Anda di halaman 1dari 18

Otoritas Moneter dan Jasa Keuangan

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3

1.
2.
3.
4. Ida Bagus Cahya Diva Perwira /12/ 2007511138

Dosen Pengampu: Anak Agung Ketut Ayuningsasi, SE.M.Si

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan Karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Otoritas Moneter dan Jasa Keuangan”.
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas Pasar dan
Lembaga Keuangan, serta untuk menambah wawasan tentang bagaimana konsep Otoritas Moneter
dan Jasa Keuangan.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan paper ini masih banyak kesulitan dan tidak dapat
diselesaikan tanpa bantuan orang lain. Untuk itu, pada kesempatan kali ini kami mengucapkan
terima kasih kepada orang tua kami yang telah memberikan dorongan semangat serta motivasi yang
tidak pernah henti. Terima kasih yang kedua kami ucapkan kepada dosen pengampu kami yaitu Ibu
Anak Agung Ketut Ayuningsasi, SE.M.Si dan teman-teman dari kelompok tiga .

Kami juga menyadari bahwa dalam menyusun paper ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan masukan, saran, dan kritik untuk membangun
kesempurnaan. Dan semoga paper ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 08 Februari 2021

Penyusun

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................2

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................3

1.3 Tujuan..................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................4

2.1 Bank Indonesia.........................................................................................................................4

A. Struktur................................................................................................................................4

B. Status dan Kedudukan.......................................................................................................4

C. Tugas....................................................................................................................................5

D. Fungsi dan Peran.................................................................................................................5

2.2 Otoritas Jasa Keuangan..........................................................................................................7

A. Struktur...............................................................................................................................7

B. Status dan Kedudukan.......................................................................................................7

C. Tugas....................................................................................................................................7

D. Fungsi dan Peran.................................................................................................................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................9

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................10

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesatnya laju perekonomian dunia ini menyebabkan fungsi lembaga keuangan bergerak
maju, tidak hanya sebagai tempat menyimpan uang tetapi juga menjadi sarana penentu dalam
pembangunan. Peranan bank dan atau lembaga keuangan lainnya adalah dalam rangka
menjalankan amanat dalam pembukaan UUD Tahun 1945 tentang tujuan Negara. Dalam
melaksanakan tujuan Negara ini, bank dan lembaga keuangan berada di bawah kendali bank
sentral (Bank Indonesia) yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan melaksanakan
kebijkan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem bayaran dan mengawasi bank (UU
nomor 23 tentang BI).
Peran yang dimiliki oleh Bank Indonesia utamanya sebagai penyelenggara otoritas moneter
di Indonesia menyebabkan Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam hal menjaga stabilitas
moneter dan stabilitas keuangan. Kewenangan dalam menjaga stabilitas moneter dan keuangan
ini tidak berubahnya seperti satpam yang menjaga rumah agar tetap aman. Sedikit saja terjadi
kesalahan yang di lakukan oleh Bank Indonesia maka akan memiliki dampak yang sangat besar
bagi bangsa secara keseluruhan sebagaimana pengalaman pada saat krisis multidimensi tahun
1997 yang didahului oleh krisis moneter. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memastikan
bahwa penyelenggara otoritas moneter di negeri ini haruslah lembaga yang benar-benar
terjamin independensinya dan kapabilitasnya.
Oleh karena itu, melalui UU Nomor 21 tahun 2011 Pemerintah bersama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat membentuk sebuah Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan yang
secara umumnya “sedikit” mengambil alih fungsi dari Bank Indonesia utamanya dalam
pengaturan sampai dengan pengawasan jasa keuangan.
Selain itu, dengan pesatnya laju perekonomian, tidak heran jika tindak pidana pencucian
uang telah mengalami perkembangan pesat. Tindak pidana tersebut telah berkembang menjadi
suatu kejahatan transnational yang melampaui batas-batas teritorial negara. Oleh karena
maraknya tindak pidana pencucian uang maka didirikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center
(INTRAC) yang dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan
pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia.
Lanjut pada pembahasan lain yang masih erat hubungannya dengan otoritas moneter dan
jasa keuangan, yaitu tentang berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Seperti kita
2
ketahui Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian
nasional. Demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perbankan
harus melaksanakan fungsinya dengan baik yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan
memberikan jasa bank lainnya kepada segenap lapisan masyarakat Indonesia. Namun paada
tahun 1998 telah terjadi krisis besar-besaran yang mengakibatkan likuidiasinya 16 bank di
Indonesia. Hal tersebut menyebabkan masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap
lembaga perbankan, sehingga lembaga perbankan Indonesia tidak dapat menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya. Kepercayaan masyarakat merupakan salah satu kunci untuk
terlaksananya fungsi-fungsi bank. Jika kepercayaan masyarakat menurun, maka masyarakat
akan menarik dana yang mereka titipkan di bank. Tentu ini akan mengakibatkan bank
kekurangan modal untuk operasionalnya. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga perbankan, perlu adanya perlindungan hukum dalam pengaturan dan
pengawasan bank serta penjaminan simpanan. Hal ini agar masyarakat merasa yakin bahwa
dana yang mereka titipkan pada bank menjadi aman dan tidak hilang. Bentuk dukungan
pemerintah dalam menengahi keinginan masyarakat akan adanya perlindungan hukum tersebut,
yaitu dengan mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh
kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat kebijakan tersebut dinamakan
blanket guarante. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang
jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank perkreditan rakyat. Program penjaminan
pemerintah (blanket guarante) telah berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
sistem perbankan. Namun, kebijakan tersebut meningkatkan beban anggaran negara dan
berpotensi menimbulkan moral hazard oleh pihak pengelola bank dan nasabah bank. Dalam
rangka mengurangi dampak negatif dari program penjaminan pemerintah tersebut, akhirnya
didirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Berangkat dari hal yang sudah dipaparkan diatas salah satu negara adidaya yang dapat
mempengaruhi perekonomian di Indonesia melalui otoritas moneternya, yaitu Amerika Serikat.
Amerika Serikat mempunyai pengaruh besar pada kestabilan ekonomi dunia melalui bank
Sentral The Federalnya. Kekuatan yang dimiliki bank Sentral The Fed sangat besar terutama
pada pasar modal dunia. Saat ini The Federal Reserve AS merupakan nahkoda bagi kebijakan
moneter di Amerika Serikat, sehingga perekonomian dunia saat ini bergantung pada kondisi
bank dunia dan perekonomian di Amerika Serikat. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
kebijakan yang dilakukan oleh The Federal Reserve AS kerapkali menimbulkan dampak positif
maupun negative bagi sebagian Negara di seluruh dunia termasuk Indonesia

3
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana struktur, status, tugas, fungsi dan peran dari Otoritas Moneter di Indonesia
(Bank Indonesia)
b. Bagaimana struktur, status, tugas, fungsi dan peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di
Indonesia
c. Bagaimana struktur, status, tugas, fungsi dan peran dari PPATK (Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan)
d. Bagaimana struktur, status, tugas, fungsi dan peran dari LPS (Lembaga Penjamin
Simpanan)
e. Bagaimana struktur, status, tugas, fungsi dan peran dari Bank Sentral Amerika Serikat
(The FED)

1.3 Tujuan
a. Memahami konsep struktur, status, tugas, fungsi, dan peran dari Otoritas Moneter dan jasa
keuangan di Indonesia
b. Memahami konsep struktur, status, tugas, fungsi dan peran dari Bank Sentral Amerika
Serikat (The FED)

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bank Indonesia

A. Struktur

B. Status dan Kedudukan


Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.6/2009. Undang-
undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau
pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank
Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan
wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak
manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia

5
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan
efisien.

Sebagai Badan Hukum


Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata
ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang
mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum
perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar
pengadilan.Ketika BPS menghitung Indeks Harga Konsumen dan tingkat Inflasi, ia
menggunakan data harga ribuan barang dan jasa. Untuk melihat persis bagaimana statistik ini
dibangun, mari kita lihat dengan contoh ekonomi sederhana di mana konsumen hanya membeli
dua barang: Apel dan Jeruk dengan Langkah-langkah berikut.

C. Tugas

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, dalam hal ini Bank Indonesia memiliki
wewenang yaitu menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi dan
melakukan pengendalian moneter di luar operasi pasar terbuka, tingkat diskonto, cadangan
wajib minimum dan pengaturan kredit atau pembiayaan baik secara konvensional maupun
secara syariah.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dalam hal ini Bank Indonesia berwenang
untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran, mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan
laporan tentang kegiatannya, dan menetapkan penggunaan alat pembayaran.

D. Fungsi dan Peran


1. Menjaga stabilitas moneter
Setiap negara punya bank yang disebut sentral. Di sini, Bank Indonesia berperan sebagai
bank sentral. Karena statusnya itulah, Bank Indonesia memiliki fungsi menjaga stabilitas
moneter dan sistem keuangan. Tugas bank sentral itu juga yang bikin Bank Indonesia disebut
sebagai otoritas moneter. Sebagai informasi, otoritas moneter punya tanggung jawab buat
mengontrol banyaknya uang yang beredar di suatu negara. Inilah kenapa ketika inflasi naik,
Bank Indonesia yang mengambil tindakan supaya kenaikan inflasi bisa ditahan. Fungsi Bank
Indonesia inilah yang amat penting agar harga-harga di pasar gak terlalu tinggi naiknya.
2. Mengawasi dan membuat regulasi bank
6
Fungsi Bank Indonesia berikutnya adalah menciptakan perbankan yang sehat. Caranya
bagaimana? Bank Indonesia melakukan pengawasan dan membuat regulasi agar gak ada
kecurangan dalam kegiatan perbankan yang ujung-ujungnya berdampak merugikan banyak
orang. Agar fungsi ini berjalan dengan efektif, Bank Indonesia menerapkan disiplin pasar dan
penegakan hukum. Bank Indonesia sendiri sudah mengeluarkan banyak peraturan mengenai
kegiatan perbankan. Mulai dari peraturan bank umum hingga bank syariah.
3. Menjaga sistem pembayaran tetap berjalan lancar
Sistem pembayaran yang dijalankan bisa saja menimbulkan risiko tidak terduga. Di sinilah
fungsi Bank Indonesia untuk mencegah hal ini tak boleh sampai terjadi. Buat Bank Indonesia,
sistem pembayaran itu harus aman, efisien, kesamarataan akses, dan perlindungan konsumen.
Perlu kita ketahui, gagal bayar dalam sistem pembayaran bisa berakibat sistemik. Ini berarti
bank-bank lain bisa merasakan dampak dari gagal bayar dalam sistem pembayaran. Risiko-risiko
itulah yang kemudian mendasari munculnya sistem pembayaran Real Time Gross Settlement
atau RTGS. Menerapkan sistem RTGS ini bikin keamanan dan kecepatan sistem pembayaran
makin meningkat. Tidak kalah penting adalah tugas bank sentral dalam mencetak rupiah dan
mengedarkannya. Bank Indonesia perlu perencanaan yang matang sebelum mengeluarkan
Rupiah dan mengedarkannya. Hal-hal yang dipertimbangkan Bank Indonesia mulai dari tingkat
pemalsuan, nilai intrinsik, dan masa edar uang. Bank Indonesia juga merencanakan jumlah dan
komposisi pecahan uang yang bakal dicetak selama satu tahun ke depan serta berwenang
mencabut Rupiah yang beredar.
4. Melakukan riset dan pemantauan
Karena bertanggung jawab untuk melindungi stabilitas keuangan dari ancaman, Bank
Indonesia harus tahu lebih dulu informasi-informasi mengenai hal-hal yang membahayakan
stabilitas keuangan. Inilah kenapa Bank Indonesia perlu melakukan pemantauan buat mencari
tahu adakah kerentanan di sektor keuangan atau enggak. Atau mendeteksi potensi kejutan
(potential shock) yang efeknya gak baik buat sistem keuangan.
5. Tempat menyimpan kas negara
Kas negara yang nilainya ribuan triliun rupanya berada di bawah tanggung jawab Bank
Indonesia. Maksudnya, Bank Indonesia berperan sebagai bank yang menyimpan kas negara.
Dalam menjalankan fungsinya ini, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan Kementerian
Keuangan. Koordinasi yang dilakukan mulai dari pembuatan laporan, penyimpanan dana,
mengeluarkan dana, hingga ambil pinjaman dari luar negeri.

6. Memberi bantuan kepada bank agar lepas dari krisis


7
Bank pemerintah atau swasta bisa aja sewaktu-waktu mengalami krisis. Saat bank tersebut
butuh bantuan, ke Bank Indonesia-lah pertolongan bisa didapat. Bank Indonesia biasanya
memberi bantuan berupa pendanaan kepada bank tersebut. Di sinilah fungsi Bank Indonesia
yang berperan sebagai jaring pengaman sistem keuangan atau di istilahkan lender of the last
resort (LoLR). Bagaimanapun juga tugas Bank Indonesia adalah meminimalkan setiap potensi
kerugian yang bisa bikin sistem keuangan tidak stabil. Termasuk adanya bank yang mau
bangkrut. Kalau tidak ditolong, bisa saja efeknya berpengaruh tidak cuma ke sistem keuangan,
tapi perekonomian.

2.2 Otoritas Jasa Keuangan

A. Struktur

8
B. Status dan Kedudukan

Otoritas Jasa keuangan lembaga negara independen yang bebas dari campur tangan
pemerintah, yang mana OJK memiliki kewenangan, fungsi serta tugas dalam pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan dalam sektor perbankan,pasar modal, perasuransian,
dana pensiun lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainya. Hal ini di maksud di
dalam Undang- undang 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

C. Tugas
1. Dalam Sektor Perbankan
Beberapa tugas lain yang harus dilakukan OJK dalam sektor perbankan antara lain adalah
menyusun sistem pengawasan bank dan juga melakukan penegakan hukum pada sektor bank.
OJK juga harus melakukan pembinaan, pemeriksaan dan pengawasan dalam sektor bank.
Seluruh hal ini selanjutnya bisa dikembangkan lagi guna memaksimalkan performa perbankan
demi kepentingan masyarakat luas.
2. Dalam Sekor IKNB
Maksud dari sektor IKNB dalam hal ini adalah berbagai Industri Keuangan Non-Bank.
Peran OJK atas IKNB adalah melaksanakan seluruh kebijakan IKNB sesuai dengan peraturan
yang sedang berlaku. Lembaga ini juga harus melakukan evaluasi, perumusan norma dan
prosedur di dalam sektor IKNB. Selain itu, terdapat pula peraturan pada bidang IKNB yang
wajib dilakukan oleh lembaga Otoritas Jasa Keuangan.
3. Dalam Sektor Pasar Modal
Otoritas Jasa keuangan atau OJK juga mempunyai tugas pada sektor pasar modal,
diantaranya adalah dengan melaksanakan seluruh manajemen dalam krisis pasar modal. Selain
itu, lembaga OJK juga harus merumuskan seluruh prinsip yang terdapat dalam pengelolaan dan
transaksi serta melakukan berbagai analisa pengawasan dan pengembangan pasar modal.
Dengan begitu, pasar modal nantinya bisa berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

D. Fungsi dan Peran

1. Menyelenggarakan Sistem Pengaturan dan Pengawasan


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan pada seluruh aktivitas dalam sektor jasa keuangan. Hal tersebut termasuk sektor
modal, pasar uang, dan sektor industi keuangan non-bank atau IKNB.

9
2. Mengambil Keputusan Dalam Hal Perkembangan dan Kemajuan Keuangan
Fungsi lain dari OJK adalah mengambil keputusan yang bijak mengenai perkembangan dan
juga kemajuan keuangan di Indonesia. Pengambilan keputusan ini harus berasal dari berbagai
sektor, seperti sektor perbankan, pasar modal, fintech, dan industri non-bank lain yang terlibat di
dalamnya.
3. Melindungi Konsumen
OJK juga memiliki fungsi dalam melindungi konsumen. Hal ini adalah salah satu fungsi
utama dibentuknya lembaga OJK, yaitu demi mewujudkan keuangan inklusif untuk masyarakat
Indonesia dengan perlindungan konsumen yang sudah terpercaya. Oleh karena itu, OJK akan
mengatur regulasi yang berkaitan dengan perlindungan data masyarakat untuk pihak terkait.

2.3 PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)

A. Struktur

Sesuai dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor : PER-07/1.01/PPATK/08/12 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan organisasi PPATK
terdiri atas :

1. Kepala PPATK
2. Wakil Kepala PPATK
3. Sekretaris Utama PPATK
4. Deputi Bidang Pencegahan
5. Deputi Bidang Pemberantasan
6. Pusat Teknologi Informasi
10
7. Inspektorat
8. Pusat Pendidikan dan Pelatihan APUPPT
9. Jabatan Fungsional dan
10. Tenaga Ahli

B. Status
Status dari Lembaga PPATK adalah Lembaga independent yang dibentuk dalam rangka
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
C. Tugas
PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
D. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;


2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi
tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain

E. Peran
1. Peran lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah
dan memberantas pencucian uang dimaksudkan untuk tindakan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, sehingga dapat dijadikan sebagai  pedoman baku dalam upaya
menanggulangi tindak pidana pencucian uang. Dalam melaksanakan tugas pokoknya itu,
PPATK menganggap perlu kerja sama dengan Penyedia Jasa Keuangan untuk mendeteksi
kegiatan pencucian uang karena Penyedia Jasa Keuangan dianggap sebagai lahan yang subur
oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang dalam upaya mengaburkan asal-usul dana yang
dimilikinya. Dalam hal pelaksanaan perannya itu, PPATK mewajibkan Penyedia Jasa Keuangan
untuk melaksanakan berbagai prinsip atau ketentuan yang diyakini dapat memerangi praktik
ilegal tindak pidana pencucian uang.
2. Dibentuknya lembaga yang tidak mempunyai kemampuan menyidik ( PPATK) adalah
dimaksudkan untuk menghidarkan terjadinya tumpang tindih kewenangan dengan lembaga yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan yakni lembaga kepolisian.

11
2.4 LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)

A. Struktur

B. Status dan Kedudukan


LPS merupakan badan hukum bersifat publik yang diadakan oleh kekuasaan umum dimana
pendiriannya dilakukan oleh penguasa dengan Undang-Undang No. 24/2004. Badan hukum
yang bersifat publik dianggap mempunyai kekuasaan sebagai penguasa dan badan hukum
tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan serta membuat peraturan-peraturan yang
mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut (wewenang).
Berdasarkan Undang-Undang No. 24/2004, LPS diberi wewenang untuk membuat keputusan,
ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Saat ini, keberadaan LPS di atur oleh Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang.
C. Tugas
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak
berdampak sistemik.

12
5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

D. Fungsi

Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan UU Nomor 24


tahun 2004 tentang LPS. LPS adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan
sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.
Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi
peserta penjaminan.

Pentingnya keberadaan LPS, guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan menyakinkan
nasabah tentang keamanan simpanan walaupun kondisi keuangan bank memburuk dan ancaman
terjadinya risiko sistemik. Resiko ini terjadi karena kebangkrutan satu bank dapat berakibat
buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan LPS.

Menurut UU Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS, fungsi LPS ada dua, yaitu: menjamin
simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan
sesuai dengan kewenangannya.

E. Peran

a. Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional


Sebelum menjelaskan peran LPS dalam menjamin simpanan nasabah dan memelihara
stabilitas sistem perbankan dikemukakan terlebih dahulu hubungan kelembagaan atau koordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, LPS, Kementerian Keuangan, dan Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
OJK berperan sebagai ujung tombak dengan perannya mengatur dan mengawasi
mikroprudensial dengan kuat dan efektif. OJK diharapkan mampu mendorong perbankan untuk
mencapai tujuan, yaitu system perbankan yang sehat, stabil, bertumbuh, dan bermanfaat bagi
rakyat banyak. Selain itu, dengan mengidentifikasi permasalahan secara dini dan prompt
corrective actions diharapkan permasalahan perbankan dapat diatasi pada stadium awal. OJK
menginformasikan kepada LPS mengenai bank bermasalah yang. sedang dalam upaya
penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya di belakang OJK berdiri BI sebagai lini tengah berperan mengatur kebijakan
makroprudensial (moneter dan system pembayaran) yang kondusif bagi industri perbankan
sehingga dapat membantu menciptakan peluang. Peran konkrit BI, saat sebuah bank menghadapi

13
masalah likuiditas, BI bisa memberikan fasilitas pinjaman likuiditas sebagai bentuk pertahanan
terhadap sistem ekonomi Indonesia.
LPS berada pada posisi belakang/bertahan, LPS melakukan penyelamatan, dalam arti
menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan melaksanakan resolusi (penyehatan)
bank gagal. Bank gagal dan bank yang dicabut izinnya pada umumnya mengalami permasalahan
solvabilitas. Pelaksanaan fungsi tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, rasa
aman, dan ketenangan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan. Sekalipun diperbolehkan melakukan penyelamatan, bukan berarti dana talangan dari
LPS akan hilang. Semua biaya yang timbul akibat melakukan penyelamatan suatu bank akan
diperhitungkan sebagai penyertaan sementara. Jangka waktu penyertaan LPS dibatasi dan harus
menjual kembali sahamnya maksimal 2-3 tahun sejak penyelamatan dilakukan.
Jika ketiga pertahanan tersebut tidak mampu bertahan juga, Kementerian Keuangan adalah
pemain terakhir yang diharapkan mampu menjaga gawang tetap aman. Kemenkeu sebagai
pemegang otoritas terhadap fiskal dan koordinator jaminan pengaman keuangan, Financial
Safety Nets (FSN), mampu memberikan kebijakan untuk menjaga sistem perbankan tetap stabil.
Untuk menjaga stabilitas system keuangan dibentuklah FKSSK.12
b. Peran LPS dalam Melakukan Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik dengan
Penyertaan Modal oleh Pemegang Saham.
Bank gagal berdampak sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa
baik dalam rush maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian secara
nasional. Untuk penanganan bank gagal dengan skim apapun, pihak LPS berdasarkan UU No.
24 Tahun 2004 tentang LPS, diberikan kewenangan yang sangat memadai. Kewenangan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan pengelolaan bank gagal sepenuhnya diserahkan kepada
LPS sehingga program penyelamatan dapat dilakukan lebih efektif. Termasuk dalam
kewenangan yang diberikan kepada LPS adalah untuk melakukan penyertaan sementara,
melakukan merger dan konsolidasi dengan bank lain.
Dalam menangani bank gagal yang sistemik maupun tidak pihak LPS akan melakukan
kajian dan memutuskan akan diselamatkan atau tidak. Jika biaya penyelamatan jauh lebih mahal
dari pada dengan likuidasi, maka penyelesaiannya singkat saja. Bank diusulkan dicabut ijin
usahanya, kemudian dilikuidasi dan LPS membayar klaim atas simpanan masyarakat. Apabila
LPS memutuskan untuk melakukan penyelamatan, maka ada perbedaan perlakuan antara ke
duanya.
LPS menangani bank gagal yang berdampak sistemik ditetapkan di dalam Pasal 22 dan
Pasal 23 (1), 25, 26, 27 dan 28 UU LPS. LPS melakukan penanganan bank gagal yang
berdampak sistemik setelah FKSSK menyerahkan penanganannya kepada LPS. Penyelesaian
14
atau penanganan bank gagal berdampak sistemik dengan cara: melakukan penyelamatan yang
mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.
Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dengan mengikutsertakan pemegang saham
lama (open bank assistance)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai