Dalam pembahasan sebelumnya telah kita jelaskan bahwa Salafiyyah bukan suatu hizb
(kelompok) atau golongan. Sesungguhnya dia adalah jama’ah yang berjalan di atas jalan
Rasululloh Shalallohu ‘Alahi Wasalam dan para sahabatnya. Dia bukanlah salah satu
kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah
yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shalallohu ‘Alahi Wasalam dan berlanjut terus-
menerus di atas kebenaran dan nampak hingga hari kiamat sebagaimana diberitakan oleh
Rasululloh Shalallohu ‘Alahi Wasalam.
Maka dakwah Salafiyyah adalah dakwah kepada Islam yang murni dan bukan dakwah
hizbiyyah. Imam dakwah Salafiyyah adalah Rasululloh Shalallohu ‘Alahi Wasalam dan
para imam yang datang berikutnya dari para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang
mengiktui mereka dalam kebaikan hingga hari kiamat.
Diantara daulah yang ditegakkan atas landasan dakwah Salafiyyah adalah Daulah
Su’udiyyah di Jazirah Arabiyyah, yang dikenal sebagai pembela Dakwah Salafiyyah yang
gigih sejak berdirinya hingga saat ini.
Maka Daulah Su’udiyyah memiliki kehormatan sebagai pembela dakwah yang haq dan
pembela para ulama Sunnah.
Usaha yang agung dari daulah Su’udiyyah di dalam mendakwahkan Islam yang haq
menyejukkan mata dan membesarkan hati setiap muslim yang cinta kepada Islam yang
haq, tetapi sebaliknya membuat geram dan panas orang-orang yang hatinya diselubungi
oleh kebatilan dan kebid’ahan!
Lihatlah di semua media massa sekarang, siapakah yang memusuhi Daulah Su’udiyyah
saat ini? Mereka adalah gabungan dari berbagai kelompok bid’ah mulai dari Syi’ah
Rafidhah, Sufiyyahg, Asy’ariyyah, Maturidiyyah, Quthbiyyah, Ikhwaniyyah, Suruiyyah,
Tablighiyyah, Hizbut Tahrir, JIL, dan sederet nama-nama lainnya yang menunjukkan
kesesatan jalan mereka. Dari jati diri mereka bisa disimpulkan bahwa mereka memusuhi
Daulah Su’udiyyah bukan karena orang-orangnya, tetapi karena dakwah Daulah
Su’udiyyah kepada manhaj salaf.
Berangkat dari kenyataan ini, terbetik dalam benak kami untuk menumbangkan sedikit
pembelaan kepada daulah pembela Dakwah Salafiyyah ini sebagai wujud loyalitas kami
kepada al-haq dan ahlinya.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: “Dan aku memberi khabar gembira
kepadamu dengan kemuliaan dan kedudukan yang kokoh, kalimat ini –la Ilaha Ilalloh-
barangsiapa yang berpegang teguh dengannya, mengamalkannya, dan membelanya, maka
Alloh akan memberikan kekuasaan kepadanya pada negeri dan hamba-hamba-Nya,
dialah kalimat tauhid, yang merupakan dakwah para rasul semuanya. Engkau melihat
bahwa Najed dan sekitarnya dipenuhi dengan kesyirikan, kejahilan, perpecahaan, dan
peperangan di antara mereka, aku berharap agar engkau menjadi imam bagi kaum
muslimin, demikian juga pada keturunanmu.”
Maka Muhammad bin Su’ud berkata: “Wahai Syaikh, ini adalah agama Alloh dan Rasul-
Nya, yang tidak ada keraguan di dalamnya. Berbahagialah dengan pembelaan kepadamu
dan kepada dakwah yang engkkau seru, dan aku akan berjihad membela dakwah Tauhid.”
(Tarikh Najed oleh Husain bin Ghannam hal. 87 dan Unwanul Majd fi Tarikhi Najed oleh
Utsman bin Bisyr 1/12)
Maka mulailah kedua imam Dakwah Salafiyyah tersebut beserta para pendukung
keduanya menyebarkan Dakwah Salafiyyah dengan modal ilmu dan keimanan, dan
mengibarkan bendera jihad di depan setiap para penghalang jalan dakwah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak henti-hentinya melancarkan dakwah kepada
Alloh, mengajarkan ilmu-ilmu syar’I kepada para penuntut ilmu, menyingkap syubhat-
syubhat yang desebarkan oleh orang-orang kafir, para penyembah kubur, dan selain
mereka. Beliau menghasung umat agar berjihad dengan berbagai jenisnya. Beliau juga
langsung turun di medan jihad beserta anak-anak beliau. Beliau tulis karya-karya ilmiah
dan risalah-risalah yang bermanfaat di dalam menjelaskan aqidah yang shahihah,
sekaligus membantah setiap pemikiran yang menyelisihinya dengan berbagai macam
argument, sehingga nampaklah agama Alloh menang, menanglah pasukan Alloh dan
hinalah pasukan setan, menyebarlah aqidah salafiyyah di Jazirah Arabiyyah dan
sekitarnya, bertambah banyaklah para penyeru kepada kebenaran, kesyirikan dan
khurafat, ditegakkanlah jihad, dan masjid-masjid dimakmurkan dengan shalat dan
halaqah-halaqah pengajaran Islam yang murni. (Muqoddimah Syaikh Abdul Aziz bin Baz
atas kitab Syaikh Ahmad bin Hajar Alu Abu Thami hal. 4)
DR. Munir al-Ajlani menyebutkan bahwa pendiri Daulah Su’udiyyah adalah Muhammad
bin Su’ud, dengan baiatnya kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk
mengikhlaskan ibadah semata kepada Alloh dan ittiba’ kepada hokum Islam yang shahih
di dalam siyasah (politik) daulah, serta menegakkan jihad fi sabilillah.(Tarikh Bilad
Arabiyyah Su’udiyyah hal. 46-47)
Maka Daulah Su’udiyyah adalah Daulah Islamiyyah yang ditegakan untuk menerapkan
hokum Islam dalam kehidupan dan sekaligus Daulah Salafiyyah yang membela dakwah
Salafiyyah dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
Pernyataan Muhammad bin Hasan al-Fasi di atas adalah pernyataan yang keliru, karena
menyelisihi realita sejarah, realita sejarah mununjukkan bahwa di saat Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab melancarkan dakwahnya dan bahkan jauh sebelumnya
negeri Najed –termasuk Dar’iyyah- tidak pernah menjadi wilayah Daulah Utsmaniyyah.
(Tarikh Bilad Arabiyyah Su’udiyyah hal. 47)
Di antara bukti-bukti sejarah yang menunjjukan bahwa Najed tidak pernah masuk
wilayah Daulah Turki Utsmani adalah sebuah dokumen yang ditulis olah Yamin Ali
Affandi dengan judul asli berbahasa Turi: Qawanin Ali Utsman Dur Madhamin Daftar
Diwan, di dalamnya terdapat daftar wilayah Daulah Turki Utsmani sejak penghujung
abad ke-11 yang terbagi menjadi 32 wilayah, 14 wilayah darinya adalah wilayah-wilayah
di jazirah Arabiyyah, dan Najed tidak tercantum dalam daftar wilayah tersebut. (Lihat
Bilad Arabiyyah wa Daulah Utsmaniyyah oleh Sathi’ al-Hushari hal. 230-240)
Merupakan hal yang dimaklumi oleh setiap pemerhati sejarah Islam bahwa banyak dari
wilayah-wilayah kaum muslimin yang tidak masuk ke dalam wilayah Daulah Turki
Utsmani yang ditunjukkan oleh adanya daulah-daulah yang sezaman dengan Daulah
Turki Utsmani seperti Daulah Shafawiyyah Rafidhiyyah di Iran. Daulah Mongoliyyah di
India, Daulah Maghribiyyah di Maroko (Afrika Utara), dan beberapa Negara Islam
Indonesia.
Sepeninggal Muhammd bin Su’ud, dibai’atlah putranya –Abdul Aziz bin Muhammd bin
Su’ud- sebagai imam kaum muslimin. Di antara yang membai’atnya adalah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahulloh–.
Al Imam Abdul Aziz bin Muhammad memiliki perhatian yang besar kepada keilmuan
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sejak usia dini, ketika Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab masih di negeri Uyainah dia mengirim surat kepada Syaikh agar
menuliskan kepadanya tafsir Surat Al-Fatihah, maka Syaikh menuliskan kepadanya tafsir
Surat Al-Fatihah yang didalamnya terkandung aqidah Salafush Shalih, ketika itu dia
belum mencapai usia baligh. Merupakan hal yang dimaklumi bahwa menuntut ilmu
dalam usia dini memiliki atsar yang dalam dan kokoh.
Al Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud memiliki sebuah risalah yang agung,
yang memiliki andil yang besar di dalam menyebarkan aqidah Salafuh Shalih, dia buka
risalah tersebut dengan pujian kepada Alloh dan shalawat dan salam atas Rasulullah –
Shallallohu ‘Alahi Wasalam– kemudian dia berkata:
“Dari Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud kepada para ulama dan para hakim syari’I di
Haramain, Syam, Mesir, dan Iraq, beserta para ulama yang lain dari Masyriq dan
Maghrib..” Kemudian dia mulai menjelaskan aqidah Salafush Shalih dengan penjelasan
yang gamblang dan argument-argumen yang kuat, dia berbicara tentang hikmah
penciptaan Alloh terhadap makhluk-Nya, makna kalimat tauhid, haq Alloh dan haq
Rasul-Nya, siapakah musuh-musuh dakwah Salafiyyah, dan yang lainnya. Kemudian dia
mengakhiri risalahnya dengan ajakan untuk kembali kepada Kitab dan Sunnah,
mengamalkan keduanya dan meninggalkan segala macam bid’ah dan kesyirikan, risalah
ini mencapai 34 halaman. (al-Hadiyyah Saniyyah oleh Ibnu Sahman, bagian awal)
Dia juga mengirim risalah ke negeri-negeri Rum yang menjelaskan tentang agama yang
haq dan tentang aqidah Salafush Shaleh. (Durar Saniyyah 1/143-146)
Al Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud juga banyak mengirim para ulama untuk
mendakwahkan aqidah Salafiyyah ke negeri-negeri di sekitarnya. Diantaranya para ulama
yang memiliki peran yang besar dalam dakwah Salafiyyah pada masa pemerintahan
Abdul Aziz bin Muhammad adalah Syaikh Husain bin Muhammad bin Abdul Wahhab,
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah al-Hushain, dan Syaikh Sa’id bin Hajji.
Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud dikenal banyak takut kepada Alloh,
banyak berdzikir, selalu memerintah kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang
mungkar, sederhana dalam pakiannya, sesudah shalat Shubuh dia tidak keluar dari masjid
hingga matahari meninggi dan shalat Dhuha.
Pada masa pemerintahan Abdul Aziz bin Muhammad, negeri Saudi dalam keadaan aman,
makmur, dan sejahtera. (Unwanul Majd oleh Ibnu Bisyr 1/124). Jetuja Al-Imam Abdul
Aziz bin Muhammad wafat pada tahun 1218H, putranya –Su’ud bin Abdul Aziz–
dibai’at sebagai penggatinya. Su’ud bin Abdul Aziz dikenal memiliki perikehidupan yang
baik, meneladani jejak para Salafush Shalih, dikenal kejujurannya, keberaniannya,
kedalaman ilmunya, selalu membela para wali Alloh dan memusihi para musuh Alloh.
Pada zaman pemerintahannya, aqidah Salafiyyah tersebar luas hingga meliputi haramain
(Makkah dan madinah) serta berbagai penjuru Jazirah Arabiyyah. (Unwanul Majd oleh
Ibnu Bisyr 1/165)
Al-Imam Su’ud bin Abdul Aziz menyebarkan sebuah kitab yang menjelaskan tentang
aqidah Salafush Shalih dan menyingkap Syubhat-syubhat musuh-musuh dakwah
Salafiyyah, kitab tersebut disetujui dan ditandatangani oleh para ulama makkah, para
qadhi dari empat madzhab, dan Syarif Ghalib ibn Musa’id. (Durar Saniyyah 1/318-320)
Diantara para ulama yang memiliki andil yang besar dalam dalam dakwah Salafiyyah
pada masa pemerintahhan Su’ud bin Abdul Aziz ialah: Syaikh Abdullah bin Muhammad
bin Abdul Wahhab, Syaikh Abdurahman bin Nami, dan Syaikh Muhammad bin Sulthan
al-‘Ausaji.
Pada masa pemerintahan Su’ud Abdul Aziz bin Muhammad, Daulah Su’udiyyah
mengalami kemajuan yang pesat dalam keadaan keamanan, kemakmuran, dan
kesejahteraan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Bisyr yang melihat langsung keadaan
pada masa pemerintahan Su’ud Abdul Aziz bin Muhammad. (Lihat Unwanul Majd oleh
Ibnu Bisyr 1/214)
Ketika al-Imam Su’ud bin Abdul Aziz bin Muhammad wafat pada tahun 1229 H,
putranya –Abdullah bin Su’ud– didibai’at sebagai penggantinya. Abdullah bin Su’ud
dikenal keberaniannya, kebaikannya agamanya, dan kedermawanannya.
Al-Imam Abdullah bin Su’ud menempuh jalan yang telah ditempuh oleh ayahadnanya,
Su’ud; hanya saja sebagian saudara-saudaranya tidak sependapat dengannya, hingga
terjadilah perpecahan yang menyebabkan lemahnya Daulah Su’udiyyah hingga runtuhnya
Daulah Su’udiyyah priode pertama dengan ditandai oleh wafatnya Abdullah bin Su’ud
pada tahun 1233 H.
Al-malik Abdul Aziz dekenal sebagai seorang yang gigih mengikuti jejak Salafsuh Shalih
di dalam mendakwahi manusia kepada aqidah yang Shahihah dan berpegang teguh
kepada syari’at Islamiyyah serta menerapkan hokum-hukum Islam dalam semua segi
kehidupan.
Al-Malik Abdul Aziz berkata: “Aku adalah penyeru kepada aqidah Salafush Shalih,
dan aqidah Salafush Shalih adalah berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah –Shalallohu ‘Alahi Wasallam– dan apa yang datang dari Khulafaur Rasyidin.”
(al-Wajiz fi Siratil Malik Abdul Aziz hal. 216)
Beliau juga berkata: “Mereka menamakan kami Wahabiyyin, dan menamakan madzhab
kami adalah mazhab Wahabi yang dianggap sebagai madzhab yang baru. Ini adalah
kesalahan fatal, yang timbul dari propaganda-propaganda dusta yang disebarkan oleh
musuh-musuh Islam. Kami bukanlah pemilik madzhab baru. Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab tidak pernah mendatangkan sesuatu yang baru, aqidah kami adalah
aqidah Salafush Shalih yang datang di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullohu –
Shalallohu ‘Alahi Wasallam– dan apa yang ditempuh oleh Salafush Shalih. Kami
menghormati iimam empat, tidak ada perbedaan di sisi kami antara para imam: Malik,
Syafi’I, Ahmad, dan Abu Hanifah, semuanya terhormat dalam pandangan kami.” (al-
Wajiz fi Siratil Malik Abdul Aziz hal. 217)
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-
Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. [An-Nuur
55]
Demikian juga, Alloh menjanjikan keamanan dan petunjuk di dunia dakhirat bagi siapa
saja yang mentauhidkan-Nya:
Siapapun yang datang ke negeri Saudi Arabia akan merasakan keamanan yang tidak bisa
didapati di negeri-negeri lainnya. Angka kriminilitas di negeri Saudi Arabia terkecil di
dunia, hal ini diakui oleh negeri-negeri di luar Saudi Arabia termasuk negeri-negeri kafir.
Manfaat keamanan di Saudi Arabia tidak hanya dirasakan oleh para penduduk Saudi
Arabia, tetapi juga dirasakan oleh seluruh kaum muslimin di seluruh dunia tertama yang
melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Dahulu sebelum Makkah masuk wilayah daulah
Su’udiyyah dikatakan bahwa: “Orang yang berangkat haji dianggap orang yang hilang,
dan jika dia kembali dianggap seperti yang dilahrikan kembali”; hal ini disebabkan
lantaran tidak amannya jalan yang dilalui oleh orang-orang yang haji, banyak pencurian,
perampokan, dan pembunuhan ( Halatul Amn fi Ahdil Malik Abdul Aziz oleh Rabih
Luthfi Jum’ah hal. 42)
Tentang kemakmuran negeri Saudi tidak ada seorangpun pada saat ini yang tidak
mengetahuinya, padahal negeri Saudi adalah negeri yang gersang; tetapi dengan rahmat
Alloh Ta’ala kemudian dengan sebab penegakan tauhid dan syari’at Islam, Alloh
melimpahkan rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka.
Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat. [Al-Mujadilah 11]
masih banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan tentang kedudukan yang agung dari para
ulama. (Lihat Urgensi Ilmu dan Ulama dalam Majalah AL FURQON edisi 6/III hal. 29-
33)
Daulah Su’udiyyah sejak awal berdirinya hingga saat ini begitu menghormati para ulama
Sunnah dari dalam dan luar negeri Saudi. Hal ini diketahui oleh siapapun yang membaca
dan melihat sejarah perjalanan Daulah Su’udiyyah sejak berdirinya hingga sekarang.
Syaikh Musthafa al-‘Adawi –seorang ulama dari mesir– berkata: “Aku bersyukur kepada
Alloh yang telah memberikan khsunul khatimah kepada Syaikhuna al-Jalil Muqbil bin
Hadi Al-Wadi’I, kerena seseorang yang meninggal dengan sebab sakit perut adalah
syahid sebagaimana disabdakan oleh Nabi –Shalallohu ‘alahi wasallam–, beliau
dishalati di Masjidil Haram dan dikuburkan di Makkah Baladul Haram.
Tidak lupa aku mengucapkan syukur kepada pemerintah Negeri Saudi Arabia –
semoga Alloh membalas mereka dengan kebaikan– atas sambutan dan pelayanan
mereka yang baik terhadap para ulama tanpa membeda-bedakan apakah dia itu
warga Negara Saudi, atau Negara Yaman, atau warga Negara Mesir.” (Wada’an
Lisyaikhina Al-Wadi’I yang termuat oleh Majalah Tauhid Kairo Mesir Tahun ke-30 Edisi
6 Jumadi Tsaniyyah 1422 H hal. 62)
Di antara saham yang besar dari Daulah Su’udiyyah di dalam menyebarkan aqidah
shahihah dan agama yang shahih ke seluruh penjuru dunia adalah mencetak dan
menerbitkan kitab-kitab yang bermanfa’at dan risalah-risalah yang berharga dari para
ulama Sunnah dalam jumlah yang bersar dan menyebarkan ke seluruh dunia dengan
beraneka ragam bahasa, mulai Mushhaf al-Qur’an dan terjamahannya, kitab-kitab aqidah,
hadits, fiqih, tarikh, dan disiplin ilmu yang lainnya.
Usaha lain yang tidak kalah pentingnya di dalam dakwah adalah mendirikan lembaga-
lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan Islam yang shahih di dalam dan di luar
negeri Saudi, lembaga-lembaga ihni memiliki keistimewaan dengan disediakannya semua
sarana pendidikan seperti buku-buku dan yang lainnya secara gratis, bahkan diberikan
juga beasiswa kepada para penuntut ilmu yang belajar di lembaga-lembaga tersebut.
Direktorat Ifta’, Dakwah, dan Irsyad Saudi banyak mengirim para da’I ke seluruh dunia.
Dai’i-da’I tersebut berasal dari dalam dan luar negeri Saudi, seperti Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani yang pernah ditugasi oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz Direktur
Dareul Ifta’ wad Da’wah untuk bedakwah di Mesir, Marokko, dan Inggris. (Tarjamah
Syaikh al-Albani dari http://www.albani.org)
Jika pemimpin sebuah daulah dipilih dengan selain cara di atas maka para ulama sepakat
tentang wajibnya taat kepada pemimpin tersebut (Lihat Fathul Bari 13/7) sebagaimana
para sahabat taat kepada Abdul Malik bin Marwan dan yang lainnya, demikian juga hal
tersebut tidak menjadikan daulah Islamiyyah menjadi daulah kufriyyah.
Merupakan hal yang dimaklumi bahwa para ulama tarikh menyebut Daulah Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyyah adalah dua daulah Islamiyyah dalam keadaan cara
pemimpinnya tidak sebagaimana dilakukan oleh Abu Bakr –Radhiyallohu Anhu– dan
Umar –Radhiyallohu Anhu–.
Ketika Daulah Turki Utsmani runtuh dianggap oleh para tokoh pergerakan bahwa itu
adalah pertanda runtuhnya daulah Islamiyyah, dan semua orang tahu bahwa sistem
pemerintahan Daulah Turki Utsmani adalah monarki.
Tidak ada seorangpun dari para tokoh pergerakan yang mengkafirkan daulah Turki
Utsmani karena bersekutu dengan Jerman pada waktu Perang Dunia I.
Syaikhuna al-Allamah Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad berkata: “Para ulama Saudi
Arabia ketika membolehkan datangnya kekuatan asing ke Saudi Arabia karena dharurat,
hal ini seperti kasus seorang muslim meminta pertolongan kepada non-muslim untuk
membebaskan dirinya dari para perampok yang hendak masuk kerumahnya untuk
melakukan tindakan criminal di rumahnya dan pada keluarganya; apakah kita katakana
kepada orang terancam oleh para perampok ini: Kamu tidak boleh meminta pertolongan
kepada orang kafir untuk menyelamatkan diri dari perampokan?!” (Madariku Nazhar fi
Siyasah hal. 12)
PENUTUP
Di akhir tulisan ini ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan sebagai pelengkap
bahasan di atas:
Sumber : Majalah Al Furqan edisi 9 Tahun V Rabi’uts Tsani 1427 / Mei 2006
* Pembahasan ini banyak mengambil faedah dari kitab Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab as-
Salafiyyah oleh Syaikh DR. Shalih bin Abdullah bin Abdurrahman al-‘Abud dan Atsaru Da’wah Salafiyyah
fi Tauhidil Mamlakah Arabiyyah Su’udiyyah oleh DR. Hamud bin Ahmad ar-Ruhaili)