediaan darah yang diperiksa
ABER = x100
Penduduk yang diamati
ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk menilai
API. Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti penurunan
insidens. Penurunan API berarti penurunan insidens bila ABER meningkat
Slide Positivity Rate (SPR)
SPR adalah persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR baru
bermakna bila ABER meningkat. 1
Parasite Formula (PF)

21
PF adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai PF
tertinggi disebut spesies yang dominan. Interpretasi dari masing-masing dominansi
adalah sebagai berikut: 1
P. falciparum dominan:
 penularan masih baru/belum lama
 pengobatan kurang sempurna/rekrudesensi
P. vivax dominan:
transmisi dini yang tinggi dengan vector yang paten (gametosit P. vivax timbul pada
hari 2-3 parasitemia, sedangkan P. falciparum baru pada hari ke-8) 1
pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens
P. malariae dominan:
kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang (P. malariaemempunyai siklus
sporogoni yang paling panjang dibandingkan spesies lain) 
Penderita demam/klinis malaria unit-unit kesehatan yang belum mempunyai
fasilitas laboratorium dan mikroskopis dapat melakukan pengamatan terhadap
penderita demam atau gejala klinis malaria. Nilai data akan meningkat bila
disertai pemeriksaan sediaan darah (dapat dikirim ke laboratorium terdekat).
Hasil pengamatan dinyatakan dengan proporsi pengunjung ke unit kesehatan
tersebut (mis. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu) yang menderita demam
atau gejala klinis malaria. Meskipun hasilnya tidak sebaik penggunaan
parameter a. s/d d., proporsi yang meningkat sudah bias menunjukkan
kemungkinan adanya wabah/kejadian luar biasa dan mengambil tindakan
yang diperlukan. 
Survei malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah yang belum mempunyai
program penanggulangan malaria yang teratur, terutama di luar Jawa-Bali.
Pada MS dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut:
1. Parasite Rate (PR)
PR adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria pada saat
tertentu. Kelompok umur yang dicakup biasanya adalah golongan 2-9 tahun dan 0-1
tahun. PR kelompok 0-1 tahun mempunyai arti khusus dan disebutInfant Parasite
Rate (IPR) dan dianggap sebagai indeks transmisi karena menunjukkan adanya
transmisi lokal. 

22
2. Spleen Rate (SR)
SR menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar, biasanya
golongan umur 2-9 tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini harus
dinyatakan secara khusus. Besarnya limpa dinyatakan berdasarkan klasifikasi Hacket
sebagai berikut: 
H.0 : tidak teraba (pada insipirasi maksimal)
H.1 : teraba pada insipirasi maksimal
H.2 : teraba tapi proyeksinya tidak melebihi garis horisontal yang ditarik melalui
pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis mamilaris kiri.
H.3 : teraba di bawah garis horisontal melalui umbilicus
H.4 : teraba di bawah garis horisontal pertengahan umbilicus-symphisis pubis
H.5 : teraba di bawah garis H.4
3. Average Enlarged Spleen (AES)
AES adalah rata-rata pembesaran limpanya dapat diraba. Indeks ini diperoleh dengan
mengkalikan jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa (menurut Hacket)
dengan pembesaran limpa pada suatu golongan umur tersebut. AES bermanfaat untuk
mengukur keberhasilan suatu program pemberantasan. AES seharusnya menurun
lebih cepat daripada SR bila endemisitas menurun. 
Survei-survei lain yang dapat dilaksanakan untuk menilai situasi malaria adalah:
1. Mass Blood Survey (MBS)
Pada MBS seluruh penduduk di suatu daerah tertentu diperiksa darahnya. Hasilnya
adalah parasite rate (PR) dan parasite formula (PF). 
2. Mass Fever Survey (MFS)
Pada MFS semua penduduk yang menderita demam atau menderita demam dalam
waktu sebulan sebelum survey diperiksa darahnya. Ini dilaksanakan bila MBS tidak
bias dilaksanakan karena keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu. 
3. Survey Entomologi
Survei ini sama penting dengan survey malariometrik terdahulu. Tanpa mengetahui
sifat-sifat (bionomic) vector setempat tidak akan dapat disusun upaya pemberantasan
yang berhasil. Parameter penting yang perlu diketahui adalah a.l:Man Biting
Rate (gigitan nyamuk per hari per orang), Parous Rate (nyamuk yang telah
bertelur), Sporozoit Rate (nyamuk dengan sporosoit dalam kelenjar liurnya),Human

23
Blood Index (nyamuk dengan jumlah darah manusia dalam lambungnya),Mosquito
Density (jumlah nyamuk yang ditangkap dalam 1 jam), Inoculation Rate(man biting
rate x sporozoit rate) 1
4. Survey Lingkungan
Data mengenai lingkungan seperti data meteorologi dan demografi harus diusahakan
dari instansi lain di luar kesehatan. Yang penting diketahui adalah data tentang
tempat-tempat perindukan nyamuk, baik yang alamiah maupun yang buatan
manusia. 1
5. Survei-survei lain
Sesuai dengan kebutuhan program penanggulangan malaria, perlu dilakukan
studi/survey khusus seperti misalnya:
- studi resistensi parasit terhadap berbagai obat malaria
- survei prevalensi defisiensi G6PD pada masyarakat daerah tertentu (misalnya
bila primakuin akan digunakan sebagai profilaksiss
- studi resistensi vector terhadap berbagai insektisida yang akan dipakai.
- studi mengenai aspek social-budaya, a.l ‘health seeking behaviour’ yang
berkaitan dengan penyakit malaria
- studi sero-epidemiologi. Adanya berbagai metode serologi (ELISA, IFAT,
dll) untuk mengukur antibody terhadap berbagai stadium parasit malaria
memungkinkan diadakannya studi sero-epidemiologi untu melengkapi data
malariometrik yang ada dan memahami transmisi serta perkembangan
imunitas penyakit malaria dengan lebih baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap

Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,

tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di

Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.

4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2000; Hal: 1-15.

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2000; Hal: 249-60.

7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam

Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis

dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.

8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:

Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis

dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.

25
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W

(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,

2000, Hal: 171-97.

26

Anda mungkin juga menyukai