Anda di halaman 1dari 25

PPN KEPERAWATAN MATERNITAS

Laporan Pendahuluan Postpartum Blues


Semester I Tahun Ajaran 2020/2021

Dosen Pengampu :

Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :
Irma Hardiyanti Setia Ningsih
(9204100031)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DESEMBER 2020
ISI

A. Postpartum Blues

1. Definisi Postpartum Blues


Postpartum blues atau yang biasa disebut baby blues merupakan depresi
ringan yang sifatnya sementara, dialami oleh sebagian besar ibu yang terjadi sebagai
akibat perubahan-perubahan baik fisiologis, hormonal, maupun psikologis (Pieter dan
Lubis, 2010). Postpartum blues merupakan keadaan yang terjadi setiap waktu setelah
perempuan melahirkan, tetapi sering terjadi pada hari ketiga atau keempat yang
memuncak pada hari kelima dan ke-14 postpartum (Bobak, 2005). Postpartum blues
juga biasanya dialami oleh ibu selama 3-4 hari setelah melahirkan, namun menghilang
setelah beberapa minggu (Lubis, 2009, National Mental Health Association, 2009).
Postpartum blues muncul ketika ibu tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap
perubahan pola kehidupan akibat kehamilan, proses melahirkan dan setelah
melahirkan (Murtiningsih, 2012).

2. Penyebab postpartum blues


Penyebab postpartum blues sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti. Namun dalam beberapa penelitian ada beberapa faktor predisposisi yang
mempengaruhi postpartum blues, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal
(Bobak, 2005; Fatimah, 2009).
1) Faktor internal
a) Kadar hormone
Adanya perubahan pada kadar estrogen, progesteron, prolaktin, serta
estriol. Ketika terjadi postpartum blues pada perempuan pasca persalinan,
maka ditemukan hormon-hormon tersebut berada pada jumlah yang sangat
rendah. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada
gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan
mood dan kejadian depresi apabila jumlahnya tidak mencukupi (Dewi, 2011
dan Nirwana, 2011).. Karena proses ini pula seorang ibu setelah melahirkan
mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya ibu akan mengalami
kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan lebih membutuhkan
perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap penting
baginya.
b) Faktor usia
Usia dalam persalinan dan melahirkan seringkali dikaitkan dengan
masalah ini. Usia yang terlalu muda untuk hamil akan memicu risiko bagi ibu
dan anak dari segi fisik dan psikis baik itu selama kehamilan maupun
persalinan (Rusli, 2011). Kehamilan pada usia dini akan cenderung
mengalami risiko seperti anemia, hipertensi kehamilan, disproporsi
sevalopelvis (CPD), dan BBLR (Bobak, 2005). Pada ibu yang berumur
remaja (≤ 20 tahun) secara fisik, mental dan financial belum siap untuk
menjalankan kehamilan, persalinan dan peran menjadi ibu. Remaja yang
hamil secara psikologis remaja sulit untuk dapat menerima kehamilannya,
merasa tidak mampu dalam merawat dan memenuhi kebutuhan bayinya serta
beban peran, ikatan antara ibu dan bayi kurang. Umur kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun merupakan umur yang rawan bagi wanita untuk
melahirkan dan mempunyai pengaruh terhadap kejadian postpartum blues
(Irawati & Yuliani, 2013). Umur maternal lanjut (≥ 35 tahun) signifikan
untuk kehamilan preterm (34 minggu dan 37 minggu), meningkatkan resiko
bedah sesar, neonatus asfiksia, dan bayi dirawat diruang perawatan intensif.
Kondisi ini perlahan-lahan dapat menimbulkan stress bagi ibu dan dapat
memicu kejadian postpartum blues (Bobak et al, 2005; Irawati & Yuliani,
2014)
c) Faktor fisik
Adanya kelelahan fisik karena aktivitas mengurus bayi, menyusui,
memandikan, menimang dan mengganti popok di malam hari. Hal tersebut
akan membuat fisik perempuan menjadi lelah, terlebih apabila suami dan orang
terdekat tidak mau membantu atau menggantikan posisinya sebentar, hal ini
tentunya akan lebih beresiko untuk perempuan mengalami postpartum blues
(Nirwana, 2011).
d) Kehamilan yang tidak direncanakan
Merencanakan kehamilan harus terkait dengan kesiapan ibu, baik fisik,
mental maupun ekonominya. Bagi perempuan yang belum siap terhadap
kehamilannya, misalnya hamil diluar nikah dan pada ibu yang tidak
menginginkan anak lagi, risiko terhadap kejadian depresi postpartum
kemungkinan akan lebih tinggi. Selain itu remaja tahap awal yang dalam masa
hamil juga berisiko BBLR, kematian bayi, dan abortus (Bobak, 2005).
e) Jenis Persalinan
Jenis persalinan merupakan satu dari faktor dapat yang mempengaruhi
terjadinya postpartum blues. Perempuan yang sudah terbiasa dengan prosedur
yang diberikan rumah sakit mungkin mempunyai aksi terhadap gangguan
mental lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang belum pernah
mengenalnya sama sekali (Dewi, 2012). Persalinan darurat termasuk dalam
persalinan yang tidak direncanakan. Persalinan darurat dilakukan karena
biasanya ada ketidakseimbangan antara ukuran bentuk kepala janin dengan
panggul ibu atau mungkin alasan janin menjadi stress (Dewi, 2012). Trauma
fisik yang dialami selama proses persalinan pada ibu dapat menjadikan
semakin besarnya trauma psikis yang dialami perempuan yang pada akhirnya
menyebabkan depresi postpartum (Ibrahim dan Rahma, 2012). Pengalaman
nyeri hebat ini akan menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi ibu. Ibu juga
akan mengalami kecemasan dan ketakutan serta kekhawatiran terhadap
keberhasilan tindakan. Selain itu, induksi juga dapat mempengaruhi
kesejahteraan janin dan risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan karena atonia uteri. Kecemasan dan ketakutan ibu, kemungkinan
komplikasi pada bayi dan ibu menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung
untuk kemungkinan terjadinya postpartum blues.
f) Faktor pengalaman ibu
Ibu yang sudah pernah mengalami persalinan secara psikologis akan
lebih siap dibandingkan ibu yang baru pertama kali mengalami kelahiran
bayinya. Perempuan yang baru pertama kali melahirkan akan lebih umum
menderita depresi karena setelah melahirkan perempuan tersebut dalam rentang
adaptasi baik fisik maupun psikisnya (Ibrahim, 2012). Menurut Dewi (2012),
hal ini dikarenakan pada perempuan yang primipara masih merasakan
kekhawatiran mengenai perubahan bentuk tubuh, menjadi peran baru dan
dukungan sosial yang terjadi terhadap dirinya.
2) Faktor eksternal
a) Status sosial ekonomi
Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues
salah satunya status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang tidak
mendukung dapat mengakibatkan stress dalam keluarga, sehingga dapat
mempengaruhi depresi ibu postpartum seperti keadaan emosional (Ibrahim,
2012). Hal ini dikarenakan berhubungan langsung dengan kebutuhan dan
perawatan pada bayi yang membutuhkan banyak kebutuhan, sehingga
keadaan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan karena menerima
kelahiran bayi, bisa menimbulkan tekanan karena adanya perubahan baru
dalam hidup seorang perempuan (Ibrahim, 2012).

b) Pendidikan
Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi adanya kejadian
postpartum blues. Ibu yang memiliki pendidikan rendah akan cenderung
mempunyai banyak anak dan teknik dalam perawatan bayi pun kurang baik
(Machmudah, 2010). Penelitian Manurung (2011) menyebutkan bahwa ibu
yang berpendidikan SD/SMP akan berpeluang mengalami postpartum blues
sebesar empat kali dibanding ibu yang berpendidikan SLTA atau Diploma I.
c) Status pekerjaan ibu
Wanita yang bekerja dapat mengalami postpartum blues disebabkan
adanya konflik peran ganda yang menimbulkan masalah baru bagi wanita
tersebut. Ambarwati (2008) mengemukakan bahwa wanita pekerja lebih
banyak akan kembali pada rutinitas bekerja setelah melahirkan dan cenderung
memiliki peran ganda yang menimbulkan gangguan emosional, dan ibu yang
bekerja dirumah mengurusi anak-anak mereka dapat mengalami keadaan krisis
situasi dan mencapai gangguan perasaan/blues karena rasa lelah dan letih yang
mereka rasakan.
d) Dukungan sosial
Dukungan suami merupakam bentuk interaksi sosial yang nyata, yang
didalamnya terdapat hubungan saling memberi dan menerima bantuan
(Fatimah, 2009). Wanita yang merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai
oleh keluarganya tentunya tidak akan merasa dirinya kurang berharga.
Berbeda dengan wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial akan
mudah merasa bahwa dirinya tidak berharga dan kurang diperhatikan oleh
keluarga (Urbayatun, 2010). Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga
pada ibu postpartum dapat membuat ibu lebih sensitif dan cenderung
mengalami depresi (Machmudah dan Urbayatun, 2010).

3. Tanda dan Gejala Postpartum Blues


Gejala postpartum blues terlihat secara psikologis yaitu adanya perasaan
cemas, khawatir berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa sebab
yang jelas, seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala, perasaan tidak mampu
mengurus bayinya dan adanya perasaan putus asa (American Psychiatric
Association, 2013).
Dalam Dewi (2011) adapun tanda dan gejala pada perempuan yang
mengalami postpartum blues antara lain: adanya reaksi depresi/sedih/disforia,
sering menangis, mudah tersinggung, cemas, labilitas perasaan, cenderung
menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan nafsu makan, kelelahan, mudah
sedih, cepat marah, mood (mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula
menjadi gembira), perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya serta
bayinya, perasaan bersalah, pelupa.

4. Dampak Postpartum Blues


Bila gejala postpartum blues sudah terlihat namun tidak segera ditangani
dengan benar maka gejala tersebut dapat berkepanjangan dan menjadi
postpartum depression, seperti menyalahkan kehamilannya, muncul perasaan
malas dalam merawat bayinya, sering merasa terganggu waktu istirahatnya.
Tingkat yang lebih lanjut dapat membuat perempuan sampai pada tingkat
frustasi bahkan tidak dipungkiri perasaaan ingin bunuh diri kemungkinan akan
muncul. Kurangnya dukungan dari suami juga dapat menjadi faktor yang
memperburuk psikis perempuan (Sarwono, 2009). Suami akan merasakan
dampak dari perempuan dengan postpartum blues dalam hal keharmonisan
bersama istri. Postpartum blues menyebabkan terputusnya interaksi perempuan
dan anaknya, menganggu perhatian dan bimbingan yang dibutuhkan bayi untuk
berkembang dengan baik (Ishikiwa et al., 2011).

5. Skrining Postpartum Blues


Menurut King, (2012) menjelaskan Endinburgh Postnatal Depresi Scale
(EPDS) digunakan untuk mengukur gejala tingkat depresi pada perempuan
postpartum dari segi ras, etnis dan sosioekonomi yang melatarbelakangi risiko
terjadinya depresi pasca persalinan. EPDS dapat digunakan selama tujuh hari
postpartum sampai dengan enam minggu, dan terdiri dari 10 pertanyaan.
Depresi pasca persalinan dibagi menjadi tiga yaitu postpartum blues, depresi
pasca persalinan dan psikosis pasca persalinan. Ketiganya memiliki gejala yang
saling tumpang tindih, belum jelas apakah kelainan tersebut merupakan kelainan
yang terpisah, lebih mudah dipahami seandainya ketiganya dianggap sebagai
suatu kejadian yang berkesinambungan (Harry, 2010).
Cara penilaian EPDS ; pada pertanyaan 1, 2, 4 mendapatkan nilai 0, 1, 2,
atau 3 dengan kotak paling atas mendapatkan nilai 0 sedangkan kotak paling
bawah mendapatkan nilai 3. Pertanyaan 3, 5-10 merupakan penilaian yang
terbalik, dengan kotak paling atas mendapatkan nilai 3 sedangkan kotak paling
bawah mendapatkan nilai 0. Pertanyaan yang ke-10 merupakan pertanyaan yang
menunjukkan keinginan bunuh diri. Skor nilai maksimal 30. Kemungkinan
responden mengalami depresi jika hasil nilai menunjukkan angka 10 atau lebih.
Keuntungan EPDS yaitu mudah dihitung oleh tenaga kesehatan, sederhana,
cepat dikerjakan, mendeteksi dini terhadap adanya depresi pasca persalinan,
lebih diterima oleh pasien, tidak memerlukan biaya. Kekurangan EPDS yaitu
tidak bisa mengetahui penyebab dari depresi pasca persalinan dan tidak bisa
mendiagnosis depresi pasca persalinan.

6. Patofisiologi
Adaptasi fisiologis yang terjadi pada perempuan pasca persalinan antara lain
terjadi pada Sistem endokrin mengalami penurunan pada hormon human
placental lactogen, kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna.
Begitupun konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human chorionic, gonadotropin,
prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah lahir (Bobak,
2012). Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada
gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan
mood dan kejadian depresi. Karena proses ini pula seorang ibu setelah
melahirkan mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya ibu akan
mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan lebih
membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap
penting baginya.
Penyesuain perempuan terhadap perannya sebagai ibu di tandai dengan
perubahan perilaku ibu yang terdapat dalam tiga fase penyesuaian antara lain
fase taking in, fase taking hold, dan fase letting go. Fase taking in dikenal
sebagai fase dependen yang terjadi selama satu sampai dua hari pasca
persalinan, ketergantungan sangat terlihat menonjol dan ini merupakan suatu
fase dimana ibu memerlukan perlindungan dan perawatan, mengharapkan segala
kebutuhan dapat dipenuhi orang lain. Dukungan sosial dari suami, keluarga,
teman, petugas kesehatan sangat diperlukan pada fase ini. Jika fase ini gagal,
maka periode ini akan berubah menjadi periode blues pada fase berikutnya
(Bobak, 2012). Fase taking hold merupakan fase yang tepat untuk adanya
pemberian edukasi mengenai perawatan bayi karena pada fase ini ibu memiliki
semangat yang tinggi untuk mampu merawat bayinya secara mandiri (Laela,
2016). Fase letting go ini ibu postpartum mulai merasakan keluarga seabagai
suatu sistem dan harus mampu menjalankan perannya sebagai orang tua (Laela,
2016). Riwayat seperti kehamilan yang tidak di inginkan, adanya problem
dengan orang tua atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya
perhatin yang diberikan pada si ibu dan factor dari etiologi serta factor psikolog
lainnya merupakan penyebab utama. Keabnormalitasan pada post partum blues
ini mengakibatkan rasa tidak nyaman, kecemasan yang mendalam pada diri ibu,
tak jarang terkadang seorang ibu menangis tanpa sebab yang pasti. Khawatir
pada bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan.
7. Pathway

8. Penatalaksanaan Postpartum Blues

Menurut Dewi (2011) beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kejadian postpartum blues antara lain : persiapkan diri dengan baik selama
kehamilan untuk menghadapi masa nifas, komunikasikan segala permasalahan
atau hal jika ada yang ingin dibicarakan, komunikasikan saat mengalami rasa
cemas, menerima dengan ikhlas dan tulus terhadap apa yang telah dialami dan
tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk peran barunya sebagai orang tua,
istirahat cukup, hindari perubahan hidup yang drastis, berolahraga ringan, beri
dukungan penuh dari keluarga, suami atau saudara, konsultasikan kepada tenaga
kesehatan atau orang yang ahli agar dapat memfasilitasi kemungkinan faktor
risiko lain selama masa nifas dan dapat membantu dalam melakukan upaya
monitoring.
Menurut Nirwana (2011) tindakan yang dapat dilakukan untuk dapat
menanggulangi terhadap perempuan dengan postpartum blues antara lain :
a) Meminta bantuan kepada suami atau keluarga jika membutuhkan waktu
untuk beristirahat sejenak, karena dengan beristirahat sejenak akan dapat
menghilangkan perasaan lelah yang ada,
b) Memberitahukan suami tentang perasaan yang sedang dirasakan,
c) Menjauhkan rasa cemas dan khawatir mengenai pola pengasuhan untuk anak,
d) Mencari hiburan sejenak dan luangkan waktu untuk sendiri.

B. Asuhan Keperawatan Postpartum Blues


1. Pengkajian awal (Anamnesa)
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan
oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons
perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencana individu didasarkan
pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan
wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita
tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2005 ) dapat
dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya
meliputi :
a. Identitas klien.
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain-lain
b. Keluhan Utama
Mudah marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan postpartum blues biasanya terjadi kurang nafsu
makan, sedih – murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia,
merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan
pasien
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien
d. Riwayat Kehamilan
Berapa kali hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, keluhan/komplikasi
selama hamil, BB selama hamil,
e. Riwayat Persalinan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses
kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam
upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya
mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka,
hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis.
Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua
bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan
sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
f. Riwayat Kontrasepsi
Metode apa yang dipakai sebelum hamil, lama penggunaan, alasan berhenti,
keluhan selama menggunakan metode tersebut, rencana kontrsepsi yang akan
digunakan nanti.
g. Citra Diri Ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan
seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya
selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam
menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi
seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian
perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran
pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa
hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
h. Interaksi Orang Tua-Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi
interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran
anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah
menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya
berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi
orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan
atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan
anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat
segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir
dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
i. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang
tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan
mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua
menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena
kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan
bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui
ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan
bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa
tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua
tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan
kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini cenderung
akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat
anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,
dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu
membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi,
seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk
dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk
menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
j. Struktur dan Fungsi Keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum
blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang
wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya
dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain.
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang
dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota
keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
k. Perubahan Mood
Kurang nafsu makan, sedih, murung, perasaan tidak berharga, mudah
marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan
fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah
dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau
berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk
mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori
kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan
bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi
bayinya.
l. Kebiasaan sehari-hari
1) Kebersihan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga (kebersihan kurang)

2) Tidur

Biasanya klien mengalami gangguan tidur, gelisah

3) Data social ekonomi

Biasanya gangguan psikologis ini banyak ditemukan pada ekonomi


rendah

5) Aktivitas/ istirahat

Biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu

6) Eliminasi

Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare

7) Makanan/ cairan
Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus , membrane mukosa
kering Neurosensori. biasanya klien mengeluh sakit kepala
8) Nyeri dan ketidaknyamanan
Biasanya terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah abdomen dan kepala
9) Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah

10) Seksualitas
Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido

2. Pemeriksaan Psikologis
a. Fase taking in, dengan cara :
- Kaji tingkat ketergantungan klien tentang perawatan diri dan bayinya,
klien berpusat pada dirinya
- Dengarkan dan respon setiap keluhan atau pertanyaan yang diajukan
oleh klien seputar riwayat persalinan
- Ketergantungan harus berakhir pada hari kedua
b. Fase taking hold, dengan cara :
- Kaji tingkat keterlibatan klien yang berpusat pada dirinya
- Kaji tingkat keinginannya untuk mendapat pendidikan kesehatan
- Kaji tanda – tanda terjadinya depresi atau postpartumblues : gelisah,
menangis tiba2, sulit tidur, marah terhadap anggota keluarga termasuk
bayi, cemas
c. Fase letting go, dengan cara :
- Kaji tingkat kesiapan ibu untuk merawat dirinya dan bayinya
- Kaji pola interaksi dengan keluarga dan lingkungannya
- Kaji keinginannya untuk segera keluar dari RS dan ingin merawat
bayinya dam keluarganya
- Simpulkan perubahan psikologis ibu pada tahap yang mana

3. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Periksa TTV (TD, N, RR, dan suhu). Biasanya nadi meningkat,
(tachikardia), TD kadang meningkat. Biasanya pernafasan cepat dan
dangkal
2) Head To Toe
a. Kepala dan wajah
- Inspeksi kebersihan dan kerontokan rambut, cloasma gravidarum,
keadaan sklera, conjungtiva, kebersihan gigi dan mulut, caries.
- Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah
- Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah
- Palpasi pembesaran getah bening, JVP, kelenjar tiroid
b. Dada
- Inspeksi irama nafas
- Dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung
- Hitung frekuensi nafas
c. Payudara
- Inspeksi keadaan puting : menonjol, datar, tertarik kedalam
(inverted), bekas luka/trauma, inspeksi areola dan seluruh mamae :
ukuran, pembengkakan, produksi ASI
- Palpasi daerah payudara
- Kaji pengeluaran : colostrum atau ASI dengan cara letakkan jari
telunjuk dan ibu jari didaerah areola, lalu tekan perlahan, kemudian
pijat sambil mengarah ke pangkal puting susu dan lihat cairan yang
dikeluarkan.
d. Ekstremitas bagian atas
- Inspeksi keadaan odem pada jari – jari atau kelainan lain
- Ajak klien untuk berjabat tangan dan kaji kekuatan otot
e. Abdomen
- Inspeksi : striae, luka/insisi, linea
- Letakkan stetoskop pada setiap kuadran abdomen untuk
mendengarkan
- bising usus selama 1 menit penuh
f. Lakukan pemeriksaan involution uteri, dengan cara :
- Letakkan kedua tangan perawat pada bagian abdomen dan supra
pubis
- Telapak tangan diatas suprapubis meraba daerah vesika urinaria,
sedangkan telapak tangan diatas abdomen meraba dan menemukan
tinggi fundus uteri
- Tetaplah telapak tangan pada vesika urinaria, sedangkan telapak
tangan di daerah abdomen sedikit terbuka, menghadap kearah
umbilikus dan turun menyusuri abdomen untuk menemukan tinggi
fundus uteri, setelah ditemukan kaji : intensitas, kekuatan kontraksi
uterus, posisi / letak uteri.
- Lepaskan kedua telapak tangan secara bersamaan
- Simpulkan keadaan involtio uteri : TFU
g. Lakukan pemeriksaan diastasis recti abdominis (jika tidak ada luka
SC), dengan cara :
- Letakkan dua atau tiga jari tangan perawat secara vertikal , tepat
dibawah pusat klien.
- Anjurkan klien untuk mengangkat kepala dan bahu tanpa dibantu
- Raba dan rasakan berapa jari yang terjepit oleh dinding abdomen
ketikam klien duduk
- Simpulkan keadaan diastasis recti abdominis
h. Lakukan pemeriksaan vulva vagina, fokus pada lochia dengan cara :
- Bantu klein membuka celana dalam
- Atur klien pada posisi dorsal recumbent
- Pasang sarung tangan
- Lihat keadaan dan kebersihan vulva serta perineum
- Lihat jumlah darah yang terpapar pada pembalut
a. Sangat sedikit : noda darah berukuran 2,5 -5 cm = 10 ml
b. Sedikit : noda darah berukuran ≤ 10 cm = 10-25 ml
c. Sedang: noda darah < 15 cm = 25-25 ml
d. Banyak : Pembalut penuh = 50-80 ml
- Tanyakan kapan mengganti pembalut yang terakhir (jam berapa)
- Simpulkan karakteristik lokhia (rubra, serosa, alba)
i. Lakukan pengkajian perineum fokus pada luka episiotomy, dengan
cara :
- Atur klien pada posisi Sim kiri
- Tarik pangkal paha kearah atas oleh tangan kiri dan tarik bagian
bawah oleh tangan kanan
- Lihat keadaan luka episiotomi : jenis episiotomi, jumlah jahitan,
keadaan
- luka REEDA.
- Simpulkan keadaan luka
- Lihat keadaan anus, fokus pada keadaan haemoroid.
- Simpulkan keadaan haemorid
- Atur kembali klien pada posisi terlentang
- Bantu kien untuk kembali memakai celana dan pembalut yang baru
- Atur klien pada posisi senyaman mungkin
- Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam clorin
0,5 %
- Masukkan sarung tangan ke dalam cairan clorin 0,5%
(Karjatin, Atin. 2016)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI 2016 :
1) Ketidaknyamanan pasca partum b/d trauma perineum selama persalinan dan
kelahiran, pembekakan payudara dimana alveoli mulai terisi ASI, involusi
uterus, kekurangan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan
2) Koping tidak efektif b/d ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi
masalah, ketidakadekuatan sistem pendukung, ketidakadekuatan strategi
koping, ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor, krisis
situasional, krisis maturasional, kerentanan personalitas.
3) Gangguan pola tidur b/d kurangnya kontrol tidur d/d periode pasca partum
4) Ansietas b/d kekhawatiran mengalami kegagalan, krisis situasional, krisis
maturasional,kurang terpapar informasi
5) Risiko gangguan perlekatan f/r kekhawatiran menjalankan peran sebagai
orangtua, penghalang fisik (incubator, dll), ketidakmampuan orang tua
memenuhi kebutuhan bayi/anak d/d post partum blues
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Ketidaknyamanan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri
pasca partum b/d keperawatan diharapkan Observasi
trauma perineum klien mampu : - Identifikasi lokasi, durasi,
selama persalinan dan 1. Tingkat nyeri karakteristik, frekuensi,
kelahiran, pembekakan - Kemampuan kualitas, intensitas nyeri
payudara dimana menuntaskan - Identifikasi skala nyeri
alveoli mulai terisi ASI, aktivitas meningkat - Identifikasi respons nyeri non
involusi uterus, - Keluhan nyeri verbal
kekurangan dukungan menurun - Identifikasi faktor yang
dari keluarga dan - Ekspresi meringis memperberat dan peringan
tenaga kesehatan menurun nyeri
- Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan
- Kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri
menurun - Identifikasi pengaruh budaya
- Nafsu makan terhadap respon nyeri
membaik - Identifikasi pengaruh nyeri
- Pola tidur membaik pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(kompres hangat)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Koping tidak efektif b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Promosi koping
ketidakpercayaan keperawatan diharapkan Observasi
terhadap kemampuan klien mampu : - Identifikasi dampak situasi
diri mengatasi masalah, 1. Status koping terhadap peran dan
ketidakadekuatan a. Perilaku koping hubungan
sistem pendukung, adaptif - Identifikasi metode
ketidakadekuatan b. Mampu penyelesaian masalah
strategi koping, mengatasi - Identifikasi kebutuhan dan
ketidakcukupan masalah keinginan terhadap
persiapan untuk c. Mampu dukungan social
menghadapi stressor, memenuhi peran Terapeutik
krisis situasional, krisis sesuai usia - Diskusikan perubahan peran
maturasional, d. Perilaku asertif yang dialami
kerentanan personalitas. meningkat - Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi
sisitem pendukung yang
tersedia
Edukasi
- Anjurkan penggunaan
sumber spiritual
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Anjurkan keluarga terlibat
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Dukungan tidur
b/d kurangnya kontrol keperawatan diharapkan Observasi
tidur d/d periode pasca klien mampu : - Identifikasi faktor pengganggu
partum 1. Pola tidur tidur
a. Tidak mengeluh Terapeutik
sulit tidur - Modifikasi lingkungan
b. Istirahat cukup - Fasilitasi menghilangkan
c. Pola tidur baik stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
Ansietas b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Reduksi ansietas
kekhawatiran keperawatan diharapkan Observasi
mengalami kegagalan, klien mampu : - Identifikasi saat tingkat
krisis situasional, krisis ansietas berubah
1. Tingkat
maturasional,kurang - Monitor tanda-tanda ansietas
kecemasan
terpapar informasi Terapeutik
a. Dapat - Ciptakan suasana terapeutik
beristirahat
untuk menumbuhkan
b. Perasaan
kepercayaan
gelisah
- Temani pasien untuk
menurun
mengurangi kecemasan
c. Rasa cemas - Pahami situasi yang membuat
yang ansietas
disampaikan Edukasi
secara lisan - Informasikan secara factual
tidak ada mengenai diagnostic,

d. Tidak ada pengobatan

kesulitan - Anjurkan keluarga untuk tetap

berkonsentrasi bersama pasien


- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Ajari teknik relaksasi
2. Terapi Relaksasi
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsenterasi, atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
Terapeutik
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lainnya
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, dan
jenis relaksasi yang dilakukan
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi rileksasi
- Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi
Risiko gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Promosi perlekatan
perlekatan f/r keperawatan diharapkan Observasi
kekhawatiran klien mampu : - Identifikasi kemampuan bayi
menjalankan peran 1. Perlekatan menghisap dan menelan ASI
sebagai orangtua, a. Perasaan positif - Identifikasi payudara ibu
penghalang fisik meningkat - Monitor kegiatan menyusui
(incubator, dll), b. Kekhawatiran - Monitor perlekatan saat
ketidakmampuan orang menjalankan menyusui
tua memenuhi peran orangtua Terapeutik
kebutuhan bayi/anak menurun - Hindari memegang kepala
d/d post partum blues c. Mencium, bayi
tersenyum, - Diskusikan dengan ibu
berbicara dan masalah selama proses
bermain dengan menyusui
bayi Edukasi
d. Menggendong - Ajarkan ibu menyusui dengan
bayi untuk baik dan benar
menyusui/membe
ri makan
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendika Press


Bobak I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., Perry, S.E. 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih Bahasa : Maria & Peter. Jakarta : EGC
Bobak, Lowdermik., Jensen. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC.
Dewi dkk. 2012. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Fatimah, Siti. 2009. Hubungan Dukungan Suami dengan Kejadian Postpartum Blues
pada Ibu Primipara di Ruang Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang. Artikel
Riset Keperawatan. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.
Universitas Diponegoro. Diperoleh 18 Desember 2020 dari
http://www.core.ac.uk/downoad/pdf/11711002.pdf
Gondo, Harry. (2010). Skrinning Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Pada
Postpartum Blues. Universitas Wijaya Kusuma : Surabaya
Ibrahim, F., Rahma & Ikhsan, M. 2012. Faktor faktor yang berhubungan dengan
depresi postpartum di RSIA Pertiwi Makassar tahun 2012. FKM Unhas.
Diperoleh pada tanggal 18 Desember 2020 dari http://repository.unhas.ac.id
Indriasari, Retno. 2013. Hubungan umur dan paritas dengan kejadian postpartum
blues di wilayah puskesmas kalimanah kabupaten purbalingga tahun 2013.
Jurnal. Akademi Kebidanan YLPP. Diperoleh tanggal 18 Desember 2020 dari
http://senayan.akbidylpp.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1782
Irawati dan Yuliani. 2014. Pengaruh faktor Psikososial dan Cara Persalinan
terhadap terjadinya Postpartum Blues Pada Ibu Nifas. Hospital Majapahit
(6) 1-7 vol 6 No. 1 Februari 2014. Diperoleh tanggal 18 Desember 2020 dari
http://www.poltekkkesmajapahit.ac.id
Karjatin, Atin dr. 2016. Praktikum Keperawatan Maternitas. Jakarta : Kemenkes RI.
King, P. A. 2012. Replicability of structural Models of the Edinburgh Postnatal
Depression scale (EPDS) in a Community Sample of Postpartum African
American Women With Low Socioeconomic Status. Journal Arch Womens
Ment Health. Diperoleh tanggal 18 Desember 2020 dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22297555
Kurniawan, Hendro. 2013, Hubungan kadar hormone kortisol dengan kejadian
postpartum blues pada persalinan dengan induksi. Tesis. Universitas Sebelas
Maret. Diperoleh tanggal 18 Desember 2020 dari www.digilib.uns.ac.id
Laela, Sri. (2016). Pengaruh Terapi Thought Stopping Dan Terapi Suportif Terhadap
Postpartum Blues Dan Ansietas Ibu Postpartum Dengan Bayi Premature
Diruang Perina-Nicu. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Latifah dan Hartati. 2006. Efektifitas Skala Edinburgh dan Skala beck dalam
mendeteksi risiko depresi Postpartum Di RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo
Purwokerto. Universitas soedirman : Purwokerto.
Machmudah, T. 2010. Pengaruh Persalinan dengan Komplikasi terhadap
kemungkinan terjadinya Postpartum Blues di Kota Semarang. Tesis.
Universitas Indonesia. Diperoleh tanggal 18 Desember 2020 dari
www.lib.ui.ac.id/file?file=digital/20284389-T%20Machmudah.pdf
Manuaba, et al. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Manurung, Suryani. 2011. Efektifitas terapi music teradap pencegahan PPB pada ibu
primipara di ruang kebidanan RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pusat.
Tesis. Depok : FIK UI
Nirwana, Ade Benih. 2011. Psikologi Ibu, Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Perry, S.E., Hockenberry, M.J., Lowdermilk, D.L, & Wilson, D. (2010). Maternal
and Child Nursing Care. Vol 1. 4th ed. Missouri : Mosby Elsevier.
PPNI . 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI . 2018. Standar Luaran keperawatan Indonesia : Dfinisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI . 2018. Standar Intervensi Keperawatan : Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta : DPP PPNI.
Rusli, R. A., Meiyuntariningsih, T., & Warni., W. E 2011. Perbedaan Depresi Pasca
Melahirkan pada Ibu Primipara ditinjau dari usia Ibu Hamil. Jurnal INSAN.
Vol 13, No 01: 21-31.
Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Mental dan Neonatal. Jakarta: PT Bina
Pustaka
Urbayatun, S. 2010. Dukungan Sosial dan Kecenderungan Depresi Postpartum pada
Ibu Primipara di Daerah Gempa Bantul. Tugas Akhir. Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai