Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF
Konsep Dasar Teori
A. Definisi CHF

WHO (2010) menyebutkan bahwa salah satu penyakit yang ada pada
kondisi perkotaan adalah penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskuler (gagal jantung kongestif, CAD, dan AF). Gagal jantung
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smletzer,
2002) .
Congestive Heart Failure (CHF) adalah gangguan multisistem yang
terjadi apabila jantung tidak lagi mampu menyemprotkan darah yang
mengalir ke dalamnya melalui sistem vena. (Robbins, 2007).
Menurut J. Charles Reeves (2001) dalam Wijaya & Yessi (2013), CHF
adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pemompa untuk
mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk
memenuhi keperluan-keperluan tubuh.
Menurut Smeltzert & Bare (2013) CHF adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan.
CHF merupakan suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan
dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin,2012).
B. Etiologi CHF atau Gagal jantung
Menurut Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:
1. Disritmia, seperti: brakikardi, takikardi dan kontraksi premature
yang sering dapat menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari

Poltekkes Kemenkes Padang


pompa ruang, seperti stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal),
atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukkan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel
meliputi infark miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas
(biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama),
fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati),
atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau
hipertensi sistemik.
4. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering
membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan
mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah
infark.
Menurut Smeltzer (2002) penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
1. Kelainan otot jantung Aterosklerosis koroner
2. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
3. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
4. Penyakit jantung lain
C. Penyebab CHF
Pada CHF, jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah cukup
untuk menjaga lancarnya sirkulasi. Akibatnya terjadi penumpukan darah
dan tekanan ekstra dapat menyebabkan akumulasi cairan ke dalam
paruparu. Gagal jantung terutama berkaitan dengan masalah-masalah
pemompaan otot jantung di bilik jantung, yang mungkin disebabkan oleh
penyakit-penyakit seperti infraktus otot jantung (serangan jantung),
endocarditis (infeksi pada jantung), hipertensi (tekanan darah tinggi), atau
valvular insufficiency.Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah kiri,
darah akan kembali ke paru-paru.
Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah kanan, sirkulasi sistemik dapat
kelebihan beban. Ketika gagal jantung menjadi signifikan, sistem sirkulasi

Poltekkes Kemenkes Padang


keseluruhan dapat terpengaruh. Menurut Kasron (2012), ada beberapa
penyebab dari gagal jantung diantaranya :

a. Kelainan Otot Jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau infalamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit otot jantung
degenerative, berhubungan dengan gagal jantug karena kondisi
yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya
mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi
tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
CHF.
d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
e. Penyakit Jantung Lain.

Poltekkes Kemenkes Padang


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis katup AV),
peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi‖malignan‖) dapat menyebabkan CHF
meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya CHF meningkatnya laju metabolisme, (demam,
tirotoksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia
jantung juga dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder
akibat CHF menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
D. Patofisiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2013), patofisiologi CHF yaitu:

Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan


kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung
(CO : Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate)
X volume sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah
fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk

Poltekkes Kemenkes Padang


mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Tetapi pada CHF dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload;
kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan hukum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada
perubahan kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole. (Brunner and Suddarth, 2013)
Menurut Wijaya & Yessi (2013), patofisiologi CHF yaitu:
a) Mekanisme Dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri
yang menurun mengurangi cardiak output dan meningkatkan
volume ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolic ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir
diastolik kiri (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV , maka
terjadi pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung kedalam anyaman vaskuler paru-
paru meningkatkan tekanan kapiler dan pena patu-paru. Jika
tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi
tekanan osmotik kapiler, makan akan terjadi edema interstitial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri

Poltekkes Kemenkes Padang


paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tekanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi
pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang
akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup
trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup
atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot palpilaris dan
korda tendinae akibat dilatasi ruang.
b) Respon kompensatorik
1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas
adrenergik simpatik yang dengan merangsang pengeluaran
katekolamin dan sarafsaraf adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktilitas akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga
terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ–organ yang
metabolismenya rendah (kulit dan ginjal) untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke
sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan
kontriksi.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-
angiotensin aldosteron (RAA) Aktivitas sistem RAA
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal,
meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.

Poltekkes Kemenkes Padang


Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas
miokardium.
3. Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada heart failure adalah
hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding .
4. Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik sirkulasi memiliki
efek yang menguntungkan, namun pada akhirnya
mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala,
meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat
gagal jantung.
Resistensi jantung yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan kontraktilitas dini menyebabkan terbentuknya
edema dan kongesti vena paru dan sistemik.
Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah
mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang
terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (kekurangan
jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh).
Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel,
beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan miokard akan
oksigen (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium
dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan
kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan ini tidak
dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen
miokardium maka akan terjadi iskemia miokard. Akhirnya
dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan
gagal jantung yang berulang.

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
E. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA)
dalam Gray (2002), terbagi dalam 4 kelas yaitu:
1. Kelas I: Timbul sesak pada aktifitas fisik berat

Poltekkes Kemenkes Padang


2. Kelas II: Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
3. Kelas III: Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
4. Kelas IV:Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atau istirahat

F. Manifestasi klinis
Menurut Hudak dan Gallo (2000), Gejala yang muncul sesuai dengan gejala
gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dan terjadinya di dada karena
peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda –
tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan
bising akibat regurgitasi mitral. Gagal Jantung Kiri
a. Gelisah dan cemas
b. Kongesti vaskuler pulmonal
c. Edema
d. Penurunan curah jantung
e. Bunyi nafas mengi
f. Pulsus alternans
g. Pernafasan cheyne-stokes
h. Bukti-bukti radiologi tentang kongesti pulmonal
i. Dyspneu
j. Batuk
k. Mudah lelah
Gagal Jantung Kanan
a. Peningkatan JVP
b. Edema
c. Curah jantung rendah
d. Disritmia
e. Hiperresonan pada perkusi
f. Kelemahan
G. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum

Poltekkes Kemenkes Padang


Kesadaran pasien dengan CHF biasanya baik atau compos mentis
(GCS 14-15) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
sistem
saraf pusat.
2) Mata
(1). Konjungtiva biasanya anemis, sklera biasanya tidak ikterik

(2). Palpebra biasanya bengkak

3) Hidung

Biasanya bernafas dengan cuping hidung serta hidung sianosis

4) Mulut

Bibir biasanya terlihat pucat.

5) Wajah

Biasanya wajah terlihat lelah dan pucat.

6) Leher

Biasanya terjadi pembengkakan pada vena jugularis (JVP)

7) Sistem Pernafasan

(1). Dispnea saat beraktivitas atau tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal.
(2). Batuk dengan atau tanpa sputum

(3). Penggunaan bantuan pernafasan, misal oksigen atau medikasi


(4). Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboral,
penggunaan otot aksesori
(5). Sputum mungkin bercampur darah, merah muda / berbuih

(8). Edema pulmonal

(9). Bunyi nafas : Adanya krakels banner dan mengi.

Poltekkes Kemenkes Padang


(Wijaya & Yessi, 2013)

8) Jantung

(1). Adanya jaringan parut pada dada

(2). Bunyi jantung tambahan (ditemukan jika penyebab CHF


kelainan

Katup)

(3). Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan


adanya

hipertrofi jantung (Kardiomegali)

(4). Adanya bunyi jantung S3 atau S4

(5). Takikardia

9) Abdomen

(1). Adanya hepatomegali

(2). Adanya splenomegali

(3). Adanya asites

10) Eliminasi

(1). Penurunan frekuensi kemih

(2). Urin berwarna gelap

(3). Nokturia (berkemih pada malam hari)

(4). Diare/ konstipasi.

11) Ekstremitas

(1). Terdapat edema dan CRT kembali > 2 detik

(2). Adanya edema

Poltekkes Kemenkes Padang


(3). Sianosis perifer

(Smeltzer & Bare, 2013)

H. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien CHF menurut Kasron


(2012) diantaranya :

1) Elektrokardiografi (EKG)

Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien CHF adalah:

(1). Sinus takikardi dan bradikardi

(3). Atrial takikardia / futer / fibrilasi

(4). Aritmia ventrikel

(5). Iskemia / infark

(6). Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan


segmen

ST menunjukkan penyakit jantung iskemik

(7). Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan


stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
(8). Blok atrioventikular

(9). Mikrovoltase

(10). Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T


menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis
(11). Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan

Poltekkes Kemenkes Padang


2) Ekokardiografi

Gambaran yang paling sering ditemukan pada CHF akibat penyakit


jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup
jantung adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh
dinding ventrikel.
3) Rontgen Toraks

Abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien CHF:

(1). Kardiomegali

(2). Efusi pleura

(3). Hipertrofi ventrikel

(4). Edema intertisial

(5). Infiltrat paru

(6). Kongesti vena paru

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015)

I. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:

1. Tirah baring Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga


cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain
itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi
edema

3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen

tubuh

Poltekkes Kemenkes Padang


4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.

5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume
intravaskuler menurun.

6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif)
dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif)

7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada
klien.

8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan


Istirahat

Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan


penanganan gagal jantung.

J. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah : 1. Edema pulmoner
akut

2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme


dan masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.

Poltekkes Kemenkes Padang


5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah.

Konsep dasar asuhan keperawatan


A. Pengkajian

a. Identitas Klien

Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama pendidikan, pekerjaan, alamat, No MR, dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Keluhan utama

Biasanya pasien CHF mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat

beraktifitas, kelelahan, nyeri pada dada, dispnea pada saat


beraktivitas.

(Wijaya & Yessi, 2013)

2) Keluhan saat dikaji

Pengkajian dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan


mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST. Biasanya pasien
akan mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat beraktifitas,
kelelahan, dada terasa berat, dan berdebar – debar.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama


penyakit yang mendukung munculnya penyakit saat ini. Pada pasien
CHF biasanya sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
iskemia
miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
Dan juga memiliki riwayat penggunaan obat-obatan pada masa yang

Poltekkes Kemenkes Padang


lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini
meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan
reaksi alergi yang timbul. Sering kali pasien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
d. Riwayat kesehatan keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh


keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
(Muttaqin, 2012)

e. Pemeriksaan Fisik

12) Keadaan umum

Kesadaran pasien dengan CHF biasanya baik atau compos mentis


(GCS 14-15) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
sistem
saraf pusat.

13) Mata

(1). Konjungtiva biasanya anemis, sklera biasanya tidak ikterik

(2). Palpebra biasanya bengkak

14) Hidung

Biasanya bernafas dengan cuping hidung serta hidung sianosis

15) Mulut

Bibir biasanya terlihat pucat.

16) Wajah

Biasanya wajah terlihat lelah dan pucat.

Poltekkes Kemenkes Padang


17) Leher

Biasanya terjadi pembengkakan pada vena jugularis (JVP)

18) Sistem Pernafasan

(1). Dispnea saat beraktivitas atau tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal.
(2). Batuk dengan atau tanpa sputum

(3). Penggunaan bantuan pernafasan, misal oksigen atau medikasi


(4). Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboral,
penggunaan otot aksesori
(5). Sputum mungkin bercampur darah, merah muda / berbuih

(8). Edema pulmonal

(9). Bunyi nafas : Adanya krakels banner dan mengi.

(Wijaya & Yessi, 2013)

19) Jantung

(1). Adanya jaringan parut pada dada

(2). Bunyi jantung tambahan (ditemukan jika penyebab CHF


kelainan

Katup)

(3). Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan


adanya

hipertrofi jantung (Kardiomegali)

(4). Adanya bunyi jantung S3 atau S4

(5). Takikardia

20) Abdomen

Poltekkes Kemenkes Padang


(1). Adanya hepatomegali

(2). Adanya splenomegali

(3). Adanya asites

21) Eliminasi

(1). Penurunan frekuensi kemih

(2). Urin berwarna gelap

(3). Nokturia (berkemih pada malam hari)

(4). Diare/ konstipasi.

22) Ekstremitas

(1). Terdapat edema dan CRT kembali > 2 detik

(2). Adanya edema

(3). Sianosis perifer

(Smeltzer & Bare, 2013)

f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien CHF menurut Kasron


(2012) diantaranya :

1) Elektrokardiografi (EKG)

Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien CHF adalah:

(1). Sinus takikardi dan bradikardi

(3). Atrial takikardia / futer / fibrilasi

(4). Aritmia ventrikel

Poltekkes Kemenkes Padang


(5). Iskemia / infark

(6). Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan


segmen

ST menunjukkan penyakit jantung iskemik

(7). Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan


stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
(8). Blok atrioventikular

(9). Mikrovoltase

(10). Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T


menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis
(11). Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan
4) Ekokardiografi

Gambaran yang paling sering ditemukan pada CHF akibat penyakit


jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup
jantung adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh
dinding ventrikel.
5) Rontgen Toraks

Abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien CHF:

(1). Kardiomegali

(2). Efusi pleura

(3). Hipertrofi ventrikel

(4). Edema intertisial

(5). Infiltrat paru

Poltekkes Kemenkes Padang


(6). Kongesti vena paru

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015)

g. Pemeriksaan Laboratrium

Tes Laboratorium Darah

1) Enzym hepar : meningkat dalam gagal jantung/ kongesti.

2) Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,

penurunan fungsi ginjal.

3) Oksimetri nadi : kemungkinan saturasi oksigen rendah.

4) AGD : Gagal jantung ventrikel kiri ditandai dengan


alkalosis

respiratorik ringan atau hipoksemia dengan

peningkatan COP2

5) Albumin : kemungkinan besar dapat menurun sebagai akibat

penurunan protein.

Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada pasien


CHF diantaranya :

1) Anemia ( Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada perempuan)

2) Peningkatan kreatinin serum ( > 150 μ mol/L)

3) Hiponatremia ( < 135 mmol/L)

4) Hipernatremia ( > 150 mmol/L)

5) Hipokalemia ( < 3,5 mmol/L)

Poltekkes Kemenkes Padang


6) hiperkalemia ( > 5,5 mmol/L)

7) hiperglikemia( >200 mg/dl)

8) Hiperurisemia ( > 500 μ mmol/L)

9) BNP ( < 100 pg/ml, NT proBNP < 400 pg/ml)

10) BNP ( > 400 pg/ml, NT proBNP > 2000 pg/ml)

11) Kadar albumin tinggi ( > 45 g/L)

12) Kadar albumin rendah ( <30 g/L)

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015)

B. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraksi

ventrikel kiri.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan


paru tidak optimal
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan
air.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dengan kebutuhan oksigen, kelelahan.
( NANDA Internasional, 2015)

N Diagnosa NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention


o Keperawatan Clasification) Clasification)

Poltekkes Kemenkes Padang


1. Penurunan curah a. Cardiac Pump a. Cardiac Care
jantung Effectiveness Aktivitas :
berhubungan Indikator : 1) Evaluasi adanya
dengan 1) Systolic blood nyeri dada
penurunan pressure dalam (intensitas, lokasi,
kontraksi rentang normal durasi,
ventrikel kiri. 2) Diastolic blood frekuensi)
pressure dalam 2) Catat adnya disritmia
rentang normal jantung
3) Tidak ada disritmia 3) Catat adanya tanda
4) Tidak ada bunyi dan gejala penurunan
jantung abnormal cardiac output.

5) Tidak terjadi angina 4) Monitor


6) Tidak ada edema status
perifer kardiovaskuler

7) Tidak ada edema 5) Monitor


paru status pernafasan

8) Tidak dispnea saat yang menandakan

istirahat Heart
Failure
9) Tidak dispnea ketika
6) Monitor abdomen
latihan
sebagai indicator
adanya adanya
penurunan fungsi

Poltekkes Kemenkes Padang


10) Tidak terjadi 7) Monitor
hepatomegali balance cairan
11) Aktivitas toleran 8) Monitor adanya
12) Tidak sianosis perubahan perubahan
b. Circulation Status tekanan darah
Indikator : 9) Monitor respon pasien

1) Systolic blood terhadap efek

pressure dalam pengobatan

rentang normal antiaritmia

2) Diastolic blood 10) Atur periode latihan


pressure dalam dan istirahat untuk
rentang normal menghindari

3) Pulse pressure kelelahan

dalam rentang 11) Monitor adanya


normal dispnea, ortopnea, dan

4) MAP dalam rentang takipnea

normal 12) Anjurkan untuk

5) AGD (PaO2 dan menurunkan stres

PaCO2)
dalam b. Vital Sign Monitoring
rentang normal Aktivitas :

6) Saturasi O2 dalam 1) Monitor TD, nadi,


rentang normal suhu dan RR
7) Tidak asites 2) Catat adanya
c. Vital signs Indikator : fluktuasi tekanan

1) Denyut jantung darah

apikal dalam 3) Monitor vital sign


rentang normal pasien saat berbaring,

2) Irama denyut jantung duduk, berdiri

dalam 4) Auskultasi tekanan


Poltekkes Kemenkes Padang
11) Monitor pola
pernafasan abnormal
12) Monitoradanya
sianosis perifer
13) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
2. Ketidakefektifan a. Respiratory Status : a. Airway Manajemen
pola nafas Ventilation Indikator : Aktivitas :
berhubungan 1) Respiratory dalam 1) Posisikan pasien
dengan rentang normal untuk memaksimalkan
pengembangan 2) Tidak ada retraksi ventilasi
paru tidak optimal. dinding dada 2) Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
3) Tidak mengalami
dispnea saat istirahat 3) Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
4) Tidak ditemukan
nafas tambahan
otrhopnea
5) Tidak ditemukan 4) Monitor resirasi dan

atelektasis status O2
b. Oxygen Therapy
b. Respiratory : Airway
Aktivitas :
Patency
1) Pertahankan kepatenan
Indikator :
jalan nafas
1) Respiratory rate
dalam rentang 2) Atur peralatan

normal. oksigen
3) Monitor aliran
2) Pasien tidak cemas
oksigen
3) Menunjukkan jalan
nafas yang paten 4) Pertahankan posisi
pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


5) Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi.
6) Monitor adanya
kecemasan
c. Vital Sign Monitoring
Aktivitas :
1) Monitor TD, Nadi,
Suhu, dan RR
2) Catat adanya flutuasi
tekanan darah

3) Monitor kualitas nadi


4) Monitor suara paru
5) Monitor suara
pernafasan
6) Monitor suhhu,
warna, dan
kelembapan kulit.

Poltekkes Kemenkes Padang


3. Kelebihan volume a. Electrolit And a. Fluid Management
cairan Acid/Base Balance Aktivitas :
berhubungan Indikator : 1) Pertahankan catatan
dengan 1) Erum albumin, intake output yang
retensi kreatinin, akurat
natrium dan air. hematokrit, Blood Urea 2) Monitor hasil Hb
Nitrogen (BUN), yang sesuai dengan
dalam retensi cairan (BUN,
rentang normal Hematokrit,
2) pH urine, urine Osmolaritas urine)
sodium, urine 3) Monitor vital sign
kreatinin,urine 4) Monitor
osmolaritas, dalam indikasi retensi
rentang normal 5) Kaji luas dan lokasi
3) tidak terjadi edema
kelemahan otot 6) Monitor status nutrisi
4) tidak terjadi 7) Kolaborasi dengan
disritmia dokter jika tanda
b. Fluid Balance cairan berlebuhan
Indikator : muncul memburuk

1) Tidak terjadi asites b. Fluid Monitoring


2) Ekstremitas tidak Aktivitas :
edema 1) Tentukan riwayat
3) Tidak terjadi jumlah dan tipe
distensi vena intake cairan dan
jugularis eliminasi

c. Fluid Overload 2) Tentukan


Severity kemungkinan faktor
Indikator : risiko dari

Poltekkes Kemenkes Padang


1) Edema tungkai ketidakseimbangan
tidak terjadi cairan
2) Tidak asites 3) Monitor berat badan
3) Kongesti vena tidak 4) Monitor TD, Nadi,
terjadi RR
5) Monitor
tekanan

4) Tidak terjadi darah orthostatik dan


peningkatan blood perubahan irama
pressure jantung
5) Penurunan 6) Monitor parameter
pengeluaran hemodinamik infasif
urine 7) Monitor tanda dan
tidak terjadi gejala edema
6) Tidak terjadi
perubahan
warna
urine
7) Penurunan serum
sodium tidak terjadi
8) Peningkatan serum
sodium tidak terjadi

Poltekkes Kemenkes Padang


4. Intoleransi a. Energi Conservation a. Energy Management
aktivitas Indikator : Aktivitas :
berhubungan 1) Menunjukkan 1) Tentukan keterbatasan
dengan keseimbangan pasien terhadap
ketidakseimbangan antara aktivitas aktivitas
antara suplai dengan istirahat 2) Tentukan
dengan kebutuhan penyebab lain dari
2) Menggunakan
oksigen, kelelahan. kelelahan
teknik
3) Mengenali 3) Dorong pasien untuk

keterbatasan energi mengungkapkan

4) Menyesuaikan gaya perasaan tentang

hidup sesuai tingkat keterbatasannya


energi 4) Observasi nutrisi
sebagai sumber energi
5) Mempertahankan
yang adekuat
gizi yang cukup
5) Observasi respon
6) Melaporkan
jantung-paru terhadap
aktivitas yang sesuai
aktivitas (misalnya
dengan energi.
takikardia, disritmia,
b. Activity Tolerance
dispnea, pucat, dan
Indikator :
frekuensi pernafasan)
1) Saturasi oksigen
6) Batasi stimulus
saat melakukan
lingkungan (misalnya
aktivitas
pencahayaan, dan
membaik/dalam
kegaduhan)
rentang normal
7) Dorong untuk lakukan
2) nadi saat melakukan
periode aktivitas saat
aktivitas
pasien memiliki
dalam
banyak tenaga.
rentang normal

Poltekkes Kemenkes Padang


3) tidak sesak napas saat 8) Rencanakan periode
melakukan aktivitas saat pasien
aktivitas memiliki banyak
4) tekanan darah saat tenaga
melakukan aktivitas 9) Hindari aktivitas
dalam rentang selama periode
normal istirahat
5) mudah melakukan 10) Dorong pasien untuk
ADL melakukan aktivitas
c. Self Care : ADL sesuai sumebr energi
Indikator : 11) Instruksikan pasien
1) Mampu melakukan atau keluarga untuk
ADL secara mandiri mengenal tanda dan
(seperti makan, gejala kelelahan yang
memakai memerlukan
baju,toileting, pengurangan
mandi, berdandan, aktivitas.
menjaga kebersihan, 12) Bantu pasien atau
oral hygiene, keluargauntuk
berjalan, berpindah menentukan tujuan
tempat) akhir yang realistis
2) Bantu untuk memilih
aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
3) Bantu untuk
mengidentifikasi dan

Poltekkes Kemenkes Padang


mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktiivtas yang
diinginkan
4) Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
5) Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
6) Monitor respon fisik,
emosi, soial, dan
spiritual

(NANDA,2015; NOC,2016; NIC ,2016)

DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi

Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Clasifications (NIC).


Indonesia: Mocommedia.

Guyton, Arthur and Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Poltekkes Kemenkes Padang


Hamzah, Rori. 2016. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup
pada Pasien Gagal Jantung.
Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Indonesia:
Mocomedia.

Braun, Vittoria et all. 2011. Innovative strategy for implementing chronic


heart failure guidelines among family physicians in different healthcare
settings in Berlin. European Journal Of
Hearth Failure

Carpenitto, Lynda Juall. 2007. Rencana Asuhan dan Dokumentasi

Keperawatan, edisi 10. Jakarta:

EGC

Doenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC.

Jakarta

Gray, H. 2002. Lecture Note

Kardiology. Erlangga

Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan

Kritis. Edisi IV Vol. 1. Jakarta.

ECG

Masjoer, Arif M,dkk,2001,Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3:Media


Aesculapius Fakultas kedokteran universitas
Indonesia,Jakarta.

Poltekkes Kemenkes Padang


Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
sistem

Kardiovaskuler. Jakarta:

Salemba Medika

Nanda. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.

EGC.Jakarta

Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai