PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Wanita merupakan aset bangsa. Karna wanita pada suatu hari akan mengandung dan
melahirkan penerus bangsa ini. Perjuangan hidup dan mati saat melahirkan sang buah hati,
merupakan bukti bahwa wanita adalah makhluk yang kuat. Tanpa memikirkan kondisinya, ia
tetap berusaha untuk melahirkan anaknya. Meskipun kadang ia harus mengalami berbagai
kompikasi seperti perdarahan, rupture perineum, infeksi dan berbagai komplikasi demi
melahirkan anaknya. Pada saat persalinan, dengan berbagai faktor seperti dorongan bayi,
luasnya panggul, penanganan yang dilakukan oleh Bidan seperti menahan perineum atau
tindakan episiotomi, penggunaan vakum, dan lain-lain, hal tersebut menyebabkan terjadinya
trauma pada persalinan danibu akan mengalami robekan pada jalan lahir. Baik robekan yang
hanya sedikit, sampai yang menyebabkan rupturenya jalan lahir. Jalan lahir yang terbuka
sangat rentan terhadap masuknya bakteri, dan meningkatkan terjadinya infeksi pada luka
perineum. Karena hal itulah menjaga kebersihan luka perineum saat dalam masa nifas dari
infeksi sangatlah diharuskan. Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan
jalan lahir baik karena ruptur maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin.
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Robekan
jalan lahir merupakan luka atau robekan jaringan yang tidak teratur.
Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu target yang telah ditetapkan dalam tujuan
Millenium Development Goal’s (MDGs) ke 5 yaitu peningkatan kesehatan ibu, dimana target
yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut, walaupun pelayanan
antenatal dan pertolongan persalinan oleh tanaga kesehatan terlatih cukup tinggi.
Menurut WHO (World Health Organization) setiap menit seorang perempuan meninggal
karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan postpartum. Dengan kata lain 1.400
perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun
akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Kemudian Angka Kematian Ibu (AKI) di Negara
ASEAN lainnya, seperti di Thailand pada tahun 2011 adalah 44/100.000 kelarihan hiudp, di
Malaysia 39/100.000 kelahiran hidup dan Singapura 6/100.00 kelahiran hidup (herawati,
2010).
Berdasarkan data WHO (World Health Organisation) untuk tahun 2010 AKI di Indonesia
mencapai 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam
(59/100.000), dan Cina (37/100.000). Ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
dengan AKI tertinggi asia, tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN dan salah satunya adalah
infeksi yang hampir 50% (Kemenkes, 2014).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2012), kematian karena perdarahan
disebabkan oleh solusio plasenta 19%, koagulopati 14%, plasenta previa 7%, plasenta
akreta/inkreta dan perkreta 6%, atonia uteri 15% dan ruptur jalan lahir seperti ruptur vagina,
ruptur perineum dan ruptur uteri 16%. Ruptur jalan lahir tersebut merupakan penyebab
pertama perdarahan setelah atonia uteri.
World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyebutkan bahwa terjadi 2,7 juta kasus
ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun
2050. Di Inggris, tiap tahunnya terdapat 20.000 ibu bersalin yang mengalami luka robekan
perineum sebanyak 15% diantaranya mengalami penyembuhan luka yang lambat dan 6%
diantaranya mengalami infeksi karena kurangnya kebersihan vulva pada saat proses
penyembuhan (Heimburger, 2009). Di Indonesia luka perineum dialami oleh 75% ibu
melahirkan normal. Pada tahun 2013 menemukan bahwa dari total 1.951 kelahiran spontan
pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan perineum 8% karena episiotomi dan 29% karena
robekan spontan (Kemenkes RI, 2013).
Infeksi masa nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu terutama di
Negara berkembang seperti Indonesia ini, masalah ini terjadi akibat dari pelayanan kebidanan
yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain terjadinya infeksi nifas diantaranya,
daya tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/mal nutrisi,
anemia, hygine yang kurang baik, serta kelelahan (BKKBN, 2011).
Akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum
yang terkena lokchea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang
dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Infeksi tidak hanya menghambat
proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel
penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun
kedalaman luka. Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan
rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan
dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang
dimulai dengan mencuci bagian depan (simpisis), baru kemudian bagian anus sehingga tidak
terjadi infeksi. Ibu diberitahu cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai
terkontaminasi sama tangan. Pembalut yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 2 kali
sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan bau lochea sehingga apabila ada kelainan
dapat diketahui secara dini. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan alat kelamin. Apabila ibu mempunyai luka episiotomi
atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka ( Sari dkk,
2014).
Masa nifas merupakan periode mulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca
persalianan. Asuhan ibu nifas adalah asuhan masa nifas sesuai standar, yang dilakukan
sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai
dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca
persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pascapersalinan (Aninim, 2015).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karea masa kritis baik ibu maupun bayinya,
diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50%
kematian pada masa nifas. Dengan melakukan pemantauan yang ketat pada ibu dan bayi,
maka dapat mencegah beberapa kematian ibu pada masa nifas. Bila ibu nifas mampu
melakukan perawatan luka perineum dengan benar selama dirumah, ditunjang dengan
penggunaan buku KIA yang baik maka proses penyembuhan luka kan berjalan dengan
normal sesuai penyembuhan luka dan resiko terjadinya ifeksi masa nifas dapat dihindari.
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan ibu adalah dengan cara
membuat buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dapat digunakan sebagai pedoman
praktis untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan, termasuk anak balita. Buku ini berisi
petunjuk dan catatan kesehatan untuk ibu dan anak dalam bahasa yang mudah dipahami serta
dilengkapi dengan gambar yang menarik. Distribusi buku KIA di Indonesia cukup merata
kepada hampir seluruh ibu yang memiliki anak mulai dari masa kehamilan hingga anak lahir,
sehingga buku ini dapat menjadi salah satu sumber yang penting untuk meningkatkan
pengetahuan ibu tentang kesehatan anak. (Adiningrum, F. dkk. 2016).
Penggunaan Buku KIA merupakan salah satu strategi pemberdayaan masyarakat
terutama keluarga untuk memelihara kesehatannya dan mendapatkan pelayanan kesehatan
ibu dan anak yang berkualitas. Buku KIA berisi informasi dan materi penyuluhan tentang
gizi dan kesehatan ibu dan anak, kartu ibu hamil, KMS balita dan catatan pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Buku KIA disimpan di rumah dan dibawa setiap kali ibu atau anak
datang ke tempat-tempat peayanan kesehatan di mana saja untuk mendapatkan pelayanan
KIA.
Ibu yang memiliki buku KIA lebih sering berkunjung ke pelayanan kesehatan
dibandingkan ibu yang tidak memiliki buku KIA. Ibu yang memiliki buku KIA walaupun
pengetahuannya kurang atau karena tidak pernah membaca informasi di buku KIA, tetap
akan terbiasa dengan informasi kesehatan karena tenaga kesehatan akan selalu
mempergunakan buku KIA sebagai panduan dalam pemberian informasi/layanan KIA
(hagiwara A, 2011).
Peneliti sebelumnya mengatakan terdapat 12 ibu nifas primigravida, dari 12 orang
tersebut di lakukan wawancara kepada 8 orang ibu terhadap pengetahuan ibu nifas mengenai
perawatan masa nifas dan tentang pemanfaatan Buku KIA. Dari 8 orang ibu yang di
wawancarai mengenai perawatan nifas, terdapat 5 orang ibu masih memiliki pengetahuan
kurang mengenai perawatan nifas. Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik melakukan
penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Mengenai Perawatan Luka Jahitan
Perineum Dalam Pemanfaatan Buku KIA di puskesmas… Tahun 2020
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Gambaran
Pengetahuan Ibu Nifas Mengenai Perawatan Luka Jahitan Perineum Dalam Pemanfaatan Buku
KIA di Puskesmas.. tahun 2020
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA di Puskesmas.. Tahun 2020
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi kejadian luka jahitan perineum di Puskesmas..
Tahun 2020
1.3.2.2 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA berdasarkan usia di Puskesma.. Tahun
2020
1.3.2.3 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA berdasarkan pendidikan di Puskesmas…
Tahun 2020
1.3.2.4 Untuk diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka
jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA berdasarkan pekerjaan di Puskesmas…
Tahun 2020
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat dan menambah ilmu pengetahuan,
wawasan khususnya dalam bidang ilmu kebidanan tentang gambaran pengetahuan ibu
nifas mengenai perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan buku KIA.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi petugas kesehatan
Sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan terhadap ibu nifas khususnya
dengan pemanfaatan buku KIA
1.4.2.2 Bagi Institusi
Dengan adanya KTI ini menambah koleksi sebagai bahan referensi untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa Akademi Kebidanan tentang gambaran
pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan
buku KIA.
1.4.2.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan,wawasan dan sekaligus
untuk mengasah ketajaman berfikir secara kritis melalui penelitian tentang gambaran
pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan luka jahitan perineum dalam pemanfaatan
buku KIA.
1.4.2.4 Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang perawatan luka jahit perineum
dalam pemanfaatan buku KIA khususnya untuk ibu nifas sehingga masyarakat mengerti
tentang perawatan luka jahit perineum.
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu membenarkan
(justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi
bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu suatu
situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam
definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang
benar secara abstrak.
Pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses
yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan
melibatkan perasaan dan system kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau system
kepercayaan itu bisa tidak disadari.
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2014)
Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan negative. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak obyek positif dari obyek yang
diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses
pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui
pendidikan, akses informasi, pendapatan, lingkungan maupun pengalaman (Notoadmojo,
2010). Pengetahuan berhubungan pula dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang.
Semakin banyak informasi kesehtan yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuannya.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
2.1.2.1. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun. Sedangakn menurut Hurlock (2004) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
2.1.2.2. Pendidikan
Salah satu faktor yang berperan dalam pengetahuan seseorang adalah
pendidikannya baik itu pendidikan formal maupun informal. Menurut
Notoatmodjo(2003), pengetahuan dapat di pengaruhi oleh pendidikan formal sehingga
pengetahuan erat hubungannya dengan pendidikan.untuk itu diharapkan dengan
meningkatnya pendidikan seseorang maka pengetahuan yang di milikinya menjadi
semakin meningkat pula. Pendidikan tidak hanya diperoleh dibangku pendidikan formal,
namun bisa juga di dapatkan secara nonformal dan informal.
2.1.2.3. Pekerjaan
Suatu hubungan yang melibatkan dua pihak antara perusahaan dan para
pekerja/karyawan. Para pekerja akan mendapatkan gaji sebagai balas jasa dari pihak perusahaan,
dan jumlahnya tergantung dari jenis profesi yang dilakukan.
2.1.3.6 Evaluasi
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, alau menggunakan kriteria -kriteria yang telah ada.
b. luka terbuka
Luka terbuka, yakni luka yang terjadi pada kulit atau selaput yang jaringannya rusak
Karena kesengajaan seperti operasi. Ataupun ketidaksengajaan seperti kecelakaan.
2. penyebab luka
a. luka mekanik
luka mekanik adalah Luka mekanik adalah cara luka terjadi dan luas kulit yang
terkena. Berikut beberapa contoh luka mekanik, diantaranya:
1. Luka bersih (aseptik), yakni luka yang biasanya tertutup oleh sutra setelah seluruh
pembuluh darah yang terluka diikat (ligase).
2. Luka insisi (incised wound), yakni luka yang terjadi karena teriris oleh benda
tajam. Luka dibuat secara sengaja, misalnya akibat dari praktik pembedahan atau
sengaja karena kegawatdaruratan seperti pengguntingan perineum untuk jalan
lahir bayi yang akan dilahirkan.
3. Luka memar (contusion wound), yakni luka tidak sengaja yang terjadi akibat
benturan
suatu tekanan, seperti cedera pada tulang lunak, pendarahan, bengkak, tetapi kulit
tetap utuh dan luka dalam keadaan tetap tertutup, serta kulit terlihat memar.
4. Luka lecet (abraded wound), luka yang terjadi akibat gesekan benda yang tidak
tajam.
5. Luka tusuk (punctured wound), yakni luka yang dibuat sengaja oleh benda tajam
yang masuk ke dalam kulit dan jaringan di bawahnya, misalnya luka punktur
/tusuk yang sengaja menusukkan jarum pada saat proses injeksi. Kemudian, luka
tusuk/punktur yang tidak disengaja seperti pada kasus tertusuk paku, luka akibat
tembakan peluru, atau terkena pisau yang menusuk ke dalam kulit dengan
diameter kecil. Jika di dalam kebidanan seperti pemasangan kontrasepsi implant.
6. Luka gores (lacerted wound), yakni luka yang terjadi tidak sengaja oleh benda
tajam akibatnya kulit tersobek secara kasar. Biasanya luka ini disebabkan oleh
kecelakaan, seperti terkena kaca atau kawat.
9. Luka gigitan (morcum wound), yakni luka yang terjadi akibat gigitan yang tidak
jelas bentuknya pada bagian luka.
b. Luka Nonmekanik
Luka nonmekanik adalah luka yang terjadi akibat zat kimia, termik, radiasi atau
sengatan listrik.
2.3.2 Fase penyembuhan luka
Merawat luka merupakan hal yang tidak boleh disepelekan dan tidak bisa dilepaskan dari
praktik kebidanan yang meliputi membersihkan luka, menutup, dan membalut luka, sehingga
dapat membantu proses penyembuhan. Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan
jaringan, hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan (Johnson & Taylor, 2015). Fase
penyembuhan luka meliputi tiga fase, yaitu:
1. Fase Inflamatory
fase inflamatory disebut juga fase peradangan yang dimulai setelah pembedahan dan
berakhir pada hari ke 3-4 pascaoperasi. Dalam fase ini terdapat dua tahap, yaitu hemostasis dan
pagositosis. Hemostasis adalah proses untuk menghentikan perdarahan, yakni kontraksi yang
terjadi pada pembuluh darah akan membawa platelet yang membentuk matriks fibrin yang
berguna untuk mencegah masuknya organisme
infeksius. Luka akan mengalami sindrom adaptasi lokal untuk membentuk tekanan yang besar.
Pagositosis, yakni memproses hasil dari konstruksi pembuluh darah yang berakibat terjadinya
pembekuan darah berguna untuk menutupi luka dengan diikuti
vasoliditasi darah putih untuk menyerang luka, menghancurkan bakteri, dan debris. Proses ini
berlangsung kurang lebih 24 jam setelah luka beberapa dari fagosit (makrofag) masuk ke bagian
luka yang kemudian mengeluarkan angionesis dan merangsang pembentukan kembali anak epitel
pada akhir pembuluh darah.
2. Fase Proliferative
Fase proliferative disebut juga fase fibroplasia dimulai pada hari ke 3-4 dan berakhir pada
hari ke-21. Pada fase proliferative terjadi proses yang menghasilkan zat-zat penutup tepi luka
bersamaan dengan terbentuknya jaringan granulasi yang akan membuat seluruh permukaan luka
tetutup oleh epitel. Fibroblast secara cepat memadukan kolagen dan substansi dasar akan
membentuk perbaikan luka. Selanjutnya, pembentukan lapisan tipis dari sel epitel akan melewati
luka dan aliran darah di dalamnya. Kemudian, pembuluh kapiler akan melewati luka (kapilarisasi
tumbuh) dan membentuk jaringan baru yang disebut granulasi jaringan, yakni adanya pembuluh
darah, kemerahan, dan mudah berdarah.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi disebut juga fase remodeling yang dimulai pada hari ke- 21 dan dapat berlanjut
hingga 1-2 tahun pasca terjadinya luka. Pada fase ini, terjadi proses pematangan, yaitu jaringan
yang berlebih akan kembali diserap dan membentuk
kembali jaringan yang baru. Prosesnya, kolagen yang ditimbun dalam luka akan diubah dan
membuat penyembuhan luka lebih kuat, serta lebih mirip jaringan. Kemudian, kolagen baru akan
menyatu dan menekan pembuluh darah dalam penyembuhan
luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis, dan membentuk garis putih.
2.3.3 Prinsip penyembuhan luka
Untuk membantu proses fase-fase penyembuhan luka, berikut beberapa prinsip dalam
penyembuhan luka (Johnson & Taylor, 2015):
1. Kemampuan tubuh setiap orang untuk menangani trauma jaringan oleh luasnya kerusakan dan
keadaan umum luka.
2. Respons tubuh pada luka akan lebih efektif jika nutrisi yang tepat dijaga.
3. Respons tubuh secara sistemik pada trauma.
4. Aliran darah ke jaringan luka dan dari jaringan luka.
5. Keutuhan kulit dan mukosa membran dipersiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme.
6.Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2.3.4 Faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka, yaitu:
1. Faktor Lokal
Faktor lokal yang dapat memengaruhi penyembuhan luka terdiri dari enam hal, yaitu:
a. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi
Beberapa kondisi fisik seseorang dapat memengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah
pada orang-orang yang gemuk membuat penyembuhan luka menjadi lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah terinfeksi, dan lama untuk sembuh.
Aliran darah juga dapat terganggu pada orang dewasa dan orang-orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes mellitus, dan pada jahitan atau balutan yang
terlalu ketat. Oksigenasi jaringan dapat menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik seperti, pada perokok akibat kurangnya volume darah yang
menyebabkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen, serta nutrisi untuk
penyembuhan luka.
b. Hematoma
Hematoma atau seroma merupakan penumpukan bekuan darah yang akan menghalangi
penyembuhan luka dan menambah jarak antara tepi-tepi luka. Jumlah debrediment yang
diperlukan sebelum fibrosis dapat terbentuk. Sering kali darah pada luka secara bertahap
diabsorpsi masuk ke dalam sirkulasi tubuh. Kumpulan bekuan darah ini bisa berukuran setitik
kecil maupun besar dan menyebabkan pembengkakan atau sering juga disebut memar. Namun,
jika terdapat bekuan darah yang besar hal tersebut akan memerlukan waktu untuk dapat
diabsorpsi tuibuh, sehingga akan menghambat proses penyembuhan luka. Hematoma sering
terjadi pada ketahanan lokal jaringan terhadap infeksi.
C. Infeksi
Infeksi disebabkan adanya kuman atau bakteri sumber infeksi yang terdapat pada daerah sekitar
luka. Infkesi mengakibatkan peningkatan inflamasi dan neokrosis yang akan menghambat
penyembuhan luka.
d.Benda Asing
benda asing yang dimaksud aseperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
pembentukannya suatu abses (bisul) jika benda asing tersebut tidak juga diangkat. Abses ini
timbul akibat dari serum, fibrin, jaringan sel mati, dan lekosit (sel darah putih) yang bercampur
membentuk sebuah cairan kental atau biasa dikenal dengan nanah.
e.Iskemia
iskemia adalah ketidakcukupan suplai darah pada bagian tubuh seseorang. Iskemia timbul akibat
penyempitan (obstruksi) aliran darah. Hal ini dapat terjadi karena balutan luka terlalu ketat dan
dapat juga terjadi akibat faktor internal, yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
f.Keadaan Luka
keadaan khusus dari setiap luka memengaruhi kecepatan dan efektivitas penyembuhan luka.
Beberapa luka juga ada yang gagal untuk menyatu.
2. Faktor umum
Faktor umum yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka meliputi empat hal, yaitu :
a. Usia
Pada usia anak dan dewasa, luka tergolong lebih cepat penyembuhannya disbanding
orang tua. Sedangkan, pada usia yang telah menginjak orang tua, tubuh lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati juga bisa mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah, yang mengakibatkan penyembuhan luka pada orang tua akan
terganggu dan berlangsung lebih lama.
b. Nutrisi
Pasien memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin A dan C, serta mineral
seperti Fe dan Zn. Makanan yang mengandung zat-zat yang di atas antara lain, sayuran
hijau, alpukat, kacang-kacangan, bawang putih, buah-buahan, dan masih banyak lagi.
Pasien yang kurang nutrisi dimungkinkan akan memerlukan waktu terlebih dahulu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan. Pasien yang gemuk akan lebih
beresiko terinfkesi luka dan mengalami penyembuhan yang lama karena tidak memenuhi
syarat ternutrisi dan suplai darah jaringannya mengandung sel lemak dan pita areolar
fibrosa (adipose).
c. Diabetes Melitus
Diabtes mellitus, yakni terhambatnya sekresi insulin yang mengakibatkan peningkatan gula
darah dan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibatnya, akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh.
d. Obat
Obat anti inflamasi (steroid dan aspirin), heparin, dan antineoplasmik akan memengaruhi
penyembuhan luka. Berikut, beberapa obat beserta efek sampingnya :
1. Steroid akan menghalangi penyembuhan dengan menekan atau menurunkan
mekanisme peradangan normal dan menambah lisis kolagen. Efeknya sangatnyata,
yakni selama empat hari pertama. Setelah itu, efeknya berkurang hanya untuk
menghambat ketahanan normal terhadap infeksi
2. Antikoagulan dapat menghambat pembekuan darah dan mengganggu upaya tubuh
untuk melakukan penutupan luka. Darah trombosit akan mengalami kesulitan dan
menggumpal guna menutup luka. Selain itu, antikaogulan juga dapat mengakibatkan
perdarahan.
3. Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan.
Antibiotik digunakan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika
diberikan pada luka setelah pembedahan yang sudah tertutup, hasilnya tidak efektif
karena akan memengaruhi kemampuan pembekuan darah (koagulasi intravascular).
4. Obat Sitotoksik, yakni senyawa zat yang terdiri dari 5-fluorouasil, metotreksat,
siklofosamid, dan mustard nitrogen yang dapat merusak sel normal dan menghalangi
penyembuhan luka dengan menekan pembelahan fibroblast dan sintesis oksigen.
2.3.5 Komplikasi penyembuhan luka bedah
Luka yang baru timbul dan tidak segera ditangani dengan penaganan yang tepat, dapat
menjadi komplikasi. Komplikasi yang terdapat dalam penyembuhan luka bedah, seperti infeksi,
Pendarahan, dehiscence, dan eviserasi.
1. Infeksi
Infeksi luka merupakan komplikasi tersering yang terjadi dari tindakan operasi dan sering
mengikuti hematoma luka.
Penyerbuan bakteri pada luka dapat terjadi saat trauma atau setelah pembedahan. Gejala infeksi
sering muncul dalam kurun waktu 2-7 hari setelah pembedahan. Gejala tersebut berupa infeksi
adanya nanah (purulent), peningkatan drainase,nyeri, kemerahan, dan bengkak yang berada di
sekeliling luka, peningkatan suhu tubuh, serta peningkatan sel darah putih.Dua faktor penting
yang sangat berperan pada patogenesis infeksi adalah dosis kontaminasi dan ketahanan pasien
sendiri.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi karena beberapa hal, kemungkinan terlepasnya jahitan, darah sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah karena benda asing (drain).
Waspada perdarahan tersembunyi karena akan menyebabkan hipovolomia. Oleh karena itu,
balutan dan luka dibawah balutan jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama
pascapembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
perdarahan berlebih terjadi, penambahan tekanan luka dan perawatan balutan luka steril mungkin
diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan juga akan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Euiscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Dehiscence dapat berupa terlepasnya sebagian atau
keseluruhan jahitan pada kulit beserta jaringan lain. Pada daerah berongga sering kali tampak
jahitan kulit yang utuh, namun, pada lapisan jahitan yang lebih dalam (lemak atau muskulatur)
jahitan kulitnya terlepas. Sementara itu eviscerasi adalah keluarnya isi di bawah jahitan melalui
daerah irisan. Sejumlah faktor yang memengaruhi hal tersebut, yaitu kegemukan, kurang nutrisi,
multipel trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi akan
mempertinggi risiko pasien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat berlangsung
selama 4-5 hari pascaoperasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Jika terjadi dehiscence dan
eviscerasi, luka harus segera ditutup dengan balutan yang steril lebar, kompres dengan normal
saline. Kemudian, klien disiapkan untuk segera melakukan perbaikan pada daerah luka.
2.3.6 Perawatan Luka Dalam Praktik Kebidanan
Merawat luka merupakan tindakan penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka,
menutup dan membalut luka dengan tujuan meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan
mencegah infeksi. Tujuan dari perawatan luka, yaitu :
1. melindungi luka dari trauma mekanik
2. mengimobilisasi luka atau menghentikan luka.
3. Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
4. Memberi lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka.
Tingak pengetahuan :
1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi
1. Usia
2. Pendidikan
3. pekerjaan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ,etode penelitian deskriptif. Metode
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap
mengenai setting sosia atau dimaksudkan untuk ekspolrasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena dan kenyataan social, dengan jalan mendeskkripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah.
Desain penelitian ini juga melalui pendektan kuantatif secara cross sectional. Pengukuran cross
sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuan atau pengamatan pada
saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko / paparan dengan penyakit (Hidayat, 2009).
4.2 Tempat dan Waktu
Tempat pengumpulan data pada penelitian ini yaitu puskesma Kecamatan…. Waktu
pengambilan data pada tanggal dengan data yang diambil pada periode…
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti baik kuantatif maupun
kualitatif dari karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya secara lengkap dan jelas (Sugiyno, 2011) (Husaini Usman, 2006).
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2009).
4.3.4. Cara Pengambilan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui alat bantu lembar
ceklist. Proses pengumpulan data diawali izin melakukan penelitiaan kepada kepala Puskesmas
Kecamatan, kepala ruangan ruang bersalin Puskesmas.
4.4. Tehnik / Alat Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data sekunder, dimana peneliti melakukan pengambilan dengan
menggunakan data yang tertera di kuesioner.
4.5. Pengolahan Dan Analisa Data
4.5.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak dan akan disajikan dalam bentuk
tabel dan narasi, yaitu meliputi langkah - langkah
sebagai berikut :
4.5.1.1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul
(Hidayat, 2007)
4.5.1.2. Pengkodean / Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya
dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel (Hidayat, 2007).
4.5.1.3. Tabulasi Data
Tabulating / data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau database computer menggunakan SPSS versi 20, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat table kontigengsi Hidayat, 2007).
4.7. Etika Penelitian
4.7.1. Definisi
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan
masyarakat
yang akan akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Sebelum
melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari institusi untuk
mengajukan permohon ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Menurut Hidayat, dalam
melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika yang meliputi:
4.7.1.1. Lembar Persetujuan (informed consent)
Inforemed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang
harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi responden, tujuan
dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial
yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, Informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain
(Hidayat, 2010).
4.7.1.2. Tanpa Nama (Anonimiry)
Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan pada
lembar yang telah diisi oleh responden, penulis tidak mencantumkan nama secara lengkap,
responden cukup mencantumkan nama inisial saja.
4.7.1.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikampulkan dijamin
kerahasiaannya oleh penelit, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
(Hidayat, 2010). Peneliti menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari responden akan djaga
kerahasiaannya oleh penilitu.