Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyakarat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Dalam kegiatan
Pelayanan Kesehatan yang ada Puskesmas memiliki peran penting sebagai pengendali
derajat kesehatan yang ada. Derajat Kesehatan dapat di tingkatkan dengan mengurangi
faktor risiko yang ada di masyarakat baik di rumah maupun lingkungan. Faktor risiko
adanya masalah kesehatan dapat diketahui melalui Kegiatan konseling Pelayanan
Sanitasi baik di dalam Gedung maupun di Luar gedung.
Penyakit berbasis lingkungan merupakan penyakit yang disebabkan karna faktor
lingkungan. Penyakit berbasis lingkungan meliputi ISPA, TB Paru, penyakit kulit, diare,
DBD, malaria, kecacingan, keracunan makanan dan lainnya. Penyakit-penyakit tersebut
merupakan 10 penyakit terbesar di pusat kesehatan masyarakat dan merupakan pola
penyakit utama di Indonesia. (Laporan Tahunan Puskesmas Pasirkaliki, 2015)
Menurut H.L Blum (19074) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan di masyarakat yaitu faktor lingkungan, pelayanan kesehatan,
keturunan dan juga sosial. Dari beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap penurunan derajat kesehatan masyarakat.
Lingkungan menjadi faktor yang sangat mempengaruhi derajat kesehatan karena
lingkungan memiliki beberapa komponen yang dapat menjadi faktor terjadinya penyakit
berbasis lingkungan. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor kualitas air bersih, kuailitas
makanan dan minuman, kualitas udara, kualitas air limbah, kualitas tanah dan sampah
serta kepadatan vektor.

1
Klinik sanitasi merupakan suatu sarana untuk mengatasi masalah kesehatan
masyarakat melalui upaya terintegrasi antara kesehatan lingkungan pemberantasan
penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas Puskesmas.
Klinik Sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian
intergral dari kegiatan Puskesmas, bekerjasama dengan program yang lain dari sektor
terkait di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki.

1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, kuratif dan
promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus-menerus.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu mengkonstruksikan faktor resiko dari penyakit berbasis
lingkungan yang diderita oleh masyarakat yang berkunjung ke puskesmas
2. Mampu melakukan konseling terhadap penderita/kasus yang berkunjung
ke puskesmas
3. Mampu mengembangkan investigasi pada tempat tinggal penderita/kasus
penyakit berbasis kesehatan lingkungan
4. Mampu mengembangkan investigasi pada tempat tinggal penderita/kasus
yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan
5. Mampu mengembangkan pengolahan data penderita/kasus berdasar hasil
investigasi
6. Mampu mengembangkan analisis data hasil investigasi penderita/kasus
terhadap masalah kesehatan lingkungan.
7. Merancang dan mengelola intervensi terhadap masalah kesehatan
lingkungan yang ada di masyarakat
8. Merancang dan mengelola kerjasama dalam mengatasi masalah kesehatan
lingkungan yang ada di masyarakat

2
1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengetahui tugas dan fungsi tenaga kesehatan lingkungan di
puskesmas pada program klinik sanitasi, serta menambah pengalaman belajar di
lapangan.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan informasi dan alternatif untuk kegiatan belajar lapangan bagi
mahasiswa selanjutnya, serta meningkatkan hubungan baik lintas sektoral antara
kampus dengan puskesmas.
3. Bagi Puskesmas
Dapat mengetahui jenis penyakit berbasis lingkungan yang berada di ruang
lingkup wilayahnya, serta dapat mengetahui faktor resiko penyebab penyakit
berbasis lingkungan.
4. Bagi Masyarakat
Membantu dalam penyelesaian masalah kesehatan yang berkaitan dengan
lingkungan dengan memberikan alternatif serta masukan terhadap masalah yang
di hadapi oleh masyarakat yang berkaitan dengan lingkungan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klinik Sanitasi


Klinik sanitasi merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan
kesehatanantara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang
beresikotinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah
kesehatanlingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas
bersamamasyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di dalam dan di
luarpuskesmas (Depkes RI, 2005)

Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis


lingkungan semakin relevan dengan ditetapkannya paradigma sehat yang lebih
menekankan pada upaya promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif.
Melalui klinik sanitasi, ketiga upaya pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan
kuratif dilakukan secara terintegrasi dalam pelayanan kesehatan program pemberantasan
penyakit berbasis lingkungan, di dalam maupun di luar gedung.

Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah


kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan,
dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit
pelayanan yang berdiri sendiri tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas.

2.1.1 Tujuan Klinik Sanitasi


1. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, kuratif
yang dilakukan secara: Terpadu, Terarah, Tersusun dan terus menerus melalui
upaya klinik sanitasi dalam menentukan prioritas masalah dan dalam
penemuan faktor risiko .

4
2.1.2 Sasaran Klinik Sanitasi
1. Penderita yang datang ke puskesmas
2. klien yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan yang datang ke
puskesmas
3. lingkungan penyebab masalah dan masyarakat

2.1.3 Ruang Lingkup Klinik Sanitasi


1. Penyediaan air bersih dan jamban upaya pencegahan penyakit diare,
kecacingan dan penyakit kulit
2. Penyehatan perumahan/ Lingkungan pemukiman upaya pencegahan penyakit
ISPA, TB Paru, DBD, dan malaria
3. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan penyakit yang berhubungan dengan lingkungan/akibat kerja.

2.1.4 Kegiatan Klinik Sanitasi


Kegiatan klinik sanitasi dilaksananakan di dalam gedung dan di luar gedung
Puskesmas (Depkes RI, 2005):

1. Dalam Gedung
Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan) dan Klien (pengunjung
bukan penyakit berbasis lingkungan). Semua pasien/klien datang berobat ke
puskesmas melalui prosedur pelayanan seperti:

a. Mendaftar di loket
b. Mendapat kartu status
c. Diperiksa oleh petugas medis/paramedis di puskesmas (dokter,
bidang, perawat).
d. Apabila diketahui pasien/klien menderita penyakit berbasis
lingkungan maka yang bersangkutan dirujuk ke ruang klinik
sanitasi.

Pada ruang klinik sanitasi pasien/klien diberikan penyuluhan dan


bimbingan teknis, petugas mewawancarai pasien tentang penyakit yang

5
diderita dikaitkan dengan masalah kesehatan lingkungan. setelah selesai
konseling pasien/ klien dapat langsung mengambil obat.

2. Luar Gedung
Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke
Puskesmas). Kunjungan rumah/lokasi dilakukan oleh petugas dengan
membawa hasil analisa keadaan lingkungan pasien/klien klinik sanitasi yang
merupakan lanjut dari kesepakatan antara petugas klinik sanitasi dengan
pasien/klien yang datang ke Puskesmas. Kunjungan rumah ini untuk
mempertajam sasarannya karena pada saat kunjungan petugas telah memiliki
data pasti adanya sarana lingkungan bermasalah yang perlu diperiksa dan
fakor-faktor perilaku yang berperan besar dalam proses terjadinya masalah
kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan.

2.2 Penyakit Berbasis Lingkungan


Penyakit berbasis lingkungan adalah ilmu yang mempelajari proses kejadian atau
fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat yang berhubungan,
berakar (bounded) atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen
lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau
beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau
dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan
dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2013).

Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di negara


berkembang. Penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi karena adanya hubungan
interaktif antara manusia, perilaku serta komponen lingkungan yang memiliki potensi
penyakit (Achmadi, 2008).

Kejadian penyakit pada dasarnya berbasis lingkungan. Munculnya gejala-gejala


penyakit pada kelompok tertentu merupakan resultante hubungan antara manusia ketika
bertemu atau berinteraksi dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya
kejadian penyakit atau munculnya sekumpulan gejala penyakit (Achmadi, 2013).
Beberapa contoh penyakit berbasis lingkungan adalah seperti: kanker, kolera, diare,

6
pneumonia, tuberculosis, ispa dan lain lain. Salah satu penyakit berbasis lingkungan
yaitu diare menjadi variabel penelitian dalam tulisan ini.

2.2.1 Penyakit ISPA


Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).

Infeksi saluran pernapasan akut yang di adaptasi dari istilah Bahasa Inggris yaitu:
Acute Respiratory Infection (ARI) mempunyai pengertian sebagai berikut (Depkes,
2005)

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau pathogen ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung alveoli beserta organ
adneksa seperti sinus, rongga telinga dan pleura. Infeksi saluran pernapasan
akut secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa
saluran pernapasan (respiratory tract).
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat dogolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk,
pilek, demam dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic, namun demikian
anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dan
dapat mengakibatkan kematian (Depkes, 2003).

7
2.2.1.1 Klasifikasi ISPA
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah:

1. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk,
pilek dan sesak.
2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C
dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

2.2.1.2 Penyebab Penyakit ISPA


Penyebab penyakit ISPA ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk
kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan
bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini
banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah
tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu,
gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup
sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk
bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis,
Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi
kesehatan (Depkes RI, 2002).

2.2.1.3 Faktor Risiko ISPA


Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
1. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
a. Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, lakilakilah yang
banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan
perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.

8
b. Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA.
Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil
menggendong anaknya.
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta
pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana
pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.
2. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a. Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar
dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4
sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur
serta istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan
tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang
akan masuk kedalam tubuh.
b. Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
1) Bahan bangunan
a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah
tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat
ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-
benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan
berdebu merupakan sarang penyakit gangguan pernapasan.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok
sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila

9
ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di
pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak
cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat
merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk
daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak
masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun
rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng) Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso
dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan
ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubanglubang bambu
merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara
memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang
pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup
dengan kayu.
2) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam
rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya
proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri
penyebab penyakit)
3) Cahaya

10
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,
terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan
media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit
penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.
2. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi,
2003):
a. Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri
yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat
agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya
dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui
cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut
debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa
dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa
menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak
akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga
bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan
oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling
banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti
arang.
b. Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan
kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen
cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol,
conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan
kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.
3. Faktor timbulnya penyakit

11
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip
dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau
tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat
tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat
kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi
rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara,
keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ
juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena
penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan
seharihari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya
sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan
yang lainnya.

2.2.2 Penyakit Kulit


2.2.2.1 Pengertian penyakit Kulit
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang
dari segala usia. Gangguan pada kulit sering terjadi karena ada faktor peyebabnya,
antara lain yaitu iklim, lingkungan, tempat tinggal, kebiasaan hidup kurang sehat, alergi
dan lain lain. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit membutuhkan waktu lama untuk
menunjukkan efek. Masalahnya menjadi lebih mencemaskan jika penyakit tidak
merespon terhadap pengobatan. Tidak banyak statistik yang membuktikan bahwa
frekuensi yang tepat dari penyakit kulit, namun kesan umum sekitar 10-20 persen pasien
mencari nasehat medis jika menderita penyakit pada kulit. Matahari adalah salah satu
sumber yang paling menonjol dari kanker kulit dan trauma terkait.

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensititas terhadap
Sarcoptes scabie var, horminis dan produknya. Gejala utama adalah gatal pada malam
hari, lesi kulit berupa terowongan papula, vesikula, tertutama pada tempat dengan
stratum korneum yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipat ketiak, umbikilus, genetalia eksterna pria, areola mammae, telapak
kaki dan telapak tangan. Scabies ditemukan hampir di semua negara dengan prevalensi

12
yang berbeda-beda. Di beberapa negara yang cenderung sedang berkembang, prevalensi
scabies pada populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
Scabies atau kudis pada manusia disebabkan oleh infeksi tungau pda kulit yang
mengakibatkan dermatitis dan gatal-gatal. Tungau penyebab kudis pada manusia
berbeda-beda varietasnya, maka untuk penanggulangannya perlu pemeriksaan yang
cermat untuk menentukan obat yang dipakai (Iskandar,1982).
Penyakit kudis terjadi karena S. sacbie menginfeksi hospes, masuk ke dalam lapisan
tanduk kulit (stratum corneum). Di dalam lapisan tanduk kulit yang terinfeksi, S. scabie
melangsungkan siklus hidup setelah perkawinan antara jantan dan betina. Parasit yang
hamil dapat ditemukan di bagian kulit pada terminal terowongan (tunnel) dalam kulit
yang dibuat oleh parasit tersebut (Hoedojo, 1989).

2.2.2.2 Faktor- Faktor yang meyebabkan terjadinya penyakit kulit


1. Personal Hygiene

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan


kesehatan diri seorang untuk kesejahteraa fisik dan psikisnya. Seseorang
dikatakan memiiki kebersihan diri baik apabilam orang tersebut dapat
menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan
kuku dan kebersihan genitalia (Badri, 2008)

2. Pendidikan
3. Pengetahuan
Notoatmojo (2007), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yaitu:
a. Awarness (Kesadaran), yakni oran tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang tertarik pada stimulus
c. Evaluation (Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya). Hal ini sikap responden sudah lebih baik
d. Trial, orang mulai mencoba perilaku baru

13
e. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
4. Kepadatan penduduk
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
10 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Puspromkes Depkes RI,
207)
a. pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
b. Bayi diberi ASI ekslusif
c. mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan
d. Ketersediaan air bersih
e. ketersediaan jamban sehat
f. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni
g. Lantai rumah bukan tanah
h. Tidak merokok didalam rumah
i. melakukan aktifitas fisik setiap hari
j. Makan buah dan sayur setiap hari

2.2.2.3 Upaya Pencegahan dan Pemutusan Penularan


Menurut Muammar (207) upaya pencegahan dan pemutusan penulatan penyakit
kulit adalah:

1) Tingkatkan kebersihan diri


2) Tingkatkan kekebelan tubuh dengan cara banyak mengkonsumsi makanan
bergizi (Multivitamin) dan istirahat yang cukup
3) hindari kontak langsung dengan penderita, bila bersinggungan/ bersentuhan
dengan penderita segera cuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir
bila perlu menggunakan sabun
4) Hindari penggunaan perlengkapan pribadi sevara bersmaan (Selimut,
pakaian, handuk, sabun mandi).
5) Lakukan perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita
penyakit kulit yang cenderung menular

14
6) Hindari menggaruk area yang gatal, bila gatal lebih baik diusap- usao atau
bisa juga direndam air hangat
7) Pada area yang gatal dan terdapat luka/ bekas bula hindari terkena air
8) Bila terdapat bula yang berisi nanah/ cairan yang pecah segera keringkan
menggunakan kapas, dan buang kapas pada tempat sampah (jangan
diletakkan disembarang tempat)
9) Jaga kebersihan diri dang anti pakaian sehari minimal sekali
10) Tingkatlan kekebalan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergisi dab
istirahat cukup
11) Lakukan kompres menggunakan rivanol pada daerah bekas bula yang pecah
atau daerah yang bernanah

2.2.3 Penyakit TB paru


2.2.3.1 Definisi
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat
menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau
bicara.
2.2.3.2 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi TB Paru menurut Depkes (2007), yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosisi paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selapu jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

15
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb
Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)

16
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 207).
2.2.3.3 Epidemiologi
1. Personal
a. Umur
Sebagian besar penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50
tahun. Data WHO menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang
banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun
2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 807,6% berasal dari usia
produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun).
b. Jenis Kelamin
c. Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh
sistem tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk
memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Bila daya tahan tubuh sedang rendah, kuman Tb paru akan mudah
masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan berkumpul dalam paruparu kemudian
berkembang biak.Tetapi, orang yang terinfeksi kuman TB Paru belum tentu
menderita Tb paru. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut.
Apabila, daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh
(dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh
lemah makan kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit. Penyakit Tb paru
Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem imun
yang lemah sehingga memudahkan kuman Tb Masuk dan berkembang biak.
2. Tempat
a. Lingkungan

17
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang
ditularkan melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat
mempengaruhi penyebaran Tb paru salah satunya adalah lingkungan yang
kumuh,kotor. Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang
menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor.
b. Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada
tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru sebagaian
besar berada di negara yang relatif miskin.

3. Waktu
Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja tanpa
mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman akan
berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya Tb paru.

2.2.3.4 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan
mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks
tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
1. Gejala
a. Gejala sistemik/umum
1) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

18
3) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus
1) Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
2) Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.

2. Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau
dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan
fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus Desemberngkat, perkusi redup,
bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru.
Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi
paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
tanda adanya penebalan pleura.

19
BAB III
METODE PRAKTIK

3.1 Metode Praktik


Metode dapat diartikan sebagai suatu cara kerja untuk mencapai tujuan
tertentu, agar dapat terkumpul data serta dapat mencapai tujuan penelitian itu
sendiri. Sedangkan menurut Sugiono (2005:4), metode penelitian dapat diartikan
sebagai cara ilmiah yang dilakukan untuk mendapatkan data yang subjektif, valid,
dan reliable, dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu
pengetahuan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.

3.2 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan
diduga. Menurut Suharsimi Arikunto (2002:108) mengemukakan bahwa populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian. Sementara menurut Sugiono (2001:072)
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam kegiatan ini terdiri dari populasi lingkungan dan populasi
manusia, populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diduga (Sabri:2007).
Populasi lingkungan dalam kegiatan ini adalah beberapa rumah di wilayah
lingkungan Kecamatan Cimahi Utara. Sedangkan yang termasuk populasi manusia
adalah 5 pasien yang tinggal di wilayah kerja puskesmas pasirkaliki.

3.3 Sampel
Menurut Dr. Soekidjo Notoatmodjo, sampel adalah sebagian yang diambil
dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Dalam hal ini yang menjadi sampel dalam penelitian adalah sebagian dari rumah

20
pasien di Kecamatan Cimahi Utara yang menderita penyakit ISPA, TB paru dan
penyakit kulit yang menjadi pasien klinik sanitasi.
Sampel manusia dalam pembelajaran lapangan ini adalah 5 orang yang yang
menderita penyakit kulit.
Sampel lingkungan dalam praktek belajar lapangan ini adalah :
1. Prasarana dan Bangunan
a) Penilaian rumah sehat
2. Lingkungan
a. Pengukuran Kualitas Lingkungan Fisik
a) Pencahayaan Rumah
 Ruang Utama
 Dapur
 Kamar tidur
b) Suhu dan Kelembaban
 Ruang Utama
 Dapur
 Kamar tidur

3.4 Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel


Lokasi pengambilan sampel yaitu pada wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki
Kota Cimahi. Waktu pengambilan sampel berkirasar antara tanggal 07 September
s/d tanggal 07 Desember 2019.

3.5 Rencana Pengumpulan Data

3.5.1 Instrumen Pengumpul data


Instrument pengumpul data yang digunakan adalah:

A. Instrumen pengumpul data sampel manusia


1. Lembar wawancara
B. Instrumen pengumpul data sampel lingkungan
1. Lembar Observasi
2. Alat pengukuran lingkungan fisik

21
a. Lux Meter (alat untuk mengukur Pencahayaan)
b. Thermohygrometer (Alat untuk mengukur Suhu dan
Kelembaban)

3.5.2 Tenaga Pengumpul data


Dalam melakukan kegiatan ini, pengumpulam data dilakukan oleh 2
orang dalam satu kelompok dan dibantu oleh pembimbing lahan setempat.
Tiga orang tersebut merupakan Mahasiswa/i dari Politeknik Kesehatan
Bandung Jurusan Kesehatan Lingkungan, yaitu:
Eva Hanifatun Syifa P17333119474
Rakhil Ardianto P17333119478

3.5.3 Pengukuran
Pengukuran yang kami lakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran Lingkungan Fisik meliputi:
1) Pengukuran pencahayaan
2) Pengukuran suhu ruangan
3) Pengukuran kelembaban ruangan

1.5.4 Teknik Pengumpul Data


1. Observasi
Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi ditempat yang
akan dilakukan pengambilan sampel
2. Wawancara
Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari aspek
pengetahuan (personal hygiene dan PHBS ) dan Perilaku (personal
hygiene dan PHBS ) terhadap pasien yang menderita penyakit TB, ISPA,
Diare serta penyakit Kulit di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki baik
dalam gedung atau luar gedung.
3. Pengukuran
a. Pengukuran Pencahayaan
a) Siapkan alat yang akan digunakan yaitu lux meter

22
b) Tentukan titik sampling ruang utama, dapur dan tempat tidur
c) Nyalakan alat kemudian tentukan mode/skalanya
d) Arahkan sensor ke sumber cahaya
e) Lihat angka digital, sebelum pengukuran angka harus nol
f) Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali di setiap titik sampling
g) Lihat angka digital pada display/monitor hingga konstan
h) Catat hasil pengamatan
b. Pemeriksaan Suhu Ruangan
a) Tentukan titik tengah dari luas ruangan
b) Letakan alat sebahu atau ± 150 cm
c) Nyalakan alat dengan menekan tombol power
d) Atur tombol mode kearah suhu (0C)
e) Diamkan hingga angka pada display konstan
f) Catat hasil pengukuran
c. Pemeriksaan Kelembaban Ruangan
a) Tentukan titik tengah dari luas ruangan
b) Letakan alat sebahu atau ± 150 cm
c) Nyalakan alat dengan menekan tombol power
d) Atur tombol mode kearah kelembaban (%)
e) Diamkan hingga angka pada display konstan
f) Catat hasil pengukuran

3.6 Pelaksanaan Pengumpulan Data


Pengambilan pengumpulan data dilakukan dalam dan luar gedang mulai dari
tanggal 07 September – 07 Desember 2019 di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki.

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Keadaan Geografis


Wilayah kerja Puskesmas Pasir Kaliki meliputi wilayah administrasi Kelurahan
Pasir Kaliki Kecamatan Cimahi Utara yang terletak pada batas-batas wilayah:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sariwangi Kabupaten Bandung

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cicendo Kota Bandung

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cibabat

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sukaraja Kota Bandung

PETA GEOGRAFIS
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIRKALIKI
KECAMATAN CIMAHI UTARA

24
Luas Kelurahan Pasirkaliki ± 127.045 Ha yang terbagi dalam wilayah administrasi 14
RW dan 70 RT. Seluruh wilayah merupakan tanah daratan dengan ketinggian ± 736
meter dpl, secara geografis yang terdiri dari lahan pemukiman 99,426 Ha, sawah dan
ladang 3.704 Ha, Pekuburan 1.515 Ha, dan tanah wakaf 2.436 Ha2. Sebagian besar
penduduknya tinggal dikawasan perumahan yang keadaan sosial ekonominya
menengah ke atas seperti di RW. 01, 04, 05, 06, 07, 09, 10, 14. Akan tetapi masih
ditemukan daerah yang penduduknya padat seperti di RW 12, dimana terdapat
kantong-kantong kemiskinan yang menyebabkan masih tingginya prevalensi penyakit
DBD dan TBC. Dan sarana transportasi masih sedikit hanya tersedia delman dan ojeg.

Masalah utama kependudukan di Kelurahan Pasirkaliki adalah mobilitas penduduk


yang tinggi akibat dari arus urbanisasi, yang terjadi di beberapa RW.Sedangkan di RW-
RW yang tingkat sosial ekonominya menengah keatas dalam hal pendataan dan
pelaksanaan program mengalami kesulitan dalam mendapatkan partisipasi yang baik
dari masyarakatnya. Kesulitan ini pun dihadapi oleh pengurus wilayah, terlebih lagi
ketika pengurus wilayah berada diluar komplek perumahan tersebut.

Kependudukan

Penduduk merupakan sasaran sekaligus pelaku pembangunan, output


pembangunan adalah meningkatnya kesejahteraan penduduk dan kualitas
sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas inilah yang akan
meningkatkan akselerasi pembangunan.

Jumlah penduduk tahun 2018 di Kelurahan Pasirkaliki adalah sebesar 18.370


jiwa dengan kepala keluarga 5.759 KK. Kepadatan penduduk diperkirakan
157,78 jiwa perkilometer persegi.

Ekonomi
Mata pencaharian penduduk sebagian besar Buruh , wirausaha, Petani dan
Karyawan Perusahaan swasta ataupun negeri.

25
Pendidikan
Tingkat pendidikan di Kecamatan Cimahi Utara rata-rata tamat SMP
meskipun tidak sedikit yang masuk sampai perguruan tinggi.

4.1.2 Struktur organisasi

(Lampiran 1)

4.1.3 Tugas Pokok

Pelaksanaan Upaya Kesehatan Puskesmas


1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit
tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Adapun upaya
kesehatan wajib Puskesmas terdiri dari:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya Kesehatan Pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Adapun upaya kesehatan wajib
Puskesmas terdiri dari:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
c. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
d. Upaya Kesehatan Jiwa
e. Upaya Kesehatan Mata.

26
f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
3. Pelayanan Penunjang
Pelayanan Penunjang dari setiap upaya wajib dan pengembangan puskesmas.
a. Laboratorium Sederhana

4.1.4 Visi dan Misi


Visi

“ Terwujudnya Masyarakat Kelurahan Pasirkaliki Yang Sehat Mandiri ”


Misi

1. Mendorong Pembangunan berwawasan Kesehatan


2. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk hidup sehat dengan meningkatkan
peran serta Masyarakat dalam upaya Kesehatan baik Promotif ,Preventif maupun
Kuratf
3. Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan yang bermutu dan terjangkau bagi
Masyarakat Kelurahan Pasirkaliki dan sekitarnya
Tata Nilai
S Santun
I Inovatif
A Aman
P Profesional
Motto
Puskesmas Pasirkaliki Siap Melayani Masyarakat

27
4.2 Data Hasil Konseling Penyakit Berbasis Lingkungan

Tabel 4.1
Jumlah Pasien Penyakit Berbasis Lingkungan yang Melakukan Konseling
Berdasarkan Penyakit Yang Melakukan Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi
Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi 07 September – 07 Desember 2019

No Tanggal Jumlah (Orang)


1 20 September 2019 1
2 4 Oktober 2019 2
3 11 Oktober 2019 3
4 18 Oktober 2019 1
5 25 Oktober 2019 4
6 1 November 2019 2
7 8 November 2019 1
8 22 November 2019 1
9 29 November 2019 2
10 6 Desember 2019 -
Jumlah 17

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tanggal 07 September 2019 - 07
Desember 2019 pasien penyakit berbasis lingkungan yang datang ke ruang
konseling sebanyak 17 pasien dengan pengujung tertinggi pada tanggal 25
Oktober 2019 sebanyak 4 orang pasien.

Tabel 4.2
Jumlah Pasein Berdasarkan Penyakit Berbasis Lingkungan Yang Melakukan Konseling
di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Berdasarkan Penyakit
07 September – 07 Desember 2019

28
No Tanggal Jenis Penyakit Jumlah
20 September
1 Diare 1
2019
4 Oktober ISPA 1
2
2019 Kulit (Scabies) 1
11 Oktober ISPA 1
3
2019 Diare 2
18 Oktober
4 TB 1
2019
25 Oktober Kulit (Scabies) 2
5 Diare 1
2019 ISPA 1
1 November TB 1
6
2019 Kulit (Scabies) 1
8 November
7 2019 ISPA 1

22 November
8 TB 1
2019
29 November ISPA 1
9
2019 Kulit (Scabies) 1
Jumlah 17

Dari tanggal 07 September 2019 - 07 Desember 2019 pasien penyakit


berbasis lingkungan yang datang ke ruang konseling sebanyak 17 pasien dengan
jenis penyakit ISPA, TB Paru, Diare dan Scabies.

Tabel 4.3
Distribusi Pasien Penyakit Berbasis Lingkungan Yang Melakukan Konseling
Berdasarkan Penyakit di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota
Cimahi 07 September – 07 Desember 2019

No Jenis Penyakit Jumlah (orang) Persentase (%)


1 ISPA 5 29,41
2 TB Paru 3 17,64
3 Penyakit Kulit 5 29,41
4 Diare 4 23,52 29

Jumlah 17 100
Berdasarkan tabel diatas pasien penyakit berbasis lingkungan yang melakukan
konseling berdasarkan penyakit di pelayanan klinik sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota
Cimahi 07 September – 07 Desember 2019 didapatkan bahwa penyakit yang tertinggi
adalah penyakit kulit (scabies) dan ISPA masing masing sebanyak 5 orang (29,41%).

4.2.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Penyakit, Jenis Kelamin, Golongan Usia
dan Faktor Risiko

30
Tabel 4.4
Distribusi Pasien Penyakit Berbasis Lingkungan Yang Melakukan Konseling
Berdasarkan Penyakit di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota
Cimahi 07 September – 07 Desember2019

Jumlah Persen
No Tanggal Jenis Penyakit
(Orang)
20 September 100%
1 Diare 1
2019
4 Oktober ISPA 1 50%
2 50%
2019 Kulit (Scabies) 1
11 Oktober ISPA 1 33%
3 66%
2019 Diare 2
18 Oktober 100%
4 TB 1
2019
Kulit (Scabies) 2 50%
25 Oktober
5 Diare 1 25%
2019 ISPA 1 25%
1 November TB 1 50%
6 50
2019 Kulit (Scabies) 1
8 November
7 2019 ISPA 1 100%

22 November
8 TB 1
2019 100%
29 November ISPA 1 50%
9 50%
2019 Kulit (Scabies) 1
Jumlah 17

Dari tanggal 07 September 2019 - 07 Desember 2019 pasien penyakit


berbasis lingkungan yang datang ke ruang konseling sebanyak 17 pasien dengan

31
jenis penyakit ISPA, TB Paru, Diare dan Scabies dengan pasien terbanyak
adalah penyakit Kulit (scabies) dan ISPA masing masing 5 kasus.

Tabel 4.5
Distribusi Alamat Pasien Penyakit Scabies Yang Melakukan Konseling di Pelayanan
Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi 07 September – 07 Desember2019

Jenis
No Tanggal Nama Penyakit Kelami Usia Alamat
n
Babakan Loa RT
20 September
1 Azzalea I Diare 1 03/07
2019 P

Nazwa N 10 Kp. Cidamar RT


ISPA P
06/08
2 4 Oktober 2019
Achmd Kulit 7 Gunung Batu Dalam
L
(Scabies) RT 03/01
Dila A ISPA P 17 Cibeber RT 04/14
11 Oktober Adin Diare L 63 Rancabali RT 06/03
3 Naufal R 4 Cidamar Pasirkaliki
2019 Diare L
RT 01/08
18 Oktober Faris 7 Rancabali Rt 04/10
4 TB L
2019
Angel Kulit 12 Rancabali RT 04/10
P
(Scabies) Pasirkaliki
Ridho Kulit 14 Gang Rahayu RT
L
(Scabies) 2/11
25 Oktober
5 Anita 29 Matra Persada RT
2019 Diare P
05/09
Matra Persada RT
Lunneta ISPA P 9 05/09

Novita TB P 7 Pasirkaliki RT 03/08


1 November
6 Kulit Babakan Loa RT
2019
Ika R (Scabies) P 41 03/07

32
8 November Rezky 8 Pasirkaliki RT 01/08
7 2019 ISPA L

22 November Ayu 27 Gunung Batu Dalam


8 TB P
2019 RT 03/01
Rashya ISPA L 2 Rancabali RT 04/10
29 November
9 Ayana Kulit 2 Babakan Cianjur
2019 P
(Scabies) Sukaraja RT 09/02

Tabel 4.6
Distribusi Pasein Penyakit Berbasis Lingkungan di Pelayanan Klinik Sanitasi
Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Berdasarkan Jenis Kelamin pada 07
September – 07 Desember2019

Persentase
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) (%)
1 Laki – Laki 7 41.18
2 Peempuan 10 58.82
JUMLAH 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah pasien penyakit berbasis


lingkungan tertinggi berdasarkan jenis kelamin di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas
Pasirkaliki Kota Cimahi pada 07 September- 07 Desember 2019 adalah perempuan
sebanyak 10 orang (58.82%)

Tabel 4.7
Distribusi Pasein Penyakit Berbasis Lingkungan Yang Melakukan Konseling
di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Berdasarkan
Usia pada 07 September – 07 Desember2019

33
Persentase
Jumlah (Orang)
No Kelompok Usia (%)
1 0-4 4 23.53
2 5-9 5 29.40
3 10-14 3 17.65
4 15-19 1 5.88
5 20-24 -
6 25-29 2 11.76
7 30-34 -
8 35-39 -
9 40-44 1 5.88
10 45-49 -
11 50-54 -
12 55-59 -
13 >60 1 5.88
JUMLAH 17 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah pasien penyakit berbasis


lingkungan tertinggi di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi
pada 24 September- 07 Desember 2019 adalah pasien berusia 0-4 tahun sebanyak 22
orang (16,42%)

4.2.1.1 Penyakit ISPA


Tabel 4.8
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi pada
07 September – 07 Desember2019
Jumlah Persentase
No Jenis Kelamin (Orang) (%)
1 Laki-Laki 2 40
2 Perempuan 3 60
JUMLAH 5 100

Berdasarkan tabel diatas jumlah pasien penyakit berbasia lingkungan di Pelayanan


Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada 07 September – 07 Desember

34
2019 berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan sebanyak 3 orang
(60%)

Tabel 4.9
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Usia Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi
pada 07 September – 07 Desember2019

Persentase
Jumlah (Orang)
No Kelompok Usia (%)
1 0-4 1 20
2 5-9 2 40
3 10-14 1 20
4 15-19 1 20
5 20-24 - -
6 25-29 - -
7 30-34 - -
8 35-39 - -
9 40-44 - -
10 45-49 - -
11 50-54 - -
12 55-59 - -
13 >60 - -
JUMLAH 5 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pasien dengan penyakit kulit tertinggi
yang berkunjung ke Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada
07 September – 07 Desember2019 yaitu pasien dengan usia 5-9 tahun sebanyak 2 orang
(40%)

35
4.2.1.2 Penyakit TB Paru
Tabel 4.8
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi pada
07 September – 07 Desember2019

Jumlah Persentase
No Jenis Kelamin (Orang) (%)
1 Laki-Laki 1 33.33
2 Perempuan 2 66.67
JUMLAH 3 100

Berdasarkan tabel diatas jumlah pasien penyakit berbasia lingkungan di Pelayanan


Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada 07 September – 07 Desember
2019 berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan sebanyak 3 orang
(60%)

Tabel 4.9
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Usia Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi
pada 07 September – 07 Desember2019

Persentase
Jumlah (Orang)
No Kelompok Usia (%)
1 0-4 - -
2 5-9 2 66/67
3 10-14 - -
4 15-19 - -
5 20-24 - -
6 25-29 1 33.33

36
7 30-34 - -
8 35-39 - -
9 40-44 - -
10 45-49 - -
11 50-54 - -
12 55-59 - -
13 >60 - -
JUMLAH 3 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pasien dengan penyakit kulit tertinggi
yang berkunjung ke Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada
07 September – 07 Desember2019 yaitu pasien dengan usia 5-9 tahun sebanyak 2 orang
(66.67%)

4.2.1.3 Penyakit Kulit


Tabel 5.10
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi pada
07 September – 07 Desember2019

Jumlah Persentase
No Jenis Kelamin (Orang) (%)
1 Laki-Laki 2 40
2 Perempuan 3 60
JUMLAH 5 100

Berdasarkan tabel diatas jumlah pasien penyakit berbasia lingkungan di Pelayanan


Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada 07 September – 07 Desember
2019 berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan sebanyak 3 orang
(60%)

37
Tabel 4.11
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Usia Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi
pada 07 September – 07 Desember2019

Persentase
Jumlah (Orang)
No Kelompok Usia (%)
1 0-4 1 20
2 5-9 1 20
3 10-14 2 40
4 15-19 -
5 20-24 -
6 25-29 -
7 30-34 -
8 35-39 -
9 40-44 1 20
10 45-49 -
11 50-54 -
12 55-59 -
13 >60 -
JUMLAH 5 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pasien dengan penyakit kulit tertinggi
yang berkunjung ke Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada
07 September – 07 Desember2019 yaitu pasien dengan usia 10-14 tahun sebanyak 2
orang (40%)

38
4.2.1.4 Penyakit Diare
Tabel 4.12
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi pada
07 September – 07 Desember2019

Jumlah Persentase
No Jenis Kelamin (Orang) (%)
1 Laki-Laki 2 50
2 Perempuan 2 50
JUMLAH 4 100

Berdasarkan tabel diatas jumlah pasien penyakit berbasia lingkungan di Pelayanan


Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada 07 September – 07 Desember
2019 berdasarkan jenis kelamin sama besar dengan masing masing 2 orang pasien
(50%).

Tabel 4.13
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Usia Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi
pada 07 September – 07 Desember2019

Persentase
Jumlah (Orang)
No Kelompok Usia (%)
1 0-4 2 50
2 5-9 - -
3 10-14 - -
4 15-19 - -
5 20-24 - -
6 25-29 1 25
7 30-34 - -
8 35-39 - -

39
9 40-44 - -
10 45-49 - -
11 50-54 - -
12 55-59 - -
13 >60 1 25
JUMLAH 4 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pasien dengan penyakit kulit tertinggi
yang berkunjung ke Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada
07 September – 07 Desember2019 yaitu pasien dengan usia 0-4 tahun sebanyak 2 orang
(50%)

4.3 Data Hasil Investigasi


4.5.1 Hasil Investigasi Pasien Penderita Penyakit Kulit (Scabies)

Tabel 4.14
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Yang Melakukan Konseling di Pelayanan Klinik
Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi pada 07 September – 07
Desember2019

Jumlah Persentase
No Jenis Kelamin (Orang) (%)
1 Kulit 5 100
JUMLAH 5 100

Berdasarkan Tabel 5.10 investigasi yang dilakukan pada pasien pernyakit


berbasis lingkungan adalah pada pasien Kulit (100 %)

4.5.2 Hasil Investigasi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Golongan Usia

40
Tabel 5.15
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi pada
07 September – 07 Desember2019

Jumlah Persentase
No Jenis Kelamin (Orang) (%)
1 Laki-Laki 2 40
2 Perempuan 3 60
JUMLAH 5 100

Berdasarkan tabel diatas jumlah pasien penyakit berbasia lingkungan di Pelayanan


Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada 07 September – 07 Desember
2019 berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan sebanyak 3 orang
(60%)

Tabel 4.16
Distribusi Pasein Penyakit Kulit Berdasarkan Usia Yang Melakukan
Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi
pada 07 September – 07 Desember2019

Persentase
Jumlah (Orang)
No Kelompok Usia (%)
1 0-4 1 20
2 5-9 1 20
3 10-14 2 40
4 15-19 -
5 20-24 -
6 25-29 -
7 30-34 -
8 35-39 -
9 40-44 1 20

41
10 45-49 -
11 50-54 -
12 55-59 -
13 >60 -
JUMLAH 5 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pasien dengan penyakit kulit tertinggi
yang berkunjung ke Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi Pada
07 September – 07 Desember2019 yaitu pasien dengan usia 10-14 tahun sebanyak 2
orang (40%)

4.5.3 Hasil Investigasi Berdasarkan Alamat Pasien Penyakit Kulit

Tabel 4.17
Distribusi Alamat Pasien Penyakit Kulit ( Scabies ) Yang Melakukan Konseling di
Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi 07 September – 07
Desember2019

Jenis
No Tanggal Nama Penyakit Usi Alamat
Kelamin
a
Achmd Kulit 7 Gunung Batu Dalam
1 4 Oktober 2019 L
(Scabies) RT 03/01
2 25 Oktober Angel Kulit P 12 Rancabali RT 04/10

42
(Scabies) Pasirkaliki
Ridho 14 Gang Rahayu RT 2/11
2019 Kulit
L
(Scabies)
1 November Kulit Babakan Loa RT 03/07
3
2019 Ika R (Scabies) P 41
29 November Ayana Kulit 2 Babakan Cianjur
4 P
2019 (Scabies) Sukaraja RT 09/02

43
4.4 Uraian Faktor Risiko

Tabel 4.18 Risiko Sementara Pasien Penyakit Kulit (Scabies) Yang Melakukan Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi
Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi 07 September – 07 Desember2019

Nama Kategori Faktor


No Tanggal Hasil Konsultasii Risiko Sementara
Pasien Pengamatan
1 Achmad 11 Oktober Pengetahua PHBS 1. pasien tidak mengathui
2019 n bahwa handuk menjadi faktor 1. pasien tidak mengathui
penyebab gatal gatal bahwa handuk menjadi faktor
2. pasien tidak mengetahui penyebab gatal gatal
penularan gatal gatal mealui 2. pasien tidak mengetahui
penggunaan sabun yang sama . penularan gatal gatal mealui
3. pasien memahami penggunaan sabun yang sama
kebersihan sarana tempat tidur
Personal 1. Pasien kurang memahami 1. Pasien kurang memahami
Hygiene pentingnya CTPS pentingnya CTPS
2. pasien kurang memahami 2. pasien kurang memahami
kebersihan diri terhadap kebersihan diri terhadap

45
kejadian gatal gatal
kejadian gatal gatal
3. pasien megetahui ideal
3. Pasien tidak tau binatang/hal
mandi berapa kali sehari
apa yang menyebabkan gatal
4. Pasien tidak tau binatang/hal
gatal.
apa yang menyebabkan gatal
gatal.
Prilaku PHBS 1. pasien tidak pernah 1. pasien tidak pernah
menjemur handuk, digantung menjemur handuk, digantung
kusut begitu saja setelah kusut begitu saja setelah
digunakan digunakan
2. pasien kadang acak dalam 2. pasien kadang acak dalam
menggunakan handuk/tidak menggunakan handuk/tidak
memiliki handuk sendiri memiliki handuk sendiri
3. pasien di rumah 3. pasien di rumah
menggunakan sabun batangan menggunakan sabun batangan
bersama sama ersama sama
4. pakaian dicuci dengan 5. pasien hanya mengganti
menggunakan sabun detergen sprei ketika tempat tidur teraa
5. pasien hanya mengganti basah
sprei ketika tempat tidur teraa 6. sprei diganti ketika ksur
basah terasa basah/ 1 bulan sekali

46
6. sprei diganti ketika ksur
terasa basah/ 1 bulan sekali
Personal 1. pasien hanya sesekali
hygiene mencuci tangan 1. pasien hanya sesekali
2. pasein mencuci tangan mencuci tangan
hanya ketika terlihat kotor 2. pasein mencuci tangan
4. pasien mandi sehari dua kali hanya ketika terlihat kotor
5. pasien jarang mencuci 3. pasien jarang mencuci
rambut, terbilang seminggu rambut, terbilang seminggu
sekali sekali
6. pasien menggunakan sisir 4. pasien menggunakan sisir
bersama sama dengan anggota bersama sama dengan anggota
keluarga lainnya keluarga lainnya
7. Pasien tidak mengganti 5. Pasien tidak mengganti
pakaian sepulang sekolah pakaian sepulang sekolah
8. pasien memotong kuku
seminggu sekali
.
2 Angel 1 Pengetahua PHBS 1. pasien tmengathui bahwa pasien kurang memahami
November n handuk menjadi faktor kebersihan sarana tempat tidur
2019 penyebab terjadinya gatal gatal terhadap keberadaan tungau

47
2. pasien mengetahui bahwai
penularan gatal gatal dapat
terjadi mealui penggunaan
sabun yang sama .
pada kasur
3. pasien kurang memahami
kebersihan sarana tempat tidur
terhadap keberadaan tungau
pada kasur
Personal 1. Pasien memahami
Hygiene pentingnya CTPS
2. pasien memahami
kebersihan diri terhadap
Pasien tidak tau binatang/hal
kejadian gatal gatal
apa yang menyebabkan gatal
3. pasien megetahui ideal
gatal.
mandi berapa kali sehari
4. Pasien tidak tau binatang/hal
apa yang menyebabkan gatal
gatal.
Prilaku PHBS 1. pasien rutin menjemut 1. pasien hanya mengganti
handuk, sprei dan membiarkan kasur
2. pasien memiliki handuk tetap basah/lembab .

48
sendiri
3. pasien di rumah
menggunakan sabun cair
khusus
5. pakaian dicuci dengan
10 sprei diganti ketika kasur
menggunakan sabun detergen
terasa basah/ 1 bulan sekali
6. pasien hanya mengganti
sprei dan membiarkan kasur
tetap basah/lembab .
9. sprei diganti ketika kasur
terasa basah/ 1 bulan sekali
Personal 1. pasien rutin mencuci tangan pasien menggunakan sisir
hygiene pada kesehariannya bersama sama dengan anggota
3. pasien mandi sehari dua kali keluarga lainnya
3. pasien rutin mencuci
rambut, 2-3 hari sekali.
4. pasien menggunakan sisir
bersama sama dengan anggota
keluarga lainnya
5. Pasien mengganti pakaian
lebih dari 2 kali dalam sehari

49
6. pasien memotong kuku
seminggu sekali
.
3 Ridho 1 Pengetahua PHBS 1. pasien tidak mengathui
November n bahwa handuk menjadi faktor
2019 penyebab gatal gatal
2. pasien mengetahui pasien tidak mengathui bahwa
mengetahui penularan gatal handuk menjadi faktor
gatal mealui penggunaan penyebab gatal gatal
sabun yang sama .
3. pasien memahami
kebersihan sarana tempat tidur
Personal 1. Pasien kurang memahami Pasien kurang memahami
Hygiene pentingnya CTPS pentingnya CTPS
2. pasien memahami
kebersihan diri terhadap
kejadian gatal gatal
3. pasien megetahui ideal
mandi berapa kali sehari
4. Pasien mengetahui binatang
penyebab gatal gatal

50
Prilaku PHBS 1. pasien tidak pernah
menjemut handuk, digantung
kusut begitu saja setelah
1.pasien tidak pernah
digunakan
menjemut handuk, digantung
2. pasien kadang acak dalam
kusut begitu saja setelah
menggunakan handuk/tidak
digunakan
memiliki handuk sendiri
2. pasien kadang acak dalam
3. pasien di rumah
menggunakan handuk/tidak
menggunakan sabun batangan
memiliki handuk sendiri
bersama sama
3. pasien di rumah
5. pakaian dicuci dengan
menggunakan sabun batangan
menggunakan sabun detergen
bersama sama
6. pasien menjemur tempat
tidur saat terasa lembab
9. sprei diganti secara turin 2
minggu sekali
Personal 1. pasien hanya sesekali 1. pasien hanya sesekali
hygiene mencuci tangan mencuci tangan
2. pasein mencuci tangan 2. pasein mencuci tangan
hanya ketika terlihat kotor hanya ketika terlihat kotor
3. pasien mandi sehari dua kali 3. pasien jarang memotong

51
3. pasien jarang mencuci
rambut, terbilang seminggu
sekali
4. pasien memiliki sisir rambut
sendiri kuku
5. Pasien rutin mengganti
pakaian dalam sehari 2-3 kali.
6. pasien jarang memotong
kuku
.
4 Ika R 8 Pengetahua PHBS 1. pasien tmengathui bahwa pasien kurang memahami
November n handuk menjadi faktor kebersihan sarana tempat tidur
2019 penyebab terjadinya gatal gatal terhadap keberadaan tungau
2. pasien mengetahui bahwai pada kasur
penularan gatal gatal dapat
terjadi mealui penggunaan
sabun yang sama .
3. pasien kurang memahami
kebersihan sarana tempat tidur
terhadap keberadaan tungau
pada kasur

52
Personal 1. Pasien memahami
Hygiene pentingnya CTPS
2. pasien memahami
kebersihan diri terhadap
Pasien tidak tau binatang/hal
kejadian gatal gatal
apa yang menyebabkan gatal
3. pasien megetahui ideal
gatal.
mandi berapa kali sehari
4. Pasien tidak tau binatang/hal
apa yang menyebabkan gatal
gatal.
Prilaku PHBS 1. pasien rutin menjemut 1. pasien hanya mengganti
handuk, sprei dan membiarkan kasur
2. pasien memiliki handuk tetap basah/lembab .
sendiri 10 sprei diganti ketika kasur
3. pasien di rumah terasa basah/ 1 bulan sekali
menggunakan sabun cair
khusus
5. pakaian dicuci dengan
menggunakan sabun detergen
6. pasien hanya mengganti
sprei dan membiarkan kasur

53
tetap basah/lembab .
9. sprei diganti ketika kasur
terasa basah/ 1 bulan sekali
Personal 1. pasien rutin mencuci tangan
hygiene pada kesehariannya
3. pasien mandi sehari dua kali
3. pasien rutin mencuci
rambut, 2-3 hari sekali.
4. pasien menggunakan sisir pasien menggunakan sisir
bersama sama dengan anggota bersama sama dengan anggota
keluarga lainnya keluarga lainnya
5. Pasien mengganti pakaian
lebih dari 2 kali dalam sehari
6. pasien memotong kuku
seminggu sekali
.
5 Ayana 6 desember Pengetahua PHBS 1. pasien tidak mengathui 1. pasien tidak mengathui
2019 n bahwa handuk menjadi faktor bahwa handuk menjadi faktor
penyebab gatal gatal penyebab gatal gatal
2. pasien mengetahui 2. pasien tidak mengetahui
mengetahui penularan gatal penularan gatal gatal mealui

54
gatal mealui penggunaan
sabun yang sama .
penggunaan sabun yang sama
3. pasien memahami
kebersihan sarana tempat tidur
Personal 1. Pasien kurang memahami 1. Pasien kurang memahami
Hygiene pentingnya CTPS pentingnya CTPS
2. pasien memahami 2. pasien kurang memahami
kebersihan diri terhadap kebersihan diri terhadap
kejadian gatal gatal kejadian gatal gatal
3. pasien megetahui ideal 3. Pasien tidak tau binatang/hal
mandi berapa kali sehari apa yang menyebabkan gatal
4. Pasien mengetahui binatang gatal.
penyebab gatal gatal
Prilaku PHBS 1. pasien tidak pernah 1. pasien tidak pernah
menjemut handuk, digantung menjemur handuk, digantung
kusut begitu saja setelah kusut begitu saja setelah
digunakan digunakan
2. pasien kadang acak dalam 2. pasien kadang acak dalam
menggunakan handuk/tidak menggunakan handuk/tidak
memiliki handuk sendiri memiliki handuk sendiri
3. pasien di rumah 3. pasien di rumah

55
menggunakan sabun batangan menggunakan sabun batangan
5. pakaian dicuci dengan ersama sama
menggunakan sabun detergen 5. pasien hanya mengganti
6. pasien menjemur tempat sprei ketika tempat tidur teraa
tidur saat terasa lembab basah
9. sprei diganti secara turin 2 6. sprei diganti ketika ksur
minggu sekali terasa basah/ 1 bulan sekali
Personal 1. pasien hanya sesekali 1. pasien hanya sesekali
hygiene mencuci tangan mencuci tangan
2. pasein mencuci tangan 2. pasein mencuci tangan
hanya ketika terlihat kotor hanya ketika terlihat kotor
3. pasien mandi sehari dua kali 3. pasien jarang mencuci
3. pasien jarang mencuci rambut, terbilang seminggu
rambut, terbilang seminggu sekali
sekali 4. pasien menggunakan sisir
4. pasien memiliki sisir rambut bersama sama dengan anggota
sendiri keluarga lainnya
5. Pasien rutin mengganti 5. Pasien tidak mengganti
pakaian dalam sehari 2-3 kali. pakaian sepulang sekolah
6. pasien jarang memotong
kuku

56
.

57
Tabel 4.19 Pengukuran Kualitas Fisik Rumah Pasien Penyakit Kulit (Scabie) Yang Melakukan Konseling di Pelayanan Klinik
Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi 07 September – 07 Desember 2019

No Nama Ventilasi (Ya/Tidak) Suhu Kelembaban Terlihat akses Kepadatan Air bersih
< 10% > 10%
. ( 0C) (%) cahaya matahari hunian min 4 memenuhi syarat
Luas Luas
1 ( Ya/Tidak) m2/org secara fisik
lantai lantai
(Ya/Tidak) (Ya/Tidak)
1 Ya Tidak 23 67 Tidak Tidak Ya
Achmad
3.5 m2/org
2 Tidak Ya 26 42 Tidak Ya Ya
Angel
7 m2/org
3. Tidak Ya 26 32 Ya Ya Ya
Ridho
6 m2/org
4. Ya Tidak 24 65 Tidak Tidak Ya
Ika R
3 m2/org
5. Ayana Ya Tidak 19 70 Tidak Tidak Ya
3.8 m2/org

61
Tabel 4.20 Intervensi Terhadap Pasien Penyakit Kulit (Scabies) Yang
Melakukan Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota
Cimahi 07 September – 07 Desember2019

No. Nama Tanggal Hasil Investigasi Faktor Risiko


Kunjungan Sebenernya
1. terlihat sarana alat 1. kurangnya sarana alat
mandi hanya tesedia 1 mandi sabun dan handuk
batang sabun. untuk setiap orangnya.
1 16 Oktober 2. handuk hanya 2. ruangan lembab
2019 digantung di belang 3. tidak ada akses matahari
pintu kamar mandi langsung
3.Ruangan terasa 4. Kepadatan Hunian
Achmad lembab dan pengap
4. pakaian terlihat
menumpuk
5. tidak ada akses
matahari secara
langsung
6. Kepadatan hunian

2 1. terlihat sarana tempat 1. tempat tidur terlihat


tidur lembab dan tidak lembab
4 November menggunakan sprei 2. tidak ada akses matahari
2019 2. kamar mandi terlihat langsung
kumuh
Angel
3. Tidak ada akses
matahari secara
langsung
4. Kepadatan Hunian

3. Ridho 4 November 1. handuk hanya terlihat 1. kurangnya sarana alat

63
Satu , dan hanya mandi sabun dan handuk
tergantung di dapur untuk setiap orangnya.
sedikit basah
2. tidak terlihat sabun
2019 didekat WC
3. hanya terlihat sabun
satu batang di kamar
mandi
4. Kepadatan Hunian
4. 1. terlihat sarana tempat 1. tempat tidur terlihat
tidur lembab dan tidak lembab
menggunakan sprei 2. tidak ada akses matahari
2. kamar mandi terlihat langsung
12 kumuh 3. Kepadatan Hunian
Ika R November 3. Tidak ada akses
2019 matahari secara
langsung
4. Ruangan terasa
lembab dan pengap
5. Kepadatan Hunian
5. Ayana 6 Desember 1. terlihat sarana alat 1. kurangnya sarana alat
2019 mandi hanya tesedia 1 mandi sabun dan handuk
batang sabun. untuk setiap orangnya.
2. handuk hanya 2. ruangan lembab
digantung di belang 3. tidak ada akses matahari
pintu kamar mandi langsung
3.Ruangan terasa 4. Kepadatan Hunian
lembab dan pengap
4. pakaian terlihat
menumpuk
5. tidak ada akses

64
matahari secara
langsung
6. Kepadatan Hunian

65
4.4.1 Penentuan Prioritas Masalah dengan Metode Hanlon
Tabel 4.21 Tabel Penentuan Prioritas Masalah Metode Hanlon Terhadap Hasil Analisa Pasien Penyakit Kulit (Scabies) Yang
Melakukan Konseling di Pelayanan Klinik Sanitasi Puskesmas Pasirkaliki Kota Cimahi 07 September – 07 Desember 2019

Masalah kurangnya sarana alat Cahaya matahari langsung tidak Ruangan Lembab tempat tidur terlihat lembab / Kepadatan hunian yang tidak Horisontal
mandi sabun dan dapat masuk ke ruangan basah memenuhi syarat 4 m2/org
handuk untuk setiap
orangnya.

kurangnya sarana alat mandi sabun dan handuk - - - + 1


untuk setiap orangnya.

Cahaya matahari langsung tidak dapat masuk ke + - + 2


ruangan

Ruangan Lembab - - 0
tempat tidur terlihat lembab / basah + 1
Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat 0
4m2/org
Total vertikal 0 1 1 3 1
Total horizontal 1 2 0 1 0
Total 2 3 1 4 1
Prioritas masalah III II IV I IV

66
Teori Hanlon Kuantitatif

Tabel 4.22 Penilaian Metode Kuantitatif Hanlon (Prioritas Masalah)

Masalah Total Total Total Prioritas


Vertikal Horizontal Masalah
kurangnya sarana alat 0 1 2 III
mandi sabun dan handuk
untuk setiap orangnya.

Cahaya matahari 1 2 3 II
langsung tidak dapat
masuk ke ruangan

Ruangan Lembab 1 0 1 IV
tempat tidur terlihat 0 1 4 I
lembab / basah
Kepadatan hunian yang 3 0 1 IV
tidak memenuhi syarat
4m2/org

67
4.4.2 POA (Plan Of Action) yang menjadi prioritas masalah

Tabel 2.23 POA

N Kegiatan Tujuan Sasaran PJ Kebutuhan Sumber Daya Mitra Waktu Anggaran Sumber
Tenaga Alat Metode
o Kerja Pelaksana Biaya
n
1 Penyuluha Meningkatkan Masyaraka Team Team Media Penyuluha Kepala Januari Transport BOK
n prihal pengetahuan t Keslin Promkes Penyulu n desa, 2020 Dan
rumah masyarakat g dan h Ketua konsumsi
sehat dan mengenai Kesehatan RW/RT Rp.
PHBS rumah yang Lingkunga Sekitar 1.000.00
sehat , PHBS n 0
serta Personal
Hygiene
terhadap
penyakit
berbasis
lingkungan

67
4.5 Lintas Sector

Kerja sama yang dilakukan pemegang program rumah sehat dilaksanakan


dengan program lain di Puskesmas dengan Bidang Promosi Kesehatan dan
Bidang Kesehatan Lingkungan . Kerja sama yang dilakukan yaitu kegiatan
penyuluhan dan kunjungan rumah penderita, dimana pemegang program rumah
sehat memberikan penyuluhan tentang penyakit scabies/gatal gatal , serta pada
kegiatan bidang Promosi Kesehatan atau dalam setiap kegiatan
Posyandu/Posbindu. Selain penyuluhan yang dilakukan bersama Bidang
Promosi Kesehatan, pemegang program rumah sehat juga melakukan
penyuluhan di Kelurahan dengan dibantu oleh kader kesehatan, serta melakukan
kunjungan rumah bersama bidang kesehatan lingkungan guna melakukan
pembinaan peningkatan hygiene sanitasi. Selain itu dapat dilakukan penyuluhan
secara masal kepada masyarakat didampingi perangkat desa.

67
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dari hasil konseling yang telah dilakukan di luar gedung maupun di dalam
gedung didapatkan 17 kasus PBL. Kasus-kasus tersebut terdiri dari 4 jenis
penyakit, yaitu ISPA, kulit, TB Paru, dan Diare. Kasus tertinggi di wilayah UPT
Puskesmas Pasirkaliki adalah penyakit ISPA dan Kulit, sedangkan kasus
terendah adalah TB Paru. Setelah dilakukan konseling, kemudian dilakukan
kunjungan ke rumah pasien. Kunjungan yang dilakukan sebanyak 5 rumah yang
merupakan pasien penyakit kulit (scabies). Faktor risiko penyakit PBL yaitu
kualitas udara dan personal hygiene serta PHBS, namun skala prioritas masalah
yang ditemukan ialah pada aspek sarana temoat tidur yang lembab
memungkinkan menjadi perindukan faktor penyebab terjadinya scabies,
berdasarkan hasil penelusuran pasien penyakit scabies. Intervensi yang diberikan
kepada pasien PBL berkaitan dengan faktor risiko penyakit yang di derita,
dilihat dari faktor perilaku, lingkungan dan sarana prasarana. UPT Puskesmas
Pasirkaliki melakukan lintas sektor terhadap prioritas masalah yang telah
ditemukan dari hasil konseling serta intervensi langsung dengan berbagai sektor
yang berhubungan dengan Penyakit Berbasis Lingkungan, diantara yaitu dengan
perangkat desa setempat.

5.2 Saran

1. Meningkatkan komunikasi antara poli klinik di dalam gedung dengan layanan


klinik sanitasi yang tersedia
2. Adanya kerjasama lintas program dan sector untuk menangani masalah
penyakit berbasing lingkungan secara spesifik dan terpantau berjalan.
3. Memperbaiki/melakukan upaya himbauan terhadap perbaikan faktor – faktor
resiko yang berpotensi menyebabkan penyakit berbasis lingkungan

68
69
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009. Buku


Saku Kader Program Penanggulangan TB. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Depkes RI: Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas
Pudjiadi Antonius H, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ichsan,Moh. 2009. Klinik Sanitasi (pengantar). Politeknik Kesehatan Jakarta.


Sajida, Agsa. 2012. Hubungan Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan
Keluhan Penyakit Kulit di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan. Skripsi Penelitian. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Zulkafli, Latifah Husna. 2014. Cara Penularan Penyakit ISPA
Gambaran Umum Puskesmas Pasirkaliki

70
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai