net/publication/313597817
CITATIONS READS
0 6,057
1 author:
Moh Muchtarom
Universitas Sebelas Maret
21 PUBLICATIONS 17 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Moh Muchtarom on 11 February 2017.
Oleh:
Moh. Muchtarom2
ABSTRAK
This article, the author wanted to explain about the human condition of
Indonesia which experienced varying degrees of decadence, thus
impacting the development of Indonesia's state-halting. There are two
reasons why the Indonesia experience multidimensional problems, namely the existence
of the nation's system of cultural values and heritage of colonization negative impact on
the people of Indonesia. To overcome this problem, one solution is to use a sociological
approach to the culture of the theory of Parsons and Kluckohn Talcot. Although the two
are not necessarily theoretically able to answer a wide range of problems that exist in
Indonesia, but at least it can be ground.
1
Artikel non penelitian
2
Dosen Prodi PPKn FKIP UNS
44 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...
perhatian serius, tidak hanya tecermin dan dari luar akibat dari penjajahan
dalam penganggaran, tetapi juga dalam bangsa lain. Koentjaraningrat (2004: 45)
pengembangan praksis pendidikan. memperinci kelemahan mentalitas
Banyak dari kalangan ilmuwan dan manusia Indonesia, diantaranya: (1) sifat
budayawan Indonesia yang mengenali mentalitas yang meremehkan mutu; (2)
sisi-sisi negatif manusia Indonesia, sifat mentalitas yang suka menerabas;
diantaranya uraian ”manusia Indonesia”- (3) sifat tak percaya kepada diri sendiri;
nya Mochtar Lubis dan ”mental (4) sifat tak berdisiplin murni; (5) sifat
menerabas”-nya Koentjaraningrat. mentalitas yang suka mengabaikan
Melihat fenomena kehidupan masyarakat tanggung jawab yang kokoh.
Indonesia yang jauh dari citacita Mansyur Semma (2008) mengutip
pembangunan Indonesia, Muchtar Lubis pendapat Samuel P. Huntington tentang
secara lisan pada tahun 1977, menyebut kondisi masyarakat yang mempersubur
enam ciri manusia Indonesia. Meliputi korupsi. Korupsi cenderung meningkat
hipokrit alias munafik (1), enggan dalam periode pertumbuhan dan
bertanggung jawab atas perbuatan dan demokratisasi yang cepat karena
keputusannya (2), berjiwa feodal (3), perubahan nilai dan sumber-sumber
percaya takhayul (4), artistik (5), dan baru kekayaan dan kekuasaan.
berwatak lemah (6). Ryan Sugiarto (2009: 11-13) memperinci
Ketika tahun 1982 Mochtar Lubis watak negatif manusia Indonesia dengan
diminta merefleksikan kembali ”manusia mengemukakan 55 kebiasaan kecil yang
Indonesia”, dengan tegas ia mengatakan menghancurkan bangsa. Walaupun
tidak ada perubahan, semakin parah. demikian kita yakin bahwa masih banyak
Andaikan permintaan itu disampaikan diantara manusia Indonesia yang
kembali, di saat Mochtar Lubis sudah memiliki kebiasaan positif atau memiliki
tiada (meninggal 2 Juli 2004), niscaya ia karakter yang baik.
menangis di alam baka. Namun, menurut Myrdal kondisi yang
Koentjaraningrat (2004: 37-38) demikian sesungguhnya tidak bisa
menyatakan manusia Indonesia dikembalikan kepada ciri-ciri jelek yang
mengidap mentalitas yang lemah, yaitu alamiah yang ada pada bangsabangsa itu,
konsepsi atau pandangan dan sikap melainkan pada struktur tempat mereka
mental terhadap lingkungan yang sudah berada. Kelemahan itu bukan disebabkan
lama mengendap dalam alam pikiran oleh inherent evil character straits of their
masyarakat, karena terpengaruh atau peoples, melainkan merupakan hasil dari
bersumber kepada sistem nilai budaya sejarah yang cukup panjang (Satjipto
(culture value system) sejak beberapa Rahardjo, 1986: 67).
generasi yang lalu, dan yang baru timbul Koentjaraningrat, mengakui akan
sejak zaman revolusi yang tidak pengaruh dekolonisasi dan penjajahan
bersumber dari sistem nilai budaya Belanda telah menjungkir-balikan
pribumi. Artinya, kelemahan mentalitas tatanan dan tata kerja yang mapan untuk
manusia Indonesia diakibatkan oleh dua digantikan oleh sesuatu yang belum jelas
hal yaitu karena sistem nilai budaya kaidah dan strukturnya dan sebagai
negatif yang berasal dari bangsa sendiri akibatnya terjadilah kemunduran-
46 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...
tangan manusia. Dengan perkataan lain, Menurut Talcott Parson (George Ritzer &
bagaimana mesin-mesin itu kembali Douglas J. Goodman, 2004: 121), ada 4
menjadi hamba dan bukan menjadi tuan subsistem yang menjalankan fungsi
manusia. utama dalam kehidupan masyarakat
Penilaian negatif manusia Indonesia yang dikenal dengan sistem “tindakan”,
memang tidak bisa dilepaskan dari yaitu dengan skema AGIL:
perubahan pola kehidupan masyarakat 1. Fungsi adaptasi (Adaptation)
Indonesia yang komunitarian ke arah dilaksanakan oleh subsistem ekonomi
individualistik. Hal ini mempengaruhi contoh: melaksanakan produksi &
nilai-nilai kepentingan bersama menjadi distribusi barang-jasa, dimana jalur
kepentingan pribadi. Munculnya para produksi dan distribusi barang –jasa
koruptor yang menilep uang rakyat demi untuk menciptakan kemakmuran dan
kemakmuran pribadi, kehidupan kesejahteran masyarakat dengan seadil-
permisif di kalangan pemuda demi adilnya sesuai dengan nilai-nilai yang
meraih kenikmatan pribadi, mentalitas terkandung dalam Pancasila.
menerabas demi mendapatkan 2. Fungsi pencapaian tujuan (Goal
keuntungan pribadi dan sebagainya telah attainment) dilaksanakan oleh subsistem
menghancurkan sendi-sendi politik contoh: melaksanakn distribusi-
kebersamaan. Nilai-nilai kejujuran, taat distribusi kekuasaan & memonopoli
pada aturan, menghargai prestasi kerja, unsur paksaan yang sah (negara). Dalam
dan sebagainya berawal dari rasa empati pembagian kekuasaan ini harus
kepada kepentingan bersama dan didasarkan kepada etika dan moral
kemajuan masyarakat sebagai rasa politik (moral excellen) untuk
kepemilikan bersama. menghindari kekuasaan absolut dan
Talcott Parson dengan teori struktural tindakan korupsi yang dilakukan elit.
fungsionalismenya, menyusun ide 3. Fungsi integrasi (Integration)
tentang teori sibernetika mencoba untuk dilaksanakan oleh subsistem hukum
memberikan jawaban, bahwa system dengan cara mempertahankan
sosial merupakan suatu sinergi antara keterpaduan antara komponen yg beda
tiga subsistem sosial—sistem sosial, pendapat/ konflik untuk mendorong
personalitas, dan sistem budaya--yang terbentuknya solidaritas sosial.
saling mengalami ketergantungan dan 4. Fungsi mempertahankan pola &
keterkaitan (Peter Beilharz: 2002: 292). struktur masyarakat (Lattent pattern
Ketiga subsistem (pranata) tersebut akan maintenance) dilaksanakan oleh
bekerja secara mandiri tetapi saling subsistem budaya menangani urusan
bergantung satu sama lain untuk pemeliharaan nilai - nilai & norma-
mewujudkan keutuhan & kelestarian norma budaya yg berlaku dengan tujuan
sistem sosial secara keseluruhan. kelestarian struktur masyarakat dibagi
Contohnya keterkaitan antara Hukum, menjadi subsistem keluarga, agama, dan
agama, pendidikan, budaya, ekonomi, pendidikan.
politik, sosial yang tak dapat terpisahkan Dengan demikian, implikasinya,
dan saling berinteraksi. masyarakat akan berkembang dengan
baik, jika setiap individu taat kepada
50 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...
norma-norma yang telah disepakati baik kondisi buruk ke arah kondisi yang lebih
dalam norma negara, masyarakat, dan baik dan bahagia.
agama. Untuk mengatasi dampak 2. Karya manusia dalam kebudayaan
negative globalisasi dan modernisasi pada hakekatnya bertujuan untuk
dalam kehidupan masyarakat, Auguste menjaga eksistensi kehidupannya,
Compte berpendapat bahwa setiap memberikan status dan kedudukan yang
individu membutuhkan agama yang terhormat dalam masyarakat, dan
humanis. Yaitu agama yang mampu sebagai usaha untuk menghasilkan
memberikan dan menunjukkan manusia produk yang lebih banyak lagi
kepada kehidupan yang manusiawi. 3. Kedudukan manusia dengan ruang
Karena agama diturunkan oleh Tuhan waktu berinteraksi dengan kehidupan
untuk kebutuhan hidup manusia, bukan masa lalu sebagai cermin untuk
sebaliknya manusia harus menghamba memandang kehidupan ke masa depan.
kepada agama. Komarudin Hidayat Sehingga manusia mampu untuk
(2008: 10) menyatakan, jika memang menghargai dan menggunakan ruang
agama diwahyukan untuk manusia, dan waktunya untuk kemajuan hidupnya.
bukan manusia untuk agama, maka salah 4. Hubugan manusia dengan alam
satu ukuran baik-buruknya sikap hidup sekitarnya, agar terjalin secara harmonis,
beragama adalah dengan menggunakan maka manusia harus mampu mensikapi
standar dan kategori kemanusiaan. alam dengan bijaksana. Melakukan
Bukannya ideologi dan sentimen eksploitasi alam tanpa melupakan upaya
kelompok. pemeliharaan dan pelestariannya. Agar
Kedua, pendekatan Sistem Nilai Budaya alam tidak “marah” dan dapat berlanjut
(Culture Value System). Pendekatan ini kepada anak cucu kelak dikemudian hari.
untuk memperbaiki mentalitas manusia 5. Hubungan manusia dengan sesamanya
Indonesia yang lemah karena faktor nilai dapat tetap terpelihara, apabila mereka
budaya negatif dan inferior complex yang mampu bekerja sama dan saling
diwariskan penjajah kepada bangsa pengertian. Dengan cara seperti itulah
Indonesia. Koentjaraningrat (2004: 25) kehidupan masyarakat dapat terpelihara
menyatakan, sistem nilai budaya terdiri tertib sosialnya yang diikat dengan
dari konsepsi-konsepsi, yang hidup sistem sosial dan sistem budaya.
dalam pikiran sebagian besar warga Selain itu, untuk menjawab persoalan
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus kualitas manusia Indonesia, Muchtar
mereka anggap amat bernilai dalam Lubis juga menyarankan agar melakukan
hidup. Untuk menganalisis sistem nilai suatu penelitian yang komprehensif dan
budaya Koentjaraningrat (2004: 27) tidak berhenti pada 6 (enam) karakter
menggunakan kerangka Kluckhohn, yaitu negatif yang sudah dipaparkan di atas.
lima dasar nilai budaya manusia : Dimana masih banyak budaya kebaikan
1. Hakekat hidup manusia. Ada yang dimiliki bangsa Indonesia telah
kebudayaan yang menganggap hakekat menjadi karakter positif dan berjalan di
hidup manusia adalah buruk dan tengah-tengah masyarakat, misalnya
menyedihkan, namun manusia dapat budaya gotong royong, kasih orang tua
berusaha untuk mengubah dirinya dari kepada anak dan sebaliknya, hati yang
PKn Progresif, Vol. 10 No. 1 Juni 2015 51