Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/313597817

MANUSIA INDONESIA DALAM DIMENSI SOSIOLOGI BUDAYA

Article · June 2015

CITATIONS READS

0 6,057

1 author:

Moh Muchtarom
Universitas Sebelas Maret
21 PUBLICATIONS   17 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Moh Muchtarom on 11 February 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MANUSIA INDONESIA DALAM DIMENSI SOSIOLOGI BUDAYA1

Oleh:
Moh. Muchtarom2

ABSTRAK

This article, the author wanted to explain about the human condition of
Indonesia which experienced varying degrees of decadence, thus
impacting the development of Indonesia's state-halting. There are two
reasons why the Indonesia experience multidimensional problems, namely the existence
of the nation's system of cultural values and heritage of colonization negative impact on
the people of Indonesia. To overcome this problem, one solution is to use a sociological
approach to the culture of the theory of Parsons and Kluckohn Talcot. Although the two
are not necessarily theoretically able to answer a wide range of problems that exist in
Indonesia, but at least it can be ground.

KATA KUNCI: Manusia Indonesia, sosiologi budaya

1
Artikel non penelitian
2
Dosen Prodi PPKn FKIP UNS
44 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...

PENDAHULUAN pusat. Nilai-nilai nasionalisme pun turut


Bangsa Indonesia telah mengalami melemah, Pancasila sudah mulai jarang
perubahan yang sangat radikal di segala dibicarakan dalam konteks kenegaraan,
lini kehidupan. Baik dalam dimensi kebangsaan dan kemasyarakatan
politik, sosial, budaya, ekonomi, dan (Asshiddiqie, 2009: 40).
sebagainya. Kondisi tersebut di atas kalau dicermati
Keberlangsungan kehidupan berbangsa karena lemahnya kesadaran berbangsa
dan bernegara seakan-akan terputus dan bernegara serta moralitas bangsa
dengan sejarah masa lalu, dimana nilai- yang buruk. Lebih khususnya adalah
nilai ideologi bangsa, sosial, budaya, dan karena sumber daya manusia Indonesia
nilai-nilai agama kurang mendapatkan yang mengalami penurunan kualitas
perhatian yang selayaknya, kebinekaan hidupnya.
dalam kesatuan mulai memudar, dan
pembangunan spiritual serta material KONDISI MANUSIA INDONESIA
belum mencapai tujuan yang diinginkan Membicarakan manusia Indonesia
karena berjalan tersendat-sendat. berarti membicarakan masyarakat
Meminjam istilah Endang Sumantri, Indonesia. Gambaran umum masyarakat
bangsa Indonesia mengalami masa-masa Indonesia adalah masyarakat majemuk
discontinue, unlinier, dan unpredictable atau pluralistis. Kemajemukan
(www.setneg.go.id). masyarakat dapat dilihat dari segi
Kondisi seperti ini memicu masyarakat horizontal seperti perbedaan etnis,
untuk bertindak anarkis dalam bahasa daerah, agama, dan geografis
menampakan antisosial dan maupun dari segi vertikal, seperti
antikemapanan, berdemonstrasi dengan perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi
cara merusak. Para pejabat menumpuk dan tingkat sosial budaya (Usman Pelly &
kekayaan sebanyak-banyaknya untuk Asih Menanti, 1994: 13).
kepentingan pribadi dengan cara korupsi Manusia Indonesia yang diinginkan
atau menyelewengkan amanahnya. adalah manusia seutuhnya yaitu manusia
Tawuran antar pelajar dan antar yang dididik untuk mencapai keselarasan
mahasiswa, maraknya penggunaan dan dan keseimbangan, baik dalam hidup
peredaran narkoba dan pornografi yang manusia sebagai pribadi, makhluk sosial,
mengancam masa depan remaja sebagai dalam hubungan manusia dengan
generasi masa depan bangsa. Para masyarakat, sesama manusia, dengan
pengadil yang diadili, aparat keamanan alam, dan dengan Tuhannya dalam
yang diamankan, serta para politisi dan mengejar kemajuan dan kebahagiaan
elit kekuasaan yang tidak peduli dengan rohaniah (ibid: 14).
etika berpolitik dan nasib rakyatnya yang Faktor manusia menjadi ujung tombak
kesusahan. mencegah keterpurukan bangsanegara.
Di daerah tertentu muncul keinginan Sumber daya manusia adalah kunci
untuk melepaskan diri dari Negara sehingga perlu dipersiapkan secara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terstruktur dan terencana. Repotnya
karena ketidakpuasan terhadap pengembangan kompetensi dan karakter
pembagian “kue” pembangunan dari manusia Indonesia kurang mendapat
PKn Progresif, Vol. 10 No. 1 Juni 2015 45

perhatian serius, tidak hanya tecermin dan dari luar akibat dari penjajahan
dalam penganggaran, tetapi juga dalam bangsa lain. Koentjaraningrat (2004: 45)
pengembangan praksis pendidikan. memperinci kelemahan mentalitas
Banyak dari kalangan ilmuwan dan manusia Indonesia, diantaranya: (1) sifat
budayawan Indonesia yang mengenali mentalitas yang meremehkan mutu; (2)
sisi-sisi negatif manusia Indonesia, sifat mentalitas yang suka menerabas;
diantaranya uraian ”manusia Indonesia”- (3) sifat tak percaya kepada diri sendiri;
nya Mochtar Lubis dan ”mental (4) sifat tak berdisiplin murni; (5) sifat
menerabas”-nya Koentjaraningrat. mentalitas yang suka mengabaikan
Melihat fenomena kehidupan masyarakat tanggung jawab yang kokoh.
Indonesia yang jauh dari citacita Mansyur Semma (2008) mengutip
pembangunan Indonesia, Muchtar Lubis pendapat Samuel P. Huntington tentang
secara lisan pada tahun 1977, menyebut kondisi masyarakat yang mempersubur
enam ciri manusia Indonesia. Meliputi korupsi. Korupsi cenderung meningkat
hipokrit alias munafik (1), enggan dalam periode pertumbuhan dan
bertanggung jawab atas perbuatan dan demokratisasi yang cepat karena
keputusannya (2), berjiwa feodal (3), perubahan nilai dan sumber-sumber
percaya takhayul (4), artistik (5), dan baru kekayaan dan kekuasaan.
berwatak lemah (6). Ryan Sugiarto (2009: 11-13) memperinci
Ketika tahun 1982 Mochtar Lubis watak negatif manusia Indonesia dengan
diminta merefleksikan kembali ”manusia mengemukakan 55 kebiasaan kecil yang
Indonesia”, dengan tegas ia mengatakan menghancurkan bangsa. Walaupun
tidak ada perubahan, semakin parah. demikian kita yakin bahwa masih banyak
Andaikan permintaan itu disampaikan diantara manusia Indonesia yang
kembali, di saat Mochtar Lubis sudah memiliki kebiasaan positif atau memiliki
tiada (meninggal 2 Juli 2004), niscaya ia karakter yang baik.
menangis di alam baka. Namun, menurut Myrdal kondisi yang
Koentjaraningrat (2004: 37-38) demikian sesungguhnya tidak bisa
menyatakan manusia Indonesia dikembalikan kepada ciri-ciri jelek yang
mengidap mentalitas yang lemah, yaitu alamiah yang ada pada bangsabangsa itu,
konsepsi atau pandangan dan sikap melainkan pada struktur tempat mereka
mental terhadap lingkungan yang sudah berada. Kelemahan itu bukan disebabkan
lama mengendap dalam alam pikiran oleh inherent evil character straits of their
masyarakat, karena terpengaruh atau peoples, melainkan merupakan hasil dari
bersumber kepada sistem nilai budaya sejarah yang cukup panjang (Satjipto
(culture value system) sejak beberapa Rahardjo, 1986: 67).
generasi yang lalu, dan yang baru timbul Koentjaraningrat, mengakui akan
sejak zaman revolusi yang tidak pengaruh dekolonisasi dan penjajahan
bersumber dari sistem nilai budaya Belanda telah menjungkir-balikan
pribumi. Artinya, kelemahan mentalitas tatanan dan tata kerja yang mapan untuk
manusia Indonesia diakibatkan oleh dua digantikan oleh sesuatu yang belum jelas
hal yaitu karena sistem nilai budaya kaidah dan strukturnya dan sebagai
negatif yang berasal dari bangsa sendiri akibatnya terjadilah kemunduran-
46 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...

kemunduran dalam prestasi orang Contoh kedua Jepang, walaupun bencana


Indonesia pasca revolusi, dan hal datang bertubi-tubi dalam bentuk gempa
tersebut yang dapat melemahkan bumi, tsunami, meledaknya reaktor
mentalitas bangsa Indonesia (2004: 44). nuklir, mereka mampu mensikapi
Muchtar Lubis juga mengiyakan bahwa dengan tenang. Dalam kondisi yang kritis
ciri-ciri manusia Indonesia yang telah masyarakat Jepang tetap
dipaparkan di atas disebabkan oleh mengedapankan nilai-nilai positif. Dalam
struktur yang mencekam, yaitu karena acara berita di TV, disampaikan
adanya pemerintahan orde baru yang pengalaman warganegara Indonesia
represif dan otoriter (Lubis, 1992; yang tinggal di Jepang, mendapatkan
Ramadhan K.H., 1995). pengalaman menarik ketika gempa
datang dan dia sedang berbelanja di mall.
BISA DIUBAH, DAN HARUS BERUBAH Setelah peristiwa gempa telah usai dari
Manusia Indonesia masa depan perlu pihak penanggung jawab mall segera
dipahami bukan sebagai ”sudah begitu, mengembalikan kartu kredit
mau apalagi”, tetapi bisa diubah, melalui warganegara Indonesia yang tertinggal.
strategi kebudayaan, yaitu dengan Hal ini merupakan refleksi teguhnya
melakukan perubahan sistem nilai integritas dan kejujuran warga Jepang.
budaya (culture value sistem). Gambaran bahwa di Jepang setiap
Misalnya, membuat perbandingan dompet yang jatuh umumnya akan
pengalaman negara lain sebagai bahan kembali dalam keadaan utuh. karakter
belajar dan perbaikan internal secara integritas dan kejujuran ini telah melekat
radikal. Misalnya, perbandingan yang dalam masyarakat Jepang karena adanya
disampaikan Huntington dalam spirit dan ajaran Bushido yang
artikelnya Culture Count di bunga rampai menekankan karakter amanah, pengasih,
Culture Matters (2000: xiii-xvi) yang santun, sopan, mulia, hormat dan lain-
disuntingnya bersama Lawrence lain (Zaim Uchrowi, 2009: 4).
Harrison merangsang kita untuk Jadi, sebenarnya sumber persoalan
memiliki keyakinan. buruknya kualitas manusia Indonesia
Huntington menggambarkan Ghana pada adalah adanya nilai-nilai yaitu sistem
tahun 1960-an serba sama dengan Korea nilai budaya yang negatif dan penjajahan
Selatan. Namun, 30 tahun kemudian, yang sangat lama yang dialami bangsa
Korsel melampaui Ghana dalam segala Indonesia–meminjam istilah dari
hal. Mengapa? Pertanyaan ini dijawab Koentjaraningrat. Sistem nilai budaya itu
Lawrence Harrison dalam artikel dihidupi dan dikembangkan oleh
Promoting Progressive Culture Change di manusia, yang menjadi subyek atas
buku yang sama. Akar masalahnya, perilaku dan tindakannya. Sedangkan
Korsel menghidupi dan mengembangkan untuk membangkitkan mental negara
nilai budaya progresif dengan 10 tipologi terjajah adalah dengan banyak belajar
manusia, di antaranya berorientasi kepada negara-negara lain yang telah
waktu, kerja keras, hemat, pendidikan, maju, sehingga termotivasi untuk
dan menghagai prestasi. meningkatkan kepribadiannya ke arah
yang lebih baik.
PKn Progresif, Vol. 10 No. 1 Juni 2015 47

PENDEKATAN SOSIOLOGI DAN SISTEM Namun, dalam pandangan sosiologi,


NILAI BUDAYA konsep manusia dan masyarakat ada dua
Dalam makalah ini, untuk menemukan aliran yang membahasnya.Pertama, yang
jawaban atas permasalahan yang diwakili oleh Rousseau, dimana
dihadapai manusia Indonesia, bangunan pemikiran Rousseau terhadap
menggunakan dua pendekatan yaitu manusia didirikan pada tatanan dimana
pendekatan sosiologi khususnya teori manusia sebagai individu dalam
sibernatik Talcott Parson dan sistem nilai menunjang kemajuan suatu masyarakat.
budaya (Culture Value System) Rousseau berpendirian bahwa man’s
khususnya kerangka mengenai lima impules, passions dan reasons yang
dasar nilai budaya manusia Kluckhohn. menentukan masyarakatnya (Loekman
Pertama, pendekatan Sosiologi. Pada Soetrisno, 1986: 56).
dasarnya sosiologi melihat manusia Sedangkan aliran yang kedua diwakili
dalam serba keterhubungannya dengan oleh Louis De Bonald dan Auguste
manusia atau orang lain. Manusia adalah Compte, dimana Bonald sebaliknya
manusia dalam masyarakat (Satjipto berpendapat bahwa bukan
Rahardjo, 1986: 63). Dengan berdasar individuindividu yang menunjang
ada paradigma manusia-masyarakat kemajuan masyarakat tetapi justru
tersebut dapatlah selanjutnya diketahui sebaliknya, masyarakatlah yang
aspek-aspek apa saja yang muncul menentukan individu-individu yang
manakala kita membicarakan manusia tinggal dalam masyarakat itu (ibid).
itu, yaitu: sistem kepribadian yang Bagi Bonald individu secara sendirian
menyangkut diri manusia itu sendiri, adalah “helpnes” dan “Steril” untuk dapat
sistem sosial, dan sistem kebudayaan mengembangkan masyarakatnya. Karena
(Talcott Parson, 1951: 6). Dengan itu individu tidak dapat menciptakan
demikian, dari segi pemahaman atau menemukan sesuatu. Untuk
sosiologis, manusia itu senantiasa berada membuktikannya, menurut teori Bonald
pada posisi didisiplinkan oleh struktur di manusia sebagai tidak memiliki secara
luar dirinya, apakah itu berupa sistem alamiah kata-kata dan ideas (T.
sosial ataukah kebudayaan. Botttomore dan Robert Nisbet dalam
Keadaan yang demikian ini tampak Loekman Soetrisno, 1986: 56). Bonald
dalam tindakannya. Tindakan manusia berpendapat bahwa hanya dalam
ini tidak pernah bisa dilihat terlepas dari masyarakat kita dapati ideas and symbols,
jaringan struktur yang merangkumnya. dan masyarakatlah yang
Oleh karena itu, dari sudut pemahaman mengkomunikasikan keduanya kepada
sosiologi sulit untuk melihat tindakan individu manusia. Ide dapat timbul
manusia itu sebagai suatu perbuatan dalam makhluk yang berpikir tetapi
yang spontan, melainkan sebagai hasil karena berpikir itu sendiri tidak dapat
perhitungannya dengan struktur yang timbul tanpa bahasa maka jelaslah,
merangkumnya, baik berupa perbuatan bahwa kita tidak mungkin memperoleh
yang sesuai dengan struktur maupun the thought of language tanpa kita
yang menentangnya (Satjipto rahadjo, memiliki bahasa itu sendiri.
1986: 64).
48 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...

Satjipto Raharjdo (1986: 64) menciptakan manusia yang


memperjelas keterangan tersebut di atas, individualistik.
bahwa sejak manusia (belajar) Diantaranya dengan kemajuan ilmu
menggunakan bahasa sudah tampak pengetahuan dan teknologi yang sangat
fenomena keterikatannya dalam jaringan pesat, juga memberikan dampak
struktur yang demikian itu. Berbahasa, perubahan kehidupan masyarakat
atau berkomunikasi dengan Indonesia. Penggunaan teknologi modern
menggunakan bahasa (bahkan juga dalam masyarakat telah menjepit posisi
dengan menggunakan isyarat lain) manusia, sehingga untuk bisa
menunjukkan keterikatan manusia menjelaskan sikap-sikap dan
belaka. Dalam menggunakan serta perilakunya, kita memerlukan
mengucapkan suatu perkataan kita pengamatan terhadap pengaruhnya yang
memperhitungkan kemampuan orang bekerja atas diri manusia.
lain untuk menangkap maksud yang kita Semenjak revolusi industri
kirimkan melalui perkataan tersebut. membebaskan manusia dari
Anak Indonesia akan berbahasa kedudukannya yang pasif dan
Indonesia, inilah contoh yang paling ketergantungannya pada alam, maka
mudah tentang perwujudan paradigma secara perlahan manusia masuk ke
manusia –-dalam masyarakat atau dalam situasi keterikatan yang lain,
pemahaman sosiologis tentang manusia bahkan sangat mengekang sifatnya.
itu. Alam mengikat manusia dengan cara
Kemudian Auguste Compte berpendapat memangku dan menghidupinya,
bahwa krisis yang dihadapi oleh sedangkan teknologi mencekeram
masyarakat Eropa pada waktu abad manusia dengan memberikan
pencerahan disebabkan karena kemudahan-kemudahan, kenikmatan-
individualisme yang melanda kenikmatan tertentu dan secara
masyarakat Eropa melalui gerakan bersamaan menekan dan merusaknya,
reformasi. hingga manusia tidak mampu lagi
Compte melihat bahwa manusia adalah menghindarkan diri dari ketergantungan
nonrational. Oleh karena itu, terhadapa teknologi modern.
menurutnya, individual liberty justru Masyarakat dan pemerintah sudah tidak
akan menimbulkan bahaya bagi lagi dilakukan oleh manusia, melainkan
keutuhan masyarakat itu sendiri. Oleh oleh mesin. Manusia menjadi bionik,
karena itu dalam masyarakat manusia masyarakat menjadi sosionik dan
tak seorangpun dapat berpendapat lain pemerintah menjadi administronik
daripada apa yang telah diputuskan oleh (Satjipto Rahardjo, 1986: 69). Ruh
golongan tertinggi masyarakat yaitu the kemanusiaan telah hilang dari sisi-sisi
intellectual-scientific-religious group kehidupan manusia, yang ada adalah
(Bottomore dan Robert Nisbet dalam manusia hidup seperti robot yang diatur
Loekman Soetrisno, 1986: 58). oleh teknologi. Pergulatan besar yang
Compte juga berpendapat bahwa sedang berlangsung sekarang ini pada
Modernisasi berbahaya bagi budaya dan hakekatnya adalah bagaimana
tertib sosial, karena spirit modernisasi mengembalikan semuanya kembali ke
PKn Progresif, Vol. 10 No. 1 Juni 2015 49

tangan manusia. Dengan perkataan lain, Menurut Talcott Parson (George Ritzer &
bagaimana mesin-mesin itu kembali Douglas J. Goodman, 2004: 121), ada 4
menjadi hamba dan bukan menjadi tuan subsistem yang menjalankan fungsi
manusia. utama dalam kehidupan masyarakat
Penilaian negatif manusia Indonesia yang dikenal dengan sistem “tindakan”,
memang tidak bisa dilepaskan dari yaitu dengan skema AGIL:
perubahan pola kehidupan masyarakat 1. Fungsi adaptasi (Adaptation)
Indonesia yang komunitarian ke arah dilaksanakan oleh subsistem ekonomi
individualistik. Hal ini mempengaruhi contoh: melaksanakan produksi &
nilai-nilai kepentingan bersama menjadi distribusi barang-jasa, dimana jalur
kepentingan pribadi. Munculnya para produksi dan distribusi barang –jasa
koruptor yang menilep uang rakyat demi untuk menciptakan kemakmuran dan
kemakmuran pribadi, kehidupan kesejahteran masyarakat dengan seadil-
permisif di kalangan pemuda demi adilnya sesuai dengan nilai-nilai yang
meraih kenikmatan pribadi, mentalitas terkandung dalam Pancasila.
menerabas demi mendapatkan 2. Fungsi pencapaian tujuan (Goal
keuntungan pribadi dan sebagainya telah attainment) dilaksanakan oleh subsistem
menghancurkan sendi-sendi politik contoh: melaksanakn distribusi-
kebersamaan. Nilai-nilai kejujuran, taat distribusi kekuasaan & memonopoli
pada aturan, menghargai prestasi kerja, unsur paksaan yang sah (negara). Dalam
dan sebagainya berawal dari rasa empati pembagian kekuasaan ini harus
kepada kepentingan bersama dan didasarkan kepada etika dan moral
kemajuan masyarakat sebagai rasa politik (moral excellen) untuk
kepemilikan bersama. menghindari kekuasaan absolut dan
Talcott Parson dengan teori struktural tindakan korupsi yang dilakukan elit.
fungsionalismenya, menyusun ide 3. Fungsi integrasi (Integration)
tentang teori sibernetika mencoba untuk dilaksanakan oleh subsistem hukum
memberikan jawaban, bahwa system dengan cara mempertahankan
sosial merupakan suatu sinergi antara keterpaduan antara komponen yg beda
tiga subsistem sosial—sistem sosial, pendapat/ konflik untuk mendorong
personalitas, dan sistem budaya--yang terbentuknya solidaritas sosial.
saling mengalami ketergantungan dan 4. Fungsi mempertahankan pola &
keterkaitan (Peter Beilharz: 2002: 292). struktur masyarakat (Lattent pattern
Ketiga subsistem (pranata) tersebut akan maintenance) dilaksanakan oleh
bekerja secara mandiri tetapi saling subsistem budaya menangani urusan
bergantung satu sama lain untuk pemeliharaan nilai - nilai & norma-
mewujudkan keutuhan & kelestarian norma budaya yg berlaku dengan tujuan
sistem sosial secara keseluruhan. kelestarian struktur masyarakat dibagi
Contohnya keterkaitan antara Hukum, menjadi subsistem keluarga, agama, dan
agama, pendidikan, budaya, ekonomi, pendidikan.
politik, sosial yang tak dapat terpisahkan Dengan demikian, implikasinya,
dan saling berinteraksi. masyarakat akan berkembang dengan
baik, jika setiap individu taat kepada
50 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...

norma-norma yang telah disepakati baik kondisi buruk ke arah kondisi yang lebih
dalam norma negara, masyarakat, dan baik dan bahagia.
agama. Untuk mengatasi dampak 2. Karya manusia dalam kebudayaan
negative globalisasi dan modernisasi pada hakekatnya bertujuan untuk
dalam kehidupan masyarakat, Auguste menjaga eksistensi kehidupannya,
Compte berpendapat bahwa setiap memberikan status dan kedudukan yang
individu membutuhkan agama yang terhormat dalam masyarakat, dan
humanis. Yaitu agama yang mampu sebagai usaha untuk menghasilkan
memberikan dan menunjukkan manusia produk yang lebih banyak lagi
kepada kehidupan yang manusiawi. 3. Kedudukan manusia dengan ruang
Karena agama diturunkan oleh Tuhan waktu berinteraksi dengan kehidupan
untuk kebutuhan hidup manusia, bukan masa lalu sebagai cermin untuk
sebaliknya manusia harus menghamba memandang kehidupan ke masa depan.
kepada agama. Komarudin Hidayat Sehingga manusia mampu untuk
(2008: 10) menyatakan, jika memang menghargai dan menggunakan ruang
agama diwahyukan untuk manusia, dan waktunya untuk kemajuan hidupnya.
bukan manusia untuk agama, maka salah 4. Hubugan manusia dengan alam
satu ukuran baik-buruknya sikap hidup sekitarnya, agar terjalin secara harmonis,
beragama adalah dengan menggunakan maka manusia harus mampu mensikapi
standar dan kategori kemanusiaan. alam dengan bijaksana. Melakukan
Bukannya ideologi dan sentimen eksploitasi alam tanpa melupakan upaya
kelompok. pemeliharaan dan pelestariannya. Agar
Kedua, pendekatan Sistem Nilai Budaya alam tidak “marah” dan dapat berlanjut
(Culture Value System). Pendekatan ini kepada anak cucu kelak dikemudian hari.
untuk memperbaiki mentalitas manusia 5. Hubungan manusia dengan sesamanya
Indonesia yang lemah karena faktor nilai dapat tetap terpelihara, apabila mereka
budaya negatif dan inferior complex yang mampu bekerja sama dan saling
diwariskan penjajah kepada bangsa pengertian. Dengan cara seperti itulah
Indonesia. Koentjaraningrat (2004: 25) kehidupan masyarakat dapat terpelihara
menyatakan, sistem nilai budaya terdiri tertib sosialnya yang diikat dengan
dari konsepsi-konsepsi, yang hidup sistem sosial dan sistem budaya.
dalam pikiran sebagian besar warga Selain itu, untuk menjawab persoalan
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus kualitas manusia Indonesia, Muchtar
mereka anggap amat bernilai dalam Lubis juga menyarankan agar melakukan
hidup. Untuk menganalisis sistem nilai suatu penelitian yang komprehensif dan
budaya Koentjaraningrat (2004: 27) tidak berhenti pada 6 (enam) karakter
menggunakan kerangka Kluckhohn, yaitu negatif yang sudah dipaparkan di atas.
lima dasar nilai budaya manusia : Dimana masih banyak budaya kebaikan
1. Hakekat hidup manusia. Ada yang dimiliki bangsa Indonesia telah
kebudayaan yang menganggap hakekat menjadi karakter positif dan berjalan di
hidup manusia adalah buruk dan tengah-tengah masyarakat, misalnya
menyedihkan, namun manusia dapat budaya gotong royong, kasih orang tua
berusaha untuk mengubah dirinya dari kepada anak dan sebaliknya, hati yang
PKn Progresif, Vol. 10 No. 1 Juni 2015 51

damai/ lembut, bersabar, dan cepat menjadi kendala tersendiri, jika


belajar. Walaupun untuk kehidupan pemerintah tidak mampu menekan
masyarakat di perkotaan sepertinya pertumbuhannya. Dimana dengan
budaya positif tersebut mulai luntur dan besarnya jumlah penduduk dipastikan
tidak sedikit yang meninggalkannya. Hal kebutuhan akan pangan, sandang, dan
ini menjadi tanggung jawab Pemerintah papan juga akan semakin meningkat. Hal
dan masyarakat untuk menumbuhkan ini jika tidak diantisipasi akan
kembali budaya positif tersebut. Dan menimbulkan kerawanan pangan,
lembaga pendidikan baik di rumah, persaingan memperoleh pekerjaan
sekolah, maupun di masyarakat menjadi semakin meningkat, lahan pertanian
sarana yang paling ideal untuk banyak berubah menjadi tempat hunian,
melaksanakannya. keberadaan hutan semakin menyempit,
Sedangkan nilai-nilai negatif yang dan berdampak kepada semakin
berasal dari bangsa asing baik yang di meningkanya problem penumpukan
bawa pada masa penjajahan maupun sampah, banjir, bencana alam,
karena adanya dampak globalisasi, maka kemiskinan dan sebagainya.
pemerintah harus membuat peraturan Belum lagi masalah karakter negative
yang membatasi efek globalisasi tersebut bangsa yang sangat sulit diubah kalau
walaupun tidak bisa sama sekali hanya mengandalkan kesadaran warga
menghindarinya dan mengganti budaya- negara. Kasus korupsi yang tidak pernah
budaya penjajah dengan budaya genuine habis-habisnya, peredaran dan
Indonesia yang positif, serta disusunnya penggunaan narkoba, pornogarafi dan
kurikulum berbasis budaya lokal untuk porno aksi, tawuran, kriminalitas dan
pendidikan. sebagainya telah membawa masyarakat
Misalnya, untuk merubah kebiasaan ke jurang dekadensi moral yang lebih
masyarakat yang tidak peduli terhadap parah lagi.
kelestarian lingkungan, maka Jika ini benar-benar terjadi, maka
pemerintah harus membuat undang- kualitas atau mentalitas manusia
undang yang ketat dengan hukuman Indonesia akan semakin memburuk, dan
tegas bagi yang melanggar. Kemudian pada akhirnya bangsa ini akan semakin
menghilangkan sapaan-sapaan penjajah berat menanggung beban segala
yang tidak sesuai budaya bangsa dengan permasalahannya. Dalam kondisi seperti
mengimplementasikan karakter positif ini, bangsa yang bernama Indonesia akan
dari budaya bangsa sendiri dan menuju kebangkrutan atau bahkan yang
membangkitkan kembali tradisi-tradisi lebih ekstrim akan menuju
besar dan mengembangan kesenian kehancurannya?
secara struktural maupun kultural.
Namun, dengan kondisi masyarakat PENUTUP
Indonesia sekarang ini, usaha perbaikan Pengenalan manusia Indonesia dengan
ke arah yang positif pasti akan menemuai menonjolkan sisi-sisi negatifnya justru
berbagai macam hambatan. amat relevan, kontributif, dan produktif
Misalnya, jumlah penduduk yang untuk membangun manusia Indonesia
sekarang mencapai lebih dari 200 juta yang postmo (JB Mangunwijaya), yang
52 Moh. Muchtarom: Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi Budaya...

well informed (Soedjatmoko), yang Mencari Konsep Manusia Indonesia


berpengharapan—dalam sisi spirituil Sebuah Bunga Rampai. Jakarta:
(Mukti Ali), yang mandiri dan tahu batas Erlangga
Lubis, Muchtar. 1992. Budaya,
kemampuan diri (Slamet Iman Santoso),
Masyarakat, Dan Manusia
yang tidak gagap teknologi (BJ. Habibie). Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Kata kunci mengatasi keterpurukan Indonesia
Indonesia adalah culture matters, kata Pelly, Usman & Asih Menanti. 1994.
Jakob Oetama dalam pidato peluncuran Teori-Teori Sosial Budaya. Jakarta.
Koentjaraningrat Memorial Lecture I, 15 Dirjen Dikti Depdiknas
Maret 2004. Parson, Talcott. 1951. The Social System.
New York: The Free Press.
Tipologi manusia budaya statis perlu
Ramadhan K.H. (Penyunting). 1995.
diubah menjadi tipologi manusia Muchtar Lubis Bicara Lurus,
berbudaya progresif. Walaupun teori Menjawab Pertanyaan Wartawan.
Talcott Parson dan Kluckhohn mungkin Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
tidak sepenuhnya dapat menjawab Ritzer, George & Douglas J. Goodman.
permasalahan karakter dan mentalitas 2004. Teori Sosiologi Modern.
bangsa Indonesia, namun setidaknya ada Jakarta: Kencana
Satjipto Rahardjo. 1986. Gambaran
jalan keluar yang dapat dijadikan sebagai
Tentang Manusia dari Sudut
landasan. Dan yang paling penting adalah Sosiologi dalam Mencari Konsep
solusi itu sebenarnya dapat digali melalui Manusia Indonesia Sebuah Bunga
kebudayaan lokal yang lebih genuine dan Rampai. Jakarta: Erlangga
tidak asing bagi pengembangan manusia Semma, Mansyur. 2008. Negara dan
Indonesia ke depan ke arah yang lebih Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor
baik dan bermartabat sesuai dengan Indonesia
kepribadian bangsa. Sugiarto, Ryan. 2009. 55 Kebiasaan Kecil
yang Menghancurkan Bangsa.
Yogyakarta: Pinus Book publishing
Uchrowi, Zaim, Harian Republika.
DAFTAR PUSTAKA
“Bushido”, Jum’at, 13 November
2009
Beilharz, Peter.2002. Teori-Teori Sosial,
Observasi Kritis Terhadap para
Filosof Terkemuka. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Harrison, Lawrence E. & Samuel P.
Huntington (ed.). 2000. Culture
Matters, How Values Shape Human
Progress. New York: Basic Books
Hidayat, Komarudin. 2008. The Wisdom
of Life, Menjawab Kegelisahan
Hidup dan Agama. Jakarta: Kompas
Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan,
Mentalitas, dan Pembangunan.
Jakarta: Gramedia

Loekman Soetrisno. 1986. Konsep


Manusia dalam Sosiologi dalam

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai