Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Nifas / post partum

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau peurperium dimulai
sejak 2 jam setelah lahirnya placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam
bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini disebut puerperium yaitu puer
yang artinya bayi dan parous melahirkan. Jadi, peurperium adalah masa pulih kembali. Sekitar
50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pelayanan pascapersalinan
yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi.

a. Masa nifas (puerperium) adalah masa mulai pulih kembali pra-hamil, lama nifas 6-8
minggu (Wulandari& Ambarwati, 2008).
b. Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
c. Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama
6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010)
d. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput
yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil
dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Wahyuni & Purwoastuti, 2015).
e. Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Sutanto,
2018). Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu (Sutanto, 2018).
2.1.2 Periode Postpartum
Menurut Mitayani (2011), masa postpartum dibagi menjadi tiga periode:

a) Periode Immediate postpartum (Peurperium dini)


Merupakan periode yang terjadi selama 24 jam setelah melahirkan.

b) Periode early postpartum (Peurperium intermedial)


Merupakan periode yang terjadi pada minggu pertama postpartum.

c) Periode late postpartum (Remote Peurperium)


Merupakan periode yang terjadi pada minggu kedua sampai dengan
minggu keenam postpartum.

2.1.3 Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas menurut Reva Rubin :

a. Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)


- Ibu masih pasif dan tergantung orang lain
- Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya
- Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan
- Memerlukan ketenangan dalam tidur unutk mengembalikan keadaan tubuh
ke kondisi normal
- Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan
nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuhb tidak berlangsung normal
b. Periode Taking On/ taking hold (hari ke 24 setelah melahirkan)
- Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan
tanggung jawab akan bayinya
- Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB
dan daya tahan tubuh
- Ibu berusaha untuk menguasi keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok
- Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi
- Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidsk
mampu membesarkan bayinya
c. Periode Letting Go
- Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi oleh dukngan serta
perhatian keluarga
- Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam
kebebasan dan hubungan social
- Depresi postpartum sering terjadi pada masa ini

2.1.4 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Berdasarkan program dan kebijakan teknik masa nifas, paling sedikit dilakukan 4
kali kunjungan masa nifas, dengan tujuan yaitu :

1. Memelihara kondisi kesehatan ibu dan bayi


2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu dan
bayi

Kunjungan masa nifas terdiri dari :

a. Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan)


Tujuan kunjungan :
- Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
- Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk jika perdarahan
berlanjut
- Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
- Pemberian ASI awal
- Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi

Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi
baru lahir untuk 2 jam pertama setelah melahirkan, atau sampai ibu dan bayi dalam
keadaan normal.

Semua ibu memerlukan pengamatan yang cermat dan penilaian dalam awal masa
pasca salin. Sebelum ibu dipulangkan dari klinik atau seblum bidan meningglakan
rumah ibu, proses penata laksanaan kebidanan selalu dipakai untuk :

- Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan


- Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda tnda bahaya, menjaga gizi yang
baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman
- Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi
- Memulai dan mendorong pemberian ASI
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
Tujuan kunjungan :
- Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau
- Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
- Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat
- Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
- Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)
Tujuan kunjungan :
- Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan)
d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)
Tujuan kunjungan :
- Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami
- Memberikan konseling KB secara dini

2.1.5 Tanda Bahaya Masa Nifas


- Perdarahan hebat atau peningkatan perdarhan secara tiba-tiba (melebihi
haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut
saniter dalam waktu setengah jam)
- Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras
- Rasa nyeri perut bagian bawah atau punggung
- Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastric, atau, masalah
penglihatan
- Pembengkakan pada wajah dan tanga demam, muntah, rasa sakit sewaktu
buang air seni, atau merasa tidak enak badan
- Payudara yang memerah, panas, dan/ sakit
- Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan
- Rasa sakit, warna merah, kelembutan dan/ pembengkakan pada kaki
- Merasa sedih atautidak mampu mengurus diri sendiri atau bayi
- Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah
2.1.6 Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi ditengah masyarakat.
Berawal dari stress yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuhke fase depresi. Penyakit
ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Rathus (1991)
depresi suatu gangguan mood yang dicirikan taka da harapan dan patah hati,
ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil suatu keputusan memulai
suatu kegiatan, tak mamou konsentrasi, tak punya semngat hidup, selalu tegang, dan
mencoba bunuh diri.
2.1.7 Depresi Postpartum
Gangguan mood postpartum adalah gangguan suasana hati ibu yang baru
mlahirkan dan bersifat sementara lebih sering terjadi pada anak pertama berlangsung 1-
10 hari, 2 minggu dan dapat menetap menjadi depresi postpartum (Posmontier & Waite,
2011)
Dampak ibu yang mengalami gangguan mood dapat mengalami gangguan
aktifitas, gangguan berhubungan dengan orang lain, bahkan hilang perhatian untuk
merawat dirinya maupun bayinya serta tidak mau menyusui bayinya. Kondisi ini dapat
menimbulkan masalah dalam hubungan ibu dan bayi gangguan psikopatologis pada bayi
dan keterlambatan perkembangan bayi. Ibu cenderung diliputi persaan sedih sehingga
kurang peka untuk memberikan efek positif pada bayinya.
Depresi pospartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang
mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan,
khususnya pada gangguan depresi spesifik terjadi pada 10-15% wanita pada tahun
pertama setelah melahirkan. Pasien akan mengalami gejala efektif selama periode
postpartum 4-6 minggu setelah melahirkan, menurut DSM-IV (Diagnostic and
Statitical Manual of Mental Dissoders, 2013).

Depresi postpartum adalah depresi yang bersifat sementara setelah


persalinan, dan merupakan penyakit medis yang bisa diobati, tidak ada yang tahu
pasti penyebab depresi pasca melahirkan. Penurunan hormone estrogen dan
progesteron, kurang tidur dan perubahan identitas serta tanggung jawab dapat
memicu depresi postpartum, (Al Muhaish, et all 2017).

Menurut ahli, depresi postpartum merupakan salah satu depresi yang


memiliki sifat sementara terkait atau berhubungan dengan persalinan serta
kehamilan, adanya perubahan perilaku, sikap, pikiran, bahkan fisik untuk
memiliki anak (kehamilan serta persalinan).

2.1.8 Konsep Risiko Depresi Postpartum

2.1.8.1 Pengertian Risiko Depresi Posrpartum

Risiko merupakan dampak dari ketidakpastian terhadap pencapaian suatu


objek yang ditimbulkan oleh adanya perubahan (Bessis, 2010). Depresi
merupakan suatu bentuk gangguan kejiwaan atau suatu keadaan jiwa denga ciri
merasa sedih, merasa sendirian, putus asa, rendah diri dari hubungan sosial, tidak
ada harapan penyesalan yang patologis dan terdapat gangguan somatik seperti
anoreksia, serta insomnia (Limoa, 2010).
Depresi nifas adalah munculnya gangguan mood dan kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental yang muncul setelah
melahirkan (nifas) pada periode mulai hari keenam (1 minggu pertama) sampai
kurang lebih 3-4 minggu (Soep, 2011). Sehingga risiko depresi postpartum dapat
dikatakan sebagai potensi atau ketidakpastian terjadinya suatu gangguan
psikologis atau gangguan suasana hati yang ditimbulkan oleh ibu pasca
melahirkan akibat ketidakpastian penerimaan peran menjadi seorang ibu. Menurut
(Herdman, T. Heather, 2015) risiko ketidakmampuan menjadi orang tua
merupakan rentan terhadap ketidakmampuan pemberi asuhan primer untuk
mempertahankan lingkungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak.

Perempuan yang berisiko tinggi mengalami depresi postpartum adalah


mereka dengan riwayat depresi pasca persalinan sebelumnya atau depresi selama
kehamilan. Selain memiliki riwayat depresi, stress yang terjadi akibat kurangnya
dukungan sosial (terutama dari pasangan), kehamilan yang tidak direncanakan,
serta kelelahan dalam merawat anak merupakan faktor risiko terjadinya depresi
postpartum. Depresi pasca persalinan berkembang selama 3 bulan pertama pasca
melahirkan (Limoa, 2010).

2.1.9 Faktor – faktor yang mempengaruhi depresi pada ibu postpartum

Mempengaruhi depresi pada ibu-ibu postpartum (Martha Moraitou, PhD et all,


2010), yaitu:
a) Faktor umur

Masa dewasa merupakan dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah
tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
(Myers and Johns, 2018) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada
umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan
psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun, semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa dipercaya dan orang yang belum tinggi
kedewasaannya, hal ini sebagai pengalaman dan kematangan jiwa (Wawan,
2010).

b) Faktor Paritas
Paritas kehamilan ibu merupakan salah satu factor pencetus depresi pada
ibu, karena disini paritas menunjukkan kehamilan ke-1, ke-2, atau ke-3, yang
dimana para ibu-ibu sudah memiliki pengalaman namun harus lebih ekstra karena
mempunyai lebih dari 1 anak.

c) Faktor pendidikan
Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan
konflik peran antara tuntutan perempuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas
diluar rumah dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga yang mengasuh
anaknya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Adisty (2013) bahwa sikap positif yang
timbul dari suatu perilaku. Terwujudnya niat menjadi perilaku tergantung pada
beberapa faktor seperti lingkungan sekitar, norma, aturan, dan sebagainya.

d) Faktor selama proses persalinan


Semakin besar trauma fisik yang terjadi saat persalinan maka semakin
besar trauma psikis, yang muncul dankemungkinan perempuan tersebut akan
mengalami depresi postpartum.

e) Faktor dukungan sosial


Semakin banyak dukungan yang diberikan oleh keluarga dan kerabat
dekat pada saat masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan dapat
mengurangi kecemasan yang dialami ibu.
2.1.10 Masalah Psikologis Ibu Postpartum

Perubahan emosional pada ibu post partum menurut Bobak dalam


Setiyaningrum (2015) yaitu :

1) Baby Blues
Baby blues pasca bersalin, karena perubahan yang tiba- tiba dalam
kehidupan, merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya
dan merasa bersalah. Perubahan emosi ini dapat membaik dalam beberapa hari
setelah ibu dapat merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.

2) Depresi Postpartum
Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan kehilangan libido
(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Kriteria untuk mengklasifikasikan depresi pasca partum bervariasi tetapi
sering pada sindrom afektif/emosi yang terjadi selama enam bulan setelah
melahirkan. Namun, pengalaman depresi yang dialami juga menunjukan
konsentrasi buruk, perasaan bersalah, kehilangan energy dan aktivitas sehari-hari.

3) Psikosis Postpartum
Psikosis Postpartum ialah krisis psikiatri yang paling parah. Gejalanya
seringkali bermula dengan post partum blues atau depresi postpartum. Waham,
Halusinasi, konfusi dan panik bisa muncul.
Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala yang menyerupai skizofrenia
dan kerusakan psikoafektif. Perawatan dirumah sakit selama beberapa bulan
mungkin diperlukan. Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya merupakan
bahaya psikosis terbesar.

Referensi
Lumonggalubis, Namora, 2009, DEPRESI TINJAUAN PSIKOLOGIS, Jakarta, Penerbit : PT
Fajar Interpratama Mandiri
Pitriani, Rissa, dkk, 2014, PANDUAN LENGKAP ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS NORMAL
(ASKEB III), Yogyakarta, Penerbit : Deepublish
Kustiningsih Yuni Purwati, 2017, BAGAIMANA MENGHADAPI GANGGUAN MOOD MASA
NIFAS ?, Yogyakarta, Penerbit : Deepublish
- Dwi Sulistyaningsih, 2019, HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
DEPRESI POSTPARTUM DI RSUD I.A MOEIS SAMARINDA, Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur. https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1842/DWI
%20Sulistianinggsih.pdf?sequence=1&isAllowed=y

-Ervi Fitri Faradiana, 2016, HUBUNGAN PERAN SUAMI SEBAGAI BREASTFEEDING


FATHER DENGAN RISIKO TERJADINYA DEPRESI POSTPARTUM HARI 1-14 DIWILAYAH
KERJA PUSKESMAS PATRANG KABUPATEN JEMBER, Universitas Jember, Jember.
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/79017/Ervi%20Fitri%20Faradiana.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

- Rini, Susilo, dkk. 2017, PANDUAN ASUHAN NIFAS DAN EVIDENCE BASED PRACTICE,
Yogyakarta, Penerbitan : CV BUDI UTAMA. https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=dbiEDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR6&dq=pengertian+nifas&ots=Mvuh48Otj5&s
ig=tL-2SEHpN_iM0pu2cPSMkiegGiI&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian
%20nifas&f=false
- Pratiwi, Adelina, (2018) , Babul Ilmi Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, jurnal.stikes-
aisyiyah-palembang.ac.id

Anda mungkin juga menyukai