Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Wanita merupakan aset bangsa. Karna wanita pada suatu hari akan mengandung dan
melahirkan penerus bangsa ini. Perjuangan hidup dan mati saat melahirkan sang buah hati,
merupakan bukti bahwa wanita adalah makhluk yang kuat. Tanpa memikirkan kondisinya, ia
tetap berusaha untuk melahirkan anaknya. Meskipun kadang ia harus mengalami berbagai
kompikasi seperti perdarahan, rupture perineum, infeksi dan berbagai komplikasi demi
melahirkan anaknya. Pada saat persalinan, dengan berbagai faktor seperti dorongan bayi,
luasnya panggul, penanganan yang dilakukan oleh Bidan seperti menahan perineum atau
tindakan episiotomi, penggunaan vakum, dan lain-lain, hal tersebut menyebabkan terjadinya
trauma pada persalinan danibu akan mengalami robekan pada jalan lahir. Baik robekan yang
hanya sedikit, sampai yang menyebabkan rupturenya jalan lahir. Jalan lahir yang terbuka
sangat rentan terhadap masuknya bakteri, dan meningkatkan terjadinya infeksi pada luka
perineum. Karena hal itulah menjaga kebersihan luka perineum saat dalam masa nifas dari
infeksi sangatlah diharuskan. Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan
jalan lahir baik karena ruptur maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin.
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Robekan
jalan lahir merupakan luka atau robekan jaringan yang tidak teratur.
Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu target yang telah ditetapkan dalam tujuan
Millenium Development Goal’s (MDGs) ke 5 yaitu peningkatan kesehatan ibu, dimana target
yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut, walaupun pelayanan
antenatal dan pertolongan persalinan oleh tanaga kesehatan terlatih cukup tinggi.
Menurut WHO (World Health Organization) setiap menit seorang perempuan meninggal
karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan postpartum. Dengan kata lain 1.400
perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun
akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Kemudian Angka Kematian Ibu (AKI) di Negara
ASEAN lainnya, seperti di Thailand pada tahun 2011 adalah 44/100.000 kelarihan hiudp, di
Malaysia 39/100.000 kelahiran hidup dan Singapura 6/100.00 kelahiran hidup (herawati,
2010).
Berdasarkan data WHO (World Health Organisation) untuk tahun 2010 AKI di Indonesia
mencapai 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam
(59/100.000), dan Cina (37/100.000). Ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
dengan AKI tertinggi asia, tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN dan salah satunya adalah
infeksi yang hampir 50% (Kemenkes, 2014).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2012), kematian karena perdarahan
disebabkan oleh solusio plasenta 19%, koagulopati 14%, plasenta previa 7%, plasenta
akreta/inkreta dan perkreta 6%, atonia uteri 15% dan ruptur jalan lahir seperti ruptur vagina,
ruptur perineum dan ruptur uteri 16%. Ruptur jalan lahir tersebut merupakan penyebab
pertama perdarahan setelah atonia uteri.
World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyebutkan bahwa terjadi 2,7 juta kasus
ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun
2050. Di Inggris, tiap tahunnya terdapat 20.000 ibu bersalin yang mengalami luka robekan
perineum sebanyak 15% diantaranya mengalami penyembuhan luka yang lambat dan 6%
diantaranya mengalami infeksi karena kurangnya kebersihan vulva pada saat proses
penyembuhan (Heimburger, 2009). Di Indonesia luka perineum dialami oleh 75% ibu
melahirkan normal. Pada tahun 2013 menemukan bahwa dari total 1.951 kelahiran spontan
pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan perineum 8% karena episiotomi dan 29% karena
robekan spontan (Kemenkes RI, 2013).
Infeksi masa nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu terutama di
Negara berkembang seperti Indonesia ini, masalah ini terjadi akibat dari pelayanan kebidanan
yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain terjadinya infeksi nifas diantaranya,
daya tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/mal nutrisi,
anemia, hygine yang kurang baik, serta kelelahan (BKKBN, 2011).
Akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum
yang terkena lokchea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang
dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Infeksi tidak hanya menghambat
proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel
penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun
kedalaman luka. Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan
rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan
dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang
dimulai dengan mencuci bagian depan (simpisis), baru kemudian bagian anus sehingga tidak
terjadi infeksi. Ibu diberitahu cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai
terkontaminasi sama tangan. Pembalut yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 2 kali
sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan bau lochea sehingga apabila ada kelainan
dapat diketahui secara dini. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan alat kelamin. Apabila ibu mempunyai luka episiotomi
atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka ( Sari dkk,
2014).
Masa nifas merupakan periode mulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca
persalianan. Asuhan ibu nifas adalah asuhan masa nifas sesuai standar, yang dilakukan
sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai
dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca
persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pascapersalinan (Aninim, 2015).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karea masa kritis baik ibu maupun bayinya,
diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50%
kematian pada masa nifas. Dengan melakukan pemantauan yang ketat pada ibu dan bayi,
maka dapat mencegah beberapa kematian ibu pada masa nifas. Bila ibu nifas mampu
melakukan perawatan luka perineum dengan benar selama dirumah, ditunjang dengan
penggunaan buku KIA yang baik maka proses penyembuhan luka kan berjalan dengan
normal sesuai penyembuhan luka dan resiko terjadinya ifeksi masa nifas dapat dihindari.
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan ibu adalah dengan cara
membuat buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dapat digunakan sebagai pedoman
praktis untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan, termasuk anak balita. Buku ini berisi
petunjuk dan catatan kesehatan untuk ibu dan anak dalam bahasa yang mudah dipahami serta
dilengkapi dengan gambar yang menarik. Distribusi buku KIA di Indonesia cukup merata
kepada hampir seluruh ibu yang memiliki anak mulai dari masa kehamilan hingga anak lahir,
sehingga buku ini dapat menjadi salah satu sumber yang penting untuk meningkatkan
pengetahuan ibu tentang kesehatan anak. (Adiningrum, F. dkk. 2016).
Penggunaan Buku KIA merupakan salah satu strategi pemberdayaan masyarakat
terutama keluarga untuk memelihara kesehatannya dan mendapatkan pelayanan kesehatan
ibu dan anak yang berkualitas. Buku KIA berisi informasi dan materi penyuluhan tentang
gizi dan kesehatan ibu dan anak, kartu ibu hamil, KMS balita dan catatan pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Buku KIA disimpan di rumah dan dibawa setiap kali ibu atau anak
datang ke tempat-tempat peayanan kesehatan di mana saja untuk mendapatkan pelayanan
KIA.
Ibu yang memiliki buku KIA lebih sering berkunjung ke pelayanan kesehatan
dibandingkan ibu yang tidak memiliki buku KIA. Ibu yang memiliki buku KIA walaupun
pengetahuannya kurang atau karena tidak pernah membaca informasi di buku KIA, tetap
akan terbiasa dengan informasi kesehatan karena tenaga kesehatan akan selalu
mempergunakan buku KIA sebagai panduan dalam pemberian informasi/layanan KIA
(hagiwara A, 2011).
Peneliti sebelumnya mengatakan terdapat 12 ibu nifas primigravida, dari 12 orang
tersebut di lakukan wawancara kepada 8 orang ibu terhadap pengetahuan ibu nifas mengenai
perawatan masa nifas dan tentang pemanfaatan Buku KIA. Dari 8 orang ibu yang di
wawancarai mengenai perawatan nifas, terdapat 5 orang ibu masih memiliki pengetahuan
kurang mengenai perawatan nifas. Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik melakukan
penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Mengenai Perawatan Luka Jahitan
Perineum Dalam Pemanfaatan Buku KIA di puskesmas… Tahun 2020
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Gambaran
Pengetahuan Ibu Nifas Mengenai Perawatan Luka Jahitan Perineum Dalam Pemanfaatan Buku
KIA di Puskesmas.. tahun 2020
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA di Puskesmas.. Tahun 2020
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi kejadian luka jahitan perineum di Puskesmas..
Tahun 2020
1.3.2.2 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA berdasarkan usia di Puskesma.. Tahun
2020
1.3.2.3 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA berdasarkan pendidikan di Puskesmas…
Tahun 2020
1.3.2.4 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA berdasarkan pekerjaan di Puskesmas…
Tahun 2020
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat dan menambah ilmu pengetahuan,
wawasan khususnya dalam bidang ilmu kebidanan tentang gambaran pengetahuan ibu
nifas mengenai perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi petugas kesehatan
Sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan terhadap ibu nifas khususnya
dengan pemanfaatan buku KIA
1.4.2.2 Bagi Institusi
Dengan adanya KTI ini menambah koleksi sebagai bahan referensi untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa Akademi Kebidanan tentang gambaran
pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan
buku KIA.
1.4.2.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan,wawasan dan sekaligus
untuk mengasah ketajaman berfikir secara kritis melalui penelitian tentang gambaran
pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan
buku KIA.
1.4.2.4 Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang perawatan luka jahit perineum
dalam pemanfaatan buku KIA khususnya untuk ibu nifas sehingga masyarakat mengerti
tentang perawatan luka jahit perineum.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada tingkat pengetahuan ibu nifas
perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfataan buku KIA. Karena penyebab tidak
diketahuinya masalah perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA yaitu
kurangnya pengetahuan ibu nifas dengan faktor penyebab seperti seperti usia ibu, tingkat
pendidikan ibu, dan pekerjaan ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu membenarkan
(justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi
bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu suatu
situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam
definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang
benar secara abstrak.
Pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses
yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan
melibatkan perasaan dan system kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau system
kepercayaan itu bisa tidak disadari.
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2014)
Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan negative. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak obyek positif dari obyek yang
diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses
pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui
pendidikan, akses informasi, pendapatan, lingkungan maupun pengalaman (Notoadmojo,
2010). Pengetahuan berhubungan pula dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang.
Semakin banyak informasi kesehtan yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuannya.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
2.1.2.1. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun. Sedangakn menurut Hurlock (2004) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
2.1.2.2. Pendidikan
Salah satu faktor yang berperan dalam pengetahuan seseorang adalah
pendidikannya baik itu pendidikan formal maupun informal. Menurut
Notoatmodjo(2003), pengetahuan dapat di pengaruhi oleh pendidikan formal sehingga
pengetahuan erat hubungannya dengan pendidikan.untuk itu diharapkan dengan
meningkatnya pendidikan seseorang maka pengetahuan yang di milikinya menjadi
semakin meningkat pula. Pendidikan tidak hanya diperoleh dibangku pendidikan formal,
namun bisa juga di dapatkan secara nonformal dan informal.
2.1.2.3. Pekerjaan
Suatu hubungan yang melibatkan dua pihak antara perusahaan dan para
pekerja/karyawan. Para pekerja akan mendapatkan gaji sebagai balas jasa dari pihak perusahaan,
dan jumlahnya tergantung dari jenis profesi yang dilakukan.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yaitu :
2.1.3.1 Tahu
Tahu didefinisikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk mengingat kembali suatu yang spesifik dari semua bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima.
2.1.3.2 Memahami
Memahami adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
2.1.3.3 Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya dengan menggunakan rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam situasi terentu
2.1.3.4 Analisi
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
2.1.3.5 Sintesis
Sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya,dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringka
skan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya lerhadap suatu teori atau rumusan-rumusan
yang telah ada.

2.1.3.6 Evaluasi
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, alau menggunakan kriteria -kriteria yang telah ada.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam
mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan
pengetahuan (Agus, 2013).
Skala ini menggunakan data kuantatif yang berbentuk angka-angka yang
menggunakan alternative jawaban serta menggunakan peningkatan yaitu kolom
menunjukkan letak ini maka sebagai konsekuensinya setiap centangan pada kolom
jawaban menunjukkan nilai tertentu dengan demikian analisa data dilakukan dengan
mencermati banyaknya centangan dalam setiap kolom yang berbdea nilainya lalu
mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom yang bersangkutan. Disini penelitian
hanya menggunakan 2 pilihan yaitu : “Benar” (B), “Salah” (S).
Menurut Arikunto (2010), pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi
tiga yaitu :
a. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab >76-100 dengan benar dari total
jawaban pertanyaan.
b. Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 60-<75% dengan benar dari total
jawaban pertanyaan.
c. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <60% dengan benar dari total
jawaban pertanyaan.
2.2 Nifas
2.2.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium
dimulai sejak 2 jam seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai
sejak 2 jam setelah lahirnya placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setalah melahirkan anak ini disebut Puerperium
yaitu kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan. Jad puerperium berarti masa
setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih kembali. Sekitar 50% kematian
ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pelayanan pascapersalinan yang
berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi.

2.2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Dalam masa nifas ini, ibu memerlukan perawatan dan pengawasan yang
dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah keluar dari rumah sakit.
Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Mendukung dan memperkuat keyakinan diri ibu dan memungkinkan ia
melaksanakan peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus.
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi, kepada bayinya dan
perawatan bayi sehat.
e. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
f. Mempercepat involusi alat kandungan.
g. Melancarkan fungsi gastrointestisinal perkemihan.
h. Melancarkan pengeluaran lochea.
i. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi hati dan
pengeluaran sisa metabolisme.
2.2.3 Tahap Masa Nifas
Masa nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Peurperium dini yaitu keputihan dimana ibu telah dipernolehkan berdiri dan berjalan-
jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Peurperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
c. Remote peurperium adalah wakktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunaa. (Anggraini,2013).
2.2.4 Perubahan Masa Nifas
Secara garis besar, terdapat tiga proses penting di masa nifas, yaitu sebagai berikut :
a. Pengecilan Rahim
Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil serta
membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita yang tidak
hamil, berat Rahim sekitar 30 gram. Selama kehamilan Rahim makin lama makin
membesar. Setelah bayi lahir umumnya berat rahim menjadi sekitar 1.000 gram dan dapat
diraba kira-kira setinggi 2 jari dibawah umbilicus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya
berkurang menjadi sekitar 500 gram. Sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan
tidak dapat di raba lagi. Jadi, secara alamiah Rahim akan kembali mengecil perlahan-
lahan kebentuk semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 4060gram. Pada saat ini
masa nifas dianggap sudah selesai namun sebenarnya Rahim akan kembali ke posisinya
yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas. Selama masa
pemulihan 3 bulan ini bukan hanya Rahim saja yang kembali normal tapi juga kondisi
tubuh ibu secara keseluruhan.
b. Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal selama hamil, darah ibu relative
lebih ence, karena cairan ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang setelah
melahirkan.
c. System sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah mulai mengental, dimana
kadar perbandingan sel darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3
sampai hari ke-15 pasca persalinan.
d. Proses laktasi dan menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta menggantung hormone
penghambat prolactin (hormone plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah
plasenta lepas hormone plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga produksi ASI. ASI
keluar 2-3 hari setelah melahirkan (Saleha, 2009).
2.2.5 Tanda-tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya nifas adalah suatu tanda yang abnormal yang
mengindikasikan adanya bahaya/ komplikasi yang dapat terjadi selama masa nifas,
apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu
(Prawihardjo, 2009). Tanda-tanda bahaya masa nifas, sebagai berikut :
2.2.5.1 Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari lebih dari 500-600 ml dalam
masa 24 jam setelah anak lahir (Prawihardjo, 2009). Menurut waktu terjadinya di bagi
atas 2 bagian : Perdarahan Post Partum Primer (Early Post Partum Hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio
placenta, sisa placenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
Perdarahan post partum sekunder (Late Post Partum Hemorrhage) yang terjadi setelah 24
jam, biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai 15 post partum. Penyebab utama adalah
robekan jalan lahir atau selaput plasenta (Prawihardjo, 2009), perdarahan post partum
masih banyak dinegara berkembang. Faktor-faktor penyebab perdarahan post partum
adalah :
a. Grandemultipara
b. Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun
c. Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri sebelum
waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa,
persalinan dengan narkosa.
2.2.5.2 Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam masa nifas
sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari daerah menstruasi. Lochea ini berbau
anyir dalam keadaan normal tetapi tidak busuk. Lochea dibagi dalam beberapa jenis :
a. Lochea rubra : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseasa lanuga dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lender hari ke
3-7 pasca persalinan.
c. Lochea serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pascapersalinan
d. Lochea alba : cairan putih, setelah 2 minggu
e. Lochea purullenta : terjadi infeksi keluar cairan seperti ananah berbau busuk
f. Lochiostatis : lochea tidak lancar keluarnya
2.2.5.3 sub- involusi uterus (pengecilan Rahim yang terganggu
Involusi adalah keadaan uterus mengeciloleh kontraksi Rahim dimana berat Rahim dari
1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gram 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini
kurang baik atau terganggu disebut su involusi (Bahiyatun 2009). Faktor penyebab sub-involusi,
antara lain : sisa plasenta dalam uterus, endrometritis, adanya mioma uteri (Prawihardjo, 2009).
2.2.5.4 Tromboflebitis (pembengkakan pada vena)
Tromboflebitis merupakan inflamasi pembuluh darah disertai pembentukan pembekkuan
darah. Bekuan darah dapat terjad di permukaan atau di dalam vena.
2.2.5.5 Nyeri pada perut dan pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat menyebabkan komplikasi nifas seperti :
peritonitis, peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Peritonitis umum dapat menyebabkan
kematian 33% dari seluruh kematian karena infeksi.
2.2.5.6 Depresi setelah persalinan
Depresi setelah melahirkan merupakan kejadian yang sering terjadi akan tetapi ibu tidak
menyadarinya. Penyebab utama dari depresi setelah melahirkan tidak diketahui, diduga karena
ibu belum siap beradaptasi dengan kondisi setelah melahirkan atau kebingungan merawat bayi.
2.2.5.7 Pusing dan lemas yang berlebihan
Menurut Manuba (2009), pusing merupakan tanda-tanda bahaya masa nifas, pusing bisa
disebabkan oleh karena tekanan darah rendah (sistol 160 mmHg dan distolnya 110 mmHg.
Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh anemia bila kadar hemoglobin
kurang lemas yang berlebihan juga merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan lemas
disebabkan oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu kelihatan pucat.
2.2.5.8 Sakit kepala, penglihatan kabur dan pembengkakan di wajah
Sakit kepala adalah suatu kondisi terdapatnya rasa sakit di dalam kepala kadang sakit
dibelakang leher atau punggung bagian atas, disebut juga sebagai sakit kepala. Jenis penyakit ini
termasuk dalam keluhan-keluhan penyakit yang sering diutarakan. Penglihatan kabur atau
berbayang dapat disebabkan oleh sakit kepala yang hebat, sehingga terjadi oedema pada otak dan
menyebabkan resistensiotak yang mempengaruhi system saraf pusat, yang dapat menimbulkan
kelainan serebral (nyeri kepala, kejang) dan gangguan penglihatan. Pembengkakan pada wajah
dan ekstermitas merupakan salah satu gejala dari adanya preeklamsi walaupun gejala utamanya
adalah proterin urine. Hal ini biasa terjadi pada akhir-akhir kehamilan dan terkadang masih
berlanjut sampai ibu post partum. Oedema dapat terjadi karena peningkatan sodium dikarenakan
pengaruh hormonal dan tekanan dari pembesaran uterus pada vena cava inferior ketika
berbaring.
2.2.5.9 Suhu Tubuh Ibu >38°C
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit baik antara 37,2°C –
37,8°C oleh karena reabsorbsi benda-benda dalam Rahim dan mulainya laktasi, dalam hal ini
disebut demam reabsorbsi. Hal itu adalah normal. Namun apabila terjadi peningkatan melibihi
38°C berturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi.
2.2.5.10 Penyulit dalam Menyusui
Kelenjar mamae telah dipersiapkan semenjak kehamilan. Umumnya produksi ASI baru
terjadi pada hari ke 2 atau 3 pasca persalinan. pada hari pertama keluar kolostrum. Cairan yang
telah kental lebih dari air susu, mengandung banyak protein, albumin, globulin, dan kolostrum.
Untuk dapat melancarkan ASI, dilakukan persiapan sejak awal hamil dengan melakukan
massase, menghulangkan kerak pada puting susu sehingga duktusnya tidak tersumbat.
Untuk menghindari putting rata sebaiknya sejak hamil, ibu dapat menarik-narik putting
susu dan ibu harus tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik. Sedangkan untuk
menghindari putting lecet yaitu dengan melakukan tehnik menyusui yang benar, putting harus
kering saat menyusui, putting diberi lanolin monelia di terapi dan menyusui pada payudara yang
tidak lecet. Selain itu putting lecet dapat disebabkan oleh karena cara menyusui dan
perawatannya yang tidak benar dan infeksi monelia, bila lecetnya luas, menyusui 24-48 jam dan
ASI dikeluarkan dengan tangan atau dipompa. Pengeluaran ASI pun dapat bervariasi seperti
tidak keluar sama sekali (agalaksia) dan pengeluaran berkepanjangan (galaktoria).
2.3 Luka jahitan perineum
2.3.1 Luka
Seperti yang kita ketahui, luka merupakan suatu keadaan di tubuh yang membuat tidak
nyaman atau bahkan kadang sakit untuk dirasakan. Secara umum, luka merupakan suatu kondisi
yang terjadi pada sebagian jaringan tubuh yang mengalami kerusakan atau hilang akibat trauma
benda tumpul, benda tajam, suhu, zat kimia, ledakan, gigitan hewan, konsleting listrik, ataupun
penyebab lain. Ada beberapa definisi mengenai luka, menurut Johnson&Taylor (2015) luka
adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Sementara itu, menurut Kozier (2012)
luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membean dan tulang atau organ tubuh lain.
Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka bisa
dibedakan berdasar struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan
(Karrtika, 2015). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa luka adalah kondisi
yang terganggu karena kerusakan organ tubuh akibat cedera atau tindakan pembedahan. Adapun
demekian, merawat luka merupakan hal penting yang tidak bisa disepelekan. Banyak orang yang
cenderung enggan mengobati luka dan membiarkannya karena malas dan tidak ingin merasakan
perih. Perawatan yang tidak tepat dan pembiaran luka begitu saja justru akan memperburuk
kondisi luka, terlebih sampai terdapat nanah pada luka, maka bisa dikatakan jika luka tersebut
sudah terinfeksi. Infeksi yang parah bisa menyebabkan tetanus. Penanganan tetanus tentu lebih
sulit dan harus melalui tindakan dokter yang akan memberikan suntikan untuk penyembuhan.
Vaksin tetanus juga sebenarnya dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk
diberikan secara rutin kepada anak serta orang dewasa, untuk mencegah infeksi bakteri
Clostridium tetani yang menghasilkan racun, menyebabkan kekakuan otot, dan bahkan bisa
berujung kematian. Dalam praktik kebidanan, penyakit ini juga dapat menyerang bayi yang
perawatan tali pusarnya tidak memadai. Pada saat bayi lahir, pemotongan tali pusar
menggunakan alat yang tidak steril, sehingga berpotensi menyebabkan infeksi tetanus bayi.
Faktor risiko lain yang dapat menjadi penyebab tetanus pada bayi yaitu lahir dari ibu yang
mendapat vaksin TT (Tetanus Toxid) atau ada riwayat infeksi tetanus pada saudaranya saat lahir.
2.3.2 Jenis Luka
Jenis luka perlu diketahui untuk mengetahui penyebab dan cara penyembuhannya. Jenis luka
sendiri digolongkan menjadi lima, yaitu :
1. Berdasarkan sifat kejadian
a. luka tertutup
luka tertutup yakni luka yang terjadi pada jaringan yang permukaanya tidak terlihat
rusak, seperti keseleo, terkilir, patah tulang, dan sebagainya.

b. luka terbuka
Luka terbuka, yakni luka yang terjadi pada kulit atau selaput yang jaringannya rusak
Karena kesengajaan seperti operasi. Ataupun ketidaksengajaan seperti kecelakaan.

2. penyebab luka
a. luka mekanik
luka mekanik adalah Luka mekanik adalah cara luka terjadi dan luas kulit yang
terkena. Berikut beberapa contoh luka mekanik, diantaranya:
1. Luka bersih (aseptik), yakni luka yang biasanya tertutup oleh sutra setelah seluruh
pembuluh darah yang terluka diikat (ligase).
2. Luka insisi (incised wound), yakni luka yang terjadi karena teriris oleh benda
tajam. Luka dibuat secara sengaja, misalnya akibat dari praktik pembedahan atau
sengaja karena kegawatdaruratan seperti pengguntingan perineum untuk jalan
lahir bayi yang akan dilahirkan.

3. Luka memar (contusion wound), yakni luka tidak sengaja yang terjadi akibat
benturan
suatu tekanan, seperti cedera pada tulang lunak, pendarahan, bengkak, tetapi kulit
tetap utuh dan luka dalam keadaan tetap tertutup, serta kulit terlihat memar.
4. Luka lecet (abraded wound), luka yang terjadi akibat gesekan benda yang tidak

tajam.
5. Luka tusuk (punctured wound), yakni luka yang dibuat sengaja oleh benda tajam
yang masuk ke dalam kulit dan jaringan di bawahnya, misalnya luka punktur
/tusuk yang sengaja menusukkan jarum pada saat proses injeksi. Kemudian, luka
tusuk/punktur yang tidak disengaja seperti pada kasus tertusuk paku, luka akibat
tembakan peluru, atau terkena pisau yang menusuk ke dalam kulit dengan
diameter kecil. Jika di dalam kebidanan seperti pemasangan kontrasepsi implant.

6. Luka gores (lacerted wound), yakni luka yang terjadi tidak sengaja oleh benda
tajam akibatnya kulit tersobek secara kasar. Biasanya luka ini disebabkan oleh
kecelakaan, seperti terkena kaca atau kawat.

7. Luka tembus/luka tembak (penetrating wound), yakni luka yang menembus


sampai organ tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk, luka berdiameter kecil,
tetapi pada bagian ujung luka akan melebar, dan bagian tepi luka kehitaman.
8. Luka bakar (combustio), yakni luka yang terjadi akibat jaringan tubuh terbakar.

9. Luka gigitan (morcum wound), yakni luka yang terjadi akibat gigitan yang tidak
jelas bentuknya pada bagian luka.

b. Luka Nonmekanik
Luka nonmekanik adalah luka yang terjadi akibat zat kimia, termik, radiasi atau
sengatan listrik.
2.3.2 Fase penyembuhan luka
Merawat luka merupakan hal yang tidak boleh disepelekan dan tidak bisa dilepaskan dari
praktik kebidanan yang meliputi membersihkan luka, menutup, dan membalut luka, sehingga
dapat membantu proses penyembuhan. Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan
jaringan, hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan (Johnson & Taylor, 2015). Fase
penyembuhan luka meliputi tiga fase, yaitu:
1. Fase Inflamatory
fase inflamatory disebut juga fase peradangan yang dimulai setelah pembedahan dan
berakhir pada hari ke 3-4 pascaoperasi. Dalam fase ini terdapat dua tahap, yaitu hemostasis dan
pagositosis. Hemostasis adalah proses untuk menghentikan perdarahan, yakni kontraksi yang
terjadi pada pembuluh darah akan membawa platelet yang membentuk matriks fibrin yang
berguna untuk mencegah masuknya organisme
infeksius. Luka akan mengalami sindrom adaptasi lokal untuk membentuk tekanan yang besar.
Pagositosis, yakni memproses hasil dari konstruksi pembuluh darah yang berakibat terjadinya
pembekuan darah berguna untuk menutupi luka dengan diikuti
vasoliditasi darah putih untuk menyerang luka, menghancurkan bakteri, dan debris. Proses ini
berlangsung kurang lebih 24 jam setelah luka beberapa dari fagosit (makrofag) masuk ke bagian
luka yang kemudian mengeluarkan angionesis dan merangsang pembentukan kembali anak epitel
pada akhir pembuluh darah.
2. Fase Proliferative
Fase proliferative disebut juga fase fibroplasia dimulai pada hari ke 3-4 dan berakhir pada
hari ke-21. Pada fase proliferative terjadi proses yang menghasilkan zat-zat penutup tepi luka
bersamaan dengan terbentuknya jaringan granulasi yang akan membuat seluruh permukaan luka
tetutup oleh epitel. Fibroblast secara cepat memadukan kolagen dan substansi dasar akan
membentuk perbaikan luka. Selanjutnya, pembentukan lapisan tipis dari sel epitel akan melewati
luka dan aliran darah di dalamnya. Kemudian, pembuluh kapiler akan melewati luka (kapilarisasi
tumbuh) dan membentuk jaringan baru yang disebut granulasi jaringan, yakni adanya pembuluh
darah, kemerahan, dan mudah berdarah.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi disebut juga fase remodeling yang dimulai pada hari ke- 21 dan dapat berlanjut
hingga 1-2 tahun pasca terjadinya luka. Pada fase ini, terjadi proses pematangan, yaitu jaringan
yang berlebih akan kembali diserap dan membentuk
kembali jaringan yang baru. Prosesnya, kolagen yang ditimbun dalam luka akan diubah dan
membuat penyembuhan luka lebih kuat, serta lebih mirip jaringan. Kemudian, kolagen baru akan
menyatu dan menekan pembuluh darah dalam penyembuhan
luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis, dan membentuk garis putih.
2.3.3 Prinsip penyembuhan luka
Untuk membantu proses fase-fase penyembuhan luka, berikut beberapa prinsip dalam
penyembuhan luka (Johnson & Taylor, 2015):
1. Kemampuan tubuh setiap orang untuk menangani trauma jaringan oleh luasnya kerusakan dan
keadaan umum luka.
2. Respons tubuh pada luka akan lebih efektif jika nutrisi yang tepat dijaga.
3. Respons tubuh secara sistemik pada trauma.
4. Aliran darah ke jaringan luka dan dari jaringan luka.
5. Keutuhan kulit dan mukosa membran dipersiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme.
6.Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2.3.4 Faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka, yaitu:
1. Faktor Lokal
Faktor lokal yang dapat memengaruhi penyembuhan luka terdiri dari enam hal, yaitu:
a. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi
Beberapa kondisi fisik seseorang dapat memengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah
pada orang-orang yang gemuk membuat penyembuhan luka menjadi lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah terinfeksi, dan lama untuk sembuh.
Aliran darah juga dapat terganggu pada orang dewasa dan orang-orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes mellitus, dan pada jahitan atau balutan yang
terlalu ketat. Oksigenasi jaringan dapat menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik seperti, pada perokok akibat kurangnya volume darah yang
menyebabkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen, serta nutrisi untuk
penyembuhan luka.
b. Hematoma
Hematoma atau seroma merupakan penumpukan bekuan darah yang akan menghalangi
penyembuhan luka dan menambah jarak antara tepi-tepi luka. Jumlah debrediment yang
diperlukan sebelum fibrosis dapat terbentuk. Sering kali darah pada luka secara bertahap
diabsorpsi masuk ke dalam sirkulasi tubuh. Kumpulan bekuan darah ini bisa berukuran setitik
kecil maupun besar dan menyebabkan pembengkakan atau sering juga disebut memar. Namun,
jika terdapat bekuan darah yang besar hal tersebut akan memerlukan waktu untuk dapat
diabsorpsi tuibuh, sehingga akan menghambat proses penyembuhan luka. Hematoma sering
terjadi pada ketahanan lokal jaringan terhadap infeksi.
C. Infeksi
Infeksi disebabkan adanya kuman atau bakteri sumber infeksi yang terdapat pada daerah sekitar
luka. Infkesi mengakibatkan peningkatan inflamasi dan neokrosis yang akan menghambat
penyembuhan luka.
d.Benda Asing
benda asing yang dimaksud aseperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
pembentukannya suatu abses (bisul) jika benda asing tersebut tidak juga diangkat. Abses ini
timbul akibat dari serum, fibrin, jaringan sel mati, dan lekosit (sel darah putih) yang bercampur
membentuk sebuah cairan kental atau biasa dikenal dengan nanah.
e.Iskemia
iskemia adalah ketidakcukupan suplai darah pada bagian tubuh seseorang. Iskemia timbul akibat
penyempitan (obstruksi) aliran darah. Hal ini dapat terjadi karena balutan luka terlalu ketat dan
dapat juga terjadi akibat faktor internal, yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
f.Keadaan Luka
keadaan khusus dari setiap luka memengaruhi kecepatan dan efektivitas penyembuhan luka.
Beberapa luka juga ada yang gagal untuk menyatu.
2. Faktor umum
Faktor umum yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka meliputi empat hal, yaitu :
a. Usia
Pada usia anak dan dewasa, luka tergolong lebih cepat penyembuhannya disbanding
orang tua. Sedangkan, pada usia yang telah menginjak orang tua, tubuh lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati juga bisa mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah, yang mengakibatkan penyembuhan luka pada orang tua akan
terganggu dan berlangsung lebih lama.
b. Nutrisi
Pasien memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin A dan C, serta mineral
seperti Fe dan Zn. Makanan yang mengandung zat-zat yang di atas antara lain, sayuran
hijau, alpukat, kacang-kacangan, bawang putih, buah-buahan, dan masih banyak lagi.
Pasien yang kurang nutrisi dimungkinkan akan memerlukan waktu terlebih dahulu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan. Pasien yang gemuk akan lebih
beresiko terinfkesi luka dan mengalami penyembuhan yang lama karena tidak memenuhi
syarat ternutrisi dan suplai darah jaringannya mengandung sel lemak dan pita areolar
fibrosa (adipose).
c. Diabetes Melitus
Diabtes mellitus, yakni terhambatnya sekresi insulin yang mengakibatkan peningkatan gula
darah dan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibatnya, akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh.
d. Obat
Obat anti inflamasi (steroid dan aspirin), heparin, dan antineoplasmik akan memengaruhi
penyembuhan luka. Berikut, beberapa obat beserta efek sampingnya :
1. Steroid akan menghalangi penyembuhan dengan menekan atau menurunkan
mekanisme peradangan normal dan menambah lisis kolagen. Efeknya sangatnyata,
yakni selama empat hari pertama. Setelah itu, efeknya berkurang hanya untuk
menghambat ketahanan normal terhadap infeksi
2. Antikoagulan dapat menghambat pembekuan darah dan mengganggu upaya tubuh
untuk melakukan penutupan luka. Darah trombosit akan mengalami kesulitan dan
menggumpal guna menutup luka. Selain itu, antikaogulan juga dapat mengakibatkan
perdarahan.
3. Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan.
Antibiotik digunakan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika
diberikan pada luka setelah pembedahan yang sudah tertutup, hasilnya tidak efektif
karena akan memengaruhi kemampuan pembekuan darah (koagulasi intravascular).
4. Obat Sitotoksik, yakni senyawa zat yang terdiri dari 5-fluorouasil, metotreksat,
siklofosamid, dan mustard nitrogen yang dapat merusak sel normal dan menghalangi
penyembuhan luka dengan menekan pembelahan fibroblast dan sintesis oksigen.
2.3.5 Komplikasi penyembuhan luka bedah
Luka yang baru timbul dan tidak segera ditangani dengan penaganan yang tepat, dapat
menjadi komplikasi. Komplikasi yang terdapat dalam penyembuhan luka bedah, seperti infeksi,
Pendarahan, dehiscence, dan eviserasi.
1. Infeksi
Infeksi luka merupakan komplikasi tersering yang terjadi dari tindakan operasi dan sering
mengikuti hematoma luka.
Penyerbuan bakteri pada luka dapat terjadi saat trauma atau setelah pembedahan. Gejala infeksi
sering muncul dalam kurun waktu 2-7 hari setelah pembedahan. Gejala tersebut berupa infeksi
adanya nanah (purulent), peningkatan drainase,nyeri, kemerahan, dan bengkak yang berada di
sekeliling luka, peningkatan suhu tubuh, serta peningkatan sel darah putih.Dua faktor penting
yang sangat berperan pada patogenesis infeksi adalah dosis kontaminasi dan ketahanan pasien
sendiri.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi karena beberapa hal, kemungkinan terlepasnya jahitan, darah sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah karena benda asing (drain).
Waspada perdarahan tersembunyi karena akan menyebabkan hipovolomia. Oleh karena itu,
balutan dan luka dibawah balutan jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama
pascapembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
perdarahan berlebih terjadi, penambahan tekanan luka dan perawatan balutan luka steril mungkin
diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan juga akan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Euiscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Dehiscence dapat berupa terlepasnya sebagian atau
keseluruhan jahitan pada kulit beserta jaringan lain. Pada daerah berongga sering kali tampak
jahitan kulit yang utuh, namun, pada lapisan jahitan yang lebih dalam (lemak atau muskulatur)
jahitan kulitnya terlepas. Sementara itu eviscerasi adalah keluarnya isi di bawah jahitan melalui
daerah irisan. Sejumlah faktor yang memengaruhi hal tersebut, yaitu kegemukan, kurang nutrisi,
multipel trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi akan
mempertinggi risiko pasien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat berlangsung
selama 4-5 hari pascaoperasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Jika terjadi dehiscence dan
eviscerasi, luka harus segera ditutup dengan balutan yang steril lebar, kompres dengan normal
saline. Kemudian, klien disiapkan untuk segera melakukan perbaikan pada daerah luka.
2.3.6 Perawatan Luka Dalam Praktik Kebidanan
Merawat luka merupakan tindakan penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka,
menutup dan membalut luka dengan tujuan meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan
mencegah infeksi. Tujuan dari perawatan luka, yaitu :
1. melindungi luka dari trauma mekanik
2. mengimobilisasi luka atau menghentikan luka.
3. Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
4. Memberi lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka.

2.3.7 Penjahitan Luka


Penjahitan luka adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mendekatkan tepi luka guna
menutup luka menggunakan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
Hemostatis yaitu mekanisme alami dari tubuh untuk menghentikan kehilangan darah yang
berlebih berguna sebagai tanda penghubung struktur anatomi yang terpotong. Penjahitan
merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk untuk
mencegah perdarahan dengan menggunakan benang. Tujuan penjahitan luka adalah sebagai
berikut :
1. menutup ruang pada jaringan yang mati.
2. meminimalkan terjadinya risiko pendarahan dan infeksi luka.
3. Mendekatkan antara tepi kulit yang terluka untuk hasil yang lebih estetik dan fungsional
4. Mendukung dan memperkuat penyembuhan luka sampai meningkatkan kekuatan Tarik
luka.
2.3 Luka Jahitan Perineum
Luka jahitan perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan dan
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Perawatan perineum merupakan pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha
yang dibatasi vulva dan anus pada ibu dalam masa kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya
organ genetic seperti pada waktu sebelum hamil. Kebanyakan robekan perineum terjadi sewaktu
melahirkan dan penanganannya merupakan masalah kebidanan. Robekan perineum bisa terjadi
spontan bisa juga karena tindakan episiotomi. Beberapa cidera jaringan penyokong, baik cidera
akut maupun nonakut, baik telah diperbaiki atau belum, dapat menjadi masalah ginekologis di
kemudian hari. Kerusakan pada penyokong panggul biasanya segera terlihat dan diperbaiki
setelah persalinan (Bobak, 2012).
Luka laserasi jalan lahir biasanya ada sedikit jaringan yang hilang karena luka ini hasil tindakan
episiotomi atau laserasi. 
Pada kenyataan fase-fase penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor termasuk ukuran
dan tempat luka, kondisi fisiologis umum pasien, cara perawatan luka perineum yang tepat, serta
bantuan ataupun intervensi dari luar yang ditujukan dalam rangka mendukung penyembuhan
(Morison, 2012). Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan
dengan penyembuhan jaringan (Hamilton, 2016).
2.3.1 Bentuk Luka Perineum
2.3.1.1 episiotomy
episiotomy adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang
dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi. Episiotomy suatu tindakan yang disengaja pada
perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika
perineum diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin harus dilakukan infiltrasi perineum
dengan anastesi local, kecuali bila pasien sudah diberi anestesi epidural. Menurut Liu (2008,
hlm. I 29) jenis-jenis insisi pada perineum ada 4, yaitu:
a.Insisi medial
Insisi medial yang dibuat pada bidang anatomis dan cukup nyaman. Terdapat lebih sedikit
perdarahan dan mudah untuk diperbaiki. Akan tetapi, aksesnya terbatas dan insisi memberikan
resiko perluasan ke rektum, sehingga insisi ini hanya digunakan oleh individu yang
berpengalaman. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah perdarahan yang timbul dari
luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung
pembuluh darah.
Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan
penyembuhan lebih memuaskan. Kerugian dari episiotomi medialis ini adalah dapat terjadi
rupture perineum tingkat Ill inkomplet (laserasi musculus sfingter ani) atau komplet (laserasi
dinding rectum).
b.Insisi Lateral
Sayatan disini dilakukan kearah lateral mulai dari kira-kira jam 3atau jam 9 menurut arah jarum
jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudental
internal, sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
c.Insisi mediolateral
Insisi ini aman, mudah untuk dilakukan sehingga paling sering digunakan. Guntingan harus
dimulai pada ititik tengah lipatan kulit tipis di belakang vulva dan di arahkan ke tuberositas iskial
ke bantalan iskiorektal.
d.Insisi berbentuk J
Jenis insisi ini memiliki keuntungan insisi medial dan memberikan akses yang lebih baik
daripada pendekatan medio lateral. Insisi lateral dibuat tangensial ke arah bagian anus yang
bewarna coklat. Alasan Dilakukan Episiotomi Menurut Stoppard (2007, him 318) episiotomi
diper lukan jika:
a. Perineum tidak bisa meregang secara perlahan, latihan pernafasan dan pemijatan akan
membantu.
b. Kepala bayi mungkin telalu besar untuk lubang vagina 
c. Ibu tidak dapat mengontrol keinginan mengejan sehingga ibu berhenti mengejan ketika justru
di perlukan secara bertahap dan halus. Episiotomi akan cepat mengeluarkan bayi, jika sang ibu
mengalami kesulitan
d. untuk mengontrol keinginan mengejan pada tahap kedua Bayi tertekan
e. Persalinan dilakukan dengan forcep (ekstraksi bayi pada kepalanya dari jalan kelahiran)
f. Bayi sungsang
2.3.1.2 Ruptur
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah
karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. bentuk rupture
biasanya tidak teratur, sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Hamilton, 2016).
Dampak dari terjadinya rupture perineum atau robekan jalan lahir adalah terjadinya infeksi.
Klasifikasi
Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut :
a. Derajat satu : robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, dan kulit perineum
b. derajat dua : robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, dan otot-otot vagina
c. derajat tiga : robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, otot-otot vagina, dan
sfingter ani eksterna
d. derajat empat : robekan terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas sampai ke
mukosa

Derajat ruptur perineum


Faktor-faktor Terjadinya Ruptur Perineum
Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas,
jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang cukup ekstraksi vakum,
ekstraksi cunam, episiotomy.
a. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup
maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian rupture
perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primirapa memiliki resiko
lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan
paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah
dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang.
b. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang
dengan anak kelahiran sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun
tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan koplikasi pada
persalinan. jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang
aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang
mungkin pada persalinan yang terdahulu mengalami robekan perineum
derajat tiga atau empat, sehingga pemulihan belum sempurna dan robekan
perineum dapat terjadi
c. Berat Badan Bayi
Berat badan janin dapat mengakibatkan terijadinya ruptur perineum yaitu
berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena resiko trauma partus
melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada
ibu. Perkiraan berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik atau
ultrasonografi. Pada masa kehamilan hendaknya terlebih dahulu mengukur
tafsiran berat badan janin.
d. Cara Meneran
Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan
dorongan dan memang ingin mengejan, Ibu mungkin merasa dapat
meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu (JNPK-KR 2008).
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya rupture
perineum dengan memimpin ibu bersalin meneran dengan baik dan benar
e. Kondisi Perineum
Kondisi perineum yang kaku dan tebal membuat perineum kurang elastis
saat persalinan sehingga dapat menghambat persalinan kala lI yang
menyrbabkan kerusakan atau robekan pada perineum
f. Keadaan ini memperbesar kemungkinan rupture perineum. Kejadian
laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali (INPK-KR, 2008)
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi perawatan perineum
Faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka menurut Smeltzer
1. Faktor Eksternal
a. Tardisi di Indonesia
Ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pascapersalinan masih
banyak digunakan, meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk
perawatan kebersihan genital, masyarakat tradisional ,enggunakan daun sirih yang
direbus dengan air, kemudian dipakai untuk cebok. Penggunaan ramuan obat untuk
perawatan luka dan teknik perawatan luka yang kurang benar merupakan penyebab
terlambatnya penyembuhan (Morison, 2012).
b. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan ibu tentang perawatan pascapersalinan sangat menentukan lama
penyembuhan luka perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang, terlebih masalah
kebersihan maka penyembuhan luka akan berlangsung lama. Banyak dari ibu setelah
persalinan merasa takut untuk memegang kelaminnya sendiri, sehingga jika ada luka
malah akan bertambah parah dan dapat menyebabkan infeksi.
c. Sarana Prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana prasarana dalam perawatan perineum
akan sangat memengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam
menyediakan antiseptik.
d. Penanganan Petugas
Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat oleh penanganan
petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan
lama penyembuhan luka perineum.
e. Gizi
Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan mempercepat masa penyembuhan luka
perineum
2. Faktor-Faktor Internal
a. Usia
Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua. Orang
yang sudah lanjut usianya tidak dapat menolerir stress seperti trauma jaringan atau
infeksi
b. Cara Perawatan
Perawatan yang tidak benar menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan,
karena perawatan yang kasar dan salah dapat mengakibatkan kapiler darah baru rusak
dan mengalami perdarahan (Ruth dan Wendy, 2015), Kemungkinan terjadinya infeksi
karena perawatan yang tidak benar dapat meningkat dengan adanya benda mati dan
benda asing. Jika luka dirawat dengan baik, maka kesembuhannya juga akan lebih
cepat.
c. Personal Higiene
Personal higiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat
menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman. Adanya benda asing,
pengelupasan jaringan yang luas akan memperlambat penyembuhan dan kekuatan
regangan luka menjadi tetap rendah (Ruth dan Wendy, 2015). Luka yang kotor harus
dicuci bersih. Bila luka kotor, maka penyembuhan sulit terjadi. Kalaupun sembuh
akan memberikan hasil yang buruk.
d. Aktivitas
Aktivitas berat dan berlebihan menghambat perapatan tepi luka, sehingga
mengganggu penyembuhan yang diinginkan.
e. Infeksi
Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat
penyembuhan luka (Ruth dan Wendy, 2015)
2.4 Konsep Dasar Buku Kesehatan Ibu dan Anak
2.4.1 Definisi
Buku kesehatan ibu dan anak adalah alat untuk mengatahui dan mengikuti kesehatan
ibu dan anak sejak ibu hamil sampai anak berumur 5 tahun, buku KIA juga
merupakan alat penyuluhan dan peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan ibu
dan anak (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2003). Buku KIA telah diperkenalkan sejak
1994 dengan bantuan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA).

2.4.2 Manfaat Buku KIA

2.4.2.1 Sebagai media KIE


Buku KIA merupakan media KIE yang utama dan pertama yang digunakan untuk
meningkatkan pemahan ibu, suami dan keluarga/pengasuh anak di panti/ lembaga
kesejahteraan social anak akan perawatan kesehatan ibu hamil sampai anak usia 6
tahun.
Buku KIA berisi informasi kesehatan ibu dan anak yang sangat lengkap termasuk
imunisasi, pemenuhan kebutuhan gizi, stimulasi pertumbuhan dan perkembangan,
serta upaya promotif dan preventif termasuk deteksi dini masalah kesehatan ibu dan
anak dan pencegahan kekerasan terhadap anak.
Bilamana diperlukan tenaga kesehatan dapat menggunakan media KIE lain sebagai
alat bantuk untuk lebih memperjelas penyampaian pesan-pesan yang disampaikan
pada buku KIA. Media tersebut dapat berupa poster, leaflet, flipchart, audio visual
dan lain sebagainya.

2.4.2.2 sebagai dokumen pencatatan pelayanan KIA


Buku KIA selain sebagai media KIE juga sebagai alat bukti pencatatan pelayanan
kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh dan berkesinambungan yang dipegang
oleh ibu atau keluarga. Oleh karena itu semua pelayanan kesehatan ibu dan anak
termasuk imunisasi, SDIDTK serta catatan penyakit dan masalah perkembangan anak
harus tercatat dengan lengkap dan bear. Karena pencatatan pada buku KIA digunakan
sebagai bahan bukti : memantau kesehatan ibu dan anak termasuk mendeteksi secara
dini masalah kesehatan ibu dan anak, memastikan terpenuhinya hak mendapat
pelayanan kesehatan ibu dan anak seacara lengkap dan berkesinambungan
digunakakn pada system jaminan keshatan pada saat mengajukan klaim pleyanan,
untuk menerima bantuan bersyarat pada program pemerintan atau swasta. Buku KIA
juga sebagai sarana komunikasi antara pemberi pelayanan kesehatan dalam system
rujukan. Buku KIA sebagai dokumen pencatatan pelayanan KIA. Tenaga kesehatan
selain melaksanakan pencatatan dengan baik dan benar pada buku KIA juga
memfasilitasi kader dalam mengisi KMS dan pencatatan vitamin A.

2.4.3 Tujuan Buku KIA


Menurut Azrul A (2003), dalam sambutan pembukaan pertemuan evaluasi tahunan
penggunaan buku KIA, tujuan buku KIA adalah sebagai berikut :
2.4.3.1 Memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan ibu
dan anak.
2.4.3.2 Meningkatkan komunikasi antara provider dan klien untuk membantu keluarga
memperoleh pelayanan KIA yang bermutu dan berkesinambungan.

2.4.4 Sasaran Buku KIA


Menurut Dinas Kesehatan Jatim dan JICA (2003), dalam bukunya peunjuk teknis
penggunaan buku KIA, sasaran buku KIA adalah sebagia berikut :
a. Setiap ibu hamil dapat buku KIA. Ibu menggunakan buku ini hingga masa nifas.
Bayi menggunakan buku ini sejak lahir sampai ia berumur 5 tahun. Jika lahir
kembar ibu akan mendaptkan tambahan buku sesuai dengan jumlah bayi.
b. Ibu yang hamil lagi akan mendaptkan buku yang baru
c. Jika buku hilan, selama masih ada persediaan buku sebaiknya ibu dan anak
mendapat ganti buku yang baru.
d. Sasaran tidak langsung adalah :
1) Suami dan anggota keluarga yang lain.
2) Kader posyandu.
3) Petugas kesehatan terutama ketika memberi pelayanan.
4) Guru Taman Kanak-kanak.
5) Supervisior dan pengelola program yang bertanggung jawab dalam
pengembangan buku KIA.

2.4.5 Isi Buku KIA


2.4.5.1 Bagian Ibu
a. Identitas Keluarga
b. Ibu Hamil
a. Apa yang perlu dilkukan ibu hamil :
1) Periksa hamil secepatnya atau sesering mungkin sesuai anjuran petugas
2) Timbang berat badan setiap kali periksa
3) Minum tablet tambah darah setiap hari selama hamil
4) Minta imnisasi TT kepada petugas kesehatan
5) Minta nasehat kepada petugas kesehatan tentang makanan bergizi selama
hamil
6) Sering mengajak bicara bayi sambil mengelus perut setelah kandungan
berumur 4 bulan
b. Bagaimana menjaga kesehatan ibu hamil :
1) Mandi pakai sabun setiap hari, pagi dan sore, gosok gigi dua kali sehari
setelah makan pagi dan sebelum tidur
2) Istirahat berbaring sedikitnya 1 jam pada siang hari dan kurangi kerja
berat
3) Boleh melakukan hubungan suami istri
4) Jangan merokok, memakai narkoba, minum jamu atau minum-minuman
keras
5) Didaerah malaria sebaiknya ibu tidur pakai kelambu
c. Apa saja tanda-tanda bahaya pada ibu hamil :
1) Pendarahan
2) Bengkak di kaki, tangan dan wajah atau sakit kepala kadang kala disertai
kejang
3) Demam tinggi
4) Keluar air ketuban sebelum waktunya
5) Bayi dalam kanungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak
6) Ibu muntah terus tidak mau makan
d. Apa saja persiapan keluarga menghadapi persalinan :
1) Sejak awal, ibu hamil dan suami menentukan persalinan akan ditolong
oleh bidan atau dokter
2) Suami atau keluarga perlu menabung untuk biaya persalinan
3) Siapkan donor darah jika sewaktu-waktu diperlukan
4) Ibu dan suami menanyakan bidan/dokter kapan tanggal perkiraan
persalinan
5) Suami dan masyarakat menyiapkan kendaraan jika sewaktu-waktu ibu dan
bayi segera ke rumah sakit
6) Jika bersalin dirumah, suami atau keluarga perlu menyiapkan : ruangan
yang terang, tempat tidur dngan alat kain yang bersih, kain dan pakaian
ganti yang bersih dan kering bagi ibu setelah melahirkan
e. Bagaimana makan yang baik selama hamil :
1) Makan-makanan bergizi sesuai anjuran petugas kesehatan
2) Makan 1 piring lebih banyak dari sebelum hamil
3) Untuk menambah tenga, makan makanan selingan, pagi dan sore hari
seperti kolak, bubur kacang hijau, kue-kue, dan lain-lain
4) Tidak ada pantangan makanan bagi ibu selama hamil
c. Ibu Bersalin
a. Apa saja tanda-tanda persalinan :
1) Mules-mules yang teratur timbul semakin sering dan lama
2) Keluar lender dan bercampur darah dari jalan lahir
3) Keluar air ketuban dari jalan lahir akibat pecahnya selaput ketuban
b. Apa saja yang dilakukan ibu bersalin
1) Proses persalinan berlangsung 12 jam sejak terasa mules. Jadi ibu bisa
makan, minum, buang air kecil dan jalan-jalan
2) Jika mules-mules bertambah, Tarik nafas panjang melalui hidung dan
keluar melalui mulut
3) Jika ibu merasa buang air besar berarti bayi akan lahir segera beritahu
bidan/dokter
4) Ikuti anjuran bidan atau dokter kapan ia harus mengejan waktu bayi akan
lahir
c. Apa saja tanda-tanda bahaya pada ibu bersalin
1) Bayi tidak ;ahir dalam 12 jam sejak terasa mules
2) Perdarahan lewat jalan lahir
3) Tali pusat atau tangan bayi keluar dari jalan lahir
4) Ibu tidak kuat mengejan atau mengalami kejang
5) Air ketuban keruh atau berbau
d. Ibu Nifas
a. Apa saja yang dilakukan ibu nifas
1) Segera menetek/ menyusui dalam 30 menit setelah bersalin
2) Teteki bayi sesering mungkin
3) Rawat bayi baru lahir dengan baik
4) Tanyakan kedokter/ bidan cara meneteki secara eksklusif dan merawat
bayi baru lahir
b. Bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas
1) Makan-makanan bergizi 1 piring lebih banyak dari sebelum hamil
2) Istirahat yang cukup
3) Minum 1 kapsul Vit A dosis tinggi
4) Minum1 tablet tambah darah setiap hari selama masa nifas
5) Jaga kebersihan alat kelamin, ganti pembalut jika telah basah
c. Apa saja tanda-tanda bahaya dan penyakit pada ibu nifas
1) Perdarahan lewat jalan lahir
2) Keluar caian berbau dari jalan lahir
3) Demam lebih dari 2 hari
4) Bengkak dimuka, tangan atau kaki. Mungkin sakit kepala dan kejang-
kejang
5) Payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit
6) Mengallami gangguan jiwa
d. Mengapa setelah bersalin ibu perlu ber KB
1) Agar ibu punya waktu untuk menyusui dan merawat bayi, menjaga
kesehatan ibu serta mengurus keluarga
2) Untuk mengatur jarak kehamilan tidak terlalu dekatt, lebih dari 2 tahun
e. Alat Kontrasepsi
1) Alat kontrasepsi bagi suami : kondom, vasektomi
2) Alat kontrasepsi bagi istri : pil, suntik, implant, IUD, tubektomi
f. Catatan pelyanan kesehatan ibu hamil
g. Rencana persalinan pada kehamilan sekarang
h. Catata ibu bersalin
i. Surat rujukan dan umpan balik rujukan
j. Catatan pelayanan kesehatan ibu nifas
k. Pelayanan KB ibu nifas
l. Surat keterangan lahir
m. Bagian Anak
1. Identitas Anak
2. Bayi baru lahir (umur kurang dari 1 bulan)
a) Apa saja tanda-tanda bayi lahir sehat
b) Apa yang dilakukan pada bayi baru lahir
c) Apa saja tanda-anda bayi sakit berat
3. Bayi dan Anak
a) Apa saja tanda-tanda bayi dan anak sehat
b) Bagimana ibu menjaga kesehtan bayi dan anak
c) Bagimana ibu memberi makan dan merangsang perkembangan
anak
d) Bagimana menjaga kebersihan anak agar anak tidak sakit :
1) Memandikan anak setiap hari, pagi dan sore pakai sabun mandi
2) Cuci rambut anak dengan shampoo 2-3 kali seminggu
3) Cuci tangan anak dengan sabun sebelum makan dan sesudah
buang air besar
4) Gunting kuku tangan dan kaki anak jika panjang
5) Bersihkan rumah setiap hari dari sampah dan genangan air
6) Jauhkan anak dari asap rokok dan asap dapur
7) Ajarkan pada anak untuk buang air besar dan kecil di kakus
e) Bagimana ibu merawat gigi anak agar tidak sakit :
1) Bagimana mengatasi penyakit yang disertai anak dirumah
2) Apa saja tanda-tanda bahaya anak sakit
a) Tidak bisa menetk atau menysu
b) Tidak bisa minum atau malas minum
c) Selalu memuntahkan semua
d) Kejang
e) Tidak sadar
3) Kapan anak harus di bawa kembali ketempat pelayanan
a) Apa saja obat pertolongan pertama yang perlu disediakan di
rumah
b) Bagaimana mencegah anak mengalami kecelakaan
c) Table berat badan untuk mengetahui perkembangan berat
bdan
d) Catatan Pelayana Kesehatan Anak
e) Pemberian Imunisasi meliputi Hepatitis B, BCG, DPT,
Polio, Capak
f) Pemberian Vitamin A
g) Anjuran pemberian rangsangan perkembangan dan nasehat
pemberian makan
h) Catatan penyakit dan masalah perkembangan
i) Contoh dan cara membuat makanan bayi/ anak
2.4.6 Cara menggunakan buku KIA
Menutu Dinas Kesehatan dan JICA (2003), dalam buku petuunjuk teknis penggunaan
buku KIA, cara menggunakan buku KIA :
2.4.6.1 Untuk ibu dan keluarga adalah sebagai berikut :
a) Buku KIA untuk dibaca ibu/ keluarga agar ibu tidak terlalu banyak membaca,
maka petugas menelaskan cara membaca buku KIA secara bertahap,sesuai
dengankeadaan yang dihadapi ibu. Ibu dianjurkan untuk memberi anda memakai
pensil atau bolpoint pada bagiann yang telah dibaca
b) Jika ibu pertama kali dating untuk oeriksa hamil, ibu dapat dianjurkan membaca
informasi tentang menjaga kesehatan, gizi, dan persiapan ibu bersalin. Ketika
memasuki trimester III, ibu dianjurkan membacab informasi persalinan, masa
nifas, perawat bayi baru lahir dan informasi tentang Kb.
c) Ibu bakita dianjurkan untuk membaca informasi tentang pelayanan kesehatan gizi,
perkembangan anak sesuai dengan umur anak dan informasi lain tentang
perawatan anak di rumah.
d) Buku KIA digunakan untuk bertanya baik kepada kader maupun petugas
kesehatan
e) Ibu dan keluarga dianjurkan untuk melaksanakan pesan-pesan yang tercantum
dalam buku KIA
f) Ibu dan anak menggunaka buku KIA selama 5 tahun
g) Buku KIA merupakan catatan kesehatan ibu dan anak
2.4.6.2 Untuk petugas kesehatan
a) Petugas kesehatan mencatat pelayana yang telah diberikn kepada ibu dan anak
dibuku KIA. Guunakan buku ini ketika menyulu ibu/ keluarga beri tanda (√) pada
pesan atau informasi yang telah dijelaskan pada ibu.
b) Untuk memahami buku KIA, petugas kesehatan harus membaca buku KIA dan
petunjuk teknis penggunaan buku KIA.
c) Petugas kesehatan menjawab dan memberi penjelasan setiap kali ibu minta
penjelasan.
d) Ketika petugas kesehatan memberi pelayanan, konseling dan penyuluhan bersikap
ramah, ucapkan salam, sebut nama ibu, tanyakan keluhan atau masalah, beri
kesempatan ibu menjawab pertanyaan.
e) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti ketika memberikan penyuluhan kepada
ibu.
f) Setiap selesai memberi penjelasan dan peragaan kepada ibu, cej pemahaman ibu.
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini diuraikan pada bagan berikut
2.5 Kerangka Teori

Tingak pengetahuan :

1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi

Gambaran Pengetahuan ibu nifas tentang


perawatan luka perineum dengan memanfaatkan Macam-macam bentuk luka perineum :
buku KIA 1. Episiotomy
2. Laserasi

Gambaran yang mempengaruhi


pengetahuan :

1. Usia
2. Pendidikan
3. pekerjaan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ,etode penelitian deskriptif. Metode
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap
mengenai setting sosia atau dimaksudkan untuk ekspolrasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena dan kenyataan social, dengan jalan mendeskkripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah.
Desain penelitian ini juga melalui pendektan kuantatif secara cross sectional. Pengukuran cross
sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuan atau pengamatan pada
saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko / paparan dengan penyakit (Hidayat, 2009).
4.2 Tempat dan Waktu
Tempat pengumpulan data pada penelitian ini yaitu puskesma Kecamatan…. Waktu
pengambilan data pada tanggal dengan data yang diambil pada periode…
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti baik kuantatif maupun
kualitatif dari karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya secara lengkap dan jelas (Sugiyno, 2011) (Husaini Usman, 2006).
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009).
4.3.4. Cara Pengambilan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui alat bantu lembar
ceklist. Proses pengumpulan data diawali izin melakukan penelitiaan kepada kepala Puskesmas
Kecamatan, kepala ruangan ruang bersalin Puskesmas.
4.4. Tehnik / Alat Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data sekunder, dimana peneliti melakukan pengambilan dengan
menggunakan data yang tertera di kuesioner.
4.5. Pengolahan Dan Analisa Data
4.5.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak dan akan disajikan dalam bentuk
tabel dan narasi, yaitu meliputi langkah - langkah
sebagai berikut :
4.5.1.1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul
(Hidayat, 2007)
4.5.1.2. Pengkodean / Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya
dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel (Hidayat, 2007).
4.5.1.3. Tabulasi Data
Tabulating / data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau database computer menggunakan SPSS versi 20, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat table kontigengsi Hidayat, 2007).
4.7. Etika Penelitian
4.7.1. Definisi
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan
masyarakat
yang akan akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Sebelum
melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari institusi untuk
mengajukan permohon ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Menurut Hidayat, dalam
melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika yang meliputi:
4.7.1.1. Lembar Persetujuan (informed consent)
Inforemed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang
harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi responden, tujuan
dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial
yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, Informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain
(Hidayat, 2010). 
4.7.1.2. Tanpa Nama (Anonimiry)
Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan pada
lembar yang telah diisi oleh responden, penulis tidak mencantumkan nama secara lengkap,
responden cukup mencantumkan nama inisial saja.
4.7.1.3 Kerahasiaan (Confidentiality) 
Merupakan masalah etika memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikampulkan dijamin
kerahasiaannya oleh penelit, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
(Hidayat, 2010). Peneliti menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari responden akan djaga
kerahasiaannya oleh penilitu.

Anda mungkin juga menyukai