Anda di halaman 1dari 27

UNDANG-UNDANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN

LANSIA

OLEH :

KELOMPOK 2

CHINTYA SIAHAAN : 1722171009

DIAN ARDILA : 1722171011

DWI SINTA LARASATI : 1722171012

ERNA H TELAUMBANUA : 1722171014

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN PROGRAM


STUDI D3 KEPERAWATAN
T.A : 2019/ 2020
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 1965

TENTANG

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa perlu diadakan usaha-usaha untuk memberikan bantuan penghidupan dan


perawatan kepada orang-orang jompo;

Mengingat:

1. pasal 5 ayat 1 dan pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar;


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tanggal 3 Desember
1960 No. II/MPRS/1960, lampiran A (penyempurnaan) § 388:

Dengan persetujuan :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG-ROYONG,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

Undang-undang tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo.


BAB I

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dengan orang jompo dalam Undang-undang ini ialah setiap orang
yang berhubung dengan lanjutnya usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari.

Pasal 2

Bantuan penghidupan yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini adalah


pemberian tunjangan dan perawatan kepada orang jompo yang diselenggarakan
secara umum oleh Pemerintah atau di rumah Badan-badan/Organisasi Swasta
Perseorangan.

Pasal 3

Tunjangan yang diberikan kepada orang jompo berupa pemberian bahan-bahan


keperluan hidup atau uang, sedangkan perawatan diberikan di rumah sendiri, di
rumah peristirahatan atau pengasuhan/pemondokan pada suatu keluarga.

BAB II

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO OLEH


PEMERINTAH

Pasal 4
(1) Pemberian bantuan penghidupan kepada orang-orang jompo tersebut dalam
pasal 2 dan 3 ditugaskan kepada Menteri Sosial, dan dilakukan dalam bentuk
dan ukuran menurut keperluan yang bersangkutan serta sesuai dengan
keadaannya.
(2) Dengan tidak mengurangi wewenang Daerah dalam melaksanakan tugas
mengatur dan mengurus rumah-rumah perawatan bagi orang jompo
berdasarkan peraturan-peraturan Negara yang telah ada, maka tugas yang
diserahkan dalam lapangan pemberian bantuan penghidupan orang jompo
disesuaikan dan dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-
undang ini serta menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri
Sosial.

Pasal 5

(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan/subsidi, dan melakukan


pengawasan terhadap usaha-usaha pemberian bantuan penghidupan kepada
orang jompo yang dilakukan oleh Badanbadan/Organisasi
Swasta/Perseorangan.
(2) Bentuk dan ukuran bantuan syarat-syarat perawatan dan pemberian subsidi
dan lain-lain ditetapkan tersendiri oleh Menteri.

Pasal 6

Apabila cara menyelenggarakan pemberian bantuan penghidupan orang jompo


secara umum oleh sesuatu badan atau organisasi maupun perseorangan menurut
pendapat Menteri Sosial tidak memenuhi syarat-syarat pemberian bantuan
penghidupan, maka Menteri telah mendengar pendapat Kepala Dinas Sosial
Daerah yang bersangkutan dapat melarang pengurus yang bersangkutan untuk
menyelenggarakan pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo, dan
mengambil tindakan yang dianggapnya perlu dan berfaedah dengan menggantikan
kepentingan orang jompo yang bersangkutan.

BAB III

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO OLEH


BADAN-BADAN ATAU ORGANISASI SWASTA
Pasal 7

(1) Pengurus dari setiap badan atau organisasi yang menurut anggaran dasarnya
seluruh atau sebagian pokok lapangan pekerjaannya memberi bantuan
penghidupan secara umum kepada orang jompo, wajib melaporkan kepada
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Sosial untuk didaftar serta untuk
mendapatkan petunjuk-petunjuk yang bersifat bimbingan dalam waktu tiga
bulan sejak badan atau organisasi itu didirikan.
(2) Demikian pula pengurus daripada badan atau organisasi tersebut dalam ayat
(1) pasal ini memberitahukan setiap perubahan anggaran dasar atau susunan
dari badan atau organisasi yang dipimpinnya kepada pejabat yang dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini dalam waktu satu bulan setelah perubahan itu
diadakan.

Pasal 8

(1) Badan-badan dan organisasi tersebut dalam pasal 7, yang memenuhi syarat
dapat memperoleh bantuan atau subsidi dari Pemerintah.
(2) Badan-badan dan organisasi swasta yang mendapat bantuan atau subsidi
dari Pemerintah, wajib memenuhi syarat-syarat dan mematuhi peraturan-
peraturan dan petunjuk-petunjuk yang bersifat bimbingan tentang
pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo yang ditetapkan oleh
Menteri Sosial.

Pasal 9

(1) Atas permintaan pejabat termaksud dalam pasal 7 ayat (1) pengurus
daripada badan atau organisasi yang bersangkutan memberikan keterangan
tentang pengurusan maupun tentang orang yang sedang atau pernah diberi
tunjangan atau dirawat oleh badan atau organisasi yang dipimpinnya.
(2) Badan-badan dan organisasi tersebut dalam pasal 7 ayat (1) harus
memberikan kesempatan dan kerja sama yang diperlukan kepada pejabat-
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Sosial untuk setiap waktu melakukan
pemilikan tentang pelaksanaan peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk,
syaratsyarat serta kewajiban-kewajibannya.

Pasal 10
(1) Bantuan atau subsidi Pemerintah akan dihentikan apabila pengurus Badan
atau Organisasi seperti dimaksud dalam pasal 7 dan 8 melalaikan
kewajibannya terhadap pemerintah.
(2) Apabila karena kelalaiannya itu menyebabkan orang jompo dalam
tanggung jawabnya menjadi terlantar, maka pengurus Badan atau
Organisasi tersebut dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya
tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
(3) Perbuatan dimaksud dalam ayat (2) di atas adalah pelanggaran.

BAB IV

PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO OLEH


PERSEORANGAN

Pasal 11

(1) Pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo secara umum oleh
perseorangan hanya boleh dilakukan dengan izin serta memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh Menteri Sosial.
(2) Kepada perseorangan yang menurut tujuan usahanya seluruh atau sebagian
pokok lapangan pekerjaannya memberi bantuan penghidupan kepada orang
jompo secara umum diwajibkan untuk melaporkan setiap perubahan tujuan
usahanya kepada pejabat dan dalam waktu yang dimaksud dalam pasal 7 ayat
(2) dan memberi keterangan yang diperlukan pejabat itu mengenai orang
yang sedang atau pernah diberinya tunjangan maupun dirawatnya.
(3) Terhadap perseorangan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku juga
pasal-pasal 8, 9 dan 10.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 12

Pengurus badan-badan atau organisasi yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) dan
perseorangan yang dimaksud dalam pasal 10 yang sudah mulai dengan usaha
pemberian bantuan penghidupan kepada orang jompo sebelum Undang-undang ini
mulai berlaku dengan sendirinya tunduk kepada ketentuanketentuan dalam
Undang-undang ini diwajibkan memenuhi ketentuan termaksud dalam pasal-pasal
7 ayat (1) dan 10 ayat (1) dalam waktu tiga bulan sesudah Undang-undang ini
mulai berlaku.

Pasal 13

Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini segala peraturan


pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangan.

Pasal 14

(1) Undang-undang ini dinamakan, Undang-undang Pemberian Bantuan


Penghidupan Orang Jompo".

(2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan


Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 10 Mei 1965

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SUKARNO.

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 10 Mei 1965

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.
MOHD. ICHSAN.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN


2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 13


Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dipandang perlu menetapkan
Keputusan Presiden tentang Komisi Nasional Lanjut Usia;

Mengingat:

1. Pasal 4 ayat (1)Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3796);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA.

BAB I

PEMBENTUKAN

Pasal 1

(1) Membentuk Komisi Nasional Lanjut Usia.


(2) Komisi Nasional Lanjut Usia merupakan wadah koordinasi antara Pemerintah
dan masyarakat yang bersifat non struktural dan independen dalam
melaksanakan tugasnya.

Pasal 2

Komisi Nasional Lanjut Usia berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
BAB II

TUGAS

Pasal 3

(1) Komisi Nasional Lanjut Usia mempunyai tugas :


a. membantu Presiden dalam mengkoordinasikan pelaksanaan upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia;
b. memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam penyusunan
kebijakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
KomisiNasional Lanjut Usia dapat bekerja sama dengan instansi Pemerintah,
baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan
internasional dan pihak-pihak lain yang dipandang perlu.

BAB III

ORGANISASI

Bagian Pertama

Keanggotaan

Pasal 4

Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia terdiri dari unsur Pemerintah dan
masyarakat yang berjumlah paling banyak 25 (dua puluh lima) orang.

Pasal 5

Susunan keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia terdiri dari :

a. Ketua I merangkap anggota;


b. Ketua II merangkap anggota;
c. Wakil Ketua I merangkap anggota;
d. Wakil Ketua II merangkap anggota;
e. e. Sekretaris merangkap anggota;
f. f. Anggota.
Pasal 6

(1) Jabatan Ketua I dalam susunan keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dijabat oleh Menteri yang
bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan di bidang sosial.
(2) Jabatan Ketua II dalam susunan keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dijabat dari unsur masyarakat.
(3) Jabatan Wakil Ketua I dalam susunan keanggotaan Komisi Nasional Lanjut
Usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dijabat oleh Direktur
Jenderal yang bertanggung jawab dalam urusan kesejahteraan sosial lanjut
usia dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan di bidang sosial.
(4) Jabatan Wakil Ketua II dalam susunan keanggotaan Komisi Nasional Lanjut
Usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dijabat dari unsur
masyarakat.
(5) (5) Jabatan Sekretaris dalam susunan keanggotaan Komisi Nasional Lanjut
Usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dipilih sendiri oleh para
anggota melalui tata cara yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Lanjut Usia.

Pasal 7

(1) Selain untuk jabatan Ketua I dan Wakil Ketua I Komisi Nasional Lanjut Usia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3), keanggotaan
Komisi Nasional Lanjut Usia yang berasal dari unsur Pemerintah merupakan
Wakil instansi Pemerintah yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan di bidang :
a.kesejahteraan rakyat;
b. kesehatan;
c.sosial;
d. kependudukan dan keluarga berencana;
e.ketenagakerjaan
f. pendidikan nasional;
g. agama;
h. permukiman dan prasarana wilayah;
i. pemberdayaan perempuan;
j. kebudayaan dan pariwisata;
k. perhubungan;
l. pemerintahan dalam negeri.
(2) Anggota Komisi Nasional Lanjut Usia yang berasal dari unsur masyarakat
merupakan wakil dari :
a.organisasi masyarakat yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial lanjut
usia;
b.perguruan tinggi;
c.dunia usaha.

Bagian Kedua

Kesekretariatan

Pasal 8

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Nasional Lanjut Usia dibantu oleh
Sekretariat.
(2) Kepala Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan di bidang sosial
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh satu unit
kerja yang berada di lingkungan instansi Pemerintah dan ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan di bidang sosial
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Kelompok Kerja

Pasal 9

(1) Untuk menunjang pelaksanaan tugas, Komisi Nasional Lanjut Usia dapat
membentuk kelompok kerja.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, dan tata kerja Kelompok
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Nasional
Lanjut Usia.

BAB IV

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Pasal 10

Anggota Komisi Nasional Lanjut Usia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 11
Kecuali keanggotaan yang berasal dari unsur Pemerintah, keanggotaan Komisi
Nasional Lanjut Usia diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 12

(1) Untuk pertama kali, calon keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia yang
berasal dari unsur masyarakat diusulkan kepada Presiden oleh Menteri Sosial.
(2) Pengusulan calon keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan
oleh Komisi Nasional Lanjut Usia.

Pasal 13

Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan Komisi Nasional Lanjut


Usia dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan :

a.mengundurkan diri;
b. meninggal dunia;
c.menderita sakit yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
d. melalaikan atau tidak melaksanakan tugasnya;
e.dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang ancaman pidananya
sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun penjara.

BAB V

TATA KERJA

Pasal 14

Komisi Nasional Lanjut Usia mengadakan rapat koordinasi secara berkala


sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai
dengan kebutuhan.

Pasal 15

Apabila dipandang perlu, Komisi Nasional Lanjut Usia dapat mengikutse

rtakan pihak-pihak lain di luar Komisi Nasional Lanjut Usia untuk hadir dalam
rapat-rapat koordinasi Komisi Nasional Lanjut Usia.

Pasal 16
Keanggotaan yang berasal dari unsur Pemerintah melaporkan hasil rapat
koordinasi Komisi Nasional Lanjut Usia kepada Pimpinan masing-masing untuk
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menindaklanjuti hasil rapat
koordinasi Komisi Nasional Lanjut Usia sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya masing-masing.

Pasal 17

Ketua Komisi Nasional lanjut Usia melaporkan hasil pelaksanaan tugas Komisi
Nasional Lanjut Usia kepada Presiden secara berkala atau sewaktu-waktu jika
dipandang perlu.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Komisi Nasional Lanjut Usia diatur
oleh Komisi Nasional Lanjut Usia.

BAB VI

PEMBIAYAAN

Pasal 19

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komisi Nasional Lanjut
Usia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VII

KOMISI PROPINSI LANJUT USIA DAN KOMISI KABUPATEN/KOTA


LANJUT USIA

Pasal 20

(1) Di Propinsi dan Kabupaten/Kota dapat dibentuk Komisi Propinsi Lanjut Usia
dan Komisi Kabupaten/Kota Lanjut Usia.
(2) Komisi Propinsi Lanjut Usia ditetapkan oleh Gubernur.
(3) Komisi Kabupaten/Kota Lanjut Usia ditetapkan oleh Bupati/ Walikota.
(4) Pembentukan Komisi Propinsi Lanjut Usia dan Komisi Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan
dengan memperhatikan pembentukan, organisasi, dan tata kerja Komisi
Nasional Lanjut Usia yang diatur dalam Keputusan Presiden ini.

Pasal 21
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Propinsi Lanjut Usia dan Komisi
Kabupaten/Kota Lanjut Usia berkoordinasi dengan Komisi Nasional Lanjut Usia.

Pasal 22

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Juni 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998
TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan


mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah;
b.bahwa walaupun banyak diantara lanjut usia yang masih produktif
dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, namun karena faktor usianya akan
banyak menghadapi keterbatasan sehingga memerlukan bantuan
peningkatan kesejahteraan sosialnya;
c.bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan
budaya bangsa;
d.bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi lanjut usia
selama ini masih terbatas pada upaya pemberian sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang
Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo, yang pada saat ini
sudah tidak memadai apabila dibandingkan dengan perkembangan
permasalahan lanjut usia, sehingga mereka yang memiliki
pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk
berperan dalam pembangunan;
e.bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dipandang perlu
mencabut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang
Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo dengan membentuk
Undang-undang tentang Kesejahteraan Lanjut Usia;

www.bphn.go.id

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT

USIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kesejahteraan adalah


suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual
yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin
yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan
kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban
asasi manusia sesuai dengan Pancasila. 2. Lanjut …
2. Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (enam
puluh) tahun keatas.
3. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.
4. Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
5. Masyarakat adalah perorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
6. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri,
atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
beserta kakek dan/atau nenek.
7. Perlindungan Sosial adalah upaya Pemerintah dan/atau masyarakat untuk
memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat
mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar.
8. Bantuan Sosial adalah upaya pemberian bantuan yang bersifat tidak tetap agar
lanjut usia potensial dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
9. Pemeliharaan Taraf Kesejahteraan Sosial adalah upaya perlindungan dan
pelayanan yang bersifat terus-menerus agar lanjut usia dapat mewujudkan dan
menikmati taraf hidup yang wajar.
10. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
11. Pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental
spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap
didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

BAB II

ASAS, ARAH, DAN TUJUAN

Pasal 2

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diselenggarakan berasaskan


keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan.

Pasal 3

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia
tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan
memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan,
pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial lanjut usia.

Pasal 4

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang usia


harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan
kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa
Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

(1) Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
(2) Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi:
a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual;
b. pelayanan kesehatan;
c. pelayanan kesempatan kerja;
d. pelayanan pendidikan dan pelatihan;
e. kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g. perlindungan sosial;
h. bantuan sosial.
(3) Bagi lanjut usia tidak potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kecuali huruf "c", huruf "d", dan huruf "h".
(4) Bagi lanjut usia potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kecuali huruf "g".

Pasal 6

(1) Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan


bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peran
dan fungsinya, lanjut usia juga berkewajiban untuk:
a.membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya terutama di lingkungan keluarganya
dalam rangka menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya;
b.mengamalkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan, keahlian,
keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada
generasi penerus;
c.memberikan keteladanan dalam rangka aspek kehidupan kepada generasi
penerus.

BAB IV

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 7

Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang


menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.

Pasal 8

Pemerintah, masyarakat, dan keluarga bertanggungjawab atas terwujudnya upaya


peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.

BAB V

PEMBERDAYAAN

Pasal 9

Pemberdayaan lanjut usia dimaksudkan agar lanjut usia tetap dapat melaksanakan
fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Pasal 10

Pemberdayaan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 9 ditujukan pada lanjut


usia potensial dan lanjut usia tidak potensial melalui upaya peningkatan
kesejahteraan sosial.

Pasal 11

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia potensial meliputi:

a.pelayanan keagamaan dan mental spiritual;


b. pelayanan kesehatan;
c.pelayanan kesempatan kerja;
d. pelayanan pendidikan dan pelatihan;
e.pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana,
dan prasarana umum.
f. pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g. bantuan sosial.

Pasal 12

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia tidak potensial meliputi:

a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual;


b. pelayanan kesehatan;
c. pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas,
sarana, dan prasarana umum.
d. pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
e. perlindungan sosial.

Pasal 13

(1) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia dimaksudkan
untuk mempertebal rasa keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
(2) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan melalui peningkatan kegiatan keagamaan sesuai dengan
agama dan keyakinannya masing-masing.

Pasal 14

(1) Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan


derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi fisik, mental, dan
sosialnya dapat berfungsi secara wajar.
(2) Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui peningkatan:
a.penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan lanjut usia;
b.upaya penyembuhan (kuratif), yang diperluas pada bidang pelayanan
geriatrik/gerontologik;
c.pengembangan lembaga perawatan lanjut usia yang menderita penyakit
kronis dan/atau penyakit terminal.
(3) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi lanjut usia yang tidak mampu,
diberikan keringanan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 15

(1) Pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia potensial dimaksudkan memberi
peluang untuk mendayagunakan pengetahuan, keahlian, kemampuan,
keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya.
(2) Pelayanan kesempatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan pada sektor formal dan nonformal, melalui perseorangan,
kelompok/organisasi, atau lembaga, baik Pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 16

(1) Pelayanan pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan


pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan, dan pengalaman lanjut
usia potensial sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
(2) Pelayanan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan, baik yang
diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 17

(1) Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas,


sarana, dan prasarana umum dimaksudkan sebagai perwujudan rasa hormat
dan penghargaan kapada lanjut usia.
(2) Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum
dilaksanakan melalui:
a.pemberian kemudahan dalam pelayanan administrasi pemerintahan dan
masyarakat pada umumnya;
b.pemberian kemudahan pelayanan dan keringanan biaya;
c.pemberian kemudahan dalam melakukan perjalanan;
d.penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus.
(3) Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan sarana dan
prasarana umum dimaksudkan untuk memberikan aksesibilitas terutama di
tempat-tempat umum yang dapat menghambat mobilitas lanjut usia.

Pasal 18

(1) Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum dimaksudkan untuk


melindungi dan memberikan rasa aman kepada lanjut usia.
(2) Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a.penyuluhan dan konsultasi hukum;
b. layanan dan bantuan hukum di luar dan/atau di dalam pengadilan.
Pasal 19

(1) (1)Pemberian perlindungan sosial dimaksudkan untuk memberikan pelayanan


bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan taraf hidup yang
wajar.
(2) (2)Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang diselenggarakan baik di
dalam maupun di luar panti.
(3) (3)Lanjut usia tidak potensial terlantar yang meninggal dunia dimakamkan
sesuai dengan agamanya dan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau
masyarakat.

Pasal 20

(1) Bantuan sosial dimaksudkan agar lanjut usia potensial yang tidak mampu
dapat meningkatkan taraf kesejahteraannya.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tidak tetap,
berbentuk material, finansial, fasilitas pelayanan, dan informasi guna
mendorong tumbuhnya kemandirian.

Pasal 21

(1) Pelaksanaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal
15, Pasal 17, dan Pasal 20 Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia.

BAB VII

PERAN MASYARAKAT

Pasal 22

(1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk


berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
secara perseorangan, keluarga, kelompok, masyakarat, organisasi sosial,
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
Pasal 23

Lanjut usia potensial dapat membentuk organisasi/lembaga sosial berdasarkan


kebutuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berperan


dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
(2) Jenis, bentuk, dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

KOORDINASI

Pasal 25

(1) Kebijakan pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia


ditetapkan secara terkoordinasi antar instansi terkait, baik Pemerintah maupun
masyarakat.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam satu
wadah yang bersifat nonstruktural dan keanggotaannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 26

Setiap orang atau badan/atau organisasi atau lembaga yang dengan sengaja tidak
melakukan pelayanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3),
padahal menurut hukum yang berlaku baginya ia wajib melakukan perbuatan
tersebut, diancam dnegan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 27

(1) Setiap orang atau badan/atau organisasi atau lembaga yang dnegan sengaja
tidak menyediakan aksesibilitas bagi lanjut usia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) dapat dikenai sanksi administrasi berupa:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan izin.
(2) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 28

(1) Setiap orang atau badan/atau oraganisasi atau lembaga yang telah
mendapatkan izin untuk melakukan pelayanan terhadap lanjut usia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), dan/atau
mendapatkan penghargaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24, menyalahgunakan izin dan/atau penghargaan yang diperolehnya dikenai
sanksi administrasi berupa:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan penghargaan;
d.penghentian pemberian bantuan;
e.pencabutan izin operasional.
(2) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini segala ketentuan yang berkaitan
dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia dan pemberian bantuan
penghidupan orang jompo yang merupakan pelaksanaan dari Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo
sepanjang tidak bertentangan dengan, atau belum diganti atau diubah berdasarkan
Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 30

Semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial


lanjut usia yang sedang berlangsung disesuaikan dengan ketentuan Undang-
undang ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Dengan diundangkannya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4


Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo (Lembaran
Negara Tahun 1965 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2747)
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 32

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang


ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 30 Nopember 1998

PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 Nopember 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 190

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

UMUM

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudi luhur mempunyai ikatan


kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa, yaitu
menghormati serta menghargai peran dan kedudukan lanjut usia yang memiliki
kebijakan dan kearifan serta pengalaman berharga yang dapat diteladani oleh
generasi penerusnya.

Perwujudan nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa tersebut harus tetap


dipelihara, dipertahankan, dan dikembangkan.

Upaya memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan nilai-nilai


budaya tersebut dilaksanakan antara lain melalui upaya peningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia yang bertujuan mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan para
lanjut usia.

Agar upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia dapat


dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna serta menyeluruh dan
berkesinambungan, diperlukan undang-undang sebagai landasan hukum yang kuat
dan merupakan arahan baik aparatur Pemerintah maupun masyarakat.

Undang-undang tersebut juga dimaksudkan sebagai pengganti Undang-


undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghijauan Orang
Jompo (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2747).

Secara umum materi yang diatur dalam Undang-undang ini, antara lain
meliputi:
1. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat guna mewujudkan
kesejahteraan sosial lanjut usia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
2. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia dilaksanakan melalui
pelayanan:
a.keagamaan dan mental spiritual;
b.kesehatan; …
c.kesempatan kerja;
d.pendidikan dan pelatihan;
e.kemudahan dalam penggunaan fasilitas sarana dan prasarana umum;
f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g.perlindungan sosial;
h.bantuan sosial.
3. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dilaksanakan oleh
Pemerintah dan masyarakat.
4. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi dimaksudkan untuk lebih
memberikan kepastian hukum terhadap upaya pelayanan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
5. Ketentuan mengenai koordinasi dimaksudkan untuk memadukan penetapan
dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan sosial lanjut usia.

Anda mungkin juga menyukai